BAB I PENDAHULUAN. faktor ekonomi yang menyebabkan masyarakat dengan taraf ekonomi. yang layak ditempati sebagai tempat tinggal.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. suatu badan hukum ataupun Pemerintah pasti melibatkan soal tanah, oleh

PEMANFAATAN TANAH MILIK PT. KERETA API INDONESIA OLEH MASYARAKAT DESA BATURETNO KECAMATAN BATURETNO KABUPATEN WONOGIRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat pula

BAB 1 PENDAHULUAN. tentunya setiap orang membutuhkan tanah untuk menjalankan roda

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

GUGAT BALIK (REKONVENSI) SEBAGAI SUATU ACARA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DALAM PERADILAN DI PENGADILAN NEGERI KLATEN

PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA TANAH KAS DESA DI DESA KENAIBAN KECAMATAN JUWIRING KABUPATEN KLATEN

ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PENGELOLAAN ASET TANAH INSTANSI PEMERINTAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Pasal 1600 KUH Perdata. Sewa-menyewa dalam bahasa Belanda disebut dengan huurenverhuur

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

PELAKSANAAN PENERBITAN SERTIFIKAT PENGGANTI HAK MILIK ATAS TANAH KARENA HILANG OLEH KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang

MENTERI DALAM NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN BESARNYA SUKU BUNGA PINJAMAN DALAM SENGKETA HUTANG PIUTANG (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 5 TAHUN 1974 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI PENYEDIAAN DAN PEMBERIAN TANAH UNTUK KEPERLUAN PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

PERUBAHAN STATUS TANAH HAK MILIK MENJADI HAK GUNA BANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN PT (PERSEROAN TERBATAS) MELALUI KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

PERBANDINGAN ANTARA HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT KETENTUAN KUHPerdata Dan UUPA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

1 Undang- Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria 3

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bahwa pada hakekatnya pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya yang dapat mempengaruhi hak dan kewajibannya. Sedangkan. ikatan yang dapat mempengaruhi hak dan kewajibannya.

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global yang. sosial secara signifikan berlangsung semakin cepat.

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH HAK MILIK SEBAGAI JAMINAN KREDIT DI KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Sumarma, SH R

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 44 TAHUN 1994 T E N T A N G PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha,

BAB I PENDAHULUAN. terkumpulnya uang yang cukup untuk membeli barang tersebut secara tunai.

NOTARIS DAN PERBANKAN

Peran dinas perhubungan dalam mendukung peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Magelang

BAB I PENDAHULUAN. empat untuk menyuplai pasokan barang kebutuhan dalam jumlah yang banyak.

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

MEI SUBROTO NIM. R

BAB I PENDAHULUAN. lain adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. Salah satunya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. seolah sudah menjadi tradisi tahunan yang wajib dirasakan apabila musim

PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

Menimbang: Mengingat:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa bagi kelangsungan hidup umat manusia. Arti penting ini

PROSES PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DAN KEPENTINGAN UMUM DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jumlah penduduk yang sangat cepat menyebabkan berkurangnya lahan pemukiman. Hal tersebut tidak diimbangi dengan adanya faktor ekonomi yang menyebabkan masyarakat dengan taraf ekonomi menengah kebawah sangat kesulitan untuk mendapatkan lahan pemukiman yang layak ditempati sebagai tempat tinggal. Krisis moneter yang berkepanjangan menyebabkan jumlah penduduk miskin semakin bertambah seiring dengan kenaikan jumlah penduduk yang kian banyak. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat miskin berusaha mencari solusi tempat pemukiman yang murah bahkan gratis. Beberapa alternatif menjadi pilihan mereka. Ada yang menempati lahan kosong ataupun tanah pemerintah di mana mereka membangun sendiri bangunan semi permanen bahkan permanen di lahan tersebut. Keterbatasan pengetahuan dan pendidikan menyebabkan mereka berbuat begitu saja dengan membuat bangunan sebagai tempat tnggal. Penempatan lahan kosong, baik yang berupa tanah negara ataupun tanah pribadi yang diterlantarkan dilakukan dengan semaunya sendiri tanpa adanya ijin dari pemerintah/pemda ataupun pihak pemilik tanah. Pihak pemerintah dalam hal ini adalah PT KAI beranggapan bahwa pemukiman yang mereka bangun adalah bangunan liar yang dapat dengan mudah digusur tanpa 1

