BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai bangsa yang percaya dan meyakini kemahakuasaan Tuhan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan rasa kekhawatiran yang mendalam pada masyarakat. Berbagai

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan semata

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

PENDAHULUAN. nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya, oleh karena itu mengabaikan perlindungan

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

BAB I PENDAHULUAN. supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berlandaskan keadilan dan. kebenaran adalah mengembangkan budaya hukum di semua lapisan

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

I. PENDAHULUAN. dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dengan hak warga negara. Pengaturan hak asasi manusia secara konstitusional

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

Institute for Criminal Justice Reform

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Hukum merupakan suatu alat negara yang mempunyai tujuan untuk. menertibkan, mendamaikan, dan menata kehidupan suatu bangsa demi

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi aktual yang belakangan ini telah menjadi perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN pada alinea keempat yang berbunyi Kemudian dari pada itu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus. materiil spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. diperbincangkan dan dilansir media massa di seluruh dunia saat ini. Definisi terorisme

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) HUKUM PIDANA

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin setiap warganya bersamaan kedudukan di depan hukum dan dalam pemerintahan tanpa terkecuali. Dibutuhkan adanya peraturan-peraturan yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara tanpa adanya diskriminasi. Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat sebagai kesenjangan sosial yang disebabkan oleh perilaku dan tidak adil dan diskriminatif. Selain itu terjadi pola penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat negara dan pejabat publik yang seharusnya menjadi penegak hukum dan pelindung rakyat tetapi justru mengintimidasi, menganiaya, menghilangkan nyawa. Kejahatan merupakan persoalan yang dialami masyarakat dari waktu ke waktu. Mengapa kejahatan terjadi dan bagaimana pemberantasannya. Merupakan persoalan yang tiada henti diperdebatkan. Jadi dimana ada kehidupan manusia pasti juga ada kejahatan yang akan selalu mengikutinya. Hal ini berarti bahwa kejahatan terjadi dan tumbuh berkembang dalam lingkungan kehidupan manusia. Berdasarkan perundang-undangan yang ada, maka jaminan perlindungan hak asasi manusia dan jaminan persamaan kedudukan dalam 1

2 hukum, secara yuridis telah ada dalam UUD 1945. Di dalam UUD 1945 jaminan perlindungan hukum dapat ditemui dalam isi dan tujuan nasional bangsa Indonesia pada pembuktian UUD 1945, khususnya pada alinea keempat yang menyebutkan bahwa kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. 1 Berdasar ketentuan yang terdapat dalam Pasal 28/G ayat 1 amandemen UUD 1945 menyatakan bahwa Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan bagi ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. 2 Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba dan kawula negara, istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara. Warga negara mengandung arti peserta anggota atau warga dari suatu negara yakni peserta dari suatu pesekutuan bersama, untuk itu setiap warga negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warga negara memiliki kepastian hak, privasi dan tanggung jawab. 3 1 Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemen, hal 4 2 Ibid,hal51 3 Azyumardi Azra, 2003, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Tim ICCE UIN Jakarta, hal 73

3 Pengertian mengenai kewarganegaraan terdapat di dalam Pasal 1 angka 2 UU No 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan, yaitu segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. 4 Adanya perkembangan masyarakat, menjadikan negara merasa perlu membuat kebijakan hukum pidana dalam upaya menanggulangi jenis kejahatan-kejahatan baru. Istilah penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana dimaksudkan sebagai padanan dari istilah Kebijakan hukum pidana atau sering pula disebut sebagai istilah Politik hukum pidana. 5 Sarana hukum ini dapat berperan sebagai alat pengontrol sosial (social control) maupun sebagai alat rekayasa sosial (social engineering). Sebagai alat pengendali kepentingan-kepentingan masyarakat yang berbeda yang berpotensi menimbulkan konflik. Fungsi kontrol sosial adalah untuk meredam konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, sehingga ketertiban masyarakat tetap terjaga. Sementara itu sebagai alat rekayasa sosial, sarana hukum mempunyai arti adanya kehendak pembentuk UU untuk menciptakan kondisi masyarakat sesuai dengan keinginan pembentuk UU, yang tentu saja untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Dengan demikian, terciptalah kesejahteraan masyarakat. Menurut Barda Nawawi Arief, kebijakan atau penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, hal 3 5 Sudaryono, 1999, Buku Pegangan Kuliah Kejahatan Ekonomi, Surakarta, Fakultas Hukum UMS, hal 71

4 integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). 6 Dengan keluarnya UU No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang menghapuskan atau mengganti UU No 62 tahun 1958 dan UU No 3 tahun 1976, maka diharapkan dapat menanggulangi tindak pidana yang ada dalam UU tersebut demi memaksimalkan perlindungan terhadap negara dan masyarakat. Mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana tidak terlepas dari penetapan suatu perbuatan yang dilarang, sistem pertanggungjawaban pidana dan ancaman pidana bagi pelaku perbuatan tersebut dengan mengacu pada tiga masalah pokok hukum pidana di atas. Maka subjek tindak pidana merupakan pihak yang melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam pidana, sekaligus sebagai pihak yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan dan dengan demikian juga merupakan pihak yang dikenal sanksi baik berupa pidana ataupun tindakan. 7 Hukum pidana modern tidak hanya mengenai subjek hukum yang berupa orang (manusia alamiah), namun sekarang ini korporasi atau persyarikatan baik yang berstatus sebagai badan hukum maupun bukan badan hukum juga dikualifikasikan sebagai subjek hukum pidana. 8 Hal ini merupakan upaya yang baik, mengingat banyaknya kejahatan yang dilakukan oleh korporasi. 6 Barda Nawawi Arief, 2005, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hal 2 7 Sudaryono dan Natangsa Subakti, 2005, Buku Kuliah Hukum Pidana, Surakarta: Fakultas Hukum UMS, hal 19 8 Ibid,hal140

5 Mengenai pertanggungjawaban pidana, dikenal dua sistem pertanggungjawaban pelaku tindak pidana, yaitu pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan dan pertanggungjawaban tanpa harus adanya unsur kesalahan. Pada umumnya, sistem pertanggungjawaban pidana menganut sistem pertanggungjawaban berdasarkan unsur kesalahan. Hal ini merupakan penerapan asas Tiada pidana tanpa kesalahan. Ada beberapa sistem penetapan sanksi pidana 9 yaitu: sistem perumusan tunggal, sistem alternatif dan sistem alternatif-kumulatif. Dalam sistem perumusan tunggal, hakim harus menjatuhkan sanksi yang disediakan, baik secara tunggal maupun secara kumulatif. Sistem alternatif memungkinkan penjatuhan salah satu sanksi pidana pokok yang diancamkan, sedangkan sistem alternatif-kumulatif memungkinkan hakim untuk menjatuhkan salah satu jenis sanksi pidana pokok atau dua jenis sanksi pokok secara bersama-sama. Menelaah mengenai peranan hukum pidana dalam menanggapi dinamika masyarakat sangat penting, karena hukum pidana sebagai sarana pengobatan terakhir dalam upaya penanggulangan kejahatan dalam masyarakat. Berdasarkan uraian diatas, penulis hendak membuat penulisan skripsi ini dengan judul: PROSPEK PENEGAKAN UNDANG-UNDANG NO 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN (TINJAUAN DALAM URGENSI PELANGGARAN KETENTUAN PIDANA). 9 Ibid

6 B. Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang ingin dikaji lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana kewarganegaraan? 2. Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap tindak pidana kewarganegaraan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perbuatan-perbuatan apa yang ditetapkan sebagai tindak pidana kewarganegaraan 2. Untuk mengetahui sistem pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana kewarganegaraan tersebut 3. Untuk mengetahui tentang penetapan sanksi tindak pidana kewarganegaraan tersebut Dari tujuan penelitian, maka manfaat penelitian adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi ilmu pengetahuan hukum pidana.

