2 masyarakat sekitarnya akan sangat berbahaya dan menimbulkan masalah kesehatan baru diantaranya tetanus, infeksi, pencemaran udara dan pencemaran air

dokumen-dokumen yang mirip
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

termasuk manusia dan prilakunya

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan mengolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah pada saat ini

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 515 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN LIMBAH

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27

BAB II DASAR-DASAR PENGELOLAAN LIMBAH B3

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 5 TAHUN 2003

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017

PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR -3 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dari industri masih banyak pabrik yang kurang memperhatikan mengenai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. adalah pembangunan di bidang perekonomian. Pembangunan ini dilakukan oleh

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH BUPATI SLEMAN,

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH LIMBAH B3

Implementasi Kebijakan dan Regulasi Dalam Kesehatan Lingkungan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 23 TAHUN 1998 TENTANG

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 23 TAHUN 1997 (23/1997) Tanggal: 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA)

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KABUPATEN GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMANTAUAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PROVINSI BANTEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NO. 09 TH. 2010

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA KEGIATAN USAHA

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 12 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 45 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 3

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

PENDAHULUAN. Persoalan lingkungan hidup disebabkan berbagai hal, salah satunya pertumbuhan penduduk.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan disekitarnya yaitu berupa sumber daya alam yang dapat menunjang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1990 TENTANG BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

Transkripsi:

1 BAB I A. Latar Belakang Masalah Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak negatif itu berupa pencemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakit khususnya limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh sebab itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di lingkungan rumah sakit dan sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakit khusunya limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagai salah satu indikator penting yang perlu diperhatikan. Mayoritas rumah sakit di Indonesia kurang memperhatikan masalah pengelolaan limbah rumah sakit khususnya limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Dengan alasan tidak memiliki lahan pengelolaan limbah yang cukup hingga alasan mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk mengelola limbah B3 nya sehingga banyak yang membiarkan limbah B3 nya dan membuangnya ke tempat pembuangan sampah akhir, dan jika terkontaminasi

2 masyarakat sekitarnya akan sangat berbahaya dan menimbulkan masalah kesehatan baru diantaranya tetanus, infeksi, pencemaran udara dan pencemaran air tanah ataupun sanitasi air di sekitarnya. Oleh karena itu sebaiknya penanganan terhadap limbah B3 ini jangan di anggap remeh oleh pihak rumah sakit. Dengan demikian penanganan limbah B3 yang baik sangat menentukan kualitas rumah sakit itu sendiri. Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut. Dengan pengelolaan limbah tersebut maka rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan sistem manifest berupa dokumen limbah B3. dengan sistem manifest dapat diketahui berapa jumlah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan kedalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan lingkungan. 1 Pengelolaan limbah B3 rumah sakit yang merupakan bagian dari penyehatan lingkungan di rumah sakit juga mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah B3 rumah sakit. 2 1 Koesnadi Hardjosoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta, 2006, hal. 311-312. 2 www.pdpersi.co.id, Manajemen Limbah Rumah Sakit, Senin, 20 Desember 2004.

3 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 5 ayat (1) menyatakan, Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selanjutnya dalam Pasal 6 ayat (1) menyatakan, Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Berkaitan dengan hal tersebut, pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemakmuran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajad kesehatan masyarakat yang optimal. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Pasal 4 dan 5 tentang Kesehatan (UUK) menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal, dan setiap orang berkewajiban untuk ikut serta meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungannya. Derajat kesehatan yang optimal hanya dapat dicapai dengan melaksanakan pembangunan kesehatan yang menggunakan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) secara menyeluruh dan berkesinambungan. Untuk itu Rumah Sakit mempunyai peranan yang penting dan menentukan sebagai sarana dalam melangsungkan kegiatan pelayanan kesehatan. Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan masyarakat, tentunya mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan lingkungan yang

4 sehat, bersih, indah dan nyaman. Selanjutnya Rumah Sakit yang kurang kepeduliannya terhadap aspek kesehatan dan kebersihan lingkungan, disamping akan menimbulkan citra yang kurang baik, juga merupakan bahaya yang potensial bagi penduduk yang ada di dalam dan disekitar Rumah Sakit tersebut. Sebab lingkungan yang kotor dan tercemar, disamping menghambat proses penyembuhan bagi pasien juga akan mempermudah menjalar dan menularnya penyakit dari penderita kepada orang lain. Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP No. 18 Tahun 1999 mengenai Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun sehingga dapat diterapkan penegakan hukumnya barupa pemberian sanksi baik berupa ganti kerugian ataupun sanksi administrasi apabila suatu rumah sakit tidak memenuhi standarisasi yang berlaku. RSUP H. Adam Malik Medan mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan kesehatan umum kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Sebagai Rumah Sakit Umum Pusat yang memberikan pelayanan publik di bidang kesehatan sudah selayaknya harus melakukan upaya pengelolaan limbah B3 secara optimal demi terwujudnya Rumah Sakit yang bersih,sehat, indah dan nyaman. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahnnya sebagai berikut:

