BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

DAFTAR RUJUKAN. Kompilasi Hukum Islam Departemen Agama RI. Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jakarta: Wipress.

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9

bismillahirrahmanirrahim

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

PROSEDUR BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hukum kewarisan Islam sudah diatur sedemikian rupa dalam Al-Quran, diantaranya terdapat

ANALISIS AKTA PEMBAGIAN WARISAN YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS MENURUT HUKUM ISLAM

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Setiap orang yang melaksanakan perkawinan mempunyai tujuan untuk. pada akhirnya perkawinan tersebut harus berakhir dengan perceraian.

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

PENGHALANG HAK WARIS (AL-HUJUB)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

P E N E T A P A N Nomor : 13/Pdt.P/2012/PA Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN MASALAH

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB IV. Analisis Peran LBH Jawa Tengah Dalam Memberikan Bantuan Hukum. Terhadap Upaya Eksekusi Hak Hadlanah Dan Nafkah Anak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

RESUME. HAK ISTRI BERBEDA AGAMA ATAS WASIAT WAJIBAH HARTA WARISAN SUAMINYA BERAGAMA ISLAM (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 K/AG/2010)

Oleh RIAN PRIMA AKHDIAWAN

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG No.684/Pdt.G/2002/PA.Sm DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD SYAH{RU<R

SURAT PERJANJIAN KAWIN ADAT DAYAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA *)

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

Sistem Informasi Pengolahan Data Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Islam Pada Pengadilan Agama Kota Palopo

BAB II WASIAT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

SERIAL KAJIAN ULIL ALBAAB No. 22 By : Tri Hidayanda

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB II WARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN PERATURAN HUKUM MENGENAI PENGANGKATAN ANAK

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB III PERKAWINAN DI BAWAH ANCAMAN TERHADAP KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB I PENDAHULUAN. seseorang yang meninggal dunia itu. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yaitu :

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

Membangun Keluarga yang Islam

II. TINJAUAN PUSTAKA. UU Perkawinan dalam Pasal 1 berbunyi Perkawinan adalah ikatan lahir batin

Transkripsi:

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI A. Kewarisan dalam CLD KHI Dalam CLD KHI hukum kewarisan diatur pada buku II yang terdiri dari 42 pasal yaitu mulai Pasal 1 sampai dengan Pasal 42. 1. Pengertian Waris Menurut CLD KHI Didalam CLD KHI tidak ada yang menjelaskan tentang hukum kewarisan tetapi didalam KHI dijelasakan adanya hukum kewarisan. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapasiapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masingmasing (Pasal 171 a. KHI). 1 Hukum kewarisan dalam KHI secara garis beasar tetap berpedoman pada garis-garis hukum faraid. 2 Hukum kewarisan yaitu aturan hukum yang mengatur pembagian harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, siapa saja yang mempunyai hak atas peninggalan tersebut, siapa saja ahli waris dan berapa saja bagiannya. 2. Unsur-unsur Kewarisan Menurut CLD KHI Unsur-unsur kewarisan dalam CLD KHI atau yang bisa disebut rukun kewarisan adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta waris dimana bagian harta waris tidak akan ditemukan bila 1 Kompilasi Hukum Islam, Departemen Agama RI, (Jakarta: 2007), hal 114 2 Ditbinbapera, Berbagai Pandangan Terhadap Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Al- Hikmah, 1993) hal 187 45

46 tidak ada rukun-rukunnya. Dalam fiqh mawaris ada tiga, yaitu pewaris, ahli waris dan harta warisan. Pengertian dari tiga unsur tersebut dapat ditemukan dalam CLD KHI Pasal 1 a.b.c.d. Pewaris adalah orang yang ketika meninggal dunia meninggalkan harta untuk diwariskan (Pasal 1 a CLD KHI). 3 Pewaris adalah seseorang yang meninggalkan harta warisan setelah ia meninggal dan harta tersebut diberikan kepada para ahli warisnya. Ahli waris adalah orang yang mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris (Pasal 1 b CLD KHI). Masih dalam pembahasan tentang CLD KHI, dalam batasan pengertian ahli waris terebut dapat dijelaskan bahwa yang berhak menjadi ahli waris ialah orang yang mempunyai hubungan darah atau perkawinan dengan pewaris. Harta peninggalan adalah segala sesuatu yang menjadi milik dan hak pewaris ketika masih hidup (Pasal 1 c CLD KHI). Harta warisan adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris yang menjadi hak ahli waris (Pasal 1 d CLD KHI). Dalam pengertian pasal diatas dapat dibedakan dengan harta peninggalan yakni harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. Dengan arti lain dapat dikatakan harta peninggalan adalah sesuatu yang dimiliki oleh pewaris sewaktu ia masih hidup, sedangkan harta warisan adalah 3 Pembaharuan KHI Komunitas Untuk Menegakkan Hak-Hak Sipil, Pembaharuan Hukum Islam Kompilasi Hukum Islam Perempuan, (Jakarta: 2004), Hal 57 Dalam http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/files/counter legal draft kompilasi hukum islam.doc Pdf di akses 03, Juni, 2015

