MINORITAS DIBALIK TAMENG PIAGAM JAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
Hidup Toleransi antara Umat Beragama

Makalah Pendidikan Pancasila

PANCASILA & AGAMA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Tugas akhir kuliah Pendidikan Pancasila. Reza Oktavianto Nim : Kelas : 11-S1SI-07

PANCASILA & KEBEBASAN BERAGAMA STMIK AMIKOM Yogyakarta

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

HAKIKAT PANCASILA TUGAS AKHIR. Disusun oleh : Sani Hizbul Haq Kelompok F. Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma.

PANCASILA DAN AGAMA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Nama : Oni Yuwantoro N I M : Kelompok : A Jurusan : D3 MI Dosen : Drs. Kalis Purwanto, MM

MODUL 2 PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA

Tugas Akhir Matakuliah Pancasila SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA

KEDUDUKAN DAN FUNGSI PANCASILA

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA AGAMA SEBAGAI DASAR PANCASILA

PENERAPAN SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM MASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA

TUGAS AKHIR STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. : Oby rohyadi. Nomer mahasiswa : Program studi : STRATA 1. : Teknik Informatika

tercantum Meskipun yaitu : Indonesia Limaa berikut: Rakyat. Dia Pancasila yang dasar Sekarang S Setelah Rumusan

SEJARAH PERUMUSAN PANCASILA DAN BUTIR PENGAMALAN PANCASILA

A. Latar Belakang. B. rumusan masalah

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa

MAKALAH PANCASILA PANCASILA DI ERA GLOBALISASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAKNA PANCASILA SILA PERTAMA SEBAGAI DASAR DALAM KEHIDUPAN BERAGAMA DAN BERNEGARA

BERPERILAKU PANCASILA

Rangkuman Materi Ajar PKn Kelas 6 MATERI AJAR

TUGAS AKHIR PANCASILA SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA

Nilai-Nilai Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, maka menimbulkan pandangan hidup yang berbeda pula. Pandangan

AKU WARGA NEGARA YANG BAIK

Pancasila; sistem filsafat dan ideologi Negara

TUGAS AKHIR DEMOKRASI PANCASILA MENURUT UUD 1945

PENGAMALAN PANCASILA DALAM MASYARAKAT

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

TUGAS AKHIR PENERAPAN PANCASILA PADA MASA KINI

Asas dan dasar negara Kebangsaan republik Indonesia. Asas dan dasar itu terdiri atas lima hal yaitu: 1. Peri Kebangsaan 2. Peri kemanusiaan 3.

PERUMUSAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

PENGERTIAN PANCASILA SECARA ETIMOLOGIS DAN HISTORIS

PANCASILA SEBAGAI KESEPAKATAN BANGSA INDONESIA

NILAI HISTORIS PANCASILA DAN PERAN PANCASILA BAGI KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

NILAI-NILAI DAN NORMA BERAKAR DARI BUDAYA BANGSA INDONESIA

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Pancasila dan Implementasinya

Pendidikan Kewarganegaraan

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

PANCASILA SEBAGAI PEMERSATU BANGSA DITINJAU DARI PANCASILA SILA KETIGA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Pancasila : Persatuan Indonesia. STMIK AMIKOM Yogyakarta

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Hak Asasi Manusia Dalam Pancasila

PENDIDIKAN PANCASILA

Pancasila Sebagai Pedoman Hidup Bangsa Indonesia

PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

PENTINGNYA PANCASILA BAGI KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

MATERI TES WAWASAN KEBANGSAAN 1. PANCASILA Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini berasal dari bahasa Sansekerta yaitu pañca

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA HAK ASASI MANUSIA

KEDUDUKAN PANCASILA DI INDONESIA

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

ETIKA POLITIK PANCASILA

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI TUGAS AKHIR

PANCASILA. Pancasila sebagai Dasar Negara. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas MKCU. Program Studi Manajemen

