PENERAPAN SANKSI TERHADAP NARAPIDANA YANG MELARIKAN DIRI (STUDI DI LAPAS KLAS II.A GORONTALO)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB III PENUTUP. dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan suatu kerusuhan

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. tahanan, narapidana, anak Negara dan klien pemasyarakatan sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

Institute for Criminal Justice Reform

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB III PENUTUP. mewujudkan rasa keadilan dalam masyarakat. dari Balai Pemasyarakatan. Hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

1 dari 8 26/09/ :15

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

DAFTAR PUSTAKA. Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan yang telah penulis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB III PENUTUP. terdahulu, maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu :

BAB V PENUTUP. skripsi ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan prinsip pemasyarakatan : 1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan narapidana yang didasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada,

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan pemenuhan hak anak didik pemasyarakatan yang masih berstatus

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan. mereka yang telah melanggar peraturan tersebut 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

DAFTAR PUSTAKA. Andi Hamzah, Asas - Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

ANALISIS YURIDIS SOSIOLOGIS PEMBINAAN NARAPIDANA ANAK DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I LOWOKWARU KOTA MALANG PENULISAN HUKUM

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis pembahasan, hasil penelitian yang penulis

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB III PENUTUP. menjalankan tugas dan wewenangnya, yaitu terdiri dari: berkurang atau bahkan tidak ada waktu sama sekali.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai

SKRIPSI. Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum. Oleh : SHELLY ANDRIA RIZKY

I. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan suatu faktor yang penting dari suatu bangsa, dimana

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penduduk Indonesia yang sangat besar jumlah pertumbuhan penduduknya yaitu

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

PENJATUHAN PIDANA PENJARA BAGI TERDAKWA PENYALAHGUNAAN NARKOBA

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. (status) dan peranan (role). Kedudukan merupakan posisi tertentu di dalam

BAB IV HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN SANKSI PIDANA ADAT TERHADAP PENCURIAN TERNAK PADA MASYARAKAT DI DESA LAGAN KECAMATAN TALANG EMPAT

BAB I PENDAHULUAN. Proklamasi Kemerdekaaan 17 Agustus 1945, pada hakikatnya bertujuan. untuk membangun manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.

UPAYA RUMAH TAHANAN NEGARA DALAM MENCEGAH NARAPIDANA MELARIKAN DIRI PENULISAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM. A. Tinjauan Umum Tentang Rumah Tahanan Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP DALAM SISTEM HUKUM PIDANA DI INDONESIA 1 Oleh: Henny C. Kamea 2

BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

PENULISAN HUKUM. PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN ANAK NAKAL YANG MENJALANI PIDANA PENGAWASAN (Studi di Bapas Klas II Kota Madiun)

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Transkripsi:

PENERAPAN SANKSI TERHADAP NARAPIDANA YANG MELARIKAN DIRI (STUDI DI LAPAS KLAS II.A GORONTALO) FANDRI S. OHIHIYA Pembimbing I: JOHAN JASIN Pembimbing II: BAYU LESMANA TARUNA, Aturan mengenai sistem pemasyarakatan yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang diundangkan pada tanggal 30 Desember 1995. Dalam Pasal 1 angka 2 menyatakan sebagai berikut: Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah Untuk megetahui penerapan sanksi terhadap narapidana yang melarikan diri. Untuk megetahui faktor apakah yang menghambat penerapan sanksi bagi narapidana yang melarikan diri. Pada penulisan skripsi ini digunakan metode pendekatan yuridis sosiologis, yaitu suatu penelitian yang berusaha mengidentifikasikan hukum dan melihat efektifitas hukum yang terdapat di dalam masyarakat, Pendekatan yuridis sosiologis dimaksudkan untuk mendapatkan telaah secara mendalam terhadap berbagai aspek hukum yang berkaitan dengan masalah melarikan diri yang dilakukan oleh napi dan tahanan di LAPAS. Uraian diatas jelas bahwa peneliti menyimpulkan terhadap keberadaan penerapan sanksi bagi narapidanayang melarikan diri adalah sebagai berikut : Penerapan sanksi bagi narapidana yang melarikan diri adalah dengan tidak diperolehnya atau didapatkannya remisi ( pengurangan masa hukuman) serta akan dimasukan ke ruang isolasi serta karena telah melakukan pelanggaran dan konsekuensinya harus mendaptkan sanksi jika tidak di buat begitu maka mereka akan bertingkah sesuka hati dan Itu dilihat dari titik kesalahannya, jika kesalahannya besar maka sangsinya juga berat sehingganya jika dia mengulangi perbuatannya maka selama setahun ini tidak diberikan hak-hak. Faktor yang menghambat penerapan sanksi bagi narapidana yang melarikan diri antara lain : Aturan, Sarana dan Prasarana, Sakit, Masih adanya unsur balas dendam. Kata Kunci : Penerapan Sanksi, Narapidana

