Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

dokumen-dokumen yang mirip
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

HAK KEBEBASAN BERAGAMA

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

HAM DAN PERLINDUNGAN HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN. Oleh: Johan Avie, S.H.

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

LEGAL OPINI: PROBLEM HUKUM DALAM SK NO: 188/94/KPTS/013/2011 TENTANG LARANGAN AKTIVITAS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DI JAWA TIMUR

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Pentingnya Keterlibatan Komnas Perempuan dalam Judicial Review UU Penodaan Agama

MAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H.

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

HAK KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEPERCAYAN 1

ATAU BERKEPERCAYAAN. Nicola Colbran Norwegian Centre for Human Rights. Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

BAB V PENUTUP. merumuskannya dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 3/PUU-V/2007

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan. Hak Kebebasan Beragama Atau Berkepercayan

II. TINJAUAN PUSTAKA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Kusnandir, A. Ks., M. Si Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM

UNOFFICIAL TRANSLATION

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

Oleh: Robi Dharmawan, S. IP. Pusat Studi HAM Surabaya

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 15/PUU-X/2012 Tentang Penjatuhan Hukuman Mati

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

Pengalaman dan Perjuangan Perempuan Minoritas Agama Menghadapi Kekerasan dan Diskriminasi Atas Nama Agama

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2016 TENTANG

TANTANGAN YANG DIHADAPI MASYARAKAT ADAT/ BANGSA PRIBUMI DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN HAK KEBEBASAN BERAGAMA ATAU BERKEPERCAYAAN 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

HAM, PEREMPUAN DAN HAK KONSTITUSIONAL 1. Oleh Dian Kartikasari 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ringkasan Putusan.

Civil and Political Rights (Hak-Hak Sipil dan Politik) Herlambang P. Wiratraman 2016

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

Daftar Pustaka. Glosarium

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

P U T U S A N. Perkara Nomor 007/PUU-II/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat material atau sosiologi, dan/atau juga unsur-unsur yang bersifat. Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghuchu.

Materi Kuliah HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

Institute for Criminal Justice Reform

Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat Justisiabilitas Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Prospek dan Tantangan, diselenggarakan oleh Pusat

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Dukungan Masyarakat Sipil Menuju Kota HAM

HUKUMAN MATI dari SISI HAK ASASI MANUSIA. Roichatul Aswidah, Jakarta, 18 Agustus 2016

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

Undang. Undang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG

Deklarasi Penghapusan Semua Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama...

Transkripsi:

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya perangkat hukum tentang hak asasi manusia (HAM), termasuk hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan. Namun, di sisi lain, masih banyak regulasi masa lalu dan munculnya regulasi baru (yang lebih rendah) justru menghambat implementasi jaminan bahkan terjadi pelanggaran hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan. Adanya kebijakan yang membatasi dan diskriminatif, kekerasan berdasarkan latar belakang agama atau keyakinan yang terus berlangsung, dan kriminalisasi terhadap kelompok minoritas yang dianggap sesat atau menodai, adalah sejumlah persoalan yang terus muncul. Negara dan aparatnya selama ini tampak tidak netral dan berpihak dalam menjamin kebebasan warga negaranya untuk menjalakan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Negara masih membedakan perlakuan terhadap penganut kepercayaan, sekte dan agama. Misalnya saja sejak tahun 2008, terdapat situasi yang nyata-nyata mengancam kehidupan bangsa, munculnya sikap intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas, adanya pemaksaan kehendak satu kelompok masyarakat lainnya, dan maraknya kekerasan. Situasi ini diperparah dengan minimnya ketegasan sikap negara dalam melakukan perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak kelompok minoritas, khususnya dalam isu-isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Pada tahun 2010, situasi hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan semakin memburuk, yang terlihat dari jumlah pelanggaran yang kian meningkat, dan parahnya adalah peran negara dalam mendukung pelanggaran yang terjadi. Kasus-kasus yang muncul juga tidak mampu diselesaikan secara memadai oleh pengadilan, termasuk kasus-kasus baru yang mulai mengarah ke penyerangan fisik1. Hingga kini, persoalan-persoalan yang muncul juga tidak jauh berbeda, diantaranya permasalahan perundang-undangan, permasalah penegakan hukum, dan permasalah peran warga negara dan pemahaman tentang negara bangsa (nation-state). Eksisnya regulasi-regulasi masa lalu dan munculnya regulasi baru yang diskriminatif memunculkan pelanggaran serius terhadap kelompok- kelompok tertentu, pun ketika terjadi kekerasan terhadap kelompok minoritas, negara seolah tidak ada dan seolah ada politik pembiaran oleh negara. Problem regulasi menjadi salah satu sorotan yang mengemuka dalam problem-problem tesebut, selain munculnya regulasi yang mendiskriminasi, penegakan hukum yang diskriminatif, ternyata masih banyak regulasi yang tidak sejalan dengan jaminan kebebasan beragama atau berkeyakinan berdasarkan norma-norma HAM internasional. Padahal, pada 2005, Indonesia telah meratifikasi The International Covenant on Civil and Political Rights, yang seharusnya Indonesia berkewajiban untuk menyelaraskan segala bentuk regulasi agar sejalan dengan Kovenan tersebut.

