BAB II KONSEP DASAR. Sinusitis adalah peradangan pada sinus paranasal (Smeltzer, 2001). Sedangkan

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN PENDAHULUAN SINUSITIS

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

BAB I PENDAHULUAN. organisme berbahaya dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang terkandung di

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai


LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kepada masyarakat saja akan tetapi dapat juga merugikan

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Sistem pernapasan adalah sistem tubuh manusia yang menghasilkan energi yang diperlukan untuk proses kehidupan.

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

Sistem Pernafasan Manusia

RINOSINUSITIS KRONIS

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia dijuluki oleh William Osler pada abad ke-19 sebagai The

BAB I PENDAHULUAN. pada organ dan fungsi pernafasan, salah satunya hidung. Dimana hidung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

D. Patofisiologi Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan

BAB II. Landasan Teori. keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada

LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS - RUANG BAITUNNISA 1 RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur

SCLINICAL PATHWAY SMF THT RSU DAERAH Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

TUGAS BIOLOGI (SISTEM PERNAPASAN MANUSIA)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tulang kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala. 7 Sinus

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK KOMPREHENSIF I DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

aureus, Stertococcus viridiansatau pneumococcus

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

- - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA

Bab. Peta Konsep. Gambar 4.1 Orang sedang melakukan pernapasan. Pernapasan dada. terdiri dari. - Inspirasi - Ekspirasi. Mekanisme pernapasan

INTERVENSI ULTRA SOUND THERAPY LEBIH BAIK DARIPADA MICRO WAVE DIATHERMY TERHADAP PENGURANGAN NYERI PADA KASUS SINUSITIS FRONTALIS BAGI AWAK KABIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

BAB III ANALISA KASUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

Author : Edi Susanto, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. 0 Files of DrsMed FK UNRI (

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

06/10/2011 PERADANGAN MATA (KONJUNGTIVITIS)

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

Peta Konsep. Kata Kunci. respirasi udara pernapasan pernapasan dada udara cadangan pernapasan perut udara residu. 68 IPA SMP/MTs Kelas VIII.

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID. Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di

BAB I PENDAHULUAN. tujuan mencegah keadaan bertambah buruk, cacat tubuh bahkan kematian

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

2.1. Sinusitis Maksilaris Odontogen

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA

Transkripsi:

BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Sinusitis adalah peradangan pada sinus paranasal (Smeltzer, 2001). Sedangkan menurut (Long, 1996). Sinusitis adalah peradangan pada membrane mukosa sinus. Sinusitis juga diambil dari website (Massie, 2000) adalah peradangan selaput lendir rongga sinus disekitar hidung (paranasal). B. Anatomi dan fisiologi Menurut (Ester, 1997, hal. 87) Organ-organ pernafasan 1 Hidung Fungsinya : bekerja sebagai saluran udara pernafasan, sebagai penyaring udara pernafasan oleh mukosa, membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan dan leukosit yang terdapat pada selaput lendir (mukosa) atau hidung.

Gambar 2.1 Anatomi wajah (Massie, 2000) Menurut (Pracy, 1991, hal. 81),sinus paranasal terdapat 4 pasang yaitu : sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus etmoidalis sinus yang berada antara mata dan rongga hidung, sinus stenoid berada pada dasar tengkorak. Fungsinya : sebagai pengatur kondisi udara, sebagai penahan suhu, membantu resonansi suara, peredam perubahan tekanan udara, membantu menghasilkan lendir untuk membersihkan rongga hidung. 2 Tekak = faring Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dengan jalan makanan. Rongga hidung dibagi menjadi 3 bagian : a. Bagian sebelah atas yang yang sama tingginya dengan yang disebut nasofaring. b. Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring

c. Bagian bawah sekali disebut jaringofaring. 3 Pangkal tenggorok (laring) Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara 4 Batang tenggorok Merupakan lanjutan dari faring yang dibentuk oleh 16 sampai dengan 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak kearah keluar. Sel-sel bersilia itu sampai berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. (Monica, Ester, 1997) C. Etiologi Menurut (Cody, 1996, hal. 230), penyakit sinusitis disebabkan oleh : 1 Adanya sumbatan dalam hidung oleh karena : Tulang-tulang yang bengkok, polip hidung, pembesaran selaput lendir hidung, adanya benda asing, tumor dihidung.