A. Pendahuluan Aturan mengenai sistem pemasyarakatan yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang diundangkan pada tanggal 30 Desember 1995. Dalam Pasal 1 angka 2 menyatakan sebagai berikut: Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. 1 Sistem pemasyarakatan berazaskan Pancasila, sebagai falsafah Negara, sedangkan tujuannya disamping melindungi keamanan dan ketertiban masyarakat juga membina narapidana agar setelah selesai menjalani pidananya dapat menjadi manusia yang baik dan berguna Hal tersebut semakin menarik mengingat belum adanya peraturan perundang-undangan yang memberikan ancaman pidana bagi perbuatan tersebut. Penelitian mengenai hal ini dapat dilakukan di dalam lembaga pemasyarakatan, mengingat LAPAS adalah tempat dimana napi harus 1 Undang Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

menjalani masa pidananya dan LAPAS sering dihadapkan pada permasalahan semacam ini. Sehubungan dengan itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai masalah tersebut dengan judul Penerapan Sanksi Terhadap Narapidana Yang Melarikan Diri B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas, peneliti dapat merumuskan masalah diantaranya sebagai berikut: 1. Bagaimana Penerapan Sanksi Terhadap Narapidana Yang Melarikan Diri? 2. Faktor apakah yang menghambat penerapan sanksi kepada narapidana yang melarikan diri? C. Metode Penelitian Pada penulisan skripsi ini digunakan metode pendekatan yuridis sosiologis, yaitu suatu penelitian yang berusaha mengidentifikasikan hukum dan melihat efektifitas hukum yang terdapat di dalam masyarakat, Pendekatan yuridis sosiologis dimaksudkan untuk mendapatkan telaah secara mendalam terhadap berbagai aspek hukum yang berkaitan dengan masalah melarikan diri yang dilakukan oleh napi dan tahanan di LAPAS. 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di LAPAS Gorontalo Kelas II A, dengan alasan LAPAS Gororntalo Kelas II A merupakan salah satu LAPAS di Indonesia yang senantiasa dihadapkan pada masalah upaya melarikan diri yang dilakukan oleh napi dan tahanan, terlebih lagi, melalui penelitian awal yang