Jaminan Berdasarkan Norma Internasional Kebebasan beragama merupakan salah satu bagian penting dari hak asasi manusia. Berbagai instrumen hak asasi manusia internasional telah menegaskan tentang jaminan kebebasan beragama atau berkeyakinan. Pasal 18 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) memberikan landasan hak bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berhati nurani dan beragama. Lebih rinci, Pasal 18 Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik. Pasal tersebut terdiri dari 4 pokok; pertama, setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama yang mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran. Kedua, tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau keper- cayaannya sesuai dengan pilihannya. Ketiga, kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain. Keempat, negara pihak berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri. Dalam ICCPR, juga memberikan landasan prinsip-prinsip non diskriminasi dalam pelaksanaan hak- hak yang diatur dalam Kovenan, yakni setiap negara menghormati dan menjamin hak-hak bagi semua orang tanpa pembedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal- usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lainnya4. Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun, hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar apapun seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lain5. Terhadap kelompok minoritas, di negara-negara yang memiliki kelompok minoritas berdasarkan suku bangsa, agama atau bahasa, orang-orang yang tergolong dalam kelompok minoritas tersebut tidak boleh diingkari haknya dalam masyarakat, bersama-sama anggota kelompoknya yang lain, untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk menjalankan dan mengamalkan agamanya sendiri, atau menggunakan bahasa mereka sendiri. Berdasarkan Pasal 18 ICCPR, negara tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap agamaagama yang tidak resmi atau agama baru atau kepercayaan kelompok masyarakat. Negara harus melindungi semua agama dari diskriminasi dan menghormati hak-hak minoritas sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 27 ICCPR7. Perlindungan berdasarkan Pasal 27 ICCPR, menjadi kewajiban pemerintah untuk mengambil langkah-langkah dan upaya positif agar individu sebagai anggota kelompok minoritas dapat menikmati hak- haknya, termasuk memberikan perhatian untuk pelibatan kelompok dalam penyusunan peraturan perundangundangan yang mempunyai efek atau dampak langsung maupun tidak langsung terhadap komunitas.

Ketentuan lainnya y ang memberikan penjelasan tentang hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan terdapat dalam Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama atau Keyakinan (Declaration on the Elimination of All Forms of Intolerance and Discrimination Based on Religion or Belief)9. Deklarasi ini menjelaskan prinsip- prinsip tentang nondiskriminasi, persamaan di muka hukum dan hak atas kebebasan kebasan berfikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan. Termasuk dalam deklarasi ini adalah semua negara wajib mencegah dan menghapus diskriminasi berdasarkan alasan-alasan agama atau kepercayaan, melakukan semua tindakan untuk membuat atau mencabut perundang-undangan untuk melarang diskriminasi apapun dan mengambil semua tindakan yang tepat untuk memerangi intoleransi berdasarkan alasan-alasan agama atau kepercayaan. Konteks Indonesia : Perlindungan dan Pembatasan Dalam hukum nasional, sebagaimana disebutkan di atas, hak atas kebebasan beragama telah pula diatur dalam berbagai instrumen hukum di Indonesia. Dalam Konstitusi, UUD 1945, menjamin hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan11, hak atas perlindungan dari tindakan diskriminatif12 dan persamaan di depan hukum13. Pasal 28I UUD 1945 menyatakan bahwa hak beragama, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Dalam UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 4 menyebut bahwa hak beragama, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, dan Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Jaminan hak asasi manusia di Indonesia, mendapatkan landasan yang lebih kuat ketika tahun 2005, muncul UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Politik. Dalam konteks perlindungan hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, Ratifikasi Kovenan ini berimplikasi bahwa negara harus melindungi kebebasan beragama atau berkeyakinan, tanpa diskriminasi, termasuk kepada hak-hak minoritas, dan mewajibkan kepada negara untuk melakukan segala upaya perlindungan baik jaminan hukum atau kebijakan yang sesuai dengan Kovenan, setiap negara pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, sesuai dengan proses konstitusinya dan dengan ketentuan-ketentuan dalam Kovenan ini, untuk menetapkan ketentuan perundangundangan atau kebijakan lain yang diperlukan untuk memberlakukan hak-hak yang diakui dalam Kovenan. Kewajiban untuk menyesuaikan pengaturan hak-hak berdasarkan Kovenan ini terkendala dengan sejumlah pembatasan yang dalam beberapa hal tidak sesuai dengan pembatasan sebagaimana yang diperbolehkan berdasarkan Kovenan. Pembatasan ini misalnya terlihat dalam Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945, yang diantaranya memasukkan nilai-nilai agama sebagai bagian dari pembatasan tersebut. Padahal rumusan tentang pembatasan ini sebelumnya telah dinyatakan dengan lebih baik dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, karena lebih sesuai dengan Kovenan.

