RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENETAPAN KRITERIA WILAYAH SUNGAI DAN CEKUNGAN AIR TANAH 14 JULI

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04/PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN WILAYAH SUNGAI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum d

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PRT/M/2015 TENTANG RENCANA DAN RENCANA TEKNIS TATA PENGATURAN AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No bapaahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang P

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2007 TENTANG GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2005 TENTANG HIBAH KEPADA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2005 TENTANG HIBAH KEPADA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PENGERTIAN HIDROLOGI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

<Lampiran> KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2006 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN WILAYAH SUNGAI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, perlu menetapkan peraturan pemerintah tentang kriteria dan tata cara penetapan wilayah sungai; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2006 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN WILAYAH SUNGAI DAN CEKUNGAN AIR TANAH I. UMUM 1. Sumber daya air merupakan sumber daya yang mengalir sehingga membentuk suatu sistem yang meliputi berbagai komponen sumber daya yang terkait satu sama lain. Keterkaitan berbagai komponen sebagai satu sistem tersebut antara lain nampak bahwa perlakuan di daerah hulu akan memberikan pengaruh terhadap kondisi daerah hilir, perlakuan terhadap air permukaan akan mempengaruhi keberadaan air tanah, kondisi di daratan (off stream) akan berpengaruh tarhadap kondisi aliran air (in stream), dan keberadaan sumber daya air secara kuantitas akan mempengaruhi keberadaannya secara kualitas, dan pelaksanaan konservasi sumber daya air akan berpengaruh terhadap pendayagunaan sumber daya air. Dengan demikian sumber daya air tidak bisa dikelola secara partial berdasarkan lokus atau bidang/urusannya, sumber daya air harus dikelola sebagai satu kesatuan sistem dalam satu wilayah pengelolaan.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 3. Undang-undang Nomor 32 Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438 ); 2. Sebagai sumber daya yang mengalir, air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah tanpa memperhatikan batas wilayah administrasi. Dengan terbentuknya keterkaitan berbagai komponen sumber daya sebagai implikasi dari sifat mengalir sumber daya air, maka sumber daya air yang secara fisik melintasi beberapa wilayah administrasi, pengelolaannya harus memperhatikan kepentingan wilayah admiistrasi yang bersangkutan. Dengan demikian wilayah pengelolaan menjadi batasan wilayah yang penting bagi pemerintah atau pemerintah daerah dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya air sesuai wewenang dan tanggung jawabnya. 3. Sumber daya air merupakan sumber daya alam yang terbaharui dan secara alami keberadaaannya di dalam wilayah hidrografis yang disebut daerah aliran sungai (DAS) mengikuti siklus hidrologis. Ketersediaan sumber daya air dalam setiap DAS sangat dipengaruhi kondisi cuaca dan hidrogeologi setempat, sehingga mengakibatkan adanya DAS dengan ketersediaan air melimpah dan DAS yang sangat kekurangan air. Untuk mewujudkan asas keseimbangan dan asas keadilan dalam pengelolaan sumber daya air maka untuk efektifitas dan efisiensi pengelolaannya perlu dilakukan penyatuan beberapa DAS dalam satu wilayah pengelolaan yang disebut wilayah sungai. Namun demikian, dengan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan suatu DAS dapat merupakan satu wilayah pengelolaan apabila mampu

mencukupi kebutuhan sumber daya air di wilayahnya. Selain itu, dengan pertimbangan yang sama, kumpulan pulau-pulau kecil dapat pula menjadi satu wilayah pengelolaan MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN WILAYAH SUNGAI DAN CEKUNGAN AIR TANAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. 2. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. 3. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. 4. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah. 5. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

bawah permukaan tanah. 6. Akuifer adalah lapisan batuan jenuh air tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air tanah. 7. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. 8. Inventarisasi air tanah adalah kegiatan untuk memperoleh data dan informasi air tanah melalui kegiatan pemetaan, penyelidikan dan penelitian, eksplorasi, serta evaluasi air tanah. 9. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. 10. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2. 11. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 12. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 13. Wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air adalah institusi tempat segenap pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air melakukan koordinasi dalam rangka mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air. 14. Dewan Sumber Daya Air Nasional adalah wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air tingkat nasional. Pasal 2 (1) Penentuan kriteria dan tata cara penetapan wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagai dasar penetapan untuk menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah. Pasal 2 (2) Wilayah Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pengelolaan air permukaan. (3) Cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pengelolaan air tanah. Pasal 3 (1) Wilayah sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) meliputi : Pasal 3 a. wilayah sungai lintas negara; b. wilayah sungai lintas provinsi; c. wilayah sungai strategis nasional;