47 segala sesuatu harta yang dimiliki pewaris dan diberikan kepada ahli waris sewaktu ia sudah meninggal. Di dalam CLD KHI membedakan antara harta peninggalan dan harta warisan. Itulah 3 unsur waris jika salah satu dari unsur tersebut tidak ada, waris mewarisi pun tidak bisa dilakukan. Meskipun demikian secara subtansi keduanya adalah sama, sehingga dapat dimasukkan dalam satu unsur kewarisan. Masih dalam Kitab Hukum Kewarisan Rumusan CLD-KHI tentang prinsip dalam kewarisan, berbagai prinsip yang telah tercantum dalam pasal 2 yang berbunyi kewarisan harus dilakukan atas prinsip Keadilan ( adalah), kesetaraan (al-musaawah), kemaslahatan (almashlahat), Kearifan lokal ( urf), Kemajemukan agama (alta addudiyyah), Kedamaian (salam) dan Kasih sayang (rahmat). 4 Prinsip-prinsip di atas tentunya berpengaruh terhadap kelangsungan dalam pelaksanakan kewarisan, mulai dari keadilan tentunya tidak ada yang merasa dirugikan atau bisa meletakkan sesuatu pada tempatnya atau porsinya yang mana dalam melangsungkan pembagian waris, Selanjutnya kesetaraan yakni tidak adanya diskriminasi atau membeda bedakan, kemaslakhatan yakni menciptakan kebaikan, kearifan lokal yakni kebaikan dalam pembagiannya, Kemajemukan agama yang membuka peluang bagi setiap orang untuk 4 Marzuki Wahid, Fiqh Indonesia, Kompilasi Hukum Islam dan Counter Legal Draft Kompilasi Hukum islam dalam Bingkai Politik Hukum Indonesia, (Bandung: Marja, 2014), hal 224

48 dapat melaksanakan pembagian warisan, kedamain dan kasih sayang yang tercipta dalam keluarga dalam pembagian warisan. 3. Ahli Waris Dan Besarnya Bagian Menurut CLD KHI Pembagian harta warisan pada prinsipnya didasarkan atas kerelaan dan kesepakatan para ahli waris (Pasal 7 CLD KHI). Ahli waris adalah orang yang berhak mewarisi. Didalam draft CLD KHI dijelaskan bahwa Ahli waris dinyatakan sah berdasarkan data yang benar, dan apabila terjadi perselisihan mengenai keabsahan ahli waris, maka diputuskan oleh pengadilan (Pasal 3 CLD KHI). Maka dalam pembagian harta warisan harus jelas siapa saja yang menjadi ahli waris dan berhak menerima harta warisan dengan berdasarkan data yang sebenar-benarnya. 5 Selanjutnya akan terlihat sebab mewarisi berupa kekeluargaan atau hubungan darah pada pasal 4 a dan karena hubungan perkawinan pada pasal 4 b. Salah satu sebab beralihnya harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup adalah adanya hubungan silaturrahim atau kekerabatan antara keduanya. Yaitu hubungan nasab yang disebabkan oleh kelahiran. Sehingga dari pasal 4 a dan b akan ditemukan sebab waris mewarisi dalam CLD KHI yaitu: 6 1. Ahli waris terdiri dari: a. Ahli waris karena hubungan darah (pasal 4 a CLD KHI): 5 Pembaharuan KHI Komunitas Untuk Menegakkan Hak-Hak Sipil, Pembaharuan Hukum Islam Kompilasi Hukum Islam Perempuan..., Hal 59 6 Ibid.,, hal 58