2 mempertimbangkan rasa kemanusiaan serta kerugian material yang mereka derita. Kurangnya pengawasan dari pihak PT KAI menyebabkan terjadinya pertumbuhan pemukiman liar di sepanjang rel kereta api. Kenyamanan dan keselamatan bukan lagi menjadi hal yang utama bagi mereka. Dalam peraturan yang dibuat PT KAI bahwa pemukuman penduduk minimal 10 m dari rel kereta api. Pemukiman tersebut adalah pemukiman resmi yang disewakan oleh pihak PT KAI. Sementara yang menempati areal sekitar 2 m atau 3 m dari rel adalah mereka-mereka yang tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah. Namun demikian di balik peraturan yang telah dibuat tersebut pihak PT KAI juga melakukan sewa kepada masyarakat. Meskipun dalam aturan yang sesungguhnya pihak PT KAI tidak memungut biaya untuk menempati, namun dalam kenyataannya, tanah-tanah tersebut telah berpindah tangan sehingga apabila akan menggunakan harus membayar sejumlah tertentu agar seseorang dapat memiliki lahan untuk pemukiman atau yang lainnya. Kemudian dalam tahun-tahun berikutnya mereka harus membayar sewa kepada pihak PT KAI. Tanah PT KAI sendiri ditinjau dari segi historisnya (Subarkah, 1992), berasal dari aset perusahaan Kereta Api Negara (Staats Spoorwage=SS) dan aset perusahaan-perusahaan Kereta Api Belanda yang telah dinasionalisasikan berdasarkan Undang Undang No. 86 Tahun 1958 Jo. Peraturan Pemerintah No. 40 dan No. 41 Tahun 1959, semuanya menjadi aset Djawatan Kereta Api. Pada saat terjadinya likuidasi pada tahun 1958 dengan UU No. 86 Jo. Peraturan Pemerintah No. 40 dan No. 41 tahun 1959, maka tanah-tanah perkeretaapian

3 akan dikuasai oleh Djawatan yang menurut Peraturan No. 8 tahun 1953 adalah organisasi suatu menteri yang berdiri sendiri (Riyadi 1998: 73). Adapun pelaksanaan konversinya dilakukan menurut ketentuan dari Peraturan Menteri Agraria No. 9 tahun 1965 Jo. Peraturan Menteri Agraria No. 1 tahun 1966 hak penguasaan yang dikuasai instansi pemerintah dikonversi menjadi hak pakai apabila ingin digunakan untuk kepentingan sendiri, dan dikonversi menjadi hak pengelolaan apabila selain digunakan untuk kepentingan sendiri dimaksudkan juga untuk diberikan kepada masyarakat. Landasan pengelolaan pertanahan secara yuridis diatur dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria sebagai penjabaran Pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945. Undang Undang Pokok Agraria sebagai sebutan dari Undang-Undang No 5 tahun 1960 disusun berdasarkan pedoman-pedoman dari Pancasila sebagai dasar kerokhanian dan merupakan azas hukum agraria yang bersifat khusus dan telah dijelmakan dalam Pasal-Pasal Undang Undang Pokok Agraria (Sutiknjo, 1990: 54). Berdasarkan pedoman-pedoman dari sila-sila Pancasila dan tujuan pembentuk Undang-Undang pada dasarnya Undang Undang Pokok Agraria mengandung nilai, watak, semangat kerakyatan dan amanat untuk menciptakan kehidupan yang berkeadilan sosial di bidang pertanahan bagi rakyat seluruhnya. Namun pada masa Orde Baru pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria dalam kurun waktu tiga dasa warsa, pelaksanaannya kurang memperhatikan dan telah bergeser sebagai akibat pengaruh liberalisasi dalam

4 kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai dampak langsung proses globalisasi. Dalam era globalisasi sekarang ini terdapat kecenderungan tanah dianggap sebagai komoditas dan lebih banyak dimanfaatkan untuk mendukung investasi skala besar, sedangkan fungsi sosial tanah dan peranannya sebagai instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat jauh dilupakan, sehingga pada akhirnya rakyat terutama golongan ekonomi lemah merasa diperlakukan kurang adil dalam penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria yang memuat pernyataan penting mengenai hak atas tanah, yang merumuskan secara singkat sifat kebersamaan atau kemasyarakatan hak-hak atas tanah menurut konsepsi yang mendasari hukum tanah nasioanal, Pasal 6 tersebut berbunyi: semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apabila kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Tetapi dari pada itu, ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). Undang- Undang Pokok Agraria memperhatikan kepentingan-kepentingan perseorangan haruslah saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapai tujuan