d. wilayah sungai lintas kabupaten/kota;dan e. wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota. (2) Cekungan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) meliputi : a. cekungan air tanah lintas negara; b. cekungan air tanah lintas provinsi; c. cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;dan d. cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota. BAB II KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN WILAYAH SUNGAI Bagian Kesatu Kriteria Penetapan Wilayah Sungai Pasal 4 Pasal 4 Kriteria penetapan wilayah sungai meliputi : a. efektivitas pengelolaan sumber daya air: 1) pengelolaan sumber daya air pada wilayah tersebut memenuhi kebutuhan konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber daya air; dan/atau 2) keberadaan prasarana sumber daya air yang menghubungkan daerah aliran sungai yang satu dengan daerah aliran sungai yang Huruf a. Angka (1) Angka (2) Yang dimaksud dengan keberadaan prasarana

lain. b. efisiensi pengelolaan sumber daya air; sumber daya air adalah terdapatnya prasarana sumber daya air yang menghubungkan DAS yang satu dengan DAS yang lain. Huruf b. c. tercukupinya hak setiap orang untuk mendapatkan air guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Huruf c. Penilaian potensi sumber daya air dipertimbangkan berdasarkan kondisi hidrologis daerah aliran sungai (DAS) yang bersangkutan (DAS kering diintegrasikan pengelolaannya dengan DAS basah). Yang dimaksud dengan DAS kering adalah DAS yang secara alami curah hujannya tidak dapat memenuhi kebutuhan air untuk kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Yang dimaksud dengan DAS basah adalah DAS yang secara alami curah hujannya berlebih guna memenuhi kebutuhan air untuk kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. PASAL 5 Pasal 5 Kriteria penetapan wilayah sungai strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c di samping memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan harus memenuhi parameter sebagai berikut:

a. potensi sumber daya air pada wilayah sungai dibandingkan dengan potensi sumber daya air pada provinsi lebih besar atau sama dengan 20%; b. banyaknya sektor yang terkait dengan sumber daya air pada wilayah sungai paling kurang 16 sektor dan jumlah penduduk dalam wilayah sungai paling kurang 30% dari jumlah penduduk pada provinsi; Huruf a. Huruf b. Yang dimaksud dengan sektor adalah sektor sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). c. Besarnya dampak terhadap pembangunan nasional: 1) Sosial: a) tenaga kerja pada lapangan kerja yang terpengaruh oleh sumber daya air paling kurang 30% dari seluruh tenaga kerja di tingkat provinsi; atau b) wilayah sungai yang terdapat pulau kecil atau gugusan pulau kecil yang berbatasan dengan wilayah negara lain; 2) Lingkungan hidup: a) terancamnya keanekaragaman hayati yang spesifik pada sumber air, yang langka dan perlu dilindungi atau yang merupakan konvensi internasional; Huruf c. Angka 1) Angka 2) a) Yang dimaksud dengan terancamnya keanekaragaman hayati dalam ketentuan ini adalah yang disebabkan oleh kerusakan sumber daya air. Yang dimaksud dengan konvensi internasional adalah konvensi yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah. b) Yang dimaksud dengan koefisien regime sungai

b) perbandingan antara debit air sungai maksimum dengan debit air sungai minimum rata-rata tahunan sungai utama melebihi 75;atau adalah perbandingan antara debit air sungai maksimum dengan debit minimum rata-rata tahunan. Yang dimaksud dengan sungai utama adalah sungai yang terbesar, atau sungai yang memiliki peran utama dalam menunjang kehidupan di wilayah sungai tersebut. c) perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan air pada wilayah sungai yang bersangkutan melampaui angka 1,5 (satu koma lima);atau d) seringnya timbul kejadian penyakit terkait dengan air yang mengakibatkan kematian/cacat tetap dalam jumlah besar. 3) Ekonomi: Huruf c. Huruf d Angka 3) a) Terdapat paling kurang 1 (satu) daerah irigasi yang luasnya lebih besar atau sama dengan 10.000 ha; b) Nilai produksi industri terkait dengan sumber daya air pada wilayah sungai paling kurang 20% dari nilai produksi industri di tingkat provinsi; atau c) Produksi pembangkit listrik tenaga air pada wilayah sungai yang bersangkutan terkoneksi atau merupakan bagian dari jaringan listrik lintas provinsi. d. besarnya dampak negatif akibat daya rusak air terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu tingkat kerugian ekonomi yang Huruf d. Cukup jelas