49 - Kelompok laki-laki terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek. - Kelompok perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi, dan nenek. b. Ahli waris karena hubungan perkawinan (pasal 4 b CLD KHI) terdiri dari duda atau janda. Dari pasal diatas dapat ditarik garis hubungan kekerabatan sebagai berikut: kebawah yaitu anak laki-laki dan perempuan dan kalau tidak ada anak-anak, maka cucu menggantikan anak-anak. Keatasa yaitu ayah dan ibu, bila ayah sudah tidak ada, maka kakek mengantikan ayah dan bila itu sudah tidak ada, maka nenek menggantikan ibu. Kesamping yaitu saudara laki-laki dan saudara perempuan baik melalui ayah atau melalui ibu atau ayah dan ibu. 2. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda. Dalam (pasal 16 CLD KHI) anak yang lahir di luar perkawinan apabila diketahui ayah biologisnya, dan sudah memperoleh penetapan pengadilan, maka anak tetap memiliki hak waris dari ayah biologisnya itu. 7 Jadi dalam pasal ini anak yang lahir diluar perkawinan dapat memiliki hak waris dari ayah kandungnya. 8 Adapun bagian yang ditentukan dari para ahli waris Dzawil Furud adalah ahli waris dalam kompilasi disebutkan bagian tertentu untuk setiap ahli waris yaitu, setengah sepertiga, seperempat, seperenam, seperdelapan, dan dua pertiga. Adapun perincian bagian masing-masing adalah sebagai berikut: 7 Ibid.,, hal 60 8 Marzuki Wahid, Fiqh Indonesia,.. hal 224

50 1. Anak perempuan berhak menerima bagian: a. Anak perempuan apabila hanya satu orang mendapat setengah dari harta warisan. b. Apabila dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. c. Apabila anak perempuan bersama anak laki-laki, maka bagian anak perempuan sama dengan bagian anak laki-laki (pasal 8 CLD KHI). 9 2. Ayah dan ibu berhak menerima bagian: a. Ayah dan ibu masing-masing mendapat sepertiga bagian apabila pewaris tidak meninggalkan anak. b. Apabila ada anak, maka masing-masing memperoleh seperenam bagian (pasal 9 CLD KHI) 3. Duda dan janda berhak menerima bagian: a. Duda dan janda masing-masing mendapat setengah bagian apabila pewaris tidakmeninggalkan anak. b. Apabila ada anak, maka masing-masing memperoleh seperempat bagian (pasal 10 CLD KHI) 4. Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu, berhak mendapatkan bagian: a. Masing-masing mendapatkan seperenam bagian, apabila pewaris tidak meninggalkan anak dan ayah. b. Apabila dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian (pasal 11 CLD KHI) 10 5. Saudara perempuan kandung atau seayah, berhak mendapat bagian: a. Saudara perempuan kandung atau seayah apabila hanya satu orang, mendapat setengah bagian, apabila pewaris tidak meninggalkan ayah dan anak. b. Apabila dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. c. Apabila saudara perempuan bersama-sama dengan saudara laki-laki sekandung atau seayah, maka bagian saudara lakilaki dan saudara perempuan adalah sama (pasal 12 CLD KHI) Adapun ahli waris yang tidak ditentukan (asobah) bagiannya adalah dalam kompilasi terdapat kelompok ahli waris yang bagiannya 9 Pembaharuan KHI Komunitas Untuk Menegakkan Hak-Hak Sipil, Pembaharuan Hukum Islam Kompilasi Hukum Islam Perempuan..., Hal 59 10 Ibid.,, hal 59

