BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, hipotesis dan definisi operasional yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan deskripisi data hasil penelitian di bab sebelumnya, maka dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

P Direktur Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan dan pemanfaatan teknologi di berbagai bidang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. kekeluargaan dalam masyarakat mengalami kemerosotan,baik di tingkat

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Warga masyarakat yang buta aksara merupakan penghambat utama baginya untuk bisa

Kesetaraan Gender Strategi Jitu dalam Pemberantasan Buta Aksara di Indonesia

KOMITMEN MASYARAKAT INTERNASIONAL TERHADAP PENDIDIKAN KEAKSARAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hasim Bisri, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik, Penduduk buta aksara usia tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pembangunan bangsa. Melihat kondisi masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sasaran Pendidikan adalah manusia.pendidikan bertujuan untuk. menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) agar menjadi

Pemberantasan Buta Aksara Dengan Hati

BAB I PENDAHULUAN. masih mengalami hambatan sehingga program-program yang diluncurkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mencetak peserta didik yang mempunyai intelektual yang tinggi, mempunyai. sesuai dengan norma agama dan norma masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Muhammad Iqbal Radhibillah, 2013

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF PENDIDIKANJAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. khususnya kebutuhan akan pendidikan sebagai suatu investasi. Oleh karena itu,

2 semestinya memberikan nilai lebih yang bisa digali untuk kesejahteraan masyarakat pesisir. Namun pada kenyataannya kekayaan sumber daya alam tersebu

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembangunan. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur terpenting dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kerangka berpikir. Tatakerja pendekatan sistem menelaah masalah

BAB I PENDAHULUAN. sasaran pendidikan adalah warga masyarakat yang tidak pernah sekolah/ buta aksara,

BAB I PENDAHULUAN. penyandang buta aksara, agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan struktur ekonomi di dalam negeri. Menurut Undang Undang

Menumbuhkan Motivasi, Menggali Potensi yang Tersembunyi

KEBIJAKAN DAN KOORDINASI KEGIATAN DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIKAN MASYARAKAT TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi agenda penting pemerintah

PERAN PENTING SAKA WIDYA BUDAYA BAKTI DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM PAUD DAN PNFI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Sragen yang telah berhasil mewujudkan sekolah adiwiyata dengan

I. PENDAHULUAN. beberapa ciri yang perlu diketahui oleh masyarakat diantaranya adalah tersedianya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial

I. PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat berlangsung melalui lembaga pendidikan informal, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat hadir di Indonesia di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. elemen pembangunan adalah orang yang sangat berkompeten dalam bidangnya

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi, maka dalam rangka peningkatan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian RESTU NURPUSPA, 2015

173 Dampak Pendidikan Keaksaraan terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga.Amelia Rizky Hartini, Sumarno., Hiryanto,.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

2015 MENINGKATKAN MINAT BACA MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PERPUSERU DALAM PENGELOLAAN TAMAN BACAAN MASYARAKAT BERBASIS INFORMATION TECHNOLOGY

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan dibidang pendidikan merupakan keniscayaan agar suatu bangsa dapat

pendidikan. Beberapa hal perlu diperhatikan juga dalam proses pembelajaran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan. kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan bidang pendidikan dilakukan guna memperluas

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. lebih tinggi (PP No. 47 Tahun 2008). Hal-hal itulah yang menjadi cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian

TADBIR : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Volume 4, Nomor 1 : Februari 2016

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia. Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dunia pendidikan sangat dirasakan kebermanfaatannya. Sejalan dengan

2015 PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIO LAGU DALAM PROSES PEMBELAJARAN TERHADAP PENGUASAAN TABEL PERIODIK PADA MATA PELAJARAN KIMIA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ASEAN sudah jauh tertinggal dari Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian. Dari segi kuantitas atau jumlah penduduk, hasil Sensus

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Inggris merupakan bahasa yang digunakan sehari-hari di negara

BAB I PENDAHULUAN. organisasi. Sebagai salah satu unsur dari suatu organisasi, manusia tidak dapat

BABI PENDAHULUAN. Mutu merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional,

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan digital. Kesenjangan digital atau digital divide adalah sebuah

VIDEO KOMUNITAS DALAM MENUNJANG PEMBERANTASAN BUTA AKSARA DI DESA BATUR, KEC. GETASAN, KAB. SEMARANG

2 Menetapkan : Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410); 3

BAB I PENDAHULUAN. sehingga investasi dalam pendidikan bukan hanya memberikan dampak bagi

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini merupakan masa keemasan (golden age), oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menghendaki agar peserta didik dapat berkembang sesuai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan masyarakat baik pendidikan formal maupun non formal. Prioritas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter dan kecakapan hidup

PROFIL PENDUDUK DAN KETENAGAKERJAAN. Eko Nugroho, S.Pt, M.Sc Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

PROGRESS REPORT TAHUN ANGGARAN 2006

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dilakukan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. membekali setiap sumber daya manusia dengan pengetahuan, kecakapan dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat persaingan hidup semakin hari semakin ketat dan sulit. Banyak

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5

KEBIJAKAN PROGRAM PEMBERANTASAN BUTA AKSARA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu

VI. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL. Pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional merupakan Gambaran

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penlitian

BAB I PENDAHULUAN. khususnya. Menurut Undang-undang Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 pasal 1:

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, hipotesis dan definisi operasional yang berkaitan dengan efektifitas penggunaan media poster untuk meningkatkan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung pada warga belajar pendidikan keaksaraan dasar. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Oleh karenanya pendidikan di tujukan untuk membantu warga belajar agar dapat menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiannya. Sebagaimana halnya kita ketahui bahwa bangsa yang melek pendidikan (education minded) adalah bangsa yang orientasi terpenting dalam hidupnya tertuju pada dunia pendidikan. Angka melek aksara sebagai salah satu variabel dari indeks pendidikan yaitu komponen pengetahuan (knowledge), di samping rata-rata lama sekolah. Permasalahan melek aksara di Indonesia menjadi sorotan bagi pendidikan di Indonesia, hal ini karena masih banyaknya jumlah buta aksara. Oleh sebab itu, pemerintah berupaya mengurangi jumlah penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas melalui program pendidikan keaksaraan. Program pendidikan keaksaraan merupakan salah satu program pendidikan nonformal yang saat ini sedang dilaksanakan 1

dan menjadi bagian integral dari upaya pemerintah untuk mengentaskan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan dan ketidakberdayaan. Untuk menentukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) suatu negara terdapat beberapa komponen dalam penghitungannya dimana komponen IPM tersebut adalah usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living) dan dalam Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) Indonesia tergolong rendah. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia menurut United Nations Development Program (UNDP), IPM Indonesia tahun 2011 di urutan 124 dari 187 negara yang disurvei, dengan skor 0,617. Peringkat ini turun dari peringkat 108 pada tahun 2010 di ASEAN, peringkat pertama dalam hal kualitas manusia adalah Singapura dengan nilai 0,866. Kemudian disusul Brunei dengan nilai IPM 0,838, disusul Malaysia (0,761), Thailand (0,682,) dan Filipina (0,644). Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007, penderita buta aksara berjumlah 15,4 juta, dengan perbandingan laki-laki 5,8% dan perempuan 12,3%. Setahun kemudian (tahun 2008), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), menyebutkan jumlah penderita buta aksara mencapai 10,1 juta orang. Menurut Depdiknas, tahun 2008 memang ada sedikit penurunan penderita buta aksara sebanyak 1,7 juta orang, jika dibandingkan dengan tahun 2007 (11,8 juta orang). 2

