PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI. Presiden Republik Indonesia,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Berita resmi Daerah Istimewa Yogyakarta)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Mengingat pula pasal 119 ayat (3) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1952 TENTANG DAFTAR SUSUNAN PANGKAT DAN KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL

HUKUMAN JABATAN Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 Tanggal 20 Februari 1952 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 59/1951, PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI TETAP. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:59 TAHUN 1951 (59/1951) Tanggal:13 SEPTEMBER 1951 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PERJALANAN LUAR NEGERI TENAGA BANGSA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1953 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1966 TENTANG PEMBERIAN CUTI KEPADA ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

PP 8/1952, PEMBERHENTIAN DARI PEKERJAAN UNTUK SEMENTARA WAKTU DAN. Tentang:PEMBERHENTIAN DARI PEKERJAAN UNTUK SEMENTARA WAKTU DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1954 TENTANG PEKERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PERJALANAN LUAR NEGERI TENAGA BANGSA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PERJALANAN LUAR NEGERI TENAGA BANGSA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1955 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1958 TENTANG PEREMAJAAN ALAT-ALAT NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

Kepada : SURAT- EDARAN NOMOR: 01/SE/1977 TENTANG PERMINTAAN DAN PEMBERIAN CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1954 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1958 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1949 TENTANG PEMBERIAN UANG TUNGGU KEPADA PEGAWAI NEGERI YANG DIBERHENTIKAN SEMENTARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia,

PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA-KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) SUMATERA TENGAH. OTONOM KOTA-KECIL PEMBENTUKAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN DAERAH TIDAK AMAN KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1946 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1951 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN JABATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN KEPALA BAGIAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 188 / 110 / / 2013

Mengingat: pasal 7 Penetapan Presiden No. 3 tahun 1959 tentang Dewan Pertimbangan Agung Sementara;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN ISTIMEWA KEPADA KELUARGA PEGAWAI YANG TEWAS

Tentang: PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM. PROPINSI SUMATERA TENGAH.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1955 TENTANG PERATURAN PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Memutuskan :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : Pasal-pasal 73, 89 dan 90 ayat 1 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1956 TENTANG DEWAN DAN MAJELIS-MAJELIS PERNIAGAAN DAN PERUSAHAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BUAT PEGAWAI NEGERI SIPIL. Pasal 1.

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 19 TAHUN 1950 (19/1950) TENTANG PERATURAN PENSIUN DAN ONDERSTAND KEPADA PARA ANGGOTA TENTARA ANGKATAN DARAT

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA BESAR DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1956 TENTANG DEWAN DAN MAJELIS-MAJELIS PERNIAGAAN DAN PERUSAHAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 44/1948, MENGADAKAN BALAI PENDIDIKAN AHLI HUKUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1961 TENTANG PEMBERIAN TUGAS BELAJAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 8 TAHUN 1953 TENTANG PENGUASAAN TANAH-TANAH NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1956 TENTANG URUSAN PEMBELIAN MINYAK KAYU PUTIH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1950 TENTANG PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BUAT PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 40 TAHUN 1950 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1957 TENTANG PANITIA NEGARA PERIMBANGAN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : Pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

Mengingat: pasal 97, 131 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN PERATURAN ISTIRAHAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 2/1959, PENETAPAN UNDANG UNDANG DARURAT NO Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1959 (2/1959)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1950 TENTANG PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BUAT PEGAWAI NEGERI SIPIL

Presiden Republik Indonesia Serikat,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1975 TENTANG PENGURUSAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1952 TENTANG PERATURAN DEWAN KEHORMATAN MILITER. Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR MILITER IBU KOTA. PENCABUTAN KEMBALI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 202 TAHUN 1961 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

Indeks: PERATURAN GAJI MILITER PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

Presiden Republik Indonesia, Menimbang: perlu mengatur kembali pemberian Honorarium kepada para penjabat pada Pengadilan/Kejaksaan Ketentaraan;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB PANITYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN PUSAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1959