5 1. Bagaimanakah pengelolaan limbah B3 di RSUP H. Adam Malik Medan?. 2. Apakah pengelolaan limbah B3 di RSUP H. Adam Malik Medan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan?. C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengelolaan limbah oleh RSUP H. Adam Malik Medan. 2. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan pengelolaan limbah oleh RSUP H. Adam Malik Medan sudah sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku. D. Tinjauan Pustaka. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan

6 corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia. 3 Berdasarkan definisi di atas berarti di dalam melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagai sarana pengelolaan limbah B3 maka pengelolaan limbah B3 harus berkomitmen untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup dan mengurangi serta mencegah adanya perkembangan limbah B3 yang sangat membahayakan bagi lingkungan hidup 4. Pengelolaan limbah juga wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) yaitu suatu kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, hendaknya sesuai dengan baku mutu lingkungan. Jadi dalam pengelolaan limbah B3 harus sesuai dengan AMDAL dan baku mutu lingkungan 5. Adanya suatu pengelolaan limbah khususnya limbah B3 yang sesuai dengan AMDAL dan baku mutu lingkungan maka pencemaran dan perusakan lingkungan dapat dihindari dan diminimalisir sehingga mencegah dan/atau mengurangi risiko dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. 3 www.majarimagazine.com/topics/tecnologi, Teknologi Pengolahan Limbah B3, Senin 01 Desember 2008. 4 Sodikin, Penegakan Hukum Lingkungan, Djambatan, Jakarta, 2007, hal. 76. 5 Ibid hal. 76.

7 Konsep AMDAL yang mempelajari dampak pembangunan terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap pembangunan juga didasarkan pada konsep ekologi yang secara umum didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungan 6. Ketentuan Baku Mutu Lingkungan terdapat dalam Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dalam pasal 14 menyatakan : (1) Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. (2) Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampungnya diatur dengan peraturan pemerintah (3) Ketentuan mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,pencegahan dan penanggulangn kerusakan serta pemilihan daya dukungnya diatur oleh peraturan pemerintah. Defenisi baku mutu lingkungan tercantum dalam Pasal 1 butir (11) UUPLH yang menyatakan baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. 6 Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta, 2005, hal. 37.

8 Pasal 1 butir (12) menyatakan pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam pasal 1 butir (13) dinyatakan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang. Selanjutnya pasal 1 butir (14) menyatakan kerusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung ataupun tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Baku mutu lingkungan diperlukan untuk menetapkan apakah telah terjadi kerusakan lingkungan, artinya apabila keadaan lingkungan telah ada di atas ambang batas baku mutu lingkungan, maka lingkungan tersebut telah rusak dan atau tercemar. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP No. 18 Tahun 1999 mengenai Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 2 menyebutkan Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali. Pencemaran lingkungan yang berdampak berubahnya tatanan lingkungan karena kegiatan manusia atau oleh proses alam berakibat

9 lingkungan kurang atau tidak berfungsi lagi. Pencemaran mengakibatkan kualitas lingkungan menurun, akan menjadi fatal apabila tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana fungsi sebenarnya 7 Menyadari bahwa setiap kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, maka perlu dengan perkiraan pada perencanaan awal, sehingga dengan cara demikian dapat dipersiapkan langkah pencegahan maupun penanggulangan dampak negatifnya dan mengupayakan dalam bentuk pengembangan dampak positif dari kegiatan itu. 8 Banyak sekali limbah yang dihasilkan oleh Rumah Sakit, sebagian besar limbah yang dihasilkan dapat membahayakan siapa saja yang kontak langsung, karena itu perlu prosedur tertentu dalam pembuangannya. Maka setiap Rumah Sakit wajib memiliki izin operasional. Perizinan merupakan salah satu instrumen penting dalam kebijakan pengelolaan limbah. Berdasarkan etimolgi, pengertian izin adalah suatu pernyataan mengabulkan atau suatu persetujuan yang membolehkan. 9 Izin merupakan sarana yuridis administrasi berupa ketetapan yang berlaku lama digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh peraturan. 10 Menurut Sjachran Basah, yang izin adalah berpuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal 7 Subagyo P.Joko, Hukum Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hal. 27. 8 Ibid hal. 27. 9 Depertemen pendidikan dan kebudayaan, KamusBbahasa Indonesia, Balai pustaka, cetakan kedua, hal.34. 10 Juni Raharjo, HAN (pengantar dasar), Universitas Atmajaya Yogyakarta, hal. 64.

10 konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. 11 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3 pasal 40 butir (1),(2) dan (3) menyebutkan: (1) Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan : a. Penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab. b. Pengangkut limbah B3 wajib memeliki izin penggangkutan dari menteri perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab. c. Pemanfaatan limbah B3 sebagai kegiatan utama wajib memiliki izin pemanfaatan dari intansi yang berwenang merberikan izin pemanfaatan setalah mendapat rekomendasi dari kepala intansi yang bertanggung jawab. (2) Ketentuan mengenai tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh kepala instansi 158. 11 Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2002, hal.

11 yang bertanggung jawab, dan ayat (1) huruf b dan huraf c di tetapkan oleh kepala intansi yang berwenang memberikan izin.. (3) Kegiatan pengolahan limbah B3 yang terintegrasi dengan kegiatan pokok wajib memperoleh izin operasi alat pengolahan limbah B3 yang dikeluarkan oleh kepala instansi yang bertanggung jawab. Pengelolaan limbah B3 tidak hanya prosedur dan izin operasional yang sangat diperlukan dalam hal ini, tetapi pemahaman, kesadaran dan peran serta masyarakat tidak dapat dilepaskan dalam pengelolaan limbah B3 ini. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 Pasal 35 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. (1) Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang upaya pengendalian dampak lingkungan hidup akibat kegiatan pengelolaan B3. (2) Informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib disediakan oleh penanggung jawab kegiatan pengelolaan B3. (3) Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat disampaikan melalui media cetak, media elektronik dan atau papan pengumuman. Sedangkan Pasal 36 menyatakan setiap orang berhak untuk berperan dalam rangka pengelolaan B3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

12 Penegakan hukum dalam pengelolaan limbah Rumah sakit khususnya limbah B3 sangat diperlukan untuk terciptaan suatu masyarakat yang teratur serta untuk terciptanya suatu keadilan bagi masyarakat. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 12 Penegakan hukum terhadap limbah B3 rumah sakit adalah suatu proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara khususnya mengenai limbah B3 rumah sakit. Limbah rumah sakit khususnya limbah B3 begitu sangat berbahaya untuk kesehatan untuk itu diperlukannya penegakan hukum yang seadiladilnya apabila suatu rumah sakit dalam melakukan pengelolaan limbah khususnya limbah B3 tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Adanya peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai pengelolaan limbah B3 diharapkan tegaknya suatu hukum yang sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga dapat diminimalisir kerusakan lingkungan yang diakibatkan limbah rumah sakit khususunya limbah B3. 12 www.solusihukum.com, Penegakan Hukum, 11 Desember 2008.

13 Beberapa hal yang urgen untuk dilakukan dalam konteks tanggungjawab pengelolaan limbah B3 bagi kegiatan usaha khususnya rumah sakit, antara lain ad alah sebagai berikut: 13 a. Memberikan pemahaman mengenai tanggungjawab hukum dalam pengelolaan limbah B3, dan implikasinya terhadap kegiatan usaha khususnya rumah sakit. b. Memberikan pemahaman tentang risiko lingkungan dan risiko hukum dalam pengelolaan dan pemanfaatan limbah B3. c. Mendorong terwujudnya kepatuhan rumah sakit, khususnya dalam pengelolaan Limbah B3, sebagai wujud tanggungjawab sosial dan lingkungan kegiatan usaha. E. Metode Penelitian 1. Obyek penelitian a. Penegakan hukum terhadap pengelolaan limbah rumah sakit b. Rumah sakit pusat Adam malik. 2. Subyek penelitian a. Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan RSUP H. Adam Malik Medan. b. Sekretaris Bapedal Propinsi Sumatera Utara 3. Sumber Data 13 www.jukungkami.blogspot.com, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3), Minggu 30 November 2008.

14 a. Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan. b. Data Sekunder yang meliputi : 1. Bahan hukum primer, seperti peraturan perundang-undangan, antara lain: Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Putusan- Putusan Pengadilan, dan lainnya. 2. Bahan hukum sekunder, seperti literatur-literatur, makalah hasil karya ilmiah para sarjana, tulisan ilmiah di media cetak, artikelartikel, serta hasil penelitian lainnya yang berkaitan dengan masalah ini. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Data Primer diperoleh dengan cara Dalam pengumpulan data Primer penelitian ini dilakukan melalui wawancara dengan mengajukan pertayaan kepada subyek penelitian. b. Data Sekunder diperoleh dengan cara Studi pustaka, yaitu penelusuran dengan cara mempelajari literature-literatur, undang-undang, dan peraturan lainnya yang berhubungan dengan permasalahan dan objek penelitian 5. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu data dan fakta yang diteliti, dikaji dan dikembangkan

15 berdasarkan pada hukum untuk memperoleh jawaban dari masalah pengelolaan limbah B3 RSUP H. Adam Malik Medan. 6. Analisis Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Deskriptif-Kualitatif. Kualitatif karena merupakan analisis terhadap data yang berasal dari kepustakaan dan hasil wawancara di lapangan, artinya analisis ini tanpa menggunakan rumus dan angka-angka. 14 14 Maria S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1989, hal. 25