51 tidak ditentukan secara pasti, sehingga mereka mempunyai kemungkinanan mendapatkan keseluruhan harta bila tidak ada ahli waris yang telah pasti bagiannya atau mendapat sisa harta sesudah pembagian atau tidak menerima bagian sama sekali karena abis diambil oleh ahli waris yang mempunyai bagian pasti. Adapun dari perincian ahli waris dan bagaiannya masingmasing sebagaimana disebut diatas, terlihat bahwa ada diantara ahli waris dengan kedudukan tertentu dan bagian yang telah pasti dan ada diantara mereka ahli waris yang tidak disebutkan bagiannya secara pasti seperti anak laki-laki dan saudara laki-laki kandung atau seayah. Disamping kedua kelompok ahli waris tersebut, terdapat beberapa ahli waris yang dikategorikan sebagai ahli waris dengan menempati penghubung yang sudah meninggal, seperti cucu, anak saudara, paman, dan seterusnya. Ahli waris kelompok ini, kedudukan dan bagiannya dapat diketahui melalui peluasan pengertian ahli waris langsung seperti anak yang diperluas kepada cucu, ayah diperluas kepada kakek, ibu diperluas pada nenek, saudara diperluas kepada anak saudara. Sehingga dari dasar hukum dan cara mereka menjadi ahli waris mereka disebut sebagai ahli waris pengganti. 11 Ahli waris yang wafat lebih dahulu daripada pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 5. Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh 11 Ibid.,,hal 68

52 melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti (pasal 15 CLD KHI). 12 Ahli waris pengganti adalah seorang anak yang menggantikan posisi orangtuanya untuk menerima warisan karena orangtuanya wafat lebih dahulu daripada pewaris (pasal 1 h CLD KHI) Apabila ahli waris meninggal terlebih dahulu dari pada pewaris maka ia dapat digantikan oleh anaknya sehingga ia tetap mendapat bagian warisan dan bagian tersebut dan tidak boleh melebihi bagian ahli waris yang digantikan. Dalam CLD KHI diperbolehkan para ahli waris dapat melakukan musyawarah untuk menentukan pembagian harta warisan demi kemaslahatan bersama, setelah masing-masing menyadari bagiannya (pasal 13 CLD KHI). 13 Para ahli waris diperbolehkan untuk melakukan musyawarah antara ahli waris satu dengan ahli waris yang lain untuk menentukan bagianya masing-masing demi kepentingan bersama. Apabila ahli waris belum dewasa atau sudah dewasa tetapi tidak cakap mengelola harta warisan, maka dapat diangkat wali untuk menerima dan mengelola harta warisan berdasarkan musyawarah keluarga atau keputusan pengadilan atas usul anggota keluarga (pasal 14 CLD KHI). Apabila pewaris tidak meninggalkan ahli waris atau keberadaan ahli warisnya tidak diketahui, maka harta warisannya atas putusan pengadilan diserahkan penguasa-annya kepada lembaga yang 12 Ibid..,hal 68 13 Ibid.,, hal 60

53 terpercaya untuk mengelola harta tersebut guna kemaslahatan umum (Pasal 19 CLD KHI). Jika dalam pembagian harta warisan pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali maka warisan tersebut diberikan kepada lembaga yang berwenang mengelola harta tersebut. 4. Metode Pembagian Waris Menurut CLD KHI Dalam pembahasan sebelumnya telah diterangkan bahwa harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya (pasal 1 c CLD KHI). 14 Terhadap peninggalan pewaris tersebut melekat beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh ahli waris sebelum diadakan pembagian harta warisan. Pasal 6 ayat 1 CLD KHI menyebutkan bahwa Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah: 15 1. Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah: a. Menyelesaikan urusan jenazah sampai selesai dimakamkan. b. Menyelesaikan semua hutang-piutang pewaris. c. Menyelesaikan wasiat pewaris. d. Membagi harta warisan kepada ahli waris yang berhak. Kewajiban a, b, dan c merupakan tindakan pemurnian harta peninggalan pewaris untuk dapat melaksanakan kewajiban membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak dan pelaksanaannya membutuhkan biaya yang dapat diperoleh dari harta peninggalan pewaris. 14 Ibid.,, hal 57 15 Ibid.,, hal 59