PP 15/1954, TUNJANGAN IKATAN DINAS BAGI MAHASISWA CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BELAJAR DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI Presiden Republik Indonesia, Menimbang: perlu memperbaharui dan menetapkan kembali peraturan-peraturan yang mengenai pemberian istirahat dalam Negeri; Mengingat: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1948, Staatsblad 1912 Nomor 198 seperti kemudian diubah dan ditambah dan Staatsblad 1934 Nomor 479 Mendengar: Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke-81 pada tanggal 20 Pebruari 1953. MEMUTUSKAN: I. Mencabut: a. Peraturan 1948, Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 tahun b. Staatsblad 1912 Nomor 198 seperti diubah dan ditambah kemudian, c. Staatsblad 1934 Nomor 479. II. Dengan membatalkan segala peraturan lain yang bertentangan dengan ini, menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI. Pasal 1. 1. Kepada seorang pegawai Negeri yang telah bekerja sekurang-kurangnya selama 6 bulan terus-menerus dalam jabatan Negeri, dapat diberikan istirahat dalam Negeri: a. karena sakit b. karena alasan penting, c. sebagai liburan. 2. Peraturan ini tidak berlaku bagi pegawai yang ditempatkan pada Perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri. ISTIRAHAT SAKIT Pasal 2 1. Istieahat karena sakit lebih dari 14 hari, selanjutnya disebut istirahat-sakit, harus diminta secara tertulis dengan melampirkan suatu surat-keterangan seorang tabib, yang harus diperiksa dan disetujui oleh Kementerian Kesehatan, satu dan

lain dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk yang telah peraturan-peraturan atau akan diberikan atau oleh Kementerian tersebut. 2. Dalam surat-keterangan itu harus dinyatakan keperluannya untuk diberikan istirahat, lamanya waktu istirahat itu dan tempat di mana istirahat itu harus dijalankan. 3. Apabila dalam surat-keterangan tabib dinyatakan, bahwa istirahat itu berhubung dengan penyakit yang diderita harus dijalankan pada sesuatu tempat tertentu, maka kepada pegawai yang bersangkutan dapat diberikan biaya perjalanan atas tanggungan Negeri menurut peraturan yang berlaku mengenai hal itu. 4. Dalam hal tersebut dalam ayat 3 harus ditunjuk suatu tempat, yang dapat dicapai dengan biaya sehemat-hematnya. Pasal 3 1. Istirahat-sakit diberikan oleh. a. Presiden, kepada Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Ketua Dewan Pengawas Keuangan dan Direktur Kabinet Presiden. b. Menteri, mengenai pegawai-pegawai termasuk dalam lingkungan kekuasaan Kementeriannya. c. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, yang mengenai pegawai-pegawai yang diperbantukan kepadanya. d. Ketua Mahkamah Agung, yang mengenai pegawai-pegawai pada Mahkamah itu. e. Ketua Dewan Pengawas Keuangan, yang mengenai pegawai-pegawai pada Dewan itu. f. Direktur Kabinet Presiden, yang mengenai pegawai-pegawai pada Kabinet itu, termasuk pula pegawai Sekretariat Wakil-Presiden, serta pegawai sipil yang pada Istana Presiden dan Wakil-Presiden. dipekerjakan 2. Apabila dipandang perlu, Menteri kekuasaannya yang dimaksud dalam ayat dapat 1 pasal menyerahkan ini kepada Kepala Jawatan atau, jika mengenai pegawai Kementerian Dalam Negeri, kepada Gubernur. 3. Oleh pembesar-pembesar tersebut dalam ayat 1 dan 2 pasal ini, diadakan catatan-catatan dari setiap istirahat yang diberikan karena sakit. Pasal 4 1. Istirahat-sakit dapat diberikan untuk selama-lamanya 1 tahun. 2. Selama istirahat-sakit, pegawai yang bersangkutan menerima gaji Penuh selama 6 bulan yang pertama, beserta semua tunjangan-tunjangan, kecuali tunjangan jabatan dan tunjangan perjalanan tetap. 3. Untuk waktu selanjutnya, pegawai yang bersangkutan menerima 2/3 (dua pertiga) dari penghasilan termaksud dalam ayat 2. 4. Dalam hal istirahat-sakit diberikan karena sesuatu kecelakaan yang terjadi selama dan karena melakukan pekerjaan jabatan, maka kepada pegawai yang bersangkutan dapat diberikan

