TIPE PASIF DI- PADA TEKS KLASIK MELAYU

dokumen-dokumen yang mirip
NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tutur/ pendengar/ pembaca). Saat kita berinteraksi/berkomunikasi dengan orang

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

MAKALAH RINGKAS: PERKEMBANGAN ASPEK KOMPLETIF, ANTERIOR, DAN PERFEKTIF DALAM BAHASA INDONESIA M.Umar Muslim Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

LAPORAN PENELITIAN TIM PASCASARJANA POLA PENGGUNAAN SATUAN LINGUAL YANG MENGANDUNG PRONOMINA PERSONA PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN DAN HADIS

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi

ULASAN BUKU. Hasmidar Hassan, 2011, Kata Hubung Dan dan Tetapi dari Sudut Pragmatik, 201 halaman, ISBN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2

Thema- Rhema dalam Bahasa Indonesia: Satu Tinjauan Tata Bahasa Fungsional. Oleh: Tatang Suparman NIP

BAB 3 METODOLOGI KAJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

Artikel Publikasi POLA FRASA NOMINA POSESIF DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH SUARA MUHAMMADIYAH TAHUN 2014

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan

, 2015 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA RAGAM TULIS DALAM SURAT PRIBADI MAHASISWA KOREA DI YOUNGSAN UNIVERSITY

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh, dan tidak perlu mengacu kepada isi yang rasional maupun isi yang

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. apabila referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi si

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

90. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. lingua france bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif

BAB I PENDAHULUAN. wujud kreativitas yang mampu membantu manusia dalam berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB SATU PENGENALAN. Bab pertama mengandungi perkara-perkara asas yang perlu ada dalam setiap kajian

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB SATU PENGENALAN. topik perbincangan dalam kajian morfologi ( ) perlu diketengahkan. fonologi yang berlaku dalam pembentukan kata bahasa Arab.

BAB 7 KESIMPULAN. dibincangkan, iaitu data korpus, dapatan kajian dan kajian hadapan.

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB V PENUTUP. aspek tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. ini terdiri atas tiga, yakni (1) struktur dan keterpaduan Antarunsur dalam Wacana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat mempertahankan hasil dari suatu penelitian, seorang penulis akan lebih mudah

BAB 5 DAPATAN DAN CADANGAN. diketengahkan kepada pengkaji-pengkaji pada masa akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasa, karena bahasa merupakan suatu alat untuk menjalin komunikasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, isi pikiran, maksud, realitas, dan sebagainya. Sarana paling utama. utama adalah sebagai sarana komunikasi.

UNSUR KESANTUNAN DALAM TAFSIR PIMPINAN AR-RAHMAN

RELASI MAKNA KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN SURAT LUQMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB I PENDAHULUAN. Sudah sewajarnya bahasa dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini yang secara rutin

Bab 5. Ringkasan. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi antar sesama. Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

TATARAN LINGUISTIK (3):

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan isi hatinya, baik perasaan senang, sedih, kesal dan hal lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. 7.1 Simpulan Sejalan dengan permasalahan yang dirumuskan dan berdasarkan hasil analisis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah berisikan pengetahuan bahasa dan

BAB V DAPATAN DAN IMPLIKASI KAJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Semantik merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning.

BAB III METODE PENELITIAN

Abstrak. Penggunaan S 2 TAMP 2 D dalam Pengajaran dan Pembelajaran Kepelbagaian Ayat. Zaetun Abbas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruff ( dalam Amin, 1987 ),

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. tentang morfologi, sintaksis, morfosintaksis, verba transitif, dan implikasinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu, rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bahasa merupakan sarana komunikasi yang utama. Bahasa adalah

KONSTRUKSI PASIF KENA DALAM BAHASA INDONESIA: PERBANDINGAN DENGAN BAHASA MELAYU *

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan. wacana. Tindak tutur dapat pula disebut tindak ujar.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa yang ada di dunia ini pasti memiliki perbedaan tersendiri jika dibandingkan

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan

UNIVERSITI TEKNOLOGI MARA METAFORA HATI DALAM KORPUS TRADISIONAL DAN KORPUS KONTEMPORARI: SATU ANALISIS TEORI HIBRID NUR FAIZZAH BINTI MOHD ZALKANIL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Fenomena Kalimat Transformasi Tunggal Bahasa Angkola (Kajian Teori Pendeskripsian Sintaksis) Husniah Ramadhani Pulungan 1 Sumarlam 2

PEMBELAJARANKOSAKATA Oleh: (Khairil Usman, S.Pd., M.Pd.)