2 Adanya infeksi menahun dihidung a. Alergi b. Infeksi, organ-organ disekitar hidung seperti infeksi amandel (tonsilitis), infeksi adenoid, infeksi tenggorok (farimitus) dan infeksi gigi dirahang atas. c. Faktor lain seperti berenang / menyelam, trauma, polusi udara dapat mengakibatkan perubahan-perubahan pada selaput lendir dan kerusakan rambut halus / siliasinus. (Cody, 1996) D. Patofisiologi Polusi bahan kimia, alergi dan defisiensi imunologik menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan ini mempermudah terjadinya infeksi. Terdapat edema konka yang menganggu drainase secret, sehingga silia rusak. Jika silia sudah rusak merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri, misalnya streptococcus pneumonia, haemophilus influenza dan strapilococus aureos (Mansjoer, 1999). Jika sudah terjadi peradangan maka sinusitis dilakukan tindakan operasi fungsional endoscopy sinus surgery dan cadwell-luc dengan jaringan yang diangkat yaitu polipnasi dan konka dan menyebabkan perdarahan pada rongga hidung sehingga diharuskan di pasang tampon dan secara tidak langsung hidung menjadi buntu dan sesak untuk bernafas (long, 1997).

E. Manifestasi klinik Menurut (Cody, 1996, hal. 231), gejala-gejala yang timbul dari sinusitis adalah : 1 Febris > 37 0 C 2 Pilek kental berbau, bisa bercampur darah 3 Nyeri a. Pipi biasanya unilateral b. Kepala biasanya homolateral, terutama pada sore hari c. Gigi (geraham atas) homolateral 4 Hidung a. Buntu b. Suara bindeng 5 Edema periorbita. (Cody, 1991). 6 Saluran cerna seperti gastroenteritis 7 Rasa tidak nyaman ditenggorokan 8 Gangguan pendengaran akibat sumbatan tuba custachius (Mansjoer, 1994). F. Komplikasi Menurut (Mansjoer, 1999, hal. 40) 1. Osteomilitis dari abses suporiostal paling sering pada sinusitis frontal dan sering pada anak-anak 2. Kelainan orbita terjadi karena sinusitis parental yang berdekatan dengan orbita yang paling sering sinusitis etmoid, penyebaran melalui trombo flebitis atau perkontinu 1 tahun, kelainan yang dapat timbul adalah edema palpebra, sekulitis orbita, abses orbita dan trombosis sinus kavernosus

3. Kelainan intracranial, seperti meningitis, abses otak dan trombosis sinus kavernosus dapat timbul 4. Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis yang di sebut sebagai sinebronkitis dan asma bronchial. 5. Fistula oroantral dapat timbul sekunder terhadap komplikasi, sinus maksilaris, disertai eresi gigi molar atau premolar maksila 6. Radang tenggorok dan infeksi amandel yang berulang yang diakibatkan oleh lendir yang mengalir ke tenggorokan 7. Infeksi telinga tengah yang dapat berakibat keluarnya lendir dari telinga (congek) dan gangguan pendengaran G. Penatalaksanaan Menurut (Long, 1997, hal. 396) 1. Drainase a. Medical Dekongestan local : efedrin 1 % (dewasa) ½ % (anak) Dekongestan oral : psedo efedrin 3 x 60 mg b. Surgical : irigasi sinus maksilaris 2. Antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untuk akut) yaitu a. Ampisilin 4 x 500 mg b. Amoksilin 3 x 500 mg c. Surfametaksol : TMP (800/60) 2 x 1 tablet, diksisiklin 100 mg / hari 3. Simptomatik Parasetamo, metampiron 3 x 500 mg

4. Untuk kronis adalah Cabut geraham atas Irigasi 1 x setiap minggu (10-20) Operasi cadwell lucc bila degenerasi mukosa ireveksibel (biopsi), (Cody, 1991) 5. Analgetik Ketorolak untuk menghilangkan nyeri 6. Mukolitik Ventolin untuk mengencerkan secret, meningkatkan kerja silia dan merangsang pemecahan fibrin 7. Pemberian steroid intranatal Beklumelason, flunisolid dan triamsinolon untuk mengurangi edema di daerah kompleks osteomeatal, terutama bila dicetuskan oleh alergi (Masjoer, 2000) H. Pengkajian Fokus Menurut (Long, 1997, hal. 395) 1. Keluhan utama : febris > 37 0 C, pilek kental berbau, bisa bercampur darah, nyeri pada pipi, kepala dan gigi, hidung buntu, suara bindeng, endemis periorbita