5 pokok: kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya (Pasal 2 ayat(3)). Dengan demikian tanah yang dihaki seseorang bukan hanya mempunyai fungsi bagi yang empunya hak itu saja, tetapi juga bagi bangsa indonesia seluruhnya. Sebagai konsekuensinya, dalam mempergunakan tanah yang bersangkutan bukan hanya kepentingan yang berhak sendiri saja yang dipakai sebagai pedoman, tetapi harus diingat dan diperhatikan kepentingan masyarakat, harus diusahakan adanya keseimbangan antara kepentingan yang mempunyai dan kepentingan masyarakat. Kepentingan umum harus diutamakan daripada kepentingan pribadi, sesuai dengan asas-asas hokum yang berlaku bagi terselenggaranya kehidupan bersama dalam masyarakat. Meskipun demikian kepentingan individu juga tidak diabaikan, karena seperti telah dikemukakan diatas, hak individu atas tanah dihormati dan dilindungi oleh hukum, maka jika kepentingan umum menghendaki didesaknya kepentingan individu, hingga yang terakhir ini mengalami kerugian, maka kepadanya harus diberikan pengganti kerugian. Sehubungan dengan fungsi sosialnya, maka adalah suatu hal yang sewajarnya, bahwa tanah itu harus diperhatikan baik-baik, agar bertambah kesuburannya serta dicegah kerusakannya. Hal ini sesuai dengan Pasal 15 Undang-Undang Pokok Agraria bahwa Kewajiban memelihara tanah tidak saja dibebankan kepada pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan menjadi beban pula dari setiap orang, badan-badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah, dalam

6 pelaksanaan ketentuan tersebut diperhatikan kepentingan pihak yang ekonomi lemah. Pemeliharaan tanah dilaksanakan dengan cara-cara yang lazim dikerjakankan didaerah yang bersangkutan, sesuai dengan petunjuk-petunjuk dari jawatan-jawatan yang bersangkutan. Tanah harus dikuasai dan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemilik tanah, apabila tanah tersebut ditelantarakan maka tanah dapat dikuasai oleh orang lain. Banyak terjadi kasus di PT KAI, dimana tanah-tanah yang lama tidak dipergunakan dikuasai oleh pihak lain yang tidak berhak. Hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang No 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya, yang menyatakan bahwa pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman pidana, akan tetapi hal tersebut tidak selalu dilakukan tuntutan pidana, atau dapat diselesaikan secara lain dengan mengingat kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan dan rencana peruntukan serta penggunaan tanah yang bersangkutan, misalnya rakyat yang mendudukinya dapat dipindahkan ke tempat lain atau jika dipadang perlu dapat pula dilakukan pengosongan dengan paksa tanpa perlu adanya perantara atau keputusan pengadilan. Karena persoalannya tidak sama di setiap daerah, maka titik berat kebijaksanaanya diserahkan para penguasa daerah, hingga dapat lebih diperhatikan segi-segi dan coraknya yang khusus sesuai situasi dan kondisi daerah. Dalam penyelesaian permasalah yang dihadapi harus diperhatikan kepentingan rakyat pemakai tanah dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang

7 bersangkutan maka terlebih dahulu harus diusahakan supaya dapat dicapai penyelesaian melalui musyawarah dengan pihak-pihak yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal tersebut, bila mengingat perkembangan zaman dan lajunya pembangunan serta pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat yang mana nilai ekonomis tanah juga semakin tinggi sehingga menyebabkan ketimpangan penguasaaan tanah, semakin orang butuh tanah untuk kepentingan pembangunan sedangkan luas tanah relatif tidak bertambah sehingga sangat potensial akan memunculkan sengketa tanah. Bahwa kondisi seperti tersebut di atas merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan masalah, sengketa dan konflik pertanahan semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya dewasa ini. Penyelesaian sengketa atau konflik pertanahan pada hakekatnya merupakan tugas Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di bidang pelayanan masyarakat dalam rangka memberikan kepastian hukum di dalam penguasaan dan pemilikan tanah. Sehubungan dengan hal tersebut kinerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia di dalam penyelesaian masalah, sengketa dan konflik pertanahan merupakan hal yang sangat penting karena menjadi perhatian dan harapan masyarakat pada umumnya. Untuk tanah-tanah PT KAI di Daerah operasi (Daop) VI, yang dalam penelitian ini meliputi daerah antara Stasiun Purwosari samapai dengan Stasiun Balapan, merupakan jalur yang masih sangat aktif, sehingga tidak dimungkinkan tanah yang dimiliki PT KAI dikonversi menjadi hak pakai ataupun hak pengelolaan. Namun demikian yang menjadi masalah adalah riil