diakibatkan paling kurang 1% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tingkat provinsi. Bagian Kedua Tata Cara Penetapan Wilayah Sungai PASAL 6 (1) Pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten/kota atas inisiatif sendiri atau permintaan Pemerintah menyampaikan usulan tentang pembagian wilayah sungai kepada Dewan Sumber Daya Air Nasional melalui Menteri yang membidangi sumber daya air atau pejabat yang ditunjuk menyusun rancangan penetapan wilayah sungai, setelah berkonsultasi dengan dewan atau wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air daerah. (2) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan data lain, Menteri yang membidangi sumber daya air atau pejabat yang ditunjuk menyusun rancangan penetapan wilayah sungai. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan data lain misalnya data mengenai rencana pengembangan wilayah regional dan rencana tata ruang wilayah nasional. (3) Rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikonsultasikan kepada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan. Ayat (3) (4) Rancangan hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Ayat (4)

diusulkan oleh Menteri yang membidangi sumber daya air kepada Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Sumber Daya Air Nasional untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (5) Dalam hal Dewan Sumber Daya Air Nasional belum terbentuk, pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan oleh Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Nasional. (6) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai strategis nasional, dan wilayah sungai lintas Negara. Ayat (5) Ayat (6) Pasal 7 Penetapan wilayah sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat ditinjau kembali apabila ada perubahan fisik dan/atau nonfisik di wilayah sungai bersangkutan yang berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 mengakibatkan perubahan batas wilayah sungai dan/atau perubahan kelompok wilayah sungai. Pasal 7 Yang dimaksud dengan perubahan fisik misalnya perubahan prasarana sumber daya air, perubahan luas tutupan lahan, perubahan debit air sungai maksimumminimum. Yang dimaksud dengan perubahan nonfisik misalnya perubahan wilayah administrasi kabupaten/kota atau provinsi, perubahan jumlah penduduk pada wilayah sungai.

BAB III KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN CEKUNGAN AIR TANAH Bagian Kesatu Kriteria Penetapan Cekungan Air Tanah Pasal 8 1. Cekungan air tanah berada di daratan dengan pelamparan dapat sampai di bawah dasar laut. Pasal 8 Ayat (1) 2. Cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: a. mempunyai batas hidrogeologis yang dikontrol oleh kondisi geologis dan/atau kondisi hidrolika air tanah; Ayat (2) Huruf a Batas Hidrogeologis dapat berupa antara lain batas dua batuan lulus dan tidak lulus air, batas pemisah air tanah, batas yang dibentuk oleh struktur geologi. b. mempunyai daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah dalam satu sistem pembentukan air tanah; dan Huruf b

c. memiliki satu kesatuan sistem akuifer. Huruf c Bagian Kedua TATA CARA PENETAPAN CEKUNGAN AIR TANAH Pasal 9 (1) Pemerintah atas inisiatif sendiri atau permintaan Pemerintah, Pemerintah provinsi da kabupaten/kota menyampaikan usulan kepada Dewan Sumber Daya Air Nasional melalui Menteri yang membidangi Air Tanah atau pejabat yang ditunjuk menyusun rancangan penetapan cekungan air tanah, setelah berkonsultasi dengan dewan atau wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air daerah. (2) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan data lain, Menteri yang membidangi air tanah atau pejabat yang ditunjuk menyusun rancangan penetapan Cekungan Air Tanah. (3) Rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikonsultasikan kepada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan. (4) Rancangan hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diusulkan oleh Menteri yang membidangi air tanah kepada Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Sumber Daya Air Nasional untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 9 Ayat (1) Cekungan air tanah yang ditetapkan Presiden dituangkan dalam bentuk peta pada skala 1:250:000 Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4)

(5) Dalam hal Dewan Sumber Daya Air Nasional belum terbentuk, pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan oleh Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Nasional. Ayat (5) (6) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas provinsi, cekungan air tanah lintas Negara. Ayat (6) Pasal 10 (1) Cekungan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat diubah paling cepat dalam waktu 5 (lima) tahun. Pasal 10 Ayat (1) (2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan data hidrogeologi hasil kegiatan inventarisasi. Ayat (2) Yang dimaksud dengan data hidrogeologi adalah data yang ditemukan dari hasil eksplorasi atau penyelidikan dan penelitian air tanah. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 11 Dengan berlakunya peraturan pemerintah ini, peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai kriteria dan tata cara penetapan Pasal 11

wilayah sungai dan cekungan air tanah yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan yang baru berdasarkan peraturan pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 12 Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Pasal 12 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ttd Diundangkan di Jakarta Pada tanggal SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd YUSRIL IHZA MAHENDRA SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR... TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...