dilakukan penulis, diketahui bahwa tingkat hunian LAPAS Gorontalo Kelas II A tergolong tinggi bahkan melebihi daya tampung yang sesungguhnya. 2. Jenis dan Sumber Data Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, data-data tersebut meliputi: a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya mengenai masalah-masalah yang menjadi pokok bahasan. Sumber dari data primer ini adalah keterangan yang diperoleh secara langsung dari pihak-pihak yang bersangkutan, yang dalam hal ini adalah Pelaksana Harian Kepala Lembaga Pemasyarakatan (PLH KALAPAS) LAPAS Gorontalo Kelas II A dan Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarkatan (KPLP) LAPAS Gorontalo Kelas II A. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan serta dokumentasi. Dokumentasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah data mengenai narapidana dan tahanan di LAPAS Gorontalo Kelas II A serta data mengenai pejabat struktural dan karyawan yang berada dalam struktur organisasi LAPAS Gorontalo Kelas II A 3. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti, dan mempunyai ciri atau karakteristik yang sama. Dalam hal ini yang menjadi populasi adalah seluruh pegawai LAPAS Gorontalo Kelas II A 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini menggunakan tekhnik purposive sampling atau penarikan sampel bertujuan yang dilakukan dengan cara mengambil subyek didasarkan pada tujuan tertentu yang dalam hal ini (PLH 1 orang dan KPLP LAPAS 1 orang, Narapidana 1 orang, Masyarakat dilingkungan sekitar lapas 1 orang Gorontalo Kelas II A) yang selanjutnya sampel pada penelitian ini dijadikan sebagai responden. D. Hasil dan Pembahasan 1). Penerapan Sanksi Terhadap Narapidana Yang Melarikan Diri. Keamanan dan tata tertib merupakan bagian dari pelaksanaan programprogram pembinaan. OIeh karena itu suasana aman dan tertib di Lembaga pemasyarakatan perlu diciptakan. Pembinaan narapidana yang dilaksanakan di Lembaga pemasyarakatan berdasarkan kepada Sistem Pemasyarakatan sebagai suatu proses pembinaan, baru akan sempurna jika di dalam pelaksanaanya ditunjang oleh fasilitas-fasilitas pembinaan yang betul-betul memenuhi syarat. Penerapan hukuman disiplin terhadap narapidana yang rnelarikan diri, prosesnya adalah dimulai dari informasi dari petugas piket bahwa telah terjadi pelarian narapidana dan melaporkannya kepada Kepala Regu pengamanan

dan selanjutnya menyampaikan kepada Kepala KPLP, Kepala KpLp membuat laporan tertulis kepada Kalapas, kemudian Kalapas mengeluarkan SK kepada petugas KpLp melalui Kepala KPLP untuk mencari narapidana yang melarikan diri dengan bantuan instansi terkait, Jika tertangkap lalu diproses oleh Tim Pengamat pemasyarakatan dan seandainya ternyata terbukti bersalah, putusannya adalah menjalani tutupan sunyi selama maksimal l x 6 hari sesuai dengan maksud bunyi Pasal 47 undang-undang Nomor 12 Tahun I995 tentang Sistem Pemasyarakatan. Hal ini juga terkait dengan tanggungjawab kepala lapas atas keamanan dan ketertiban dilapas yang dipimpinnya dimana kepala lapas berwenang memberikan tindakan disiplin atau menjatuhkan hukuman disiplin terhadap warga binaan pemasyarakatan yang melanggar peraturan keamanan dan ketertiban dilingkungan lapas yang dipimpinnya 2. Adapun jenis hukuman disiplin dapat berupa, antara lain : 1. Tutupan sunyi paling lama 6 (enam) hari bagi narapidana atau anak pidana; dan/atau 2. Menunda atau meniadakan hak tertentu untuk jangka tertentu untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 3. Petugas pemasyarakatan dalam memberikan tindakan disisplin atau menjatuhkan hukuman disiplin wajib : 2 Widja Priyatno. 2009. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. Refika Aditama. Bandung. Hal. 118 3 Ibid. Hal 119

1. Memperlakukan warga binaan pemasyarakatan secara adil dan tidak bertindak sewenang-wenang; dan 2. Mendasarkan tindakannnya pada peraturan tata tertib lapas 4. Bagi narapidana atau anak pidana yang pernah dijatuhi hukuman tutupan sunyi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, apabila mengulangi pelanggaran atau berusaha melarikan diri dapat dijatuhi hukuman tutupan sunyi paling lama 2 (dua) kali 6 (Enam) hari. Pada saat menjalankan tugasnya, petgas lapas diperlengkapi dengan senjata api dan sarana keamanan yang lain. Pegawai pemasyarakatan diperlengkapi dengan sarana dan prasarana lain sesuai dengan kebutuhan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada saat mulai berlakunya undang-undang pemasyarakatan semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan pemasyarakatan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau belum dikeluarkan peraturan perundangundangan yang baru berdasarkan undang-undang ini. 2). Faktor yang menghambat penerapan sanksi kepada narapidana yang melarikan diri. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan yang disertai dengan lembaga "rumah penjara" secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar Narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak 4 Ibid. Hal.119

pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya. Sistem pemidanaan seharusnya berlandaskan pada filsafat pemidanaan yang sesuai dengan falsafah masyarakat dan bangsanya. Bagi masyarakat dan bangsa Indonesia yang berdasarkan Falsafah Pancasila sudah seharusnya sistem pemidanaan juga berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Meskipun demikian, penerapan sistem pemidanaan tersebut tidaklah berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya berbagai masalah dalam pelaksanaan sanksi pemidanaan tersebut pada lembaga pemasyarakatan. Salah satunya, yakni dengan maraknya pengrusakan, kerusuhan sampai pembakaran serta narapidana melarikan diri yang dilakukan oleh para narapidana terhadap lembaga pemasyarakatan, ini memberikan rasa was-was bagi aparat penegak hukum khususnya bagi petugas lembaga pemasyarakatan, hal ini dikarenakan bukan hanya permasalahan sepele seperti kerusakan listrik dan air. Kerusuhan ini juga menjadi puncak protes narapidana akibat dari perlakuan yang tidak adil dari petugas lapas. Pelaksanaan penerapan sanksi pemidanaan pada lembaga pemasyarakatan terutama bagi narapidana yang melarikan diri sangat ditentukan dengan jenis kasus yang terjadi. Dengan sifat ideal yang menghendaki adanya pembinaan pada narapidana, maka penerapan sanksi pemidanaan tersebut haruslah merujuk pada jenis kasus yang narapidana

tersebut lakukan, sehingga pembinaan tersebut akan berjalan secara efektif dan efisien. Berdasarkan Pasal 5 huruf a terhadap penjelasan atas undang-undang republik indonesia nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan yang dimaksud dengan "pengayoman" adalah perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidup kepada Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat. Adapun hasil wawancarapeneliti dengan salah seorang sipir dari lapas kelas II/a Gorontalo yakni bapak ismail Mustopa kepala seksi administrasi keamanan (Jum at,15 Mei 2015), bahwa keberadaan lapas ini bisa memberikan suatu hal yang bisa tidak dimungkinkannya suatu perbuatan itu terjadi terutama bagi narapidana yang melarikan diri akan tetapi pada kenyataannya bahwa hal tersebut bisa dimungkinkan karena di sebabkan beberapa faktor yang menghambat penerapan sanksi bagi narapidana yang melarikan diri antara lain 5 : 1. Aturan 2. Sarana dan Prasarana 3. Sakit 4. Masih adanya unsur balas dendam E. Kesimpulan 5 hasil wawancarapeneliti dengan salah seorang sipir dari lapas kelas II/a Gorontalo yakni bapak ismail Mustopa kepala seksi administrasi keamanan (Jum at,15 Mei 2015)

Uraian diatas jelas bahwa peneliti menyimpulkan terhadap keberadaan penerapan sanksi bagi narapidanayang melarikan diri adalah sebagai berikut: 1. penerapan sanksi bagi narapidana yang melarikan diri adalah dengan tidak diperolehnya atau didapatkannya remisi ( pengurangan masa hukuman) serta akan dimasukan ke ruang isolasi serta karena telah melakukan pelanggaran dan konsekuensinya harus mendaptkan sanksi jika tidak di buat begitu maka mereka akan bertingkah sesuka hati dan Itu dilihat dari titik kesalahannya, jika kesalahannya besar maka sangsinya juga berat sehingganya jika dia mengulangi perbuatannya maka selama setahun ini tidak diberikan hak-hak. 2. Faktor yang menghambat penerapan sanksi bagi narapidana yang melarikan diri antara lain : Aturan, Sarana dan Prasarana, Sakit, Masih adanya unsur balas dendam. F. Saran Sebagai saran peneliti terkait dengan keberadaan lapas yang menjadi tempat hunian bagi narapidana sekaligus terkait menyangkut penerapan sanksi bagi narapidana yang melarikan diri haruslah diterapkan aturan, antara lain : a. Agar kiranya setiap penerapan sanksi bagi narapidana yang melarikan diri haruslah menjadi salah satu bagian yang memiliki peran penting terhadap adanya efekjera (Deteren Effect) dengan memperhatikan batasan-batasanya serta keberadaan dari peraturan hukum yang berlaku;

b. Agar nantinya setiap hambatan-hambatan yang ada terutama bagi narapidana yang melarikan diri jangan dijadikan alat untuk memperlemah sistem pengawasan bagi narapidana yang melakukan perbuatan yang dianggap merugikan dirinya sendiri dan negara dengan menitik beratkan pada rasa perikemanusiaan dan perikeadlian. c. Agar nantinya kedepan keberadaan lapas di Gorontalo harus sudah bertaraf sesuai dengan lapas yang ada di daerah-daerah berkembang karena hal ini di lihat karena pertumbuhan dan makin terlihat bertambahnya penduduk

Daftar Pustaka Bambang Poernomo, 1986. Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan, Liberty Bambang Waluyo. 2008. Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta Barda Nawawi. 1996. Kebijakan legislatif dengan Pidana Penjara. Citra Adtya. Bandung. Bemmelen, van J.M. 1987.HukumPidana 1 Hukum Pidana Material Bagian Umum. Bandung: Binacipta. Burhan Ashofa, 2001,Metode Penelitian Hukum,Cetakan ke-3, Rineka Cipta, Jakarta Djisman Samosir, 2012. Sekelumit tentang penologi dan pemasyarakatan, Nuansa Aulia. Bandung. Dwija Prayatno, 2007. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung Erdianto Effendi. 2014. Hukum Pidana Indonesia. Refika Aditama. Bandung. Edi Setiadi, Dian Andriasari, 2013. Perkembangan Hukum Pidana Di Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Hartono.2012. Penyidikan & Penegakan Hukum Pidana melalui Pendekatan Hukum Progresif. Sinar Grafika. Jakarta. Ismu Gunadi, Joenadi Efendi, 2011, Cepat & Mudah memahami Hukum Pidana, Jakarta, Prestasi Pustaka. Mahrus Ali. 2012. Dasar-dasar Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. Marpaung, Leden, 2005. Azas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. Muladi dan BardaNawawi Arif, 1984.Teori-Teori Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung. R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar komentarnya, Lengkap Pasal Demi Pasal,Bogor, Politeia. Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum,Cetakan ke-3, Ghalia Indonesia, Jakarta Sanusi Has, 1976. Pengantar penologi ( Ilmu Pengetahuan Tentang Pemasyarakatan Khusus Terpidana), Monora Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum,cetakan ke-3, UI Press, Jakarta Soeroso, Sistem pemasyarakatan, Ceramah pada lokakarya evaluasi sistim pemasyarakatan. Tanggal 20-22 maret 1975. Diselenggarakan BPHN Bandung. Bina Cipta. Soedarto. 2007. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Team Prospect, 2008, Kumpulan Kitab Undang-undang Hukum KUH Perdata KUHP & KUHAP, WIPRESS, Jakarta,

Tolib Setiady, 2010.Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia. Alfabeta. Bandung Teguh Prasetyo. 2010. Hukum Pidana. Rajawali Press. Jakarta. Wirjono Prodjodikoro. 2014. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. Refika Aditama. Bandung. Widodo dan Wiwik Utami. 2014. Hukum Pidana dan Penologi Rekonstruksi Model Pembinaan Berbasis Kempetensi Bagi Terpidana Cybercrime. Aswaja Pressindo. Yogyakarta. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang RI No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Kitab Undang-undang Hukum Pidana,1996, Jakarta, Bumi Aksara Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01-PR.07.03 Tahun1985, Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan. Internet http://www.scribd.com/kepmenkeh-ri-nomor.01.pr.07.03tahun1985tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan http://www.psychologymania.com/2012/10/pengertian-narapidana.html http://budimansudharma.com/peraturan-menteri-hukum-dan-ham-ri-no-6-tahun- 2013-tentang-tata-tertib-lapas-dan-rutan/dpuf http //itetc.co.id//penyusunan-sop.php