8 ada sebagian tanah PT KAI yang digunakan oleh masyarakat, sehingga timbul masalah tentang hak atas tanah antara PT KAI dengan masyarakat yang menggunakan tanah tersebut. Saat ini pihak pengguna tanah PT KAI dikenai biaya sewa yang besarannya ditentukan secara sepihak oleh PT KAI. Tanah- tanah PT KAI didaerah Purwosari mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Disamping akses ke pusat kota sangat dekat, juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi sebagai tempat usaha. Hampir 60 % penyewa tanah PT KAI di wilayah Purwosari menggunakan tempatnya sebagai tempat usaha, yaitu untuk kos-kostan, bengkel, warung, klinik bersalin dan toko kelontong. Hal ini yang mendorong masyarakat untuk menyewa tanah PT KAI, karena kalau dibandingkan dengan membeli, harga sewa sangat rendah. Disamping alasan tersebut di atas, masyarakat Purwosari, dalam hal ini adalah penyewa tanah PT KAI membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal ( 40 %). Bertitik tolak dari uraian tersebut, penelitian ini penting dilakukan mengingat adanya permasalahan yang terjadi dengan adanya sewa menyewa tanah PT KAI, dengan tujuan agar dapat dicapai kesepakatan dan manfaat bersama antara pihak PT KAI dan masyarakat selaku penyewa tanah, sehingga dikemudian hari tidak terjadi permasalahan yang akan merugikan salah satu pihak. Di samping itu diharapkan dapat dibuat model perlindungan hukum yang sesuai serta mampu memberikan manfaat bagi semua pihak. Perlindungan yang tepat bagi penyewa tanah PT KAI sehingga tidak menjadi pihak yang dapat diperlakukan dengan semena-mena oleh pihak PT

9 KAI menarik untuk diteliti. Dengan demikian yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah tentang perlindungan hukum penyewa tanah PT KAI.Daop VI Yogyakarta. B. Pembatasan Masalah 1. Pengaturan hukum dan perkembangan penggunaan tanah PT KAI oleh masyarakat Purwosari. 2. Hak-hak yang dimiliki oleh penyewa tanah PT KAI dipandang dari perspektif hukum di Indonesia. 3. Perlindungan dan jaminan hukum yang memberikan manfaat bagi semua pihak. C. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pengaturan hukum dan perkembangan penggunaan tanah PT. Kereta Api oleh masyarakat di Purwosari? 2. Bagaimana hak-hak yang dimiliki oleh penyewa tanah PT KAI dipandang dari perspektif hukum positif di Indonesia? 3. Bagaimana perlindungan dan jaminan hukum yang sesuai serta bisa bermanfaatnya bagi semua pihak. D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaturan hukum dan perkembangan penggunaan tanah PT. Kereta Api oleh masyarakat di Purwosari.

10 2. Untuk mengetahui hak-hak yang dimiliki oleh penyewa tanah PT KAI dipandang dari perspektif hukum positif di Indonesia. 3. Untuk mengetahui perlindungan dan jaminan hukum yang bermanfaat bagi semua pihak. E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum agraria pada khususnya terutama mengenai sewa menyewa tanah PT KAI dipandang dari perspektif hukum positif Indonesia. 2. Dapat menjadi masukan sebagai bahan pengambilan kebijakan bagi pihakpihak yang berkepentingan, dalam hal ini adalah pejabat PT KAI maupun masyarakat penyewa. 3. Dapat memberikan perlindungan hukum bagi penyewa tanah PT KAI yang sesuai serta bisa memberikan jaminan hukum serta manfaatnya bagi semua pihak. F. Metode Penelitian Metode merupakan cara yang utama yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan, akan tetapi dengan mengadakan klarifikasi yang berdasarkan pada pengalaman, dapat ditentukan teratur dan terpikirkannya alur yang runtut dan baik untuk mencapai suatu maksud (Soerakhmat, 1982: 131).

