BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BABI. PENDAillJLUAN. Masa perkembangan individu dibagi dalam beberapa fase, yang salah

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. adat ( kebiasaan ), tujuan gaya hidup dan semacamnya.

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. Agama merupakan identitas diri, maupun tata laku individu yang telah

population Council mengemukakan jumlah kasus aborsi di Indonesia pada berarti terjadi sekitar 18 aborsi per 100 kehamilan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

TIPS MEMBANGUN RUMAH TANGGA YANG HARMONIS DARI KANG MASRUKHAN. Tahukah anda bahwa untuk membangun sebuah Rumah Tangga yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya suku bangsa di Indonesia yang mendiami berbagai pulau yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perempuan di beberapa negara maju lebih memilih melajang atau berpasangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV ANALISIS TENTANG MEKANISME DAN FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI. A. Analisis Mekanisme Perkawinan Usia Dini di desa Kalilembu Kecamatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini berada di lereng Gunung Merbabu di ketinggian 1307 meter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. sepasang suami istri namun juga keinginan setiap anak di dunia ini, tidak seorang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

Disusun Oleh : EVA NADIA KUSUMA NINGRUM Telah disetujui unuk mengikuti Ujian Skripsi. Menyetujui, Pembimbing Utama

BAB I PENDAHULUAN. tugas perkembangannya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). dalam Hurlock, 1996). Di masa senjanya, lansia akan mengalami penurunan

KECEMASAN PADA WANITA YANG HENDAK MENIKAH KEMBALI

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisiologis ini. Jika satu kebutuhan dasar sudah terpenuhi, maka kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral atau suci dan pernikahan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Sejak awal tahun 70-an, isu mengenai

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya setiap individu mempunyai keinginan untuk dapat menjalin relasi yang lebih dalam dengan individu yang disukainya. Maslow (1970 : 4) mengemukakan bahwa salah satu tahap kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan untuk dicintai dan mencintai. Hal ini juga didukung oleh Hurlock 2004 (dalam Anjani dan Suryanto 2006 : 10) yang menyatakan bahwa hubungan cinta terkait dengan tugas perkembangan pada masa dewasa awal dimana individu dapat memilih pasangannya sendiri sesuai dengan pilihannya untuk menikah. Pernikahan adalah salah satu keputusan yang sangat penting dalam kehidupan setiap individu. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Defrain & Olson (2006: 4 ) mengemukakan bahwa pernikahan adalah bergabungnya dua keluarga dan kehidupan sosialnya. Pada kebanyakan individu, sebelum memutuskan untuk menikah individu akan mengawali hubungan dengan tahap perkenalan yang disebut dengan berpacaran. Berpacaran adalah suatu hubungan dekat antara lakilaki dan perempuan dimana dalam berpacaran individu dapat belajar saling menghargai dan saling menyesuaikan diri sebelum individu tersebut memasuki pernikahan. Suyadi (2010 : 1 ) menyatakan bahwa berpacaran adalah suatu usaha untuk mengenal dan menjajagi seorang lawan jenis sebelum dijadikan sebagai pasangan hidup. Dengan kata lain, tujuan berpacaran adalah untuk mengenal lebih dekat seseorang yang akan dijadikan pasangan hidup dan untuk menjajagi, apakah individu mampu jika 1