gaji-penuh seperti dimaksudkan dalam ayat 2 untuk 1 tahun. 5. Istirahat-sakit yang diberikan dalam waktu sebulan setelah berakhirnya istirahat-sakit yang diberikan lebih dahulu, dianggap bersambungan dengan istirahat-sakit yang diberikan lebih dahulu itu dan kedua istirahat-sakit termaksud tidak dapat diberikan untuk waktu lebih lama dari 1 tahun. Pasal 5 1. Dengan menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 4, kepada pegawai yang diberi istirahat karena sakit paru-paru (tuberculose pada umumnya), atau karena sakit kusta (lepra) dapat diberikan istirahat selama 3 tahun dengan mendapat: a. gaji penuh selama 1 tahun, b. c. 2/3 (dua pertiga) gaji selama 1 tahun dan kemudian, separuh gaji selama tahun terakhir. 2. Ketentuan dalam ayat 1 hanya berlaku, jika pegawai yang bersangkutan diharuskan oleh seorang tabib untuk beristirahat dan berobat, serta minta pengobatan pada sesuatu rumah-sakit umum pusat Pemerintah, atau Senatorium dan rumah-sakit yang ditetapkan dan disahkan oleh Kementerian Kesehatan. Pasal 6 1. Kepada seorang Pegawai Negeri yang belum mempunyai masa-kerja 6 bulan terus-menerus dalam jabatan Negeri dapat diberikan istirahat-sakit dengan menerima gaji penuh selama-lamanya 45 hari. 2. Setelah waktu itu pegawai yang bersangkutan diberikan istirahat di luar tanggungan Kas Negara. ISTIRAHAT KARENA ALASAN PENTING Pasal 7 1. Istirahat karena alasan penting harus diminta secara tertulis dengan menyebutkan alasan-alasannya. 2. Istirahat itu diberikan secara tertulis oleh pembesar-pembesar yang tersebut dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah ini. 3. Dalam hal yang mendesak, hingga tidak dapat menunggu putusan pembesar termaksud dalam ayat 2, maka oleh pembesar yang tertinggi pada kantor pegawai yang bersangkutan dapat diberikan izin sementara untuk menjalankan istirahat yang diminta. 4. Pemberian izin sementara ini, yang tidak memberikan sesuatu hak atas istirahat, harus segera diberitahukan kepada pembesar yang berhak memberikan istirahat itu. 5. Ketentuan-ketentuan mengenai istirahat-sakit tersebut dalam Pasal 3 ayat 2 dan 3, berlaku pula terhadap pemberian istirahat karena alasan penting. Pasal 8

Yang dimaksudkan dengan "alasan penting" ialah: a. meninggalnya ibu, bapak, istri/suami, anak, atau mertua, yang tinggal di lain tempat, b. meninggalnya sesuatu anggota keluarga tersebut dan pegawai yang bersangkutan harus mengurus hak-haknya berhubung dengan perusahaan atau warisan yang-bersangkutan, sehingga ia harus seringkali meninggalkan tempat kedudukannya, c. lain-lain hal yang ditentukan oleh Menteri Urusan Pegawai. Pasal 9 1. Istirahat karena alasan penting dapat diberikan menurut keperluannya paling lama untuk 2 bulan. 2. Waktu 2 bulan ini dapat diperpanjang hingga sebanyak-banyaknya 3 bulan: a. dalam hal istirahatnya akan dijalankan di lain kepulauan yang termasuk dalam daerah propinsi lain, b. dalam lain-lain hal, yang serupa dengan hal-hal tersebut dalam huruf a, dengan persetujuan Menteri Urusan Pegawai. Pasal 10 Selama istirahat karena alasan penting diberikan gaji penuh beserta semua tunjangan-tunjangan, kecuali tunjangan-jabatan dan tunjangan perjalanan-tetap. ISTIRAHAT LIBUR Pasal 11 1.Istirahat sebagai liburan, selanjutnya disebut istirahat libur, diminta secara tertulis atau lisan dan diberikan secara demikian pula oleh pembesar-pembesar tersebut dalam Pasal 3, yang dapat menyerahkan kekuasaan ini kepada pembesar-pembesar di dalam lingkungan Kementerian/Kantornya. 2.Oleh pembesar-pembesar yang memberikan istirahat itu diadakan catatan seperlunya dari setiap istirahat yang diberikan. Pasal 12 1.Istirahat libur dapat diberikan setiap tahun untuk selama 12 hari-kerja. 2.Apabila istirahat ini hendak dijalankan di lain kepulauan, maka waktu itu dapat diperpanjang dengan waktu selama perjalanan pulang-pergi akan tetapi untuk selama-lamanya 7 hari. Dalam hal-hal luar biasa waktu itu dapat diperpanjang dengan 7 hari lagi. 3.Pegawai yang baru bekerja kembali setelah mendapat istirahat Luar Negeri, atau istirahat Dalam Negeri menurut Pasal 2 dan 7 peraturan ini, hanya dapat diberikan istirahat libur setelah mereka bekerja selama 6 bulan. Pasal 13