Data terakhir yang dirilis Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud, 2011), Penduduk buta aksara pada tahun 2011 usia 15-59 tahun berjumlah 7.546.344 orang. Dari jumlah tersebut sebagian besar tinggal di daerah perdesaan seperti: petani kecil, buruh, nelayan, dan kelompok masyarakat miskin perkotaan yaitu buruh berpenghasilan rendah atau penganggur. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Gerakan Nasional Percepatan Pemberantasan Buta Aksara melalui Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 sebagai akselerasi pencapaian target pemberantasan buta aksara secara cepat, tepat, dan berkesinambungan. Gerakan ini melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), sehingga diharapkan menjadi gerakan yang mengakar dalam masyarakat. Gerakan penanganan buta aksara ini dilakukan melalui program pendidikan keaksaraan. Untuk mendukung pencapaian Gerakan Nasional Percepatan Pemberantasan Buta Aksara Direktorat Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Nonformal Informal (PAUDNI) membuat berbagai program pemberantasan buta aksara, hal ini dilakukan agar dapat mencapai target bahwa pada 2009 nanti angka buta aksara harus dapat ditekan hingga di bawah 5 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan pasal 1 ayat 12 Pendidikan nonformal 3

adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang dan juga pada pasal 26 ayat (3) yang menyebutkan bahwa pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan warga belajar. Dengan demikian pendidikan nonformal menjadi ujung tombak dalam memberantas buta aksara karena sebagian besar masyarakat Indonesia yang masih belum melek aksara adalah putus sekolah dan berusia dewasa. Oleh karena itu pendidikan nonformal melalui Direktorat Pembinaan masyarakat mengemban tugas yang sangat berat dalam rangka membantu meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dengan cara memberikan programprogram bagi masyarakat yang tidak melek aksara melalui berbagai pendekatan. Salah satu aspek penting dan sering menjadi masalah mengemuka dalam pendidikan keaksaraan adalah aspek pembelajaran. Aktivitas pembelajaran bukan sekedar penyampaian dan penerimaan informasi, melainkan juga memberikan pengalaman belajar yang mampu mendukung proses transformasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap warga belajar. Dalam pendidikan keaksaraan, berbeda dengan pendidikan formal, dimana sebagian besar dari warga belajar keaksaraan merupakan berusia dewasa dan sebagian besar 4

adalah perempuan. Pada pendidikan keaksaraan pembelajaran yang efektif terjadi apabila rangsangan yang diberikan oleh tutor menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku pada warga belajar sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian besar jumlah warga belajar merupakan berusia dewasa bahkan berusia lanjut dan sudah berkeluarga, sehingga perlu pendekatan khusus untuk mengajak warga belajar mau dan mempunyai motivasi untuk belajar. Peningkatan mutu pembelajaran pendidikan keaksaraan secara terus menerus dilakukan perbaikan serta peningkatan pembelajaran yang dilakukan penyelenggara dilapangan. Namun demikian kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis dan berhitung warga belajar keaksaraan ini masih sangat rendah karena masih banyaknya pembelajaran yang belum bisa menyentuh warga belajar agar mau belajar dengan sungguh-sungguh dan menyadarkan masyarakat tentang long life education. Permasalahan yang begitu kompleks yang dihadapi oleh warga masyarakat menyebabkan tutor selaku pengajar dalam pendidikan keaksaraan harus mampu menganalisis strategi, metode maupun media yang harus digunakan dalam pembelajaran pada pendidikan keaksaraan. Kenyataan dilapangan kemampuan membaca, menulis dan berhitung warga belajar keaksaraan dasar masih sangat lemah. Hal ini bisa dilihat dari jumlah buta aksara yang hingga tahun 2011 masih 7.546.344 orang. Selain itu berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan mengenai kemampuan membaca, menulis dan berhitung memang menjadi masalah yang 5

terus menerus dicarikan solusi yang tepat. Penelitian Akhmad Aqil Aziz Tahun 2007 Universitas Negeri Semarang, berjudul: Pembelajaran Keaksaraan Fungsional (KF) Dan Kecakapan Hidup Warga Belajar Di Desa Kedungjati Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan menunjukkan bahwa setelah dilakukan pembelajaran membaca, menulis dan berhitung melalui metode keaksaraan fungsional, sebesar 79 persen materi dikuasai oleh waraga belajar yang sebelumnya warga belajar telah menguasai 30 persen. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Susan Yulianti Tahun 2008 Universitas Pendidikan Indonesia, berjudul: Akselerasi Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Tingkat Dasar :Studi Kasus Penyelenggaraan Program Pendidikan Keaksaraan Tingkat Dasar Melalui Pendekatan Budaya Lokal Di Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa kemampuan calistung setiap warga belajar terjadi peningkatan yang signifikan dari awal tidak mengenal huruf sampai pada dapat merangkai kata atau kalimat melalui pendekatan budaya lokal. Dari data penelitian-penelitian di atas menunjukan bahwa kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang lemah masih menjadi permasalahan yang hingga saat ini terus dicari ramuan yang tepat mengatasinya. Mengapa kemampuan membaca, menulis dan berhitung warga belajar keaksaraan dasar lemah? ada beberapa faktor yang menyebabkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung warga yang sangat rendah. Faktor pertama yaitu dari kualitas tutor keaksaraan, kedua sarana prasarana dalam 6

pembelajaran, ketiga adalah masih minimnya penggunaan media pembelajaran yang dilakukan oleh tutor dilapangan. Semua faktor di atas merupakan faktor yang sangat mempengaruhi hasil pembelajaran, namun faktor ketiga bahwa penggunaan media pada pembelajaran keaksaraan masih sangat minim. kebanyakan dilapangan masih menggunakan ceramah atau juga metode yang konvensional karena keterbatasan tutor maupun sarana dan prasarana dilapangan. Oleh karena itu perlu dibuat sebuah media sederhana untuk meningkatkan hasil belajar yaitu salah satunya dengan media poster yang berguna untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis dan berhitung serta minat warga belajar dalam belajarnya. Sebagaimana halnya kita ketahui bahwa pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi antara pendidik dan warga belajar oleh karena itu media poster dijadikan media awal dalam proses komunikasi antara tutor dan warga belajar agar terjadi pembelajaran yang efektif. Dengan demikian pembelajaran diharapkan lebih baik lagi karena menggunakan media poster yang bisa dijadikan stimulus bagi warga belajar. Pembelajaran keaksaraan yang memanfaatkan media poster selama ini secara praktik dilapangan belum banyak dikembangkan dan diterapkan. Pembelajaran pendidikan keaksaraan saat ini masih bersifat konvensional dan kurang didukung oleh media-media pembelajaran yang efektif. Sasaran pendidikan keaksaraan sebagian besar adalah orang dewasa, yang mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan usia anak-anak. Ciri-ciri belajar orang dewasa 7

diantaranya: motivasi belajar yang rendah, kondisi fisik yang mudah lelah, dan mudah menyerah serta tidak percaya diri. Oleh karena itu, agar pembelajaran keaksaraan menjadi lebih menarik dan membuat warga belajar lebih aktif maka digunakan media poster yang menarik yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar. Jika ditinjau dari sisi kemenarikan dan kemudahan pemahaman, media poster bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran pendidikan keaksaraan. Oleh karenanya media yang sederhana yang bisa dibuat secara murah menjadi alternatif dalam penggunaan media belajar. Dalam hal ini media poster dianggap mampu digunakan sebagai media pembelajaran dalam pendidikan keaksaraan karena dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Pembelajaran pendidikan keaksaraan dengan memanfaatkan media poster dapat dijadikan alternatif bagi para penyelenggara, tutor, dan stakeholders pendidikan keaksaraan lainnya dalam menyelenggarakan program pendidikan keaksaraan dilapangan, sehingga dengan menggunakan media tersebut akan menarik minat dan juga mempermudah pemahaman warga belajar dalam hal membaca, menulis, dan berhitung. Ada tiga hal penting yang berpengaruh dalam pembelajaran melalui media poster, yaitu 1) gambar yang sesuai dengan lingkungan warga belajar, 2) gambar yang menarik perhatian warga belajar, 3) gambar yang memudahkan pemahaman bagi warga belajar. Jika ketiga hal ini terpenuhi maka proses belajar akan lebih dinamis dan efektif, sesuai dengan tujuan pembelajaran keaksaraan. Jadi media itu berfungsi sebagai jembatan antara tutor dengan warga belajar untuk menghilangkan materi yang terlalu 8

abstrak atau sulit dimengerti bagi warga belajar. Sebab pada prinsipnya pendidikan keaksaraan bersifat sederhana tetapi bisa dipahami oleh warga belajar keaksaraan. Berdasarkan paparan di atas jelas dengan demikian penggunaan media poster diharapkan mampu meningkatkan kemampuan warga belajar dalam kompetensi membaca, menulis, dan berhitung. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, bahwa lemahnya kemampuan membaca, menulis dan berhitung disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor tutor keaksaraan, faktor lingkungan belajar, dan faktor media pembelajaran. Karena keterbatasan penelitian yang saya lakukan, maka saya hanya akan meneliti faktor media pembelajaran dimana saya hanya akan meneliti efektifitas penggunaan media poster untuk meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung warga belajar keaksaraan dasar. C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis mengemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut. 9

1 Apakah penggunaan media poster efektif terhadap peningkatan kemampuan membaca, menulis dan berhitung pada pendidikan keaksaraan dasar? 2 Bagaimanakah kualitas peningkatan kemampuan membaca, menulis dan berhitung warga belajar? 3 Bagaimanakah respon warga belajar terhadap media poster dalam pembelajaran di kelas? D. Hipotesis Hipotesis merupakan kesimpulan atau jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian, dan harus diuji melalui penelitian. H a : Tidak terdapat peningkatan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung warga belajar yang menggunakan media poster pada pendidikan keaksaraan. H o : Terdapat peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan membaca, menulis, dan berhitung warga belajar yang menggunakan media poster pada pendidikan keaksaraan. E. Definisi Operasional Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang digunakan, maka akan dijelaskan beberapa istilah yang dianggap perlu pada penelitian ini. Istilah-istilah tersebut sebagai berikut. 10

1. Media poster adalah sebagai salah satu media pembelajaran atau alat bantu yang berisi gambar-gambar yang berkaitan dengan tema-tema pembelajaran yang disesuaikan dengan potensi lokal yang berkembang pada masyarakat sekitar untuk membantu memudahkan pemahaman warga belajar keaksaraan dalam meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung 2. Pendidikan Keaksaraan adalah pendidikan nonformal yang merupakan pendidikan pertama dan utama dalam membekali warga masyarakat usia 15 tahun keatas yang belum melek aksara, untuk memiliki kecakapan membaca, menulis, berhitung. 3. Kemampuan, membaca, menulis, berhitung a. Membaca adalah kemampuan warga belajar dalam melihat huruf, kalimat atau angka sehingga warga belajar dapat memahami suatu pesan atau makna yang berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari. b. Menulis adalah kemampuan warga belajar dalam menuangkan pikirannya sehingga menjadi tulisan yang bermakna. c. Berhitung adalah kemampuan warga belajar dalam mengenal angka dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. F. Tujuan Penelitian 11

Berdasarkan latar belakang dan pertanyaan penelitian di atas maka tujuan penelitian sebagai berikut. 1 Untuk mengetahui efektifitas penggunaan media poster terhadap kemampuan membaca, menulis, dan berhitung pada ranah kognitif warga belajar pada pendidikan keaksaraan dasar. 2 Untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan membaca, menulis dan berhitung warga belajar. 3 Untuk memperoleh informasi tentang respon warga belajar terhadap media poster dalam pembelajaran pendidikan keaksaraan dasar. G. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk Para Pengembang Kurikulum, tutor, penyelenggara keaksaraan, peneliti, dan manfaat tersebut sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis Secara umum hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang media poster pada pendidikan keaksaraan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan 12

kontribusi sebagai salah satu pemecahan masalah pembelajaran pada pemberantasan buta aksara. 2. Manfaat Praktis a. Para Pengembang Kurikulum Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan media pembelajaran yang terus menerus berubah sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia. b. Bagi Tutor, 1) Media poster dapat digunakan dalam proses pembelajaran sebagai stimulus warga belajar agar tidak terjadi kejenuhan. 2) Meningkatkan keterampilan dan kompetensi tutor dalam melaksanakan proses pembelajaran, agar menjadi lebih menarik dan interaktif. c. Bagi warga belajar Dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar dalam pembelajaran d. Bagi peneliti Hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana efektifitas penggunaan media poster dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung pada pendidikan keaksaraan dasar. 13