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Kontroversi Agama dan Pancasila

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Terhadap Dunia Pendidikan

LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA

Mengaplikasikan Nilai-nilai Pancasila Dengan Donor Darah

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

BAB 4 PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

SEJARAH PANITIA SEMBILAN DAN SEJARAH PIAGAM JAKARTA

PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

INTI SILA PERTAMA SAMPAI INTI SILA KELIMA

TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI PANCASILA PANDU JOKO PRASETYO KELOMPOK F S1 TEKNIK INFORMATIKA. DOSEN : Dr. ABIDARIN ROSYIDI, MMa.

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

Pancasila dan Implementasinya

TUGAS AKHIR PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA

PENERAPAN SILA PERTAMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA INDONESIA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

PANCASILA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

TUGAS AKHIR KULIAH PANCASILA PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

dalamnya turut mempertahankan dan mengamalkan pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH NEGARA INDONESIA

I. Hakikat Pancasila. 1. Pancasila sebagai dasar Negara

B. Tujuan C. Ruang Lingkup

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB

PANCASILA VS AGAMA Disusun oleh :

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA

Transkripsi:

MINORITAS DIBALIK TAMENG PIAGAM JAKARTA Disusun Oleh: Albertus Dimas Prasetyo NIM 11.11.4668 Kelompok C Pengajar : Drs. Tahajudin Sudibyo STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-nya, penulis telah diberikan kesempatan untuk menyelesaikan laporan tugas akhir Pendidikan Pancasila yang berjudul : MINORITAS DIBALIK TAMENG PIAGAM JAKARTA Penulis telah mengikuti kuliah Pendidikan Pancasila yang dilaksanakan di Kampus STMIK AMIKOM Yogyakarta yang bertempat di Jl. Ring Road Utara, Condong Catur, Sleman, Yogyakarta mulai dari tanggal 3-7 Oktober 2011. Dari kuliah tersebut penulis telah mempelajari nilai-nilai sila-sila Pancasila. Makalah ini penulis susun untuk memenuhi ketentuan mengikuti kuliah Pendidikan Pancasila dan untuk menggenapi Penilaian. Hingga akhir dari penulisan, penulis yakin bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Drs. Tahajudin Sudibyo selaku dosen pengajar kuliah Pendidikan Pancasila. 2. Seluruh Staf dan Karyawan Kampus STMIK AMIKOM Yogyakarta yang telah mempersiapkan kegiatan perkuliahan untuk Kami. 3. Teman-teman di STMIK AMIKOM Yogyakarta yang telah membantu saya dalam pembuatan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat diterima dan bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta sebagai acuan untuk membuat laporan salanjutnya.

ABSTRAK Perjalanan kehidupan bangsa yang merdeka sudah berjalan 66 tahun. Persatuan yang terjalin dari kemajemukan bangsa haruslah pasti sudah terjalin dengan baik. Kemajemukan bangsa yang besar ini salah satunya ditandai dengan berbagai macam ragam agama dan penganut kepercayaan yang berada di Indonesia. Segala perbedaan yang ada adalah Hak dan Kewajiban bagi rakyat Indonesia, dan semuanya teratur dalam hukum. Jelas disebutkan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila. Sila pertama tersebut terbentuk dalam proses pembangunan bangsa setelah merdeka dan tersahkan dalam Piagam Jakarta. Dengan sila pertama tersebut hadirlah kemajemukan agama dan kepercayaan di Indonesia. Namun pada kenyataannya saat ini makin banyak dijumpai pelanggaran hukum yang berhubungan dengan hak manusia untuk beragama di Indonesia. Segala sesuatu yang harusnya menjadi hak dan kewajiban dalam kebebasan beragama sebagai umat beragama, sudah pudar terlebih dalam aplikasi dimasyarakat.

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidatonya di depan sidang rapat BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) untuk pertama kalinya Bung Karno mengucapkan dan mengusulkan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia. Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu karena sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk. Keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit memberikan pengaruh besar dalam proses penyusunan hingga terciptanya Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia. Dalam penyusunan Pancasila bangsa Indonesia menemuai berbagai rintangan salah satunya pertentangan mayoritas (pihak Islam) dengan minoritas (pihak nasionalis) dalam mencari kesepakatan untuk sila pertama. Hingga munculah kesepakatan antara kedua pihak pada tanggal 22 juni 1945 yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Piagam Jakarta ini menjelaskan dan menetapkan bunyi sila pertama yang sekaligus menjadi Fondasi bagi pihak nasionalis untuk mendapatkan kepercayaan Hak dan Kewajiban untuk menjadi bagian dari NKRI. Sudah 66 tahun yang lalu Piagam Jakarta lahir tetapi ini bukanlah akhir dari permasalahan antara mayoritas dengan minoritas. Dan pada saat ini eksistensi Piagam Jakarta dipertanyakan mengingat ada pula sebagian pihak yang sudah hampir tidak mempedulikan lagi semua aturan-aturan yang dimiliki oleh Pancasila khususnya sila pertama dan munculnya berbagai permasalahan dan disintegrasi antar pemeluk agama di Indonesia.

2 Hal ini menimbulkan pertanyaan Apakah masih ada Piagam Jakarta sebagai aplikasi kehidupan dalam masyarakat di Indonesia?. Mungkin kita masih ingat dengan kasus kudeta DI/TII yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan mendirikan sebuah negara Islam. Jika kita melihat kasus kudeta DI/TII, kejadian-kejadian itu bersumber pada perbedaan dan ketidakcocokan ideologi Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia dengan ideologi yang mereka anut. Dengan kata lain mereka yang melakukan kudeta atas dasar keyakinan akan prinsip yang mereka anut adalah yang paling baik, khususnya bagi orang-orang yang berlatar belakang prinsip agama. B. Pokok Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka pokok masalahnya adalah : 1. Apakah Pancasila masih cocok menjadi ideologi yang dianut oleh bangsa Indonesia yang terdapat beragam kepercayaan (agama)? 2. Apakah nilai sila pertama dari Piagam Jakarta masih memberi pengankuan, hak kebebasan dan perlindungan dari terhadap kaum minoritas secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat?

3 C. Historis Menurut Noor Ms Bakry (1997:8) Secara etimologis Pancasila berasal dari kata India, yakni bahasa Sanskerta, bahasa kasta Brahmana. Menurut Noor Ms Bakry (1997:9) Secara historis istilah Pancasila mula-mula dipergunakan oleh masyarakat India yang memeluk agama Budha, Pancasila berari lima-aturan atau Five Moral Principles yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa (awam). Menurut Noor Ms Bakry (1997:17) Dalam masa sidang pertama BPUPKI hari selanjutnya pada tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno mengajukan lima dasar bagi Negara Indonesia Merdeka, dalam pidatonya menganai Dasar Indonesia Merdeka. Lima dasar itu atas petunjuk seorang ahli bahasa (yaitu Mr. Muhammad Yamin, yang pada waktu itu dudul disamping Ir. Soekarno) diberi nama Pancasila.Lima dasar yang diajukan Bung Karno, ialah : 1. Kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan 3. Mufakat atau Demokrasi 4. Kesejahteraan Sosial 5. Ketuhanan yang berkebudayaan Setelah selesai masa sidang pertama dengan usulan dasar negara baik dari Muhammad Yamin maupun Bung Karno, untuk menampung perumusan yang bersifat perorangan dibentuklah Panitia Kecil Penyelidik usul-usul yang beranggotakan sembilan orang dan diketuai Bung Karno yang kemudian disebut Panitia Sembilan. Kesembilan orang tersebut merupakan tokoh-tokoh Islam dan Nasionalis.

4 Menurut Noor Ms Bakry (1997:20) Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan rancangan Mukaddimah (Pembukaan) Hukum Dasar, yang kemudian dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. (oleh Mr. Muhammad Yamin). Piagam Jakarta tersebut mengesahkan bunyi sila pertama dalam Pancasila. Kemudian Pancasila ditetapkan menjadi dasar filsafat negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 ketika Pembukaan dan Undang-Undang Dasar 1945 disahkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) selaku wakil seluruh rakyat Indonesia. D. Susiologis Dalam kehidupan bermasyarakat, hendaknya kita sebagai warga negara menampilkan perilaku yang menghargai dan menghormati kedudukan tiap individu dengan tidak menonjolkan perbedaan yang ada. Menurut Retno Listyarti dan Setiadi(2008:136) Persamaan merupakan perwujudan kehidupan di dalam masyarakat yang saling menghormati dan menghargai orang lain tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Keragaman ini diikat dalam norma dan aturan untuk menjaga harmoni kehidupan untuk mewujudkan kesadaran moral dan hukum. Dan sudah seharusnya menyadari. Menurut Retno Listyarti dan Setiadi(2008:139) Pengakuan jaminan persamaan hidup dalam berbangsa dan bernegara di Indonesia juga telah dirumuskan dalam sila-sila Pancasila Khususnya sila pertama yang menyangkut segala agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia. Sila pertama dalam Pancasila itulah yang mempersatukan kita dalam perbedaan kepercayaan atau keyakinan dalam kehidupan beragama.

5 Karena pada dasarnya Tuhan mengajarkan kita sebagai manusia untuk saling mencintai dan mengasihi terhadap sesama manusia. Namun pada kenyataannya saat ini banyak pihak yang secara terang membuat tindakan yang melanggar nilai dari sila pertama dengan latar belakang ketidak setujuan pihak tersebut terhadap bunyi sila pertama dan menganggap piagam Jakarta itu tidak ada. Hal tersebut telah mengakibatkan disitegrasi antar pemeluk agama di Indonesia. Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama sebagai standar tolak ukur benar salah dan moralitas bangsa. Karena akan timbul gesekan antar agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah mengakomodir standar dari Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan berdasarkan salah satu agama entah agama mayoritas ataupun minoritas. E. Yuridis Menurut Noor Ms Bakry (1997:108) Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan yang rumusannya merupakan satu kesatuan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, yang sekaligus juga memuat rumusan Pancasila sebagai dasar negara. Menurut Noor Ms Bakry (1997:11) Pancasila dalam bahasa Indonesia dan secara Yuridis yang dimakasudkannya adalah: 1. Katuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Negara Indonesia yang berdasarkan atas hukum dan system kontitusional, dalam Undang-Undang Dasar mencantumkan hak-hak warga negaranya,

6 sebagai titik pangkal hubungan antara negara dengan warga negaranya. Salah satu hak tersebut yaitu Kemerdekaan Memeluk Agama. Menurut Noor Ms Bakry (1997:145) Pasal 29 ayat (1) menyatakan: Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Selanjutnya, Penjelasan Undang-Undang Dasar yang menyatakan bahwa ayat (1) pasal 29 menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Noor Ms Bakry (1997:145) Pasal 29 ayat (2) menyatakan: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Tak hanya dengan Undang-Undang Kemerdekaan Memeluk Agama, Undang-Undang PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, DAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT. Undang-Undang tersebut mengatur Perijinan Pembangunan Tempat Ibadah.

7 BAB II PEMBAHASAN A. Piagam Jakarta Sudah kita bahas sedikit secara historis mengenai Piagam Jakarta. Sebelum masuk dalam pembahasan mengenai sila pertama dalam Pancasila sudah seharusnya kita mengetahui mengenai Piagam Jakarta ini. Dari sinilah lahir sila pertama Pancasila. Piagam Jakarta lahir oleh Paniti Sembilan yang diketuai oleh Bung Karno. Alasan pembentukan Panitia ini yaitu, Menurut Noor Ms Bakry (1997:19) untuk menampung perumusanperumusan yang bersifat perorangan. Menurut Noor Ms Bakry (1997:19) Panitia Sembilan atau Panitia Kecil merupakan tokoh-tokoh nasional, wakil-wakil golongan Islam dan golongan Nasionalis. Piagam ini kelak akan menjadi Pembukaan UUD 1945 dengan beberapa perubahan, salah satunya adalah perubahan pada alinea keempat yang berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan dari sinilah tercipta bunyi sila pertama yang membawa angin segar bagi pihak minoritas di Indonesia. Sejalan dengan waktu Menurut Denny Indrayana, Ph.D.(2007:54) Masalah Piagam Jakarta selalu menjadi persoalan yang paling kontrofersial dalam proses pembuatan konstitusi di Indonesia. 1. Perdebatan Kostitusi Sepanjang Tahun 1945 Piagam Jakarta-nama yang diberikan Muhammad Yamin selesai disusun pada tanggal 22 Juni 1945. Menurut Denny Indrayana, Ph.D.(2007:54) Soepomo menyatakan: Memang ada dua pendapat, yaitu pendapat para anggota yang merupakan ahli-ahli agama bersikeras bahwa Indonesia harus didirikan sebagai sebuah negara

8 Islam, dan pendapat lainnya [yang menginginkan] sebuah negara kesatuan nasional yang memisahkan urusan kenegaraan dari urusanurusan [agama] Islam; dengan lain perkataan, bukan sebuah negara Islam. Menurut Denny Indrayana, Ph.D.(2007:55) Dalam rapat-rapat Panitia Sembilan ini, para pemimpin Islam sepakat untuk menarik kembali usulan mereka tentang negara Islam. Menurut Denny Indrayana, Ph.D.(2007:55) Tetapi, pada tanggal 18 Agustus 1945, satu hari setelah proklamasi kemerdekaan, Hatta mengusulkan untuk mencabut tujuh kata (kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya) itu dari rancangan undang-undang dasar yang sudah disiapkan. Usulan Hatta ini diterima, dan kemudian Undang-Undang Dasar disahkan dengan beberapa perubahan yaitu : Piagam Jakarta disahkan sebagai pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan mengubah judulnya, dari Mukaddimah, sebuah kata dalam bahasa Arab, menjadi Pembuka. a. Tujuh Kata yang berkaitan dengan syariah dihilangkan dari Pembukaan dan Pasal 29(1). b. Syarat bahwa calon-calon Presiden harus beragama Islam dihapuskan dari Pasal 6. 2. Perdebatan Konstitusi Sepanjang Tahun 1956-1959 Menurut Denny Indrayana, Ph.D.(2007:56) Menurut Basalim, faksi Islam menyetujui perubahan-perubahan yang diusulkan Hatta tersebut demi menyelamatkan negara yang baru lahir dari potensi disintegrasi. Tetapi ini bukanlah akhir dari perbedaan antara faksi Islam dan faksi Nasionalis. Perbedaan tersebut berlanjut dalam proses pembuatan konstitusi di tubuh konstituante sepanjang rentang tahun 1956-1959. Menurut Denny Indrayana, Ph.D.(2007:56) Nasution menunjukan bahwa