2. Riwayat penyakit dahulu a. Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma b. Pernah mempunyai riwayat penyakit THT c. Pernah menderita sakit gigi geraham 3. Riwayat keluarga Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang 4. Riwayat spikososial a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas sedikit) b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain 5. Pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping b. Pola nutrisi dan metabolisme Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung. Kebutuhan makan manusia normalnya 3 4 x sehari c. Pola istirahat dan tidur Selama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek. Kebutuhan istirahat tidur normalnya ± lebih 8 jam sehari

d. Pola persepsi dan konsep diri Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun. e. Pola sensorik Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen, serous, mukopurelen) 6. Pemeriksaan fisik a. Status kesehatan umum : keadaan umum, tanda vital, kesadaran b. Pemeriksaan fisik data fokus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak) Data subyektif 1. Observasi nares Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekuensinya, riwayat pembedahan hidung atau trauma, penggunaan obat tetes atau semprot hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak). 2. Sekret hidung Warna, jumlah, konsistensi secret, epistaksis, ada tidaknya krusta nyeri hidung. 3. Riwayat sinusitis Nyeri kepala, lokasi dan beratnya, hubungan sinusitis dengan musim / cuaca. 4. Gangguan umum lainnya : kelemahan. Data obyektif 1. Demam, drainage ada : serous, mukopurulen, purulen

2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang pucat, oedema keluar dari hidung atau mukosa sinus 3. Kemerahan dan oedema membrane mukosa 4. Pemeriksaan penunjang Kultur organisme hidung dan tenggorokan, pemeriksaan rongent sinus Rinoskopi anterior (mukosa merah, mukosa bengkak, mukopus di meatus medius), rinoskopi posterior (mukopus nasofaring), nyeri tekan pipi yang sakit, ransiluminasi : kesuraman pada sisi yang sakit, X Foto sinus paranasalis.

I. Pathway Polusi bahan kimia, Alergi, Defisiensi, Imunologik Perubahan mukosa hidung Silia rusak Terjadinya infeksi Pe suhu tubuh Hipertermi Edema konka Tidak efektifnya jalan nafas Gg rasa nyaman nyeri Cemas Kurang pengetahuan Tindakan operasi Post op fess dan CWL Polip nasi dan konka dieksisi Peradangan Gg rasa nyaman nyeri Perdarahan pada rongga hidung Terpasang tampon Hidung buntu Sesak nafas Gg pola istirahat tidur Pola nafas tidak efektif Sumber : Mansjoer, (1999), Long, (1997)

J. Diagnosa Keperawatan 1. Menurut (Doengoes, 1999), nyeri : kepala, tenggorokan, berhubungan dengan peradangan pada hidung. 2. Menurut (Doengoes, 1999), cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi sinus / operasi). 3. Menurut (Doengoes, 1999), bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan lendir pada hidung 4. Menurut (Doengoes, 1997), gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung buntu. K. Intervensi 1. Diagnosa 1 Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang. Kriteria hasil: Klien mengungkapkan nyei yang dirasakan berkurang atau hilang, klien tidak menyeringai kesakitan. Intervensi : Kaji tingkat nyeri klien, jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarga, ajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi, observasi tanda-tanda vital dan keluhan pasien, kolaborasi dengan tim medis. 2. Diagnosa II Tujuan : cemas klien berkurang / hilang. Kriteria : Klien akan mengambarkan tingkat kecemasan, klien mengethui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya. Intervensi : kaji tingkat kecemasan klien, berikan kenyamanan pada klien (temani klien), berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang

jelas, singkat mudah dimengerti,.singkirkan stimulasi yang berlebihan (batasi kontak dengan orang lain), observasi tanda-tanda vital, bila perlu kolaborasi dengan tim medis. 3. Diagnosa III Tujuan : jalan nafas efektif setelah secret (seous, purulen) dikeluarkan. Kriteria: Klien tidak bernafas lagi melalui mulut, jalan nafas kembali normal terutama hidung. Intervensi : kaji penumpukan secret yang ada, observasi tanda-tanda vital, tinggikan tempat tidur, dorong batuk / latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering, dorong pemasukan cairan sedikitnya 2-3 L/hari.. 4. Diagnosa IV Tujuan : Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman. Kriteria: Klien tidur 7-8 jam sehari. Intervensi : Kaji kebutuhan tidur klien, ciptakan suasana yang nyaman, anjurkan klien bernafas melalui mulut, kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat.