BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB III PIDANA BERSYARAT

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

TINJAUAN YURIDIS PROSES PERKARA PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS MOHAMMAD RIFKI / D

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB III ANALISIS. hukum positif dan hukum Islam, dalam bab ini akan dianalisis pandangan dari kedua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. subyek hukum yang mempunyai hak untuk menghukum (ius puniendi). 1

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK. a. PENDAHULUAN

BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

BAB III PENAMBAHAN 1/3 HUKUMAN MENURUT HUKUM POSITIF. sempit yang berkaitan dengan hukum pidana. 1. suatu pembalasan tersirat dalam kata pidana.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Jombang No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang Penggelapan dalam Jabatan

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya, diperoleh. kesimpulan penting sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

SISTEM PENJATUHAN PIDANA TAMBAHAN PEMECATAN DARI DINAS MILITER

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam menata seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar Tahun 1945 khususnya Pasal 1 ayat (3) yang memebri penegasan, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara hukum (rechstaat). Konsep Negara hukum dalam berbangsa dan bernegara membawa keharusan untuk mencerminkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam bidang hokum acara pidana terkait dengan proses peradilan dalam hal ini penjatuhan sanksi pidana oleh hakim. Penjatuhan putusan oleh hakim tidak terlepas dari sesuatu yang diyakini dan terbukti dalam sidang pengadilan. Segala peraturan mengenai hukum pidana pada akhirnya akan berpuncak pada pemidanaan yang dapat merenggut kemerdekaan seseorang, harta bendanya, dan bahkan jiwanya. Untuk itulah dibutuhkan pedoman dan prinsip-prinsip yang diberikan oleh hukum pidana dalam hal pemidaaan, sehingga tidak akan ada lagi praktek-praktek pemidanaan di pengadilan yang dirasakan sewenang-wenang. Dalam hal ini sebagai upaya untuk menanggulangi pelanggaran normanorma hukum ialah dirumuskan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), contoh misalnya dalam Pasal 10 KUHP tentang pemberian sanksi 1

hukuman pokok dan hukuman tambahan. Hukum pidana yang telah dirumuskan dalam KUHP merupakan hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkan bagi sipelanggar. Menurut Mahrus Ali, bahwa pelanggaran terhadap hukum pidana disebut dengan pidana. Sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling banyak digunakan di dalam menjatuhkan hukum terhadap seorang yang dinyatakan bersalah melakukan perbuatan pidana. 1 Terhadap hukuman dan atau sanksi pidana ini telah diatur dalam ketentuan Pasal 10 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: 1. Pidana Pokok, terdiri atas: a. Pidana mati; b. Pidana penjara; c. Kurungan; d. Denda. 2. Pidana Tambahan, terdiri atas: a. Pencabutan hak-hak tertentu; b. Perampasan barang-barang tertentu; c. Pengumuman putusan hakim. 2 Selain sanksi pidana yang terdapat pada Pasal 10 KUHP, terdapat juga sistem penjatuhan hukuman lain yaitu pidana bersyarat/pidana percobaan. Pidana bersyarat bukan merupakan jenis pidana, melainkan suatu sistem penjatuhan pidana tertentu (penjara, kurungan, denda) di mana ditetapkan dalam amar putusan bahwa pidana yang dijatuhkan itu tidak perlu dijalankan dengan pembebanan syarat-syarat tertentu, maka sebaiknya digunakan istilah penerapan hukuman bersyarat atau pidana dengan bersyarat. 1 2 Mahrus Ali, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 193. Pasal 10 KUHP. 2

Menurut Wirjono Prodjodikoro : Dalam praktek hukuman semacam ini kiranya jarang sekali sampai dijalankan oleh karena si terhukum akan berusaha benar-benar dalam masa percobaan tidak melakukan suatu tindak pidana, dan syarat khusus biasanya dipenuhi. Disamping itu, apabila syarat-syarat dipenuhi, hukuman tidak otomatis dijalankan, tetapi harus ada putusan lagi dari hakim. Dan, ada kemungkinan hakim belum memerintahkan supaya hukuman dijalankan, yaitu apabila misalnya si terhukum dapat menginsafkan hakim, bahwa si terhukum dapat dimaafkan dalam hal ini tidak memenuhi syarat-syarat. 3 Hukuman bersyarat merupakan suatu system pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa kepada pelanggar- pelanggar hukum, tetapi bertujuan pula untuk mendidik, membina, mengadakan pencegahan supaya orang tidak akan melakukan perbuatan pidana. Hukum pidana material yang berlaku di Indonesia adalah Kitab Undang- Undang Hukum Pidana dan Peraturan Perundangan Pusat maupun Peraturan- Peraturan Daerah yang mengandung sanksi pidana. Di dalam Pasal 14 a KUHP dimuat wewenang hakim untuk memberikan putusan penerapan hukuman bersyarat dalam hal pidana yang dijatuhkan tidak lebih dari satu tahun penjara, dan dimuat syarat umum pula yaitu terpidana tidak boleh melakuakan perbuatan yang dipidana selama masa percobaan. Sebagaimana telah diruraikan di atas, tentang tujuan utama dari penerapan hukuman bersyarat tidak lain untuk memperbaiki terpidana dengan kesempatan berada di luar tembok penjara agar supaya tidak terkena pengaruh buruk dari dalam penjara. Hal ini tidak berarti pidana bersyarat (voorwaardelijke 3 Wirjono Prodjodikoro, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, hlm 184. 3