54 Termasuk dalam kelompok pelunasan hutang juga dimaksudkan kewajiban ahli waris untuk menagih piutang pewaris yang ada sangkutnya dengan sesama orang lain. Adapun mengenai pelunasan hutang pewaris kepada sesama manusia tidaklah menjadi beban ahli warisnya, karena hutang menurut hukum islam tidak diwarisi. Pasal 6 ayat (2) CLD KHI menegaskan bahwa Tanggung jawab ahli waris terhadap utang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah yang senilai dengan harta peninggalannya. Karenanya hutang tetap menjadi tanggung jawab si meninggal yang dikaitkan pada hartanya dan kewajiban ahli waris hanyalah sebatas membayarkan hutang tersebut dari harta yang ditinggalkannya. Jadi untuk tidak membebani si meninggal dengan adanya hutang tersebut, maka tindakan pembayaran harus dilaksanakan sebelum pembagian harta warisan. Menyelesaikan wasiat pewaris, apabila sesudah mengeluarkan biaya pengurusan jenazah dan biaya membayar hutang harta peninggalan dan pewaris masih ada, maka tindakan selanjutnya adalah wasiat yang telah dibuat oleh pewaris kepada orang atau lembaga yang berhak. Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang atau lembaga yang akan berlaku setelh pewaris meninggal dunia (Pasal 1 e CLD KHI). 16 16 Ibid.,, hal 57

55 Di dalam Pasal 20 CLD KHI dijelaskan tentang kekurangan dan kelebihan harta warisan yaitu: 1. Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli waris dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar daripada angka penyebut, maka kekurangan bagian harta warisan diambilkan berturut-turut dari bagian saudara seayah atau saudara sekandung, kemudian bagian anak. 2. Apabila dalam pembagian harta warisan di antara ahli waris dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil daripada angka penyebut, maka kelebihan harta warisan ditambahkan kepada bagian dzawil furudl dan tidak diberikan kepada kelompok ashabah. 3. Bagian ayah, ibu, suami, dan istri tidak dapat ditambah atau dikurangi oleh bagian yang lain. 5. Penghalang Terlaksanakannya Hak waris Menurut CLD KHI Terdapat beberapa hal yang dapat menggugurkan hak seseorang untuk mewarisi peninggalan si meninggal. Seseorang terhalang menjadi ahli waris berdasarkan putusan pengadilan karena dipersalahkan: 1. Telah membunuh atau mencoba membunuh pewaris; 2. Telah memfitnah pewaris sehingga menyebabkan pewaris diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

56 Kemudian pada pasal 5 ayat 1 CLD KHI akan terlihat jelas ketentuan umum tentang golongan yang terhalang menerima warisan. Yaitu orang yang membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris (5 ayat 2 CLD KHI) dan orang yang memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukum 5 tahun penjara atau hukum yang lebih berat. 17 Persoalan ini yang sering muncul sehubungan dengan masalah ini kiranya diperhitungkan mengenai cara yang ditempuh sipembunuh untuk merealisasikan niat jahatnya pada pewaris. Seseorang bisa saja melakukan pembunuhan dengan meminjam tangan orang lain atau menggunakan racun misalnya, sehingga dalam kasus seperti ini tentu tidak mudah menentukan siapa pelaku pembunuhan itu. Oleh karena itu, peran hakim dalam menentukan kebenaran materiil menjadi tumpuan terakhir dari kompilasi untuk menentukan jenis pembunuhan dan memfitnah apakah berakibat menjadi penghalang atau tidak. B. Wasiat menurut CLD KHI 1. Pengertian Wasiat Wasiat adalah pesan seseorang kepada orang lain untuk mengurusi hartanya sesuai dengan pesan itu sepeninggalannya, jadi 17 Ibid.., hal 58

57 wasiat yang akan dilaksanakan setelah meninggalnya orang yang berwasiat dan berlaku setelah orang yang berwasiat itu meninggal, wasiat berarti pula nasihat-nasihat atau kata-kata yang disampaikan seseorang kepada dan untuk orang lain yang berupa kehendak orang yang berwasiat it untuk dikerjakan terutama nanti sesudah dia meninggal. Seperti halnya yang dijelaskan dalam KHI. Wasiat adalah suatu pemberian dari pewasiat kepada seseorang atau suatu lembaga yang akan berlaku setelah pewasiat meninggal dunia (Pasal 1 e CLD KHI). 18 Selanjutnya wasiat adalah pernyataan kehendak oleh sesorang mengenai apa yang dilakukan terhadap hartanya sesudah ia meninggal kelak. Dengan ketentuan bahwa orang yang dapat mewasiatkan telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga (Pasal 21 ayat 1 CLD KHI). Serta harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat (Pasal 21 ayat 2 CLD KHI). Pemilikan terhadap harta benda sebagaimana pada ayat (1) dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal duni (Pasal 21 ayat 3 KHI). 19 2. Rukun dan Syarat Wasiat a. Orang yang berwasiat Ada dua syarat kumulatif agar seseorang dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya. Dua syarat tersebut adalah (1) telah 18 Ibid..,hal 57 19 Ibid.,,hal 62

