BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Setiap tahun, diperkirakan terdapat 2 miliar kasus diare di seluruh dunia. Pada tahun 2004, diare menjadi penyebab kematian tertinggi ketiga di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Farmakoterapi I Diar dan konstipasi. Ebta Narasukma A, M.Sc., Apt

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akut atau gastroenteritis akut terjadi pada orang dewasa (Simadibrata &

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare,

Selain itu, pengobatan antidiare juga dapat menggunakan obat-obat kimia. Salah satu contohnya adalah loperamid. Loperamid HCL memiliki efek samping

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diare merupakan penyakit yang umum dialami oleh masyarakat. Faktor

Penelitian efek antidiare ekstrak daun salam (Eugenia polyantha) dengan metode transit intestinal oleh Hardoyo (2005), membuktikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semakin meluas. Penggunaan obat tradisional mempunyai banyak keuntungan karena

Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan tumbuhtumbuhan. Banyak sekali tanaman yang berkhasiat sebagai bahan obat telah digunakan secara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

ABSTRAK. EFEK ANTIDIARE INFUSA DAUN TEH HIJAU (Camellia sinensis L Kuntze) PADA MENCIT GALUR Swiss Webster JANTAN

disebabkan oleh bakteri misalnya bakteri Salmonella thypi, Shigella, Campylobacter dan jenis coli tertentu atau dapat juga disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. EFEK ANTIDIARE INFUSA KULIT BUAH RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

UJI EFEK ANTIDIARE INFUSA KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) TERHADAP MENCIT JANTAN YANG DIINDUKSI OLEUM RICINI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai. Menurut Dr. WD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil perhitungan frekuensi atau jumlah diare rata-rata terhadap. a. Kelompok I (kontrol normal) : 0 ± 0

EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN MINDI (Melia azedarach Linn) PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

diare di Indonesia sebanyak kasus rawat inap dan kasus rawat jalan. Kematian akibat diare di Indonesia pada tahun 2009 mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara termasuk Indonesia. Diperkirakan lebih dari 1,3 miliar serangan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Grafik 1.1 Frekuensi Incidence Rate (IR) berdasarkan survei morbiditas per1000 penduduk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

badan berlebih (overweight dan obesitas) beserta komplikasinya. Selain itu, pengetahuan tentang pola makan juga harus mendapatkan perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja (Ngastiyah, 2005). Pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB I PENDAHULUAN. bijinya untuk asma, bronkitis, kusta, tuberkulosis, luka, sakit perut, diare, disentri,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN TEMPUYUNG (Sonchus arvensis L.) PADA MENCIT JANTAN GALUR Swiss Webster SKRIPSI

Lampiran 1. Dosis infusa rimpang kunyit yang dipakai pada percobaan sebelumnya untuk mencit = 7,8 mg / 0,5 ml (Joao M.C.Ximenes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Teh merupakan minuman yang dibuat dari infusa daun kering Camelia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

ABSTRAK. EFEK ANTIDIARE JAMU EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L) TERHADAP MENCIT (Mus musculus) JANTAN SWISS WEBSTER DEWASA

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN 1. Prosedur Kerja

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah penyebab. Sementara menurut United Nations Childrens Foundation (UNICEF)

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

baik berkhasiat sebagai pengobatan maupun pemeliharaan kecantikan. Keuntungan dari penggunaan tanaman obat tradisional ini adalah murah dan mudah

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 4 6 BULAN SKRIPSI. Diajukan Oleh : Afitia Pamedar J

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola hidup sebagian masyarakat Indonesia yang kurang peduli akan sanitasi dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, antara lain diare, penyakit kulit, penyakit yang menyerang saluran pernafasan, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair, kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya, lebih dari 200 gram atau 200 ml/24jam, dan frekuensinya lebih dari 3 kali per hari. Diare menurut Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia (PGI) adalah berat feses lebih dari 200 gram per hari atau kandungan air pada feses lebih dari 200 cc per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/ tanpa disertai lendir dan darah. Diare dapat disebabkan oleh infeksi (bakteri, parasit, virus) dan non-infeksi (Josia Ginting, 2004; PGI, 2009). Tingginya morbiditas dan mortalitas diare disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi yang belum memuaskan, kepadatan penduduk, keadaan sosial ekonomi maupun pendidikan dan perilaku masyarakat yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi penyakit diare ini. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), sekitar 2,2 juta orang meninggal dunia setiap tahunnya akibat penyakit diare dengan 90% nya adalah balita dari negara berkembang. Hasil survei Departemen Kesehatan 2003 menunjukkan, ratio penderita diare mencapai 300 per 1.000 orang. Diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapatkan proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan peringkat 2. Di Indonesia, 162.000 balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Data dari Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan menyebutkan, tahun 2001 rata-rata kematian akibat diare sebanyak 23 tiap 100.000 orang penduduk. Sedang angka yang lebih tinggi terjadi pada kelompok 1

2 anak berusia di bawah 5 tahun, yakni 75 per 100.000 orang. Kematian anak yang berusia di bawah tiga tahun 19 per 100.000 penduduk. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2006 menunjukkan kejadian diare pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1.000 penduduk dan terjadi 1-2 kali pertahun pada anak-anak berusia di bawah 5 tahun (Depkes RI, 2003). Pengobatan yang paling penting terhadap diare dan komplikasi dehidrasi adalah rehidrasi. Apabila dehidrasi sudah dapat diatasi, penggunaan terapi rehidrasi oral dapat dikombinasi dengan obat antidiare. Masyarakat yang belum terjangkau pelayanan kesehatan formal, sering menggunakan ramuan bahan alami untuk mengobati diare, antara lain: daun teh, daun salam, daun jambu biji, sambiloto, rimpang kunyit, dan temulawak (Sunoto, 1990). Teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi bagi masyarkat, karena seduhan teh merupakan minuman sehari-hari. Teh selain sebagai minuman penyegar, juga banyak digunakan sebagai minuman kesehatan, antara lain sebagai antioksidan, antikanker, menurunkan berat badan, mencegah parkinson dan alzheimer, menurunkan tekanan darah, mencegah karies gigi, dan lain-lain (Andi Nur Alam Syah, 2006). Kandungan aktif dalam daun teh antara lain katekin, kafein (2-3%), theobromin, theofilin, tanin (Tanin mengandung zat epigallocatechin-3-gallate (EGCG)), L-theanine, minyak atsiri, dan flavonoid. Secara umum berdasarkan proses pengolahannya, teh dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau (green tea), teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau lebih banyak digunakan untuk minuman kesehatan, karena dalam proses pengolahannya tidak mengalami fermentasi, sehingga kandungan katekin tidak mengalami perubahan. Teh hitam pada pengolahannya mengalami oksidasi, sehingga kadar katekin menjadi lebih rendah. Katekin terdiri dari epicatechin (EC), epigallocatechin-3-gallate (EGCG), epigalocatechin (EGC), dan epicatechin -gallate (ECG). Senyawa-senyawa ini merupakan polifenol yang larut dalam air, tidak berwarna serta memberikan rasa pahit dan bersifat astringens (Fulder, 2004; Setiawan Dalimartha, 2001). Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik ingin mengetahui efek daun teh hijau sebagai antidiare, dengan bentuk sediaan infusa.

3 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang di atas, identifikasi masalah penelitian adalah sebagai berikut: 1. Apakah Infusa Daun Teh Hijau (IDTH) berefek antidiare dengan mengurangi berat feses mencit galur Swiss Webster jantan. 2. Apakah IDTH berefek antidiare dengan mengurangi frekuensi defekasi mencit galur Swiss Webster jantan. 3. Apakah IDTH berefek antidiare dengan memperbaiki konsistensi feses mencit galur Swiss Webster jantan. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah ingin mengetahui bahan alami yang mempunyai efek antidiare. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antidiare dari infusa daun teh hijau pada mencit galur Swiss Webster jantan. 1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah Manfaat akademis adalah untuk memperluas cakrawala pengetahuan farmakologi tumbuhan obat khususnya teh hijau sebagai antidiare. Manfaat praktis penelitian diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada pembaca mengenai manfaat teh hijau sebagai obat alternatif antidiare. 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian 1.5.1 Kerangka Pemikiran Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan feses berbentuk cair atau setengah cair, kandungan air feses lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram

4 atau 200 ml/24jam dan frekuensinya lebih dari 3 kali per hari. Diare menurut Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia (PGI) adalah berat feses lebih dari 200 gram per hari atau kandungan air pada feses lebih dari 200 cc per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/ tanpa disertai lendir dan darah. Diare dapat disebabkan oleh infeksi (bakteri, parasit, virus), dan non-infeksi. Berdasarkan waktu, WHO membagi diare menjadi diare akut dan diare kronik. Diare yang berlangsung kurang dari 14 hari disebut diare akut. Sedangkan diare yang berlangsung lebih dari 14 hari disebut diare kronik (Josia Ginting, 2004; WHO, 1990; PGI, 2009). Prinsip utama pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan mengatasi defisit cairan dan elektrolit serta mengganti cairan yang hilang. Upaya rehidrasi oral yaitu absorbsi natrium dapat terjadi dengan adanya beberapa molekul hasil cerna makanan misalnya glukosa dan asam amino. Penyerapan ini tetap dipertahankan walaupun terdapat toksin bakteri yang menghambat absorpsi Natrium oleh camp. Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah kemoterapeutika, obstipansia (zat-zat penekan peristaltik, astringensia, adsorbensia), dan spasmolitika. Kemoterapeutika biasa digunakan untuk terapi kausal yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotika, sulfonamida, dan furazolidon. Adsorben dapat mengikat dan melumpuhkan toksin bakteri, astringensia bekerja dengan cara menciutkan selaput lendir usus, dan zatzat penekan peristaltik memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus. Suatu obat dikatakan efektif sebagai antidiare apabila dapat mengurangi berat feses, mengurangi frekuensi defekasi, meningkatkan konsistensi feses (Sunoto, 1990; Tan, HT & Kirana Rahardja, 2002). Pada penelitian ini, hewan coba diinduksi dengan oleum ricini yang diberikan peroral. Kandungan utama dari oleum ricini adalah trigliserida akan mengalami hidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam risinoleat. Zat ini bekerja mengurangi absorpsi cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristaltik usus (Phyto Medica, 1993). Kandungan bioaktif teh hijau antara lain kafein, theobromin, theofilin, tanin, xanthine, adenine, minyak atsiri, quersetin, dan natural fluoride. Tanin yang terdapat dalam teh hijau merupakan bagian dari senyawa polifenol yaitu katekin,

5 terutama epigallocatechin-3-gallate, memiliki efek astringen dengan cara menciutkan mukosa usus serta membatasi pengeluaran cairan (Brunetton, 1999; Fulder, 2004). Tanin dapat mengendapkan protein pada membran sel enterosit, menurunkan motilitas usus, dan menurunkan sekresi usus, sehingga dapat mengurangi kehilangan cairan yang merupakan aspek penting dari pengobatan diare. Lapisan yang dibentuk dari pengendapan protein dalam permukaan mukosa dari enterosit tersebut dapat menghalangi perkembangan mikroorganisme, hal ini menjelaskan aksi antiseptik yang dimiliki tanin dapat mengobati diare (Almeida, 1995). Katekin dalam teh yaitu EGCG dapat menghambat produksi Prostaglandin yang distimulasi oleh Oleum ricini. Flavonoid misalnya quersetin dapat menghambat motilitas usus dan sekresi hidroelektrolitik melalui jalur penghambatan pembentukan prostaglandin (Hasan Mukhtar, 2000; Meite, 2009). 1.5.2 Hipotesis penelitian: 1. Infusa Daun Teh Hijau (IDTH) berefek antidiare dengan mengurangi berat feses mencit galur Swiss Webster jantan. 2. IDTH berefek antidiare dengan mengurangi frekuensi defekasi mencit galur Swiss Webster jantan. 3. IDTH berefek antidiare dengan memperbaiki konsistensi feses mencit galur Swiss Webster jantan. 1.6 Metodologi Penelitian Desain penelitian eksperimental sungguhan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) bersifat komparatif. Data yang diukur berat feses (mg), frekuensi defekasi, dan konsistensi feses. Penelitian menggunakan metode proteksi terhadap diare oleh oleum ricini. Analisis data untuk berat feses dan frekuensi defekasi dengan ANOVA dilanjutkan

6 uji Duncan, sedangkan konsistensi feses dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis H dilanjutkan uji Mann-Whitney U (α=0.05). 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha pada bulan Desember 2008-Desember 2009.