veroordeling) itu lalu tidak ada unsur pembalasanya sesuai dengan sifat dari pada pidana, namun unsur mendidik dan memperbaiki ditonjolkan untuk mengimbangi kelemahan unsur pembalasan. Berdasarkan data yang diperoleh di Pengadilan Negeri Limboto dan Pengadilan Tilamuta, terdapat penerapan hukuman bersyarat yang dijatuhkan oleh hakim kepada terdakwa seperti putusan dengan No:180/PID.B/2013/PN.LBT tentang pengancaman, selanjutnya putusan No:58/Pid.B/2014/PN.LBT tentang penistaan dengan tulisan, dan No.47/PID.B/2013/PN.TLM tentang penganiayaan) Mengenai putusan hakim terhadap penerapan hukuman bersyarat tersebut yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana dihubungkan dengan tujuan pemidanaan, yaitu dengan harapan dalam menjalani hukuman yang diberikan Majelis Hakim dapat memberikan efek jera terhadap si pelaku dapat menyikapi perbuatannya melanggar ketentuan perundang-undangan dengan tidak akan melakukannya lagi perbuatannya setelah menjalani hukum pemidanaan. Yang artinya, bahwa tujuan penerapan hukuman bersyarat bukan saja harus dipandang untuk mendidik si terpidana ke arah jalan yang benar seperti anggota masyarakat yang lainnya, tetapi juga untuk melindungi dan memberi ketenangan bagi masyarakat, mengayomi masyarakat. Santoso Muhari mengemukakan, bahwa: Pemidanaan harus diberikan secara tepat sesuai dengan keadaan pribadi pelanggar hukum, lembaga pidana bersyarat dapat dipakai sebagai alternatif dalam pemberian pidana pelanggar hukum. Apabila pelaksanaan pembinaan dan pengawasan pidana bersyarat dapat dilkasanakan sebagaimana mestinya akan dapat bermanfaat bagi terpidana maupun orang lain. 4 4 Santoso Muhari, 2002, Pradigma Baru Hukum Pidana, Averroes Press, Malang, hlm. 59. 4

Hal ini tidak berarti bahwa sanksi pidana bersyarat harus digunakan untuk semua kasus, atau akan selalu menghasilkan sesuatu yang lebih baik daripada sanksi pidana pencabutan kemerdekaan. Yang harus ditekankan dalam hal penerapan hukuman bersyarat adalah sanksi pidana bersyarat harus dapat menjadi suatu lembaga hukum yang lebih baik dan menjadi sarana koreksi yang tidak hanya bermanfaat bagi terpidana melainkan juga bermanfaat bagi masyarakat. Namun pada prakteknya pidana bersyarat ini tidak seperti didalam teori, penjatuhan pidana bersyarat terhadap pelaku tindak pidana seringkali menuai protes, masyarakat menganggap penjatuhan pidana bersyarat sama saja dengan hakim memberikan putusan bebas, karena terpidana berkeliaran. Berikut ini calon peneliti akan menguraikan observasi yang dilakukan di Pengadilan Negeri Limboto terhadap penerapan hukuman bersyarat dalam kurun waktu 4 tahun terakhir sejak tahun 2011 hingga tahun 2014 sebagai berikut: Tabel Pidana Bersyarat yang Dijatuhkan Pengadilan Negeri Limboto No Tahun Putusan Pidana Bersyarat 1. 2011 10 Kasus 2. 2012 1 Kasus 3. 2013 3 Kasus 3. 2014 7 Kasus Pada tabel 1 di atas menunjukan, bahwa penjatuhan pidana bersyarat oleh Pengadilan Negeri Limboto lebih didominasi oleh kasus penganiayaan, dimana dari 10 kasus pada tahun 2011 terdapat 4 kasus penganiayaan, sementara kasus lainnya seperti pengrusakan, laka lantas, KDRT pencurian dan kejahatan terhadap 5

ketertiban umum masing-masing hanya terdapat 1 kasus. pidana bersyarat untuk tahun 2012 hanya terdapat 1 kasus saja, yakni penghinaan dengan terpidana Harun Djaini. Pada tahun 2013 di atas, menunjukan bahwa Pengadilan Negeri Limboto telah menjatuhkan pidana bersyarat dalam 4 kasus masing-masing penganiayaan terhadap anak, perzinahan, pengancaman dan penghinaan. tahun 2014 dalam 7 kasus yang lebih didominasi oleh kasus penghinaan sebanyak 5 kasus, dan dua kasus lainnya masing-masing perzinahan dan pengrusakan. Berdasarkan alasan-alasan dan pandangan pemidanaan bersyarat tersebut, maka permasalahan yang timbul adalah bagaimana penerapan hukuman bersyarat dan bagaimana pula efektivitas penerapan hukuman bersyarat terhadap pelaku tindak pidana? Pertanyaan tersebut membuat calon peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih jauh mengenai penerapan hukuman bersyarat dengan mengangkat judul penelitian, yakni: "ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PENERAPAN HUKUMAN BERSYARAT (STUDI KASUS PERKARA No:180/PID.B/2013/PN.LBT, No:58/Pid.B/2014/PN.LBT Dan No.47/PID.B/2013/PN.TLM)" 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana penerapan hukuman bersyarat terhadap pelaku tindak pidana? 6

2. Bagaimana efektivitas hukuman bersyarat terhadap pelaku tindak pidana? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai, adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan hukuman bersyarat terhadap pelaku tindak pidana. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas penerapan hukuman bersyarat terhadap pelaku tindak pidana. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis, calon peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberi manfaat untuk: 1. Dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya. 2. Menambah referensi dan bahan masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya, utamanya penerapan hukuman bersyarat terhadap pelaku tindak pidana. 1.4.2 Manfaat Praktis Sementara disisi praktis, peneliti juga berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk: 1. Sebagai salah satu syarat mutlat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam disiplin ilmu hukum di Universitas Negeri Gorontalo (UNG). 2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi lembaga penegakkan hukum terkait penerapan hukuman bersyarat terhadap pelaku tindak pidana. 7