58 berumur sekurang-kurangnya 21 tahun dan (2) berakal sehat. Syarat lainnya adalah wasiat tersebut harus dibuat tanpa ada paksaan dari orang lain.hal ini dinyatakan dalam pasal 21 ayat (1) CLD KHI. CLD KHI menggunakan batasan umur untuk menentukan bahwa seseorang talah mampu melakukan perbuatan-perbuatan hukum, yaitu sekurang-kurangnya berumur 21 tahun. Umumnya anak-anak di Indonesia, pada usia di bawah 21 tahun dipandang belum atau tidak mempunyai hak kepemilikan karena masih menjadi tanggungan kedua orang tuanya, kecuali apabila sudah dikawinkan. Agar seseorang dapat menyatakan kehendak wasiatnya, maka ia harus berakal sehat. Syarat ini logis dan harus disertakan, sebab jika tidak akan sulit diketahui apakah seseorang benar-benar ingin mewasiatkan hartanya atau tidak. b. Orang yang menerima wasiat Masih dalam pembahasan tentang CLD KHI sesuai bunyi pasal 1 huruf (e) dapat diketahui bahwa penerima wasiat adalah (1) orang, dan (2) lembaga. Pasal 23 CLD KHI menegaskan bahwa dalam wasiat baik secara tertulis maupun secara lisan harus disebutkan dengan tegas siapa atau siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan. Pada dasarnya setiap orang, kecuali pewasiatnya sendiri dapat menjadi subyek penerima wasiat. Ada beberapa

59 perkecualian mengenai hal ini, sebagaimana tercantum dalam pasal 22 ayat (3), dan pasal 32 mengenai orang-orang yang tidak dapat diberi wasiat. 1. Pasal 22 ayat (3) CLD KHI menyebutkan wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris. 2. Pasal 32 CLD KHI menyebutkan wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang dan kepada orang yang memberi tuntunan kerohanian sewaktu ia menderita sakit hingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasanya. Didalam CLD KHI telah mengambil jalan tengah dari perselisihan pendapat apakah ahli waris dapat menerima wasiat atau tidak. Orang yang sakit lazimnya tidak berdaya, baik mental maupun fisik. Oleh karena itu mudah sekali timbul rasa simpati pada diri orang yang sakit tersebut terhadap orang-orang yang menolongnya. Dalam keadaan yang demikian mudah sekali timbul rasa simpatik pada diri orang yang akan berwasiat. Untuk mencegah berlebih-lebihannya perwujudan perasaan yang demikian itu, diadakan pembatasan-pembatasan hukum, agar pihak-pihak lain (misalnya ahli waris) tidak dirugikan. Ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 32 CLD KHI dilatarbelakangi konsep bahwa tidak tepat untuk mengatakan perasaan si sakit yang demikian itu sebagai tidak berakal sehat, akan tetapi hal ini memang bisa dikatakan tidak berakal sehat sehingga perlu diadakan suatu pembatasan. Namun demikian, yang agaknya

60 mengaburkan penafsiran itu adalah klausula yang tercantum dalam pasal tersebut, yaitu: kecuali ditentukan dengan jelas dan tegas untuk membalas jasa. 20 c. Barang wasiat Pasal 1 huruf (e) CLD KHI menyebutkan suatu benda sebagai sesuatu yang dapat diwasiatkan. Kompilasi Hukum Islam membedakan benda yang dapat diwasiatkan ke dalam benda bergerak dan benda tidak bergerak. Hal ini sesuai dengan pasal 27 yang menyatakan bahwa harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila karena suatu sebab yang sah mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum pewasiat meninggal dunia, maka penerima wasiat hanya akan menerima harta yang tersisa. 21 Wasiat juga bisa berupa hasil atau pemanfaatan suatu benda tertentu. Hal ini sesuai dengan pasal 24 CLD KHI yang menyebutkan: wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun pemanfaatan suatu benda harus diberi jangka waktu tertentu. Pembatasan jangka waktu yang dimaksudkan dalam Kompilasi Hukum Islam ini untuk memudahkan tertib administrasi. d. Redaksi (Sighat) Wasiat Pada dasarnya wasiat dapat dilaksanakan dengan menggunakan redaksi (shighat) yang jelas. Wasiat bisa dilakukan 20 Ibid..., hal 64 21 Ibid.,, hal 62

