BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi

INTRUSI AIR ASIN KE DALAM AKUIFER DI DARATAN

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah salah satu sumberdaya alam yang merupakan sumber. Proses ini berawal dari permukaan tanah dan laut yang menguap ke udara

Sub Kompetensi. Pengenalan dan pemahaman pengembangan sumberdaya air tanah terkait dalam perencanaan dalam teknik sipil.

BAB II LANDASAN TEORI

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN

PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun mahluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air.

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH DEPOK

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LD NO.5 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH I. UMUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masuk ke dalam tanah, sebagian menjadi aliran permukaan, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. masuk ke dalam tanah, sebagian menjadi aliran permukaan,

Cyclus hydrogeology

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan

Penentuan Zonasi Kawasan Imbuhan Cekungan Air Tanah (CAT) Subang yang ada di Wilayah Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman.

BAB II DASAR TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Jurnal APLIKASI ISSN X

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STUDI PENENTUAN PRIORITAS STRATEGI PENGELOLAAN AIR TANAH DI KOTA JAYAPURA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan bertindak yang diberikan undang-undang yang berlaku untuk

TINJAUAN PUSTAKA. bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

POTENSI AIR TANAH DI PULAU MADURA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

BAB III TEORI DASAR. Hidrogeologi adalah bagian dari hidrologi (sub-surface hydrology) yang

SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Daerah penelitian saat ini sedang mengalami perkembangan pemukiman

PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA. permukaan tanah. Pembentukan air tanah mengikuti siklus peredaran air di bumi

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan,

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Sumenep ABSTRAK

EDUKASI FENOMENA AMBLESAN-INTRUSI AIR LAUT DAN PENANGGULANGANNYA DI SEMARANG UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis merupakan negara yang mempunyai ketersediaan air yang cukup.

BAB 5: GEOGRAFI DINAMIKA HIDROSFER

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000

BAB I PENDAHULUAN. air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

Pengembangan Sumberdaya Air Alternatif dengan Cara Transfer Sumberdaya Air dari Luar Cekungan Bandung ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

HIDROGEOLOGI MATA AIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

HIDROSFER. Lili Somantri,S.Pd Dosen Jurusan Pendidikan Geografi UPI

HIDROGEOLOGI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TAMBANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian

KATA PENGANTAR BAB I

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Ahli Hidrogeologi Muda. Ahli Hidrogeologi Tingkat Muda. Tenaga ahli yang mempunyai keahlian dalam Hidrogeologi Tingkat Muda

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Bangkalan ABSTRAK

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan, dimana

Transkripsi:

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK Tujuan utama dari pemanfaatan air tanah adalah sebagai cadangan, untuk memenuhi kebutuhan air bersih jika air permukaan sudah tidak memungkinkan lagi dimanfaatkan baik secara kuantitatif (yang biasanya dilakukan oleh perusahaan air minum) maupun secara kualitatif karena air permukaan sudah terkotori sehingga membahayakan untuk konsumsi penduduk. Oleh karena itu, alternatif pasokan air yang dilakukan dengan ekstraksi air tanah sifatnya hanya sementara dan terbatas pada air tanah dangkal. Penggunaan air tanah harus tidak melebihi kapasitas maksimum yaitu jumlah maksimum air tanah yang secara teknis dapat diekstraksi tanpa mengganggu kesetimbangan dan stabilitas pasokan. Istilah safe yield atau batas aman sebagai salah satu indikator penggunaan debit air tanah secara maksimum didefinisikan sebagai pengambilan (pemompaan) air tahunan sedemikian sehingga tidak : Melebihi pengisian (recharge) tahunan rata rata Menurunkan muka air tanah sehingga batasan biaya pemompaan tidak terlampaui. Menurunkan muka air tanah sehingga memungkinkan masuknya (intrusi) air dengan kualitas yang tidak diinginkan. (Domenico dan Schwartz, 1990) Untuk usaha mempertahankan pemanfaatan air tanah yang berkesinambung-an (sustainable), perlu diterapkan konsep manajemen daerah aliran air tanah (groundwater basin management). Untuk wilayah Jakarta Bogor Depok Tangerang - Bekasi (JABODETABEK), air tanah di cekungan tersebut berasal dari daerah tangkapan air di kawasan gunung Salak, Halimun, Gede dan Pangrango di Kabupaten Bogor, dan di utara kawasan Puncak, yang potensinua secara kuantitatif bergantung pada curah hujan di kawasan tersebut. Setelah 36

meresap kedalam tanah, air hujan yang menjadi air tanah mengalir ke hilir di bawah permukaan tanah, dan akan terbagi menjadi air tanah dalam dan air tanah dangkal. Air tanah dalam ada pada bagian bawah lapisan batuan (kedap air) dan pengisian ulangnya (imbuhan) berlangsung dari air hujan di daerah pengisiannya (di kawasan yang disebutkan diatas), sedangkan air tanah dangkal disamping mendapatkan imbuhannya dari daerah tangkapan yang sama, juga mendapatkan imbuhan lokal dari air hujan yang jatuh diatasnya. Lapisan pembawa air tanah atau akuifer, adalah struktur geologi yang berupa kombinasi antara pasir dan lempung yang sangat heterogen dan kompleks. Dari kombinasi struktur tanah dalam akuifer ini, dan melalui pengujian hidrogeologis, akuifer dapat dikatagorikan menjadi dua jenis akuifer, yakni akuifer artesis atau akuifer tertekan (confined), dan akuifer tidak tertekan (unconfined). Gambar 4.1. memperlihatkan tipikal potongan melintang tegak situasi akuifer (dangkal dan dalam) dan daerah pengisiannya (recharge area). Gambar 4.1 : Potongan Melintang Lapisan Bawah Muka Tanah. (McWhorter dan Sunada, 1977) 37

Tinggi muka air tanah dalam akuifer artesis sama dengan permukaan akuifer itu sendiri. Karena akuifer ini seperti saluran tertutup, air tanah yang mengalir dalam keadaan tertekan dengan tinggi tekan sama dengan elevasi muka tanah di daerah imbuhan atau recharge (prinsip bejana berhubungan) dikurangi dengan kehilangan tekanan karena adanya gesekan antara media akuifer dengan air tanah pada saat mengalir (Hukum Darcy). Walaupun secara fisik letak air tanah di akuifer ini ada pada posisi sangat dalam, akan tetapi kadang kadang (tergantung pada lokasinya) mempunyai tekanan yang relatif tinggi. Bahkan di beberapa lokasi, air tanah dapat menyembur keatas dengan sendirinya jika sumur bor mencapai akuifer artesis ini. Oleh karena itulah sebutan lain dari air tanah dalam ini adalah air tanah artesis karena karakteristik akuifer dan air tanahnya selalu ada dibawah tekanan. Untuk air tanah dangkal yang mengalir dalam akuifer dangkal (unconfined), tinggi muka air mengikuti tinggi muka tanah setempat (beberapa meter dibawah muka tanah). Tekanan air pada permukaan air tanah ini sama dengan tekanan atmosfer setempat. Tinggi muka air tanah atau tinggi tekan pada air tanah dalam pada kondisi normal dan seimbang mempunyai elevasi yang sama dengan muka air tanah di daerah pengisian (prinsip bejana berhubungan). Air tanah adalah sumberdaya air yang paling penting untuk wilayah Depok dan juga DKI Jakarta. Saat ini diperkirakan 60% warga Jakarta dan sebagian besar industri di JABODETABEK mengandalkan air tanah (Anonim, 1994). Pengambilan air tanah dengan debit yang lebih tinggi daripada kecepatan proses keseimbangan dapat mengakibatkan terjadi penurunan yang ekstrim dari tinggi muka air tanah (untuk air tanah dangkal) atau penurunan tinggi tekan pada air tanah artesis. Pada kondisi ini terjadi peristiwa depresi dan berakibat pada terbentuknya kerucut depresi (cone depression). Semakin besar debit pengambilan airnya akan semakin tinggi besaran penurunan ini. Gambar 4.2. dibawah ini memperlihatkan kerucut depresi yang terjadi akibat pemompaan air tanah, baik pemompaan air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Perilaku terjadinya kerucut depresi ini, disamping besaran volume pemompaan air tanah, juga sangat bergantung pada kondisi tanah setempat. Terjadinya kerucut depresi ini bersifat lokal. Dalam skala ruang, luasnya pengaruh kerucut tergantung pada karaktiristik tanahnya seperti angka kelaluan, porositas, tingkat kompaksi dsb. 38

Akuifer Unconfined (air tanah dangkal) Akuifer Confined (air tanah artesis) Gambar 4.2 : Kerucut Depresi Saat Pemompaan Air Tanah (Freeze & Cherry, 1979). Kelancaran proses akumulasi meresapnya air tanah dan reaksi akuifer menghadapi ekstraksi atau pengambilan air tanah, diperlihatkan dengan penurunan muka air tanah dan bergantung pada karakteristik akuifer. Karakteristik akuifer ini secara geologis dapat diperlihatkan dari jenis batuan endapan, gradasi butir, heterogenitas lapisan tanah dan beberapa parameter geologis lainnya. Reaksi akuifer menghadapi ekstraksi ini memperlihakan kemampuan akuifer mengalirkan air tanah. Akuifer yang mempunyai heterogenitas tinggi dan angka kelaluan hidrolis rendah akan memperlihatkan depresi kerucut yang dalam, sementara akuifer yang mempunyai angka kelaluan tinggi memberikan reaksi depresi kerucut yang dangkal dan lebih luas. Untuk akuifer yang dekat dengan badan air permukaan atau akuifer yang dekat dengan dinding kedap air akan memberikan reaksi berbeda. Untuk situasi seperti ini, depresi kerucut terbentuk tidak simetris.sebagai ilustrasi, Gambar 4.3 menjajikan perilaku reaksi akuifer terhadap ekstraksi atau pengambilan air tanah. Jika ekstraksi berlangsung terus menerus dan dalam jumlah besar, hingga melebihi batas amannya (safe yield), maka keseimbangan tata air tanah akan terpengaruh, dan depresi kerucut tidak dapat kembali ke kondisi semula. Meskipun secara geologi sumberdaya air tanah memperlihatkan potensi yang besar, memiliki banyak faktor keterbatasan. Akumulasi dari keterbatasan ini menghasilkan resultante berupa sumberdaya air tanah tidak berlanjut, artinya pemanfaatan air tanah secara jangka panjang atau permanen, akan menimbulkan masalah negatif jika tidak dikelola dengan baik. 39