7 2. Manfaat praktis a. Sebagai masukan terhadap pembuat UU dalam menetapkan perumusan ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan khususnya terhadap tindak pidana kewarganegaraan. b. Sebagai salah satu pedoman bagi lembaga terkait, baik bagi penegak hukum maupun instansi yang bersangkutan dalam menagani perkara kewarganegaraan. c. Sebagai pedoman bagi masyarakat maupun pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan pelaksanaan UU Kewarganegaraan. D. Kerangka Pemikiran Kondisi masyarakat yang terus berkembang, selain membawa dampak positif di sisi lain juga membawa dampak negatif. Salah satu dampak negatif tersebut adalah munculnya jenis-jenis kejahatan baru yang tidak dikenal sebelumnya. Salah satu jenis kejahatan baru ini adalah kejahatan luar biasa. Kejahatan-kejahatan baru tersebut akan mengganggu kehidupan masyarakat sehingga akhirnya kesejahteraan masyarakat tidak terwujud. Menurut Sudarto, hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang ditetapkan untuk golongan orang khusus atau yang berhubugan dengan perbuatan-perbuatan khusus. 10 Cakupan atau ruang lingkup hukum pidana khusus selain meliputi aturan hukum pidana yang terdapat di dalam buku II dan buku III KUHP yang masing-masing memuat ketentuan khusus mengenai tindak pidana kejahatan 10 Sudarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, hal 61

8 dan tindak pidana pelanggaran, juga meliputi semua aturan atau ketentuan hukum pidana tentang berbagai tindak pidana yang terdapat di dalam berbagai peraturan perundang-undangan di luar KUHP. 11 Ketentuan umum yang terdapat dalam buku I KUHP berlaku juga terhadap tindak pidana yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan di luar KUHP. Sebaliknya, bilamana peraturan perundang-undangan di luar KUHP memuat pengaturan secara khusus ataupun menyimpang dari KUHP sebagai sumber hukum pidana materiil yang utama, maka yang berlaku adalah ketentuan yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan tertentu itu. Dalam hal ini telah dikenal luas dalil Rechts specilist derogat legi generalis 12 Dengan adanya kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakat, negara melakukan upaya penanggulangan kejahatan-kejahatan tersebut. Usaha penanggulangan kejahatan dapat dilakukan dengan melakukan kebijakan kriminal (kebijakan pidana). Marc Ancel mengemukakan bahwa kebijakan kriminal adalah The rational organization of the control of crime by society yang diartikan oleh Sudarto sebagai "Sesuatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan. 13 11 Natangsa Subakti, 2005, Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana Khusus, Surakarta: Fakultas Hukum UMS, hal 3 12 Ibid,hal6 13 Sudarto, 1981, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, hal 38

9 Kebijakan hukum pidana (kebijakan kriminal) menurut Sudarto, 14 adalah: 1. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan pada suatu saat. 2. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang, untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki dan diperkirakan dapat digunakan mencapai apa yang dicita-citakan. Menurut Barda Nawawi Arief, kebijakan hukum pidana hendaknya direncanakan melalui beberapa tahap, yaitu: 1. Tahap penetapan pidana oleh pembuat undang-undang Tahap ini sering disebut dengan tahap pemberian pidana in abstracto oleh lembaga pembuat Undang-Undang atau juga tahap formulatif atau kebijakan legislatif. 2. Tahap pemberian pidana oleh badan yang berwenang Tahap ini disebut dengan tahap pemberian pidana in concrete meskipun pidana itu sendiri secara fisik belum dirasakan oleh terpidana. 3. Tahap pelaksanaan pidana oleh instansi pelaksanaan yang berwenang Tahap ini merupakan tahap pemberian pidana yang benar-benar in concrete artinya si terpidana benar-benar merasakan pidana tersebut, baik secara fisik maupun psikis. Kebijakan hukum pidana merupakan bagian umum dari kebijakan perlindungan masyarakat. Kebijakan hukum pidana dapat 14 Sudarto, 1983, Hukum dan Perkembangan Masyarakat (Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana), Bandung: Sinar Baru, hal 20