61 dengan cara tertulis dan tidak memerlukan jawaban (qabul) penerimaan secara langsung. Dalam konteks kehidupan sekarang ini, cara-cara tersebut di atas tentu akan mengurangi kepastian hukumnya. Oleh karena itu perlu diatur agar wasiat tersebut dapat dibuktikan secara otentik, yaitu dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi atau dihadapan Notaris berdasarkan pasal 22 ayat (1) CLD KHI. Dalam pasal 30 ayat (1) CLD KHI dikatakan: Apabila surat wasiat dalam keadaan tertutup, maka penyimpanannya dilakukan di tempat Notaris yang membuatnya atau di tempat lain, termasuk surat-surat yang ada hubungannya dengan wasiat tersebut. 22 Upaya penyaksian wasiat baik melalui saksi biasa atau Notaris sebagai pejabat resmi, dimaksudkan agar realisasi wasiat setelah pewasiat meninggal dunia dapat berjalan dengan lancar. 3. Batasan Wasiat Pada dasarnya wasiat hanya diperbolehkan sebanyakbanyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya. Batasan wasiat ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan ahli waris yang lain agar mereka tetap memperoleh harta warisan. Oleh karena itu apabila pewasiat hendak mewasiatkan hartanya lebih dari sepertiga harta warisan dan maksud ini disetujui oleh ahli waris yang lain maka wasiat yang seperti itu sah dilakukan. 22 Ibid.,, hal 64

62 Hal ini diatur dalam pasal 22 ayat (2) CLD KHI yang menyatakan bahwa wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujuinya. Sementara pasal 28 CLD KHI yang menegaskan apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan, sedangkan ahli waris yang lain tidak menyetujuinya,maka wasiat hanya dilakukan sampai batas sepertiga saja. 4. Pembatalan wasiat 1. Batalnya wasiat Menurut Pasal 24CLD KHI wasiat dapat dibatalkan putusan hakim yang telah mempunyai hukum tetap apabila: 23 a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat kepada pewasiat; b. Penerima wasiat dipersalahkan secara memfitrnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan sesuatu kejahatan yang diancam hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat; c. Penerima wasiat dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat; d. Penerima wasiat dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dan pewasiat. Diantara banyak faktor yang menyebabkan batalnya wasiat tersebut, pembunuhan terhadap pewasiat merupakan faktor terberat untuk menghalangi seseorang menerima wasiat. Disamping hal-hal tersebut, pasal 24 ayat (2) CLD KHI juga menegaskan bahwa wasiat 23 Ibid.,, hal 62

63 menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu: a. Tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai ia meninggal dunia sebelum meninggalnya si pewasiat. b. Mengetahui adanya wasiat tersebut tetapi ia menolak untuk menerimanya. c. Mengetahui adanya wasiat tersebut, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya si pewasiat. Pada ayat 3 disebutkan bahwa wasiat akan menjadi batal apabila barang yang diwasiatkan tersebut musnah. 2. Cabutnya Wasiat Pada dasarnya wasiat dapat dicabut kembali apabila calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuannya atau menyatakan persetujuan tetapi menariknya kembali. Hal ini dinyatakan dalam pasal 26 ayat (1) CLD KHI yang menyebutkan pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuannya atau sudah menyatakan persetujuannya tetapi kemudian menariknya kembali. 24 Dengan demikian apabila calon penerima wasiat telah menyetujuinya atau tidak menarik kembali persetujuannya, maka suatu wasiat tidak dapat dicabut. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa CLD KHI memandang wasiat bukan merupakan perbuatan hukum sepihak, melainkan dua pihak sebagaimana layaknya suatu 24 Ibid.,, hal 63

64 perjanjian. Suatu perjanjian hanya dapat dibatalkan apabila mendapat persetujuandari kedua belah pihak. Pasal 26 ayat (2) CLD KHI menegaskan bahwa pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akta Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan. Apabila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akta Notaris. Suatu wasiat yang dibuat berdasarkan akta Notaris maka hanya bisa dicabut berdasarkan akta Notaris juga.

65