Gambar 4.3 :Perilaku reaksi akuifer terhadap ekstraksi (Freeze dan Cherry, 1979) Untuk wilayah pantai, pemakaian air tanah yang tidak terkendali akan menyebabkan terjadinya intrusi air laut. Pemakaian air tanah diwilayah pantai yang berlebihan menyebabkan penurunan muka air tanah terutama di daerah yang sumur bornya cukup banyak. Penurunan muka air tanah ini menunjukkan bahwa laju pengambilan melebihi kecepatan pengisian kembali. Akibatnya adalah terjadinya intrusi atau peresapan air laut ke dalam akuifer yang semula berisi air tawar dan juga menyebabkan amblesan tanah (subsidence). Intrusi atau penyusupan air laut adalah masuknya air laut ke dalam lapisan tanah melalui akuifer di daerah pantai. Penyusupan air laut ini dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain : Penurunan muka air tanah atau bidang pisometrik di daerah pantai. Pengambilan atau pemompaan air tanah yang berlebihan sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan muka air tanah. Masuknya air laut ke daratan melalui sungai, kanal-kanal, rawa dan lain-lain. 40

Menurut teori Ghyben Herzberg (Todd, 1959) hubungan kesetimbangan antara air laut dengan air tanah tawar pada akuifer pantai pada keadaan statis adalah sesuai dengan kesetimbangan hidrostatiknya. Dengan adanya perbedaan density antara air laut dan air tanah tawar, maka bidang batas antara air laut dengan air tanah tawar tesebut tergantung dari kesetimbangan hidrostatik antara keduanya. Hal secara sederhana dapat diterangkan seperti pada Gambar 4.4. Gambar 2.4 : Skema Ideal Distribusi Air Asin Dan Air Tawar Pada Akuifer Tak Tertekan Berdasarkan Rumus Ghyben-Herzberg. Pada keadaan setimbang, tekanan hidrostatik pada titik A = B. Jadi : P A = P B ρ s x h s x g = ρ f X h s X g + f x h f x g ρ f hs = ---------- x hf ρ s - ρ f dimana : ρ s = density air laut. ρ f = density air tanah tawar. 41

h s = kedalaman muka air laut dari titik A. h f = kedalaman muka air tanah dari permukaan air laut. g = percepatan gravitasi. Jika : density air laut, ρ s = 1,025 gram/cm 3 density air tawar, ρ f = 1,000 gram/cm 3 persamaan disederhanakan menjadi : h s = 40 h f Dari persamman di atas dapat diketahui bahwa intrusi air laut secara teoritis akan terjadi pada lapisan tanah pada kedalaman sekitar h f di bawah muka air laut. Persamaan tersebut berlaku apabila permukaan air tanah berada di atas permukaan air laut dan muka air tanah (bidang pisometrik) miring kearah air laut. Mekanisme penyusupan air laut kedalam akuifer secara sederhana dapat diterangkan sebagai berikut. Pada daerah pantai dimana tidak ada pengambilan air tanah, maka batas antara air asin dan air tanah tawar adalah dalam keadaan setimbang seperti pada Gambar 4.5. Gambar 4.5 : Kondisi Kesetimbangan Akuifer Di Daerah Pantai Sebelum Adanya Pengambilan Atau Pemompaan Air Tanah. 42

Jika pada daerah tersebut terdapat pengambilan air tanah yang berlebihan sehingga laju pangambilan air tanah lebih besar daripada laju pengisian kembali secara alami, maka akan menyebabkan penurunan muka air tanah dan air laut akan masuk kedalam akuifer air tawar untuk mengisi kekosongan akibat pengambilan air tanah yang berlebihan tadi. Akhirnya air yang dipompa keluar akan terkontaminasi oleh air laut. Mekanisme tersebut secara sederhana dapat diterangkan seperti pada Gambar 4.6. Gambar 4.6 : Mekanisme Intrusi Air Laut Ke Dalam Akuifer Air Tawar Di Daerah Pantai Akibat Pengambilan Air Tanah Yang Berlebihan. 43