1.Pembesar-pembesar yang berhak memberikan istirahat libur, berhak untuk menangguhkan atau memperlambat tanggal mulainya istirahat yang diminta dengan waktu yang tidak lebih dari 6 bulan, juga jika istirahat itu akan jatuh dalam tahun yang berikut. Dalam hal ini istirahat itu dipandang sebagai diberikan dalam dan untuk tahun waktu istirahat itu diminta. 2.Permintaan istirahat libur hanya dapat ditolak dalam hal kepergiannya pegawai yang bersangkutan, akan mengganggu sungguh-sungguh kepentingan jabatan. 3.Penolakan diberikan secara tertulis dan menyebut alasan-alasannya. 4.Hal termaksud dalam ayat 1 pasal ini tidak dipandang sebagai penolakan. Pasal 14 1.Apabila permintaan istirahat libur dalam sesuatu tahun ditolak, maka pegawai yang berkepentingan dalam tahun yang berikut berhak untuk menjalankan istirahat yang ditolak itu di samping istirahat yang dapat diberikan kepadanya untuk tahun yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa kedua istirahat itu tidak lebih lama dari 24 hari-kerja. 2.Dalam hal termaksud dalam pasal 12 ayat 2, waktu ini dapat diperpanjang dengan 7 cq. 14 hari. Pasal 15 1.Apabila hak atas istirahat libur ini dalam sesuatu tahun tidak dipergunakan, maka hak itu tidak dapat dipergunakan lagi dalam tahun yang berikut di samping hak yang timbul untuk tahun itu. 2.Pembesar yang berhak memberikan istirahat libur dapat menyimpang dari ketentuan dalam ayat 1, apabila ada alasannya. Pasal 16 1.Istirahat libur tidak dapat dipecah-pecah hingga waktu yang kurang dari 6 hari-kerja, kecuali apabila berdasar kepentingan jabatan, atau berdasar kepentingan pegawai yang bersangkutan. 2.Waktu mulainya istirahat libur ditetapkan sedapat-dapatnya sesuai dengan kehendak pegawai yang bersangkutan, akan tetapi dalam hal ini harus diperhatikan pula kepentingan jabatan dan kepentingan pegawai-pegawai lainnya. Pasal 17 Yang tidak berhak atas istirahat libur berdasar Peraturan ini ialah: a.guru-guru dan maha-guru pada sekolah-sekolah, yang mendapat liburan menurut liburan yang berlaku untuk sekolah-sekolah. b.lain-lain pegawai, yang akan ditunjuk menurut keperluan oleh

tiap-tiap Menteri. ISTIRAHAT BESAR Pasal 18 1.Pegawai warga-negara dan pegawai bangsa asing yang tidak berhak atas sesuatu istirahat Luar Negeri, yang telah bekerja terus-menerus selama 6 tahun, dalam tahun berikutnya berhak atas istirahat Dalam Negeri sebagai liburan selama 3 bulan. Istirahat ini selanjutnya disebut istirahat besar. 2.Dalam hal istirahat ini diberikan, maka hak atas istirahat libur seperti dimaksudkan dalam Pasal 11, hapus. Pasal 19 Bilamana istirahat besar karena kepentingan jabatan tidak dapat diberikan pada waktunya, maka pembesar yang berhak memberi istirahat itu, berhak untuk menangguhkan atau memperlambat tanggal mulainya istirahat yang diminta dengan waktu yang tidak lebih dari 2 tahun. Pasal 20 Selama istirahat libur atau istirahat besar, diberikan gaji penuh beserta semua tunjangan-tunjangan, dengan ketentuan, bahwa selama istirahat besar tidak diberikan tunjangan jabatan dan tunjangan perjalanan tetap. KETENTUAN-KETENTUAN UMUM Pasal 21 1.Pemberian istirahat sakit, istirahat karena alasan penting dan istirahat besar serta memperpanjang istirahat-istirahat itu, dilakukan,dengan suatu surat keputusan dalam mana dimuat semua keterangan tentang alasan, sifat dan lamanya istirahat dalam negeri termaksud serta ketentuan tentang gaji yang dapat diterima oleh pegawai yang bersangkutan selama istirahat-istirahat- itu. 2.Tanggal pegawai mulai menjabat lagi pekerjaannya setelah menjalankan istirahat dalam negeri termaksud ayat 1 pasal ini, oleh pembesar yang bersangkutan dicatat dalam suatu surat keputusan. 3.Salinan dari surat keputusan termaksud ayat 1 dan 2 pasal ini diberikan kepada semua instansi yang perlu mengetahui jumlah penghasilan selama istirahat yang diberikan menurut peraturan ini. Pasal 22 Istirahat karena alasan penting, yang dimaksudkan dalam Pasal 7 dalam jangka waktu selama 25 tahun tidak dibolehkan lebih dari 5 kali.