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

Transkripsi:

TIPE PASIF DI- PADA TEKS KLASIK MELAYU Hiroki Nomoto dan Kartini Abd. Wahab Universitas Kajian Asing Tokyo dan Universiti Kebangsaan Malaysia nomoto@tufs.ac.jp, kartini@ukm.edu.my ABSTRAK Makalah ini membahas kekerapan empat tipe pasif di- (= tipe pro, tipe oleh, tipe DP dan tipe hibrida) pada dua teks klasik Melayu abad ke-19, yaitu Hikayat Marakarma dan Hikayat Abdullah, dan meneliti kekangan terhadap pelaku kalimat pasif di- dari segi persona. Hasil penelitian terhadap 300 verba pasif di-, tipe DP ditemukan tertinggi kekerapannya, berbeda dengan bahasa modern yang terkerap ialah tipe pro. Meskipun referen pelaku pasif di- biasanya persona ketiga, tetapi pelaku persona pertama dan kedua juga dijumpai, sama seperti bahasa modern. Temuan studi ini menunjukkan bahwa pasif semu membentuk kontinum pasif bersama tipe-tipe pasif di-, dan bukannya diatesis yang langsung berbeda. Kata Kunci: bahasa Melayu Klasik, sintaksis, pasif di- PENDAHULUAN Kalimat pasif di- dalam bahasa Melayu Klasik bisa diklasifikasikan kepada empat tipe berdasarkan cara argumen pelaku diungkapkan, yaitu (i) tipe pro, (ii) tipe oleh, (iii) tipe DP (determiner phrase) dan (iv) tipe hibrida: (1) TIPE PRO: Pelaku tidak nyata, jikalau kebun yang baik tumbuh2hannya maka jikalau tiada dipagar pro,. (Abd.H 23:1) (2) TIPE OLEH: Pelaku muncul dalam frase preposisi oleh Maka apabila dilihat oleh Tuan Thomsen akan surat itu,... (Abd.H 8:11) (3) TIPE DP: Pelaku muncul sebelah verba Setelah dilihat orang banyak ada seorang miskin laki bini datang... (Misk 2:25) (4) TIPE HIBRIDA: Pelaku muncul sebelah verba dalam bentuk pronomina enklitik =nya (seperti tipe DP) dan juga dalam frase preposisi oleh (seperti tipe oleh) Maka disapu=nya oleh bondanya baginda... (Misk 28:23) Tiga tipe yang pertama terdapat dalam bahasa Melayu Modern juga, sedangkan tipe hibrida sudah hilang. Adanya tipe hibrida ini dalam bahasa Melayu Klasik telah pun dilaporkan oleh peneliti terdahulu seperti Cumming (1991) dan Sato (1997). Akan tetapi, ciri-ciri tipe tersebut dan hubungannya dengan tiga tipe yang lain tidak pernah diteliti dalam studi terdahulu. 1 Maka makalah ini membahas dua persoalan berikut: (5) a. PERSOALAN 1: Bagaimanakah distribusi keempat tipe? Tipe yang manakah yang paling kerap/jarang? b. PERSOALAN 2: Apakah ada kekangan terhadap pelaku dari segi sintaksis dan struktur informasi? Persoalan yang kedua berkaitan dengan anggapan banyak peneliti dan penahu tentang persona pelaku 1 Kecuali Nomoto (2016, akan datang) di mana tipe hibrida dianggap sebagai konstruksi penggandaan klitik (cliticdoubling). Nomoto juga mengemukakan analisis mekanisme sintaksis dan semantik yang terlibat dalam tipe hibrida.