9 dalam perdebatan-perdebatan itu, faksi nasionalis mengusulkan Pancasila, sedangkan faksi Islam menyodorkan Islam sebagai falsafah negara. Menurut Denny Indrayana, Ph.D.(2007:57) Faksi Islam mengusulkan perubahan-perubahan guna menyisipkan tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam Pembukaan, dan Pasal29(1) UUD 1945. Menurut Denny Indrayana, Ph.D.(2007:57) Pada tanggal 1 Juni 1959, usulan faksi Islam ditolak. Menurut Denny Indrayana, Ph.D.(2007:57) Kemudian, dengan alasan bahwa Konstituante telah gagal memenuhi tugasnya, Soekarno mengeluarkan Dektrit Presiden 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante dan memberlakukan lagi UUD 1945. Dengan dukungan militer, dektrit ini pun diberlakukan. 3. Reformasi Konstitusi Tahun 1999-2002 Bab XI, Pasal 29 UUD 1945, tentang Agama, adalah satu-satunya bab yang tidah diubah dalam reformasi konstitusi tahun 1999-2002. Perdebatan kembali lagi pada tahun 1999-2002, sesungguhnya mengulangi perdebatan yang sama pada tahun 1945 dan 1956-1959 dan hasilnya selalu sama : Menurut Denny Indrayana, Ph.D.(2007:387) mempertahankan Pembukaan (dan Pancasila) dan menolak dimasukannya syariah ke dalam Undang-Undang Dasar. Penolakan terhadap usulan untuk memasukan tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam Pasal 29(1) lebih menegaskan bahwa perdebatan tentang nasionalisme dengan negara Islam adalah satu masalah yang sangat sensitif dan krusial dalam sejarah konstitusi Indonesia. Hasil yang sama ini mempertahankan ideologi negara Pancasila adalah opsi yang lebih disukai oleh mayoritas kelompok sosial di Indonesia.

10 B. Arti Penting Keberadaan Pancasila Pancasila sebagai dasar negara memang sudah final. Menggugat Pancasila hanya akan membawa ketidakpastian baru. Bukan tidak mungkin akan timbul chaos (kesalahan) yang memecah-belah eksistensi negara kesatuan. Akhirnya Indonesia akan tercecer menjadi negara-negara kecil yang berbasis agama dan suku. Untuk menghindarinya maka penerapan hukumhukum agama (juga hukum-hukum adat) dalam sistem hukum negara menjadi urgen untuk diterapkan. Sejarah Indonesia yang awalnya merupakan kumpulan Kerajaan yang berbasis agama dan suku memperkuat kebutuhan akan hal ini. Pancasila yang diperjuangkan untuk mengikat agama-agama dan suku-suku itu harus tetap mengakui jati diri dan ciri khas yang dimiliki setiap agama dan suku. C. Pancasila Satu Kesatuan Yang Utuh Pancasila sebagai dasar filsafat negara merupakan satu kesatuan, bukan lima dasar negara, tetapi satu dasar negara yang terdiri dari lima unsur, sehingga susunannya tidak tunggal, tetapi majemuk tunggal. Menurut Noor Ms Bakry (1997:47) Kesatuan dalam Pancasila ini merupakan hal yang mutlak sebagai dasar filsafat negara, sehingga unsur-unsurnya juga mutlak harus ada. Menurut Noor Ms Bakry (1997:47) Dalam kesatuan Pancasila yang bersifat Organis, yaitu sila-silanya merupakan bagian yang tidak bertentangan, semua sila bersama-sama menyusun satu kesatuan, dan tiap sila merupakan bagian yang mutlak. D. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Ide-dasar : Bangsa Indonesia sabagai keseluruhan pada umumnya percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang kemudian diangkat menjadi dasar negara, sehingga setiap warga negara berkewajiban untuk mengakui dan menetapkan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa adalah dasar negara.