PERATURAN PERALIHAN Pasal 23 Dalam menentukan hak istirahat besar, maka tiap-tiap masa-kerja 4 tahun dinilai menjadi 1 tahun. sehingga masa kerja selama. 24 tahun, menjadi 6 tahun 20 tahun, menjadi 5 tahun 16 tahun, menjadi 4 tahun 12 tahun, menjadi 3 tahun 8 tahun, menjadi 2 tahun 4 tahun, menjadi 1 tahun. Pasal 24. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Menteri Urusan Pegawai, ttd. SOEROSO Diundangkan pada tanggal 20 Maret 1953. Menteri Kehakiman, ttd. LOEKMAN WIRIADINATA Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 11 Maret 1953. Presiden Republik Indonesia, ttd. SOEKARNO. PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI Pada waktu ini berlaku peraturan termuat dalam Staatsblad 1912 Nr 198, seperti diubah dan ditambah kemudian, mengenai pemberian istirahat dalam Negeri, yang diperlakukan pula untuk

bekas pegawai Republik Indonesia dahulu dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (dahulu) Nomor 6 tahun 1948. Disamping itu bagi pegawai-pegawai bekas Pemerintah Republik Indonesia dahulu berlaku petunjuk khusus mengenai istirahat pegawai Negeri yang sakit paru-paru (t.b.c.) yang belum berlaku secara resmi, baik bagi bekas pegawai Pemerintah Republik Indonesia sendiri, maupun untuk pegawai bekas Pemerintah Federaal dahulu. Ditambah pula, bahwa bagi bekas pegawai Pemerintah Republik Indonesia dahulu belum berlaku (secara resmi) peraturan istirahat sebagai hiburan Berhubung dengan hal itu dan beberapa hal lain, kini dipandang perlu untuk meninjau dan menetapkan kembali, serta menyesuaikan dengan keadaan sekarang, semua peraturan-peraturan mengenai istirahat itu. Peraturan Pemerintah baru ini mempunyai dasar-dasar yang pada umumnya sama dengan peraturan-peraturan dahulu itu. Hanya susunannya diubah dan beberapa ketentuan disesuaikan dengan keadaan sekarang. Yang dipandang tidak ada gunanya dihapuskan dan ditambah dengan ketentuan-ketentuan baru yang dipandang perlu. PENJELASAN PASAL-PASAL. Pasal 1. Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi pegawai tetap dan pegawai sementara, termasuk pegawai bulanan. Pekerja-harian tidak termasuk pegawai dalam peraturan ini. Untuk dapat diberikan hak atas istirahat menurut peraturan ini, pegawai itu harus mempunyai masa kerja terus menerus dalam jabatan negeri selama 6 bulan. Pasal 2 Biaya perjalanan kesesuatu tempat yang ditunjuk oleh tabib, hanya diberikan jika menurut surat keterangan tabib, dijalankannya istirahat itu pada tempat yang ditunjuk, adalah perlu untuk sembuhnya si sakit. Pasal 3 Pembesar-pembesar yang berhak memberikan istirahat adalah sedikit berlainan dengan pembesar-pembesar yang berhak mengangkat dan memperhentikan pegawai. Demikian itu ialah untuk melancarkan penyelesaiannya. Hak untuk memberikan istirahat sakit dan istirahat karena alasan penting sebaiknya jangan diserahkan lebih lanjut kepada pegawai-pegawai lebih rendah daripada Kepala Jawatan atau Gubernur. Pasal 4 Maksud ayat 2, ialah bahwa dipandang adil, apabila tunjangan jabatan dan tunjangan perjalanan tetapi diberikan kepada pegawai yang mewakili dan melakukan pekerjaaan si sakit. Pasal 5 Ketentuan ini diadakan berdasar penyelidikan dan anjuran Kementerian Kesehatan dan sekarangpun telah dijalankan. Yang dimaksudkan dengan gaji penuh dalam pasal ini, adalah