11 Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah (Hadi, 1989: 4). Dengan demikian pengertian metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan maupun guna menguji kebenaran maupun ketidak benaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. Untuk dapat menghasilkan kajian terhadap permasalahan yang ada sehingga tercapai tujuan dan manfaat yang diharapkan, maka diperlukan adanya data-data yang akurat, yaitu sesuai dengan kebutuhan secara validitas (dipercaya) maupun reabilitasnya (keajegan). Data yang akurat tersebut hanya dapat diperoleh dengan penelitian yang benar dan sesuai dengan kebutuhan. Dalam penelitian ini meliputi: 1. Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di wilayah Surakarta, yaitu terhadap sewa menyewa antara pihak PJKA selaku pengelola tanah PT KAI yang berada di daerah operasi 6 Yogyakarta dengan pihak masyarakat penyewa tanah PT KAI di wilayah Surakarta. Lokasi ini dipilih karena secara riil banyak masyarakat yang menggunakan/menempati tanah PT KAI tersebut dengan cara menyewa dari PT Kereta Api Indonesia. 2. Jenis penelitian.

12 Penelitian ini menggunakan jenis penelitian diskriptif kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data yang dinyatakan responden secara lisan atau tulisan, dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh (Soekanto, 1986: 250). Pendekatan kulitatif ini penulis gunakan karena beberapa pertimbangan : a. Metode ini mampu menyesuaikan secara lebih mudah untuk berhadapan dengan kenyataan. b. Metode ini lebih peka dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan banyak penajaman terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2002: 26). 3. Jenis data. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data yang digunakan penulis adalah sebagai berikut: a. Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari lapangan. data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan, dalam hal ini adalah tentang praktik sewa menyewa tanah PT KAI dipandang dari perspektif hukum positif Indonesia. b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi pustaka seperti buku-buku, dokumen dokumen, koran, internet, peraturan perundangundangan dan sebagainya, yang terkait dengan pokok bahasan yang diteliti penulis. 4. Sumber data Sumber data adalah tempat ditemukan data. Adapun data dari penelitian ini diperoleh dari dua sumber yaitu: pertama sumber data primer. Adapun

13 yang akan menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah data dari kasus-kasus yang terjadi pada sewa menyewa antara pihak PT KAI selaku pengelola tanah dengan masyarakat selaku penyewa tanah di wilayah Surakarta. Kedua sumber data sekunder yang terdiri dari: a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer, yaitu norma atau kaidah dasar, peraturan perundangperundangan. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah : 1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata 2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata 3. Perjanjian sewa antara PT KERETA API SEKSI KOMERSIAL DAOP 6 YOGYAKARTA dengan penyewa tanah PT KAI wilayah Surakarta. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yaitu hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, hasil hasil penelitian, artikel koran dan internet serta bahan lain yang berkaitan dengan pokok bahasan. c. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yakni kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia dan sebagainya (Soekanto, 2002: 12). 4. Teknik analisis data Data yang diperoleh baik studi lapangan ataupun dokumen pada dasarnya merupakan data tatanan yang dianalisis secara analisis kualitatif yaitu setelah

14 data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif. Metode analisis kualitatif yaitu menganalisis data yang diperoleh dari penelitian yang bersifat uraian tentang sistem kontrak, kebijakan dalam penentuan harga sewa, sejarah (historis) tanah PT KAI dan penempatan tanah PJKA oleh masyarakat, teori-teori, serta pendapat dari para sarjana untuk mendapatkan kesimpulan secara yuridis (Soekanto, 2002: 15). G. Sistematika Tesis Penulisan tesis ini terdiri atas empat bab yang disusun secara sistematis, dimana antara bab saling berkaitan sehingga merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan. Adapun sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: Bab I adalah pendahuluan. Bab ini memuat gambaran singkat mengenai keseluruhan isi tesis yang terdiri dari: latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II adalah tinjauan pustaka. Bab ini memuat uraian dasar teori dari tesis ini yang meliputi: tinjauan umum tentang hukum, tinjauan umum tentang sewa menyewa, tinjauan umum tentang hak dan kewajiban sewa menyewa tanah yang dikelola oleh PT KAI.

15 Bab III Bab ini berisi gambaran umum obyek penelitian yang meliputi: Sejarah Perkembangan PT Kereta Api Indonesia (KAI), dan Wilayah Kerja PT. Kereta Api. Bab IV adalah hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini penulis akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaturan hukum dan perkembangan penguasaan dan penggunaan tanah PT KAI oleh masyarakat Purwosari, hak-hak yang dimiliki oleh penyewa tanah PT KAI dipandang dari perspektif Hukum di Indonesia, perlindungan dan jaminan hukum yang bermanfaat bagi semua pihak. Bab V adalah kesimpulan dan saran. Bab ini memuat kesimpulan dari uraian tesis pada bab-bab terdahulu, serta saran yang menjadi penutup tesis