11 Berdasarkan sila ini negara mempunyai konsekuensi, Menurut Noor Ms Bakry (1997:68) yaitu: 1. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan beribadat menurut keyakinannya masing-masing. 2. Negara mengakui kebebasan beragama bagi tiap penduduk 3. Agama mengatur syariatnya sendiri tidak diatur oleh negara 4. Negara menghargai dan menghormati agama-agama dan diberi hak dan perlindungan yang sama. 5. Negara tidak mewajibkan, atau memaksa atau melarang siapa saja untuk memeluk atau pindah agama. 6. Negara menjunjung tinggi dan mewajibkan toleransi agama, dan melarang segala bentuk anti-agama. Negara menjamin kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertiannya terkandung dalam: 1. Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, yang antara lain berbunyi: Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa... Dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia tidak menganut paham maupun mengandung sifat sebagai negara sekuler. Sekaligus menunjukkan bahwa negara Indonesia bukan merupakan negara agama, yaitu negara yang didiri-kan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila. 2. Pasal 29 UUD 1945 : a. Ayat (2) : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa b. Ayat (1) : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

12 Pancasila sebagai dasar negara memang sudah final. Menggugat Pancasilahanya akan membawa ketidakpastian baru. Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama. Dalam rumusan Pancasila sila pertama mengkualifikasi atau saling mengisi, yaitu : Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaaan dalam permusyuawaratan perwakilan dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. E. Kemerdekaan Memeluk Agama Hubungan negara dengan warga negara salah satunya hak Kebebasan Memeluk Agama. Menurut Noor Ms Bakry (1997:145) Kebebasan beragama adalah merupakan salah satu hak yang paling asai diantara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Perlu ditegaskan disini kebebasan beragama bukan berarti boleh tidak memeluk agama, tetapi harus memeluk agama yang sesuai dengan kepercayaannya tidak ada paksaan. Menurut Noor Ms Bakry (1997:145) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkan keyakinan, hingga tidak dapat dipaksakan dan memang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk dan menganutnya. Menurut Noor Ms Bakry (1997:145) Pasal 29 ayat (1) dan (2) ini adalah jelmaan dari pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengandung pengertian memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan cita-cita moral rakyat yang luhur demi tercapainya kebahagiaan spiritual sepenuhnya. Hal ini merupakan pancaran dari sila pertama yang

13 merupakan landasan kehidupan nasional di bidang sosial budaya, khususnya bidang tentang kehidupan beragama. F. Nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Menurut Noor Ms Bakry (1997:162) Nilai-nilai yang terkandung dalam silasila Pancasila merupakan sekumpulan kesatuan nilai-nilai luhur yang diyakini kebenarannya, yang kemudian dijabarkan dalam pedoman pengalaman Pancasila. Menurut Noor Ms Bakry (1997:163) Sila pertama dengan rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa, terkandung nilai-nilai religius, antara lain : 1. Keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat-sifat-nya Yang Maha Sempurna, yakni: Maha Kasih, Maha Kuasa, Maha Adil, Maha Bijaksana, dan lain-lain sifat yang suci. 2. Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan menjalankan semua perintah-nya dan menjauhi segala larangan-nya. 3. Nilai Ketuhanan sebagai nilai religius meliputi sila kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai-nilai luhur Pancasila yang bersifat kerohanian ini diyakini kebenarannya sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Pedoman pengalamannya dilakuikan baik secara subyektif maupun secara obyektif. Menurut Noor Ms Bakry (1997:165) Pengamalan secara subyektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari bangsa dan rakyat Indonesia, sedang pengamalan secara obyektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam penyelenggaraan kehidupan kenegaraan.

14 G. Pengalaman Pancasila Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Kesadaran akan kodratnya sebagai mahluk pribadi dan mahluk sosial serta kemauannya untuk mengandalikan kepentingnya itu merupakan modal dan mendorong tumbuhnya rasa pribadi manusia Indonesia untuk mengamalkan kelima sila dari Pancasila. Pengalaman Pancasila ini dirumuskan dalam ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 secara garis besar. Salah satu pengamalannya yaitu sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Menurut Noor Ms Bakry (1997:183) yang meliputi: 1. Percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agamanya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. 2. Mengembangkan sifat hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 3. Mengembangkan saling hormat menghormati kemerdekaan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. 4. Menghargai setiap bentuk ajaran agama, dan tidak boleh memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain. H. Negara Nasionalisme Bhineka Tunggal Ika Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Jawa Kuna berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri

15 atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Menurut Noor Ms Bakry (1997:171) Dalam hubungan ini warga negara tidak boleh mempertentangkan perbedaan bentuk dan wujud kebudayaan yang beraneka ragam yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, tetapi keanekaragaman itu hendaknya saling melengkapi dan semuanya merupakan kebudayaan nasional. Menurut Noor Ms Bakry (1997:171) Kepulauan Nusantara sebagai kekuatan sosial dan budaya berarti, bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, berperikehidupan serasi, menuju tingkat kemajuan yang sama, merata dan seimbang.

16 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan yaitu : 1. Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesiayang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa karena Pancasila mengakui adanya pluralitas. 2. Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika melak-sanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dansejahtera pasti akan terwujud. 3. Piagam Jakarta merupakan perjanjian luhur bangsa Indonesia hasil kesepakatan tokoh-tokoh golongan Islam dan golongan Nasionalis. 4. Dalam memahami sila Ketuhanan Yang Maha Esa tak dapat dipisahkan dari ke-empat sila lainnya. 5. Kebebasan beragama adalah merupakan salah satu hak yang paling asai diantara hak-hak asasi manusia di Indonesia 6. Pasal 29 ayat (2) menyatakan: Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. 7. Pasal 29 ayat (1) menyatakan: Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 8. Negara Indonesia adalah negara Nasionalisme Bhineka Tunggal Ika yang menggambarkan menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

17 B. Saran Berdasarkan pembahasan diatas, beberapa saran yang perlu untuk meningkatkan pemahaman terhadap nilai Pancasila, yaitu : 1. Untuk membangkitkan rasa bangga terhadap Pancasila, maka perlu adanya peningkatan pengamalan butir-butir Pancasila khususnya sila ke-1. Salah satunya dengan saling menghargai antar umat beragama. 2. Untuk menciptakan negara yang nyaman dan aman sesuai Pancasila, diperlukanadanya jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap masyarakat yang ada di dalamnya. Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan kegiatan beribadah. 3. Pemerintah sebaiknya melakukan sosialisasi tentang nilai sila pertama terhadap masyarakat Indonesia secara luas. 4. Pemerintah sebaikya melakukan penyelenggaraan pendidikan yang lebih memperkuat karakter bangsa dalam memahami serta mengamalkan Pancasila dan kemajemukan bangsa Indosesia. 5. Pemerintah sebaiknya melakukan pembinaan dan pembangunan nilai keragaman suku, agama, ras, kebudayaan, adat istiadat, bahasa dan segala macam yang menyangkut kemajemukan menjadi daya tarik dunia terhadap karakter bangsa Indonesia. 6. Masyarakat Indonesia sebaiknya menyadari bahwa bangsa ini terbentuk atas dasar perbedaan yang dirajut menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia 7. Masyarakat harusnya menyadari bahwa kebebasan memeluk agama adalah hak setiap individu yang diberikan oleh Tuhan dalam kehidupan di dunia ini. 8. Masyarakat hendaknya menyadari bahwa perbedaan itu ada untuk membangun kebersamaan dan saling mencintai. 9. Masyarakat hendaknya mengakui, menghormati, dan menghargai Hak dan kewajiban setiap suku, agama, ras, kebudayaan, adat istiadat, bahasa dan segala macam yang menyangkut kemajemukan

18 DAFTAR PUSTAKA Ms Bakry Noor(1997).Pancasila Yuridis Kenegaraan, Yogyakarta : Leberty Yogyakarta. Indrayana Denny(2007).Amandemen UUD 1945, Bandung : PT Mizan Pustaka. Listiyarti Retno dan Setiadi (2008). Pendidikan Kewarganegaraan 1, Jakarta : Penerbit Erlangga. Listiyarti Retno dan Setiadi (2008). Pendidikan Kewarganegaraan 2, Jakarta : Penerbit Erlangga.