10 dijalankan dengan sarana penal dan nonpenal. Upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana dengan sarana penal (kebijakan hukum pidana dengan sarana penal) meliputi 3 (tiga) hal yaitu: 15 1. penetapan perbuatan yang dijadikan tindak pidana 2. penetapan sistem pertanggungjawaban pidana pelaku 3. penetapan sanksi apa yang dikenal si pelanggar. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pendekatan doktrinal untuk menemukan asas-asas dan doktrin hukum atau yang lazim disebut sebagai studi dogmatik (doctrinal research). 16 Dalam penelitian ini hukum hanya dilihat sebagai norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Penelitian ini pada dasarnya suatu kegiatan yag akan mengkaji aspek-aspek (untuk menyelesaikan masalahmasalah yang ada di dalam) internal dari hukum positif. 17 Penelitian hukum normatif ini menekan pada langkah-langkah spekulatif, teoritis dan analisis normatif kualitatif. Kemudian penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif karena penelitian ini akan menjelaskan atau menggambarkan suatu asas umum hukum pidana yaitu penetapan perbuatan sebagai tindak pidana, sistem pertanggungjawaban pidana serta 15 Barda Nawawi Arief, 2005, Op.Cit,hal28 16 Bambang Sunggono, 2003, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal 88. 17 Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, Surakarta, Fakultas Hukum UMS, hal 12.

11 ancaman pidana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. 2. Sumber Data Penelitian hukum dengan pendekatan ini, hanya mendasarkan pada data sekunder. Data sekunder dapat dibedakan menjadi: a. Bahan hukum primer (yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat) yaitu UU no 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia. b. Bahan hukum sekunder (bahan hukum yang berfungsi sebagai penjelas dari bahan hukum primer), yang terdiri dari: hasil karya ilmiah para sarjana, hasil penelitian, literatur yang berkaitan dengan teori-teori dan asas-asas hukum pidana 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah studi kepustakaan, yang dilakukan dengan cara menginventarisasi data-data yang berisi norma-norma hukum yang mengatur masalah tindak pidana kewarganegaraan. Kemudian mempelajari bahan hukum lainnya yang terkait dan membantu menjawab permasalahan di dalam penulisan ini. Studi kepustakaan untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan lainnya yang berhubungan dengan penulisan ini.

12 4. Metode Analisis Data Metode pendekatan yang sesuai untuk pengolahan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan dua metode pendekatan untuk menarik kesimpulan, yaitu: a. Metode Induktif Menganalisis dari permasalahan yang bersifat khusus ditarik menjadi kesimpulan yang bersifat umum. b. Metode Deduktif Menganalisis permasalahan yang bersifat umum ditarik menjadi kesimpulan yang bersifat khusus. Analisis deduktif inilah yang akan digunakan dalam penelitian untuk menganaisis dan menjawab permasalahan yang ada. F. Sistematika Penulisan Bab I pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, sistematika penulisan. Bab II tinjauan pustaka, yang terdiri dari: sejarah lahirnya Undang- Undang No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, tinjauan umum tentang kewarganegaraan. Meliputi pengertian warga negara, kewarganegaraan, asasasas kewarganegaraan, unsur-unsur yang menentukan kewarganegaraan, syarat-syarat memperoleh kewarganegaraan, serta hak dan kewajiban warga negara. Pada bagian tinjauan umum tentang kebijakan hukum pidana akan

13 djuraikan mengenai tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, subjek tindak pidana. Selanjutnya mengkaji mengenai pertanggungjawaban pidana yaitu pertanggungjawaban pidana orang. Uraian terakhir pada bab ini mengulas tentang tinjauan umum sanksi pidana yang terdiri dari pengertian sanksi pidana, sanksi pidana orang dan sanksi pidana korporasi serta sistem perumusan sanksi hukum pidana. Bab III hasil penelitian dan pembahasan yang akan menjawab rumusan masalah. Yang terdiri dari sistem pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana kewarganegaraan yang meliputi proses keluarnya Undang-udang no 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan, subjek tindak pidana kewarganegaraan dan sistem pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana kewarganegaraan. Dilanjutkan dengan mengkaji mengenai penerapan sanksi pidana terhadap tindak pidana kewarganegaraan yang meliputi pola perumusan tindak pidana kewarganegaraan yang terdiri dari penetapan perbuatan sebagai tindak pidana kewarganegaraan, sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana kewarganegaraan, prospek penegakan Undang-undang Kewarganegaraan. Bab IV penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang akan mengakhiri penulisan ini.