2 harus hidup berpasangan dengan orang yang dipilih untuk menjadi pendamping hidupnya. Dalam berpacaran selain menyesuaikan diri antar pasangan, individu juga berusaha menyesuaikan diri dengan keluarga pasangan karena nantinya jika individu menikah yang dipersatukan bukan hanya kedua pasangan, tetapi semua keluarganya juga ikut dipersatukan oleh karena itu pasangan juga harus menyesuaikan diri dengan keluarga pasangannya agar nantinya setelah menikah pasangan dapat membentuk hubungan keluarga yang lebih harmonis. Arjoso (1993 : 14) menyatakan bahwa salah satu kesiapan yang harus dipenuhi sebelum memutuskan untuk menikah adalah mengenal keluarga pasangan. Setiap individu berharap mendapatkan pasangan yang sesuai dengan pilihannya dan dapat diterima oleh keluarganya. Hal ini dilakukan agar dapat terciptanya hubungan interaksi sosial yang baik antara pasangan dengan keluarga. Ketika individu memutuskan untuk menikah maka restu dari orang tua sangat diperlukan untuk terciptanya pernikahan yang bahagia, dimana orang tua adalah pribadi yang harus dihormati di dalam keluarga (Sodiq, 2007 : 41). Walaupun telah mendapatkan restu dari orang tua terdapat penelitian yang menunjukan bahwa dalam pernikahan sering terjadinya konflik antara mertua dan menantu (Aryani dan Setiawan, Pola relasi dan konflik interpersoanal antara mertua dan menantu 2007 : 77). Dengan demikian pernikahan yang tidak mendapatkan restu dari orang tua pada umumnya rawan mengalami konflik antar keluarga pasangan dan individu akan menghadapi semakin banyak tantangan dalam mewujudkan penyesuaian diri dengan keluarga pasangan oleh karena itu maka restu dari orang tua sangat mempengaruhi kebahagiaan pasangan dalam membangun keluarga. Huijbers (1977 : 83) menegaskan bahwa salah satu hal yang perlu

3 diperhatikan dalam menyiapkan pernikahan yang baik adalah restu dari orang tua. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa restu orang tua adalah salah satu komponen yang penting dalam kelanjutan hubungan berpacaran untuk sampai ke pernikahan pada suatu pasangan. Fenomena hubungan berpacaran ataupun pernikahan yang tidak direstui oleh orang tua sering terjadi. Contoh yang popular di Indonesia adalah kasus yang dialami oleh artis Indonesia yaitu Arumi Bachsin yang dalam menjalin hubungan pacaran tidak mendapatkan restu dari orang tuanya sehingga ia keluar dari rumah dan tidak ingin berhubungan dengan orang tuanya ( Kurniawan 2011 dalam detik.com, Arumi Bachsin kabur gara-gara dilarang pacaran para 1). Kasus yang sama juga dialami oleh Joy Tobing yang menikah tanpa mendapatkan restu dari orang tua sehingga ia tidak diakui sebagai anak oleh orang tuanya ( Sofyan 2011 dalam kompas.com, joy tak diakui ibunya lagi para 4). Kasus-kasus tersebut menunjukan bahwa ketika individu menjalin hubungan pacaran tanpa restu dari orang tua maka hal tersebut akan memperburuk hubungan anak dengan orang tua. Hubungan yang tidak direstui oleh orang tua dapat disebabkan karena beberapa faktor yaitu, sikap dan sifat pasangan yang tidak sesuai dengan orang tua, status sosial, agama, usia dan latar belakang keluarga. Perbedaan tersebut mengakibatkan orang tua khawatir akan terjadinya ketidakbahagian ketika membangun pernikahan. Dampak dari hubungan tidak direstui oleh orang tua dapat menyebabkan individu memilih untuk mengakhiri hubungan tersebut ataupun tetap mempertahankan hubungan dengan melakukan hal yang dapat memperburuk hubungan anak dengan orang tua. Untuk mendukung pernyataan tersebut peneliti melakukan wawancara tanggal 13 dan 15 Maret 2011, dimana peneliti mewawancarai

beberapa subjek yaitu K (23) dan L (23) yang menjalin hubungan pacaran yang tidak mendapatkan restu dari orang tua. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti: Dulu si aku engak mempersoalkan dan engak mikir panjang soal pacaran beda agama. Tapi lama kelamaan hal ini sering jadi pemicu pertengkaran antara aku sama pacarku, yang mamanya suru ini itu kayaknya si biar aku engak ketemu sama anaknya (pacarku). Akhirnya aku mutusin putus sama pacarku. Orang tuanya dari awalnya sudah ngelarang hubungan kita diteruskan juga percuma.makin lama hubungan dilanjutin makin sakit hati. Hubungan X yang tidak direstui oleh orang tua membuat X mengambil keputusan keluar dari rumahnya agar X dapat menjalin hubungan dengan pacarnya dan ia tidak berhubungan dengan orang tuanya lagi. Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa ketika individu tidak mendapatkan restu untuk menjalin suatu hubungan berpacaran maka individu akan mengambil keputusan untuk berpisah atau tetap mempertahankan hubungan berpacaran tersebut yang beresiko terhadap memburuknya hubungan anak dengan orang tua. Kondisi tentang fenomena diatas ternyata sangat bertolak belakang dengan pengamatan yang dilakukan peneliti pada suatu pasangan yang menjalin hubungan pacaran yang tidak direstui oleh salah satu dari orang tua pasangan tersebut. Pasangan ini tetap mempertahankan hubungan yang tidak direstui orang tua sampai ke jenjang pernikahan tetapi pasangan ini tidak melakukan hal-hal yang memperburuk hubungan anak dengan orang tua seperti pergi dari rumah ataupun tetap menikah tanpa restu dari orang tua. Pasangan ini memilih untuk tetap mempertahankan hubungan pacaran 4

tersebut meskipun mendapat tekanan untuk berpisah dari orang tua salah satu pasangan tersebut. Di samping itu pasangan tetap berusaha menyesuaikan diri dengan orang tua pasangan yang tidak merestui hubungan mereka. Adapun wawancara awal yang dilakukan peneliti dengan salah satu individu dari pasangan yang tidak direstui yaitu: Dulu itu aku sampe capek yo hadapi mama e, pacaran mbek anak e kog mama e engak suka sama kita kan repot juga. Trus aku mbek pacar ku itu yo berusaha ngumpul duit untuk merit. aku yo berusaha juga deketin mama e terus, tapi yo mama e g ngerespon banyak misal e kemaren aku telepon ke mama e nanya kabar mama e malah jawab ai masak dulu ya lah kan jawaban e egak enak gitu. Akhir e jalan 4 tahun aku merit sama pacarku yang sekarang jadi suamiku. Awal e ya susah tapi kalo kita ada keinginan pasti bisa lah akhir e merit juga. Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa ketika subjek mempertahankan hubungan yang tidak direstui tersebut subjek merasa tidak dianggap oleh orang tua pasangan ketika subjek berusaha mendekatkan diri dengan orang tua pasangannya. Meskipun demikian subjek tetap berusaha melakukan penyesuaian diri dengan orang tua pasangan yang tidak merestui hubungan tersebut sehingga akhirnya subjek dapat menjalin hubungan sampai ke jenjang pernikahan dan mendapatkan restu dari orang tua. Dalam memutuskan untuk mempertahankan suatu hubungan yang tidak direstui oleh orang tua, individu juga mengalami berbagai macam pertimbangan mulai dari dirinya sendiri dan dampak dari keputusan yang diambilnya. Harrison (1987 : 17), menyatakan bahwa seorang individu dikatakan telah mengambil keputusan bila individu tersebut telah memulai serangkaian perilaku yang diarahkan pada sesuatu yang lebih disukai, 5

6 memantapkan pikirannya untuk melakukan beberapa tindakan, membuat keputusan mengenai apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu setelah sebelumnya mempertimbangkan berbagai alternatif pilihan. Pernyataan tersebut juga terlihat pada subjek penelitian yang mengambil keputusan untuk mempertahankan hubungan, di mana subjek berusaha melakukan pendekatan dengan orang tua pasangan yang bertujuan agar subjek mendapatkan restu dari orang tua pasangan. Ketika mengambil keputusan untuk mempertahankan ataupun mengakhiri hubungan berpacaran yang tidak direstui, proses pemikiran individu juga dapat dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti yang telah di jelaskan oleh Atmosudiarjo (1982 : 38-39) yaitu data kognisi merupakan pandangan dan pengetahuan individu tentang dunia sekelilingnya, data afeksi yaitu berbagai macam perasaan yang dialami dan disimpan oleh individu di dalam ingatannya dalam berjumpa dengan orang-orang, peristiwa dan unsur alam dan data kognasi yaitu berbagai macam keinginan inspirasi dan cita-cita, impian dan sebagainya yang tercetus kemudian disimpan oleh manusia di dalam ingatannya. Dari paparan di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu yang tetap mempertahankan hubungan yang tidak direstui oleh orang tua, peneliti memilih untuk meneliti bagaimana proses pengambilan keputusan pada individu karena peneliti ingin melihat bagaimana proses yang dialami individu dalam setiap tahap ketika individu tersebut mempertahankan hubungan yang tidak direstui oleh orang tua. Pernikahan merupakan keputusan antara dua belah pihak sehingga untuk dapat mengetahui tahap keputusan menikah peneliti memilih proses pengambilan keputusan. Pertimbangan peneliti mengangkat tema ini karena pada umumnya jika

7 suatu hubungan pacaran tidak direstui oleh orang tua maka individu akan mengakhiri hubungan tersebut ataupun individu tetap mempertahankan hubungan dengan melakukan hal-hal yang dapat memperburuk hubungan anak dengan orang tua. Namun hal tersebut tidak terlihat pada pasangan X di mana pasangan tidak mengakhiri hubungannya dan juga hubungan anak dengan orang tua tetap terjaga. Pasangan ini tetap memilih untuk mempertahankan hubungan tersebut dengan melakukan pendekatan pada salah satu orang tua pasangan subjek yang tidak merestui hubungan tersebut, meskipun ketika pasangan berusaha melakukan pendekatan pasangan mengalami beberapa permasalahan yaitu dibenci dan tidak dianggap. Penelitian psikologi tentang penikahan sangat banyak, namun penelitian yang memfokuskan pada pernikahan yang tidak direstui oleh orang tua masih jarang dilakukan. Penelitian terdahulu tentang pernikahan lebih banyak terfokus pada pernikahan dini, pernikahan beda etnis, penyesuaian mertua dan menantu dalam pernikahan (Wulandari, 2005; Agus, 2008; Lenny, 2009). Dari penelitian sebelumnya peneliti memperoleh gambaran bahwa penelitian mengenai pasangan yang menikah tanpa restu dari orang tua masih jarang dibahas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam bagaimana proses pengambilan keputusan menikah pada pasangan yang tidak direstui oleh orang tua. 1.2. Fokus Penelitian Penelitian ini mencoba fokus pada bagaimana proses pengambilan keputusan menikah pada pasangan yang ketika masa pacarannya tidak direstui oleh orang tua. Pengambilan keputusan terkait dengan proses mental tertentu yang membuat individu menilai situasi, mencari dan

8 mempertimbangkan solusi, serta membuat serangkaian tindakan yang paling perlu untuk dilakukan demi teratasinya masalah yang dialami individu tersebut (Kaye 2002 dalam Melani 2003 : 7). Subjek pada penelitian ini adalah pasangan suami istri dimana sebelum menikah pasangan menjalani masa berpacaran selama 4 tahun, namun hubungan pacaran tersebut tidak mendapatkan restu dari salah satu orang tua pasangan, meskipun hubungan tersebut tidak direstui orang tua subjek tetap mempertahankan hubungan tersebut sehingga akhirnya subjek mendapatkan restu dari orang tua untuk menikah. Peneliti memilih pasangan yang telah menikah karena jika dalam masa berpacaran hubungan tersebut tidak mendapatkan restu dari salah satu orang tua pasangan maka sangat sulit bagi pasangan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan, namun pada kenyataannya subjek dalam penelitian ini dapat melanjutkan hubungan ke pernikahan dan mendapatkan restu dari orang tua untuk menikah. Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian yaitu Bagaimana proses pengambilan keputusan menikah pada pasangan dengan masa pacaran yang tidak direstui oleh orang tua?. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengambilan keputusan menikah pada pasangan dengan masa pacaran yang tidak direstui oleh orang tua.

9 1.4. Manfaat Peneltian 1.4.1 Manfaat teoritis Bagi ilmu psikologi perkembangan diharapkan dapat memberi sumbangan mengenai salah satu tugas perkembangan masa dewasa awal yaitu menjalin relasi antar lawan jenis di mana pada masa dewasa awal individu diharapkan dapat menjalin hubungan dengan individu yang disukainya berdasar pada pengambilan keputusan yang tepat. 1.4.2 Manfaat praktis a. Subjek penelitian Sebagai refleksi gambaran menunjukan hasil pengambilan keputusan yang telah diambil subjek. b. Pasangan yang tidak direstui Sebagai gambaran proses pengambilan keputusan untuk menikah agar keputusan yang diambil oleh pasangan yang tidak direstui orang tua merupakan keputusan yang terbaik bagi pasangan tersebut. c. Masyarakat Memberikan sebuah pandangan baru kepada masyarakan terhadap hubungan yang tidak direstui dan bagaimana individu tetap mempertahankan hubungannya dan masalahan yang dihadapi dalam mempertahankan hubungan tersebut.