pasif di-, yaitu pelaku pasif di- adalah terhad kepada persona ketiga dan tidak boleh menjadi persona pertama dan kedua. Kekangan ini bisa dirumuskan seperti berikut: (6) di-v (oleh) *1/*2/ 3 Dalam Nomoto dan Kartini (2014), penulis telah menunjukkan berdasarkan penelitian data tiga jenis teks bahwa kekangan sintaksis seperti (6) di atas terlalu ketat dan kurang tepat sebagai deskripsi fakta bahasa Melayu Modern. Sebaliknya, kekangan relevan hanyalah kecenderungan kuat berdasarkan faktor struktur informasi, dan kalimat pasif di- sebenarnya boleh mempunyai pelaku persona pertama dan kedua. Jika begitu, mengapakah rumus (6) dipercayai banyak peneliti? Mungkin mereka kebetulan tidak dapat menemui contoh kalimat pasif di- dengan pelaku persona pertama dan kedua akibat kekurangan data. Walau bagaimanapun, mungkin juga bahwa rumus (6) sememangnya terdapat dalam bahasa Melayu pada zaman dulu, dan mereka percaya rumus sintaksis lama itu tidak berubah sehingga kini. Maka, timbullah persoalan apakah rumus (6) berlaku dalam bahasa Melayu Klasik? METODOLOGI Penelitian dilakukan pada dua teks klasik abad ke-19, yaitu Hikayat Marakarma (Si Miskin) dan Hikayat Abdullah bin `Abdul Kadir atau pendeknya Hikayat Abdullah. Kami menggunakan teks yang dimuat di Malay Concordance Project (http://mcp.anu.edu.au/). Data Hikayat Marakarma merupakan naskhah tahun 1855 yang berasal dari Sri Lanka. Jumlah katanya ialah 30,434 patah. Data Hikayat Abdullah merupakan versi Amin Sweeney (Sweeney 2006) yang mengikuti naskhah semakan terakhir pada tahun 1849 dan jumlah katanya ialah 106,810 patah. Penelitian dilakukan dengan mencari verba berimbuhan di- menggunakan fungsi carian morfologi dalam Malay Concordance Project. Kami memilih 300 verba di- yang pertama bagi setiap teks. Selanjutnya, kami mengkodekan data verba di- dari segi empat ciri berikut: (i) sama ada pelaku nyata atau tidak nyata, (ii) sama ada pelaku merupakan kata ganti nama enklitik =nya, (iii) sama ada pelaku diperkenalkan oleh kata preposisi oleh, (iv) persona pelaku (orang pertama/kedua/ketiga). Pengkodean jelas kalau pelaku nyata. Apabila pelaku tidak nyata, kami mengenal pasti referen pelaku yang tidak nyata itu berdasarkan konteks menerusi pembacaan pada teks hikayat. Apabila terdapat lebih satu analisa yang mungkin, kami memilih interpretasi yang paling mungkin dalam kontes berkenaan, mengikut metode yang kami guna dalam Nomoto dan Kartini (2014). DISTRIBUSI KEEMPAT TIPE (PERSOALAN 1) Distribusi keempat tipe adalah seperti Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Distribusi tipe pasif di- dalam Hikayat Marakarma Kekerapan 50 97 140 13 300 % 16,7% 32,3% 46,9% 4,3% 100% Tabel 2. Distribusi tipe pasif di- dalam Hikayat Abdullah Kekerapan 102 60 136 2 300 % 34,7% 20,0% 44,6% 0,7% 100% Tipe DP ialah yang terbanyak muncul pada kedua hikayat, yaitu lebih daripada 40%. Tipe yang paling

jarang ditemukan pada kedua hikayat ialah tipe hibrida, yaitu 4,3% pada Hikayat Marakarma dan 0,7% pada Hikayat Abdullah. Selanjutnya, tipe kedua dan ketiga terbanyak berbeda di antara kedua teks. Tipe yang kedua terbanyak pada Hikayat Marakarma ialah tipe oleh, yaitu 32,3%, diikuti dengan tipe pro 16.7%, sedangkan yang kedua terbanyak pada Hikayat Abdullah ialah tipe pro 34,7%, diikuti dengan tipe oleh 20%. KEKANGAN TERHADAP PELAKU (PERSOALAN 2) Tipe pelaku pasif di- yang ditemukan pada teks klasik abad ke-19 adalah sama distribusinya seperti yang ada pada bahasa Melayu Modern, yaitu pelaku pasif di- biasanya mengacu pada referen persona ketiga, tetapi ia juga bisa mengacu pada referen persona pertama dan persona kedua. Jumlah pelaku ketiga persona dalam kedua teks adalah seperti Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Persona pelaku: Hikayat Marakarma Pertama 2 0 0 0 2 Kedua 2 0 0 0 2 Ketiga 46 97 140 13 296 Jumlah 50 97 140 13 300 Tabel 4. Persona pelaku: Hikayat Abdullah Pertama 21 0 0 0 21 Kedua 2 0 0 0 2 Ketiga 79 60 136 2 277 Jumlah 102 60 136 2 300 Pelaku persona pertama ditemukan lebih banyak pada Hikayat Abdullah, dibandingkan pada Hikayat Marakarma. Hal ini dikarenakan perbedaan genre kedua teks. Hikayat Abdullah yang merupakan autobiografi bercerita tentang diri penulis dan peristiwa yang terjadi di sekelilingnya, sedangkan Hikayat Marakarma yang merupakan naratif tidak bercerita tentang penulis. Berikut diperturunkan contoh kalimat di mana referen pelaku pasif di- adalah persona pertama (7) dan persona kedua (8). Dalam contoh (7a), pelaku verba dipandang termasuk penutur. Orang yang memandang Tuan bertambah cahaya mungkin banyak dan penulis sendiri termasuk dalam golongan orang tersebut. Hal ini jelas dari klausa Rasaku yang menunjukkan rasa hormat penutur terhadap Tuan. Referen aktivitas berkenaan boleh diungkanpan dengan pronomina persona pertama tunggal aku atau jamak kami. Dalam contoh (7b), pelaku verba dipelajari termasuk penutur dan kawannya. Adalah jelas dari dua ayat yang sebelumnya bahwa pihak yang mempelajari kitab berkenaan ialah aku dan kawanku yang berjumlah lima enam puluh orang. Referen ini bisa diungkapkan dengan pronomina persona pertama jamak kami. (7) Referen persona pertama a. Tuan dipandang bertambah cahaya, Rasaku tidak pada yang lain. (Misk 33:1) b. Maka mengajilah pula aku. Adalah bersama2 kawanku mengaji itu lima enam puluh orang. Adapun kitab yang mula2 dipelajari itu, kitab Usul, namanya Ummu 'l-barahin, yaitu peri... (Abd.H 51:11) Contoh (8a) adalah kalimat suruh yang ditujukan kepada kekanda penutur di mana verbanya muncul dalam diatesis pasif. Kalau ditulis semula menggunakan diatesis aktif, kalimat ini akan berbunyi janganlah (kekanda) sebutkan hal raksasa itu. Justru, pelaku verba disebutkan ialah kekanda yang menjadi lawan bicara, yaitu persona kedua. Contoh (8b) adalah kalimat tanya yang ditujukan kepada Enci Nakhoda. Kalimat ini juga mengandungi bentuk verba pasif, dan bisa ditulis semula dengan diatesis aktif: apa Enci Nakhoda cari? atau Enci Nakhoda mencari apa? Orang yang mencari sesuatu ialah Enci Nakhoda yang merupakan lawan bicara, yaitu persona kedua.

(8) Referen persona kedua a..... seraya katanya, Wahai kekanda, janganlah disebutkan hal raksasa itu; (Misk 33:15) b. Dari mana datang Enci Nakhoda dan apa dicari? (Abd.H 43:1) DISKUSI Terdapat dua temuan penting yang baru pada penelitian ini. Temuan pertama terkait dengan pasif dibertipe hibrida dalam bahasa Melayu Klasik. Penelitian ini telah mengemukakan fakta kekerapan pasif di- bertipe hibrida. Peneliti dulu seperti Cumming (1991) dan Sato (1997) hanya melaporkan keberadaan tipe hibrida dalam bahasa Melayu Klasik, dan tidak meneliti lanjut ciri-cirinya. Seperti mana yang dilihat dalam Tabel 1 dan 2 di atas, kekerapan tipe hibrida tidak banyak dibandingkan dengan tipe lain, yaitu 4,3% bagi Hikayat Marakarma dan 0,7% bagi Hikayat Abdullah. Memandangkan tipe hibrida tidak terdapat dalam bahasa Melayu Modern, bilangan kecil ini menunjukkan bahwa tipe tersebut sudah dalam keadaan mau hilang pada abad ke-19. Jika begitu, diramalkan bahwa tipe hibrida lebih kerap digunakan pada zaman yang lebih awal. Ramalan ini ingin kami buktikan dengan memeriksa teks klasik Melayu pada abad ke-18 dan sebelumnya. Temuan kedua adalah mengenai distribusi keempat tipe pasif di-. Pada teks abad ke-19, pasif di- bertipe DP yang paling tinggi kekerapannya. Hal ini berbeda dengan teks modern di mana tipe yang paling kerap ialah tipe pro (Nomoto dan Kartini 2014). Tabel 5 menunjukkan kekerapan tipe-tipe pasif di- dalam jenis teks modern yang kami teliti. Tabel 5. Distribusi tipe pasif di- dalam tiga teks modern (Nomoto dan Kartini 2014) Utusan Malaysia Kekerapan 173 52 75 300 % 57,7% 17,3% 25,0% 100% Cerita Rakyat Kekerapan 135 60 105 300 % 45,0% 20,0% 35,0% 100% Korpus Multilingual Kekerapan 253 30 17 300 % 84,3% 10,0% 5,7% 100% Kedua temuan ini menunjukkan bahwa lazimnya pelaku pasif di- merupakan elemen wajib dan muncul bersebelahan dengan verba dalam bahasa Melayu Klasik sama seperti dalam pasif semu, maka pasif didan pasif semu membentuk satu kontinum. Kontinum ini bisa digambarkan seperti dalam Gambar 1. Sistem yang digambarkan dalam Gambar 1 mendukung pandangan tradisional di mana konstruksi semu dan konstruksi dengan awalan di- dianggap sebagai subkategori satu diatesis, yaitu pasif. Sebaliknya pandangan yang semakin menjadi popular di kalangan peneliti Barat kurang sesuai untuk memahami sistem diatesis bahasa Melayu yang bersifat kontinum. Menurut pandangan tersebut, konstruksi semu dianggap diatesis yang langsung berbeda daripada konstruksi di- dan diberi nama khas seperti diatesis objek(tif) (object(ive) voice) (cth. Arka dan Manning 1998). Akan tetapi, seperti yang ditunjukkan dengan kotak bergaris tebal dalam Gambar 1, terdapat persamaan di antara konstruksi semu dan tipe DP serta tipe hibrida, yaitu dalam ketiga konstruksi ini pelaku wajib nyata dan mesti ada terus sebelah verba. Kami mendakwa bahwa kesemua konstruksi merupakan pasif dan masing-masing mempunyai ciri morfosintaksis dan struktur informasi tersendiri. Kecenderungan pasif di- mempunyai pelaku persona ketiga juga adalah salah satu ciri seperti itu.

Semu Tipe DP Tipe pro ku=baca di-baca DP di-baca Tipe hibrida Tipe oleh Pelaku wajib di-baca=nya oleh DP di-baca oleh DP nyata & terus sebelah verba Frase oleh Morfologi pasif nyata (= di-) Gambar 1. Kontinum tipe-tipe pasif bahasa Melayu KESIMPULAN Makalah ini membahas tipe-tipe pasif di- dalam teks Melayu klasik, khususnya tentang distribusi keempat tipe dan persona pelaku. Makalah ini juga mengemukakan sistem diatesis pasif bahasa Melayu di mana pasif semu dan tipe-tipe pasif di- membentuk satu kontinum. DAFTAR PUSTAKA: Arka, I Wayan & Christopher D. Manning. (1998). Voice and grammatical relations in Indonesian: A new perspective. In Mirriam Butt & Tracy Holloway King (eds.), Proceedings of the LFG98 Conference. Stanford, CA: CSLI Publications. Cumming, Susanna. (1991). Functional Change: The Case of Malay Constituent Order. Berlin: Mouton de Gruyter. Nomoto, Hiroki. (2016). Passives and clitic-doubling: A view from Classical Malay. Makalah yang dipresentasi di AFLA 23. Nomoto, Hiroki. (akan datang). Judoubun no setsugochouhuku bunseki saikou: Koten mareego no dijudoubun In Nihon Gengogakkai Dai 152 Kai Taikai Yokoushu. Nomoto, Hiroki & Kartini Abd Wahab. (2014). Person restriction on passive agents in Malay: Information structure and syntax. NUSA 57: 31 50. Sato, Hirobumi @ Rahmat. (1997). Analisis Nahu Wacana Bahasa Melayu Klasik berdasarkan Teks Hikayat Hang Tuah : Suatu Pandangan dari Sudut Linguistik Struktural-Fungsian. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Sweeney, Amin. (2006). Karya Lengkap Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, Jilid 3: Hikayat Abdullah. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia & École française dextrême-orient. Biodata: a. Hiroki Nomoto b. Institusi/Universitas: Universitas Kajian Asing Tokyo c. Alamat Surel: nomoto@tufs.ac.jp d. Pendidikan Terakhir: Ph.D (Universitas Minnesota, AS) e. Minat Penelitian: Sintaksis dan Semantik, bahasa Melayu a. Kartini Abd. Wahab b. Institusi/Universitas: Universiti Kebangsaan Malaysia c. Alamat Surel: kartini@ukm.edu.my d. Pendidikan Terakhir: Ph.D (Universiti Kebangsaan Malaysia) e. Minat Penelitian: Sintaksis dan bahasa Melayu