sama dengan gaji penuh dalam pasal 4 ayat 2, yaitu gaji pokok beserta semua tunjangan-tunjangan, kecuali tunjangan jabatan dan tunjangan perjalanan tetap. Pasal 6 Ketentuan dalam pasal ini dipandang selayaknya untuk hal yang dimaksudkan dalam pasal itu. Untuk seorang pegawai, yang baru bekerja beberapa hari, kemudian jatuh sakit, dirasakan tidak ada alasannya untuk diberikan gaji terus menerus selama waktu tersebut dalam pasal 4. Pasal 7 Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 8 Dalam pasal ini diberikan beberapa contoh tentang apa yang dimaksudkan dengan "alasan penting", Menteri Urusan Pegawai dapat menentukan lain-lain hal sebagai alasan semacam itu. Pasal 9 Yang dimaksudkan dengan "lain-lain hal", dalam ayat 2 huruf b ialah, misalnya jika istirahat itu akan dijalankan di satu kepulauan termasuk dalam propinsi yang sama, tapi perhubungannya agak sukar. Umpamanya seorang pegawai di Makassar akan menjalankan istirahatnya di pulau Talaud, jadi meskipun dalam satu propinsi, tapi perjalanannya mengambil waktu yang lama. Pasal 10 Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 11 Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 12 Jangka waktu "setiap tahun" tersebut dalam ayat 1, harus dihitung dari tanggal 1 Januari hingga tanggal 1 Januari tahun yang berikut (kalender yaar). Berhubung dengan ini, maka ketentuan dalam ayat 3 berarti, bahwa seorang pegawai yang baru diangkat, atau baru bekerja kembali dan sebagainya pada 1 Agustus, selama tahun yang jalan tidak berhak atas istirahat libur. Pasal 13 dan 14 Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal ini adalah untuk menjadi, supaya pegawai-pegawai dapat mempergunakan haknya atas istirahat libur dengan tidak merugikan kepentingan jabatan. Pasal 15, 16 dan 17 Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 18 s/d 20 Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal ini diadakan atas anjuran Kementerian Kesehatan berdasar atas pendapat yang telah diakui kebenarannya dalam ilmu kedokteran, bahwa istirahat seperti yang dimaksudkan di sini (yang agak lama) perlu diberikan guna

kesuburan jasmani dan lebih lagi kesuburan rohani. Maksudnya terutama ialah supaya pegawai-pegawai melulu sebagai liburan dan dengan leluasa - tidak karena ada sesuatu "alasan penting" - dapat beristirahat dalam kampung halamannya sendiri bersama keluarganya. Pertimbangan lain untuk mengadakan ketentuan-ketentuan seperti ini, ialah supaya keseganan untuk dipindahkan ke daerah yang jauh dari daerah sendiri, akan mengurangi, karena ada kepastian bahwa sesudah tempo 6 tahun dapat pulang ke daerah sendiri. Hal ini diharap dapat menenteramkan pikiran pegawai yang bersangkutan. Pasal 21. Tidak memerlukan penjelasan. Pasal 22. Ketentuan pembatasan ini perlu ditetapkan untuk menghindarkan kejadian, bahwa seorang pegawai dengan tiada terbatas mempergunakan kemungkinan untuk minta istirahat karena alasan penting. Pasal 23. Karena pada waktu mulai berlakunya peraturan ini sudah banyak pegawai Negeri yang berhak atas istirahat besar, maka apabila mereka semua ingin segera mempergunakan haknya itu, pekerjaan jabatan mungkin akan sangat terganggu. Berhubung dengan itu, maka sebagai peraturan peralihan diadakan ketentuan seperti dalam pasal ini, yang berarti bahwa pertama sekali harus diberikan kesempatan penuh untuk beristirahat kepada pegawai yang sudah mempunyai masakerja lebih dari 24 tahun. Selanjutnya, atau jika pada waktu itu tidak ada pegawai yang sudah mempunyai masa- kerja tersebut, maka pegawai-pegawai yang sudah mempunyai masa-kerja 20 tahun sampai 24 tahun dapat diberikan kesempatan dan seterusnya menurut daftar dalam pasal ini. Termasuk Lembaran Negara Nomor 26 tahun 1953. Diketahui: Menteri Kehakiman, LOEKMAN WIRIADINATA. -------------------------------- CATATAN RALAT Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1953, yang dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 26 tahun 1953, halaman 6, sebagaimana termaktub pada Pasal 16, sub 1, baris kedua dari atas, kata "harus" seharusnya dibaca "hapus". Diketahui:

Sekretaris Kementerian Kehakiman, Mr. ABIMANJEO. Kutipan:LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1953 YANG TELAH DICETAK ULANG Sumber:LN 1953/26; TLN NO. 379