Soal pembatasan inilah yang kemudian memunculkan soal HAM bersifat "non derogable yang ada di UUD 1945, misalnya adanya argumen apakah pasal 28 I bisa dibatasi oleh Pasal 28 J ayat (2). MK sendiri tidak berhasil meluruskan polemik tentang pembatasan hak yang bersifat non derogable ini. Dalam sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK), sikap para hakim MK terlihat tidak konsisten mengenai pembatasan HAM. Ketidakjelasan dan kekeliruan memaknai pembatasan inilah yang sering dimanfaatkan untuk mempertahankan dan memproduksi regulasi yang melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan di Indonesia. Lihat misalnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota dan/atau Pengurus JAI dan Warga Masyarakat18. Pemerintah menyebutkan dalam penerbitan SKB tersebut tidak melanggar HAM karena telah merujuk berbagai peraturan perundang- undangan19. Preseden ini kemudian diikuti oleh sejumlah wilayah yang menerbitkan perda-perda dengan karakter yang sama. Bahkan UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, justru tetap dipertahankan oleh MK. Sementara itu, saat ini juga masih banyak bertebaran sejumlah regulasi sektoral yang melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan20. Memutus Pelanggaran Merujuk pada sejumlah masalah dalam perundang- undangan dan praktek pelanggaran hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan di Indonesia, memutus rantai pelanggaran dapat dimulai dengan melakukan reformasi perundang-undangan baik berupa pencabutan, perubahan maupun pembentukan regulasi baru yang lebih menjamin hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan. Upaya ini haruslah diletakkan dalam konteks kewajiban negara untuk menghormati, menjamin, melindungi hak-hak asasi warga negara. Otoritas negara diwajibkan memenuhi kewajibannya di bawah berbagai kovenan internasional yang diratifikasi dan diwajibkan memajukan dan melindungi HAM sebagaimana tertuang dalam UU HAM. Negara mempunyai kewenangan untuk melakukan pengaturan berdasarkan standar hak asasi manusia dan prinsip-prinsip yang dibenarkan dalam standar hak asasi manusia. Setidaknya prinsip-prinsip tersebut diantaranya mencakup kesetaraan dan non diskriminasi, perlindungan kepada kelompok minoritas, langkah-langkah affirmatif action demi kesetaraan dalam pemenuhan hak asasi manusia, dan pemulihan kepada korban pelanggaran.merujuk pada Declaration on the Elimination of All Forms of Intolerance and Discrimination Based on Religion or Belief, regulasi yang dibentuk harus dilakukan untuk maksud menghapuskan segala bentuk intoleransi dan diskriminasi berdasarkan agama atau keyakinan. Dalam hal ini, negara harus melakukan semua tindakan untuk membuat atau mencabut perundang-undangan untuk melarang diskriminasi apapun dan mengambil semua tindakan yang tepat untuk memerangi intoleransi berdasarkan alasan- alasan agama atau kepercayaan.

Upaya-upaya dalam konteks perbaikan regulasi ini, harus kemudian ditindaklanjuti dengan penegakan hukum yang adil dan konsisten, dengan menghukum para pelaku pelanggaran dengan hukuman yang sesuai, termasuk aparat negara yang terlibat dalam pelanggaran baik langsung maupun tidak langsung. Tindakan lainnya berupa peningkatan pemahaman hak asasi manusia terhadap seluruh aparat negara, termasuk aparat kemananan dan aparat penegak hukum. Langkah ini dapat dilakukan dengan pendidikan hak asasi manusia secara terus menerus dan berkelanjutan dan akan berdampak pada perlindungan hak-hak warga negara khususnya dalam menjamin hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan.