Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BUOL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI CIAMIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 7/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 10 TAHUN 2006 BUPATI SUKAMARA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2007 WALIKOTA PRABUMULIH,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN LEMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P E R A T U R A N D A E R A H

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PEMERINTAH KOTA BATU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 01 TAHUN 2008 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 20 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG TENTANG PERMUSYAWARATAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI MUSI RAWAS

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

Dengan persetujuan bersama. DEWAN PERMUSYAWARATAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN dan BUPATI MUSI BANYUASIN MEMUTUSKAN :

LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI FLORES TIMUR,

TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI DOMPU,

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 6 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS,

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 7 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH KABUPATEN WAROPEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SABU RAIJUA,

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

II. TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 22 Tahun 2006 Serie : E Nomor : 15 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG (BPK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2006 NOMOR: 6

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

KEPALA DESA DEMPET KECAMATAN DEMPET KABUPATEN DEMAK PERATURAN DESA DEMPET NOMOR 06 TAHUN 2O16 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 22 TAHUN 2006 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN,

Transkripsi:

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PARTISIPASI ANGGOTA BPD DALAM PENYUSUNAN PERATURAN DESA (Suatu studi kasus di desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember) Oleh : Kaskojo Adi Tujuan umum negara Republik Indonesia adalah mewujudkan kesejahteraan rakyat. Seperti yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang hakekatnya adalah terwujudnya suatu masyarakat yang cerdas, adil, dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan pancasila. Untuk mewujudkan tercapainya tujuan tersebut perlu dibuat serangkaian program-program pembangunan yang pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh, terarah, dan terpadu yang berlangsung secara terus menerus. Demokratisasi dan desentralisasi merupakan dua bentuk semangat zaman yang baru dalam arena pergolakan politik Indonesia. Lahirnya UU No. 3 tahun 004, setidaknya merupakan sebuah garansi formal terhadap pengembangan demokrasi lokal, desentralisasi, otonomi daerah dan otonomi desa. Sejalan dengan desentralisasi arena demokrasi tidak hanya terpusat di Jakarta, tetapi juga tersebar luas ke daerah, masyarakat adat dan desa. Desa atau sebutan lainnya yang berakar pada masyarakat lokal, bagaimanapun memasuki babak baru mengikuti lahirnya semangat demokrasi lokal dan desentralisasi. Lahirnya UU No. tahun 1999 yang diteruskan oleh Peraturan Daerah (Perda) di tingkat Kabupaten secara jelas mengenalkan sebuah lembaga demokrasi baru bernama Badan Perwakilan Desa (BPD), sebagai pengganti Lembaga Musyawarah Desa (LMD), kemudian berdasarkan UU No.3 tahun 004 maka BPD yang semula kepanjangan dari Badan Perwakilan Desa diganti menjadi Badan Permusyawaratan Desa. BPD merupakan wakil masyarakat yang berada ditingkat desa yang merupakan wadah bagi segala aspirasi masyarakat. Hadirnya BPD mungkin memberikan harapan baru bagi demokrasi desa. BPD diharapkan menjadi arena baru demokrasi desa antara lain mampu melakukan kontrol terhadap sepak terjang pemerintah desa, mampu mengurangi kelemahan penyelenggaraan pemerintahan desa, serta menjadi tempat pembuatan kebijakan publik yang berbasis pada artikulasi kepentingan masyarakat. Pelaksanaan tugas dan fungsi dari BPD pada dasarnya mengacu pada tugas dan fungsi dari lembaga ini yang telah diatur dalam peraturan perundangundangan yaitu melaksanakan fungsi legislasi, menampung dan menyalurkan Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober 013 31

aspirasi masyarakat, serta fungsi pengawasan. Berdasarkan tugas dan fungsi-fungsi tersebut maka hendaknya yang menjadi anggota BPD adalah orangorang yang memiliki pengetahuan yang cukup, ketrampilan, sertanpengalaman dibidang yang sesuai, sehingga mereka kan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai anggota BPD dengan baik dan mampu menciptakan kinerja yang tinggi pula. Peraturan Desa (Perdes) merupakan salah satu produk kebijakan publik yang disusun oleh BPD bersama pemerintah desa, didalam penyusunan peraturan desa tentunya diharapkan seluruh anggota BPD berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut mengingat partisipasi anggota BPD sangat penting sekali dalam penyusunan suatu kebijakan publik. Partisipasi akan tumbuh dengan baik apabila setiap anggota BPD mempunyai kesadaran dan perhatian yang tinggi terhadap tanggung jawab yang diterimanya. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi seseorang, seperti yang dikemukakan oleh Teguh Iman Prasetya (008) bahwa partisipasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : Pendidikan, agama, motivasi, kesempatan, dan dukungan. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi anggota BPD dilingkungan kantor desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember, penulis hanya meninjau dario salah satu faktor yaitu pendidikan yang menggambarkan tingkat pendidikan yang di tempuh oleh setiap anggota BPD desa Nogosari. Pendidikan sangat penting sekali bagi manusia, pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Pendidikan sangat penting sekali dalam kehidupan karena dapat mempengaruhi pengembangan kemampuan, pembentukan watak, pembentukan kepribadian, kecerdasan serta ketrampilan dan secara keseluruhan akan mempengaruhi perkembangan kehidupan masyarakat, mengingat bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi anggota BPD. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di kantor BPD desa Nogosari terlihat fakta yang menyatakan bahwa Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober 013 3

partisipasi dari anggota BPD tersebut khususnya di setiap kegiatan guna penyusunan suatu peraturan desa (Perdes) masih minim sekali, hal ini dapat diketahui dari jumlah anggota BPD yang hadir dalam setiap kegiatan, jumlah yang hadir antara 60% - 70% jarang sekali mencapai 100%. Kondisi seperti ini seringkali menyebabkan timbulnya hambatan dalam proses pembuatan suatu kebijakan publik dilingkungan pemerintah desa Nogosari. Dengan adanya permasalahan seperti ini penulis mencoba untuk melakukan penelitian mengenai tingkat partisipasi anggota BPD dengan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masing-masing anggota BPD tersebut. Sehingga dalam hal ini peneliti tertarik untuk mengambil judul Pengaruh tingkat pendidikan terhadap partisipasi anggota BPD dalam penyusunan Peraturan Desa. PERUMUSAN MASALAH Sejauhmanakah pengaruh tingkat pendidikan terhadap partisipasi anggota BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dalam penyusunan Peraturan Desa? TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui sejauh manakah pengaruh tingkat pendidikan terhadap partisipasi anggota BPD dalam penyusunan Peraturan Desa. 3. Manfaat Penelitian 1. Digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan/keputusan khususnya dalam rangka pengkaderan anggota serta seleksi sebelum pengangkatan anggota BPD dan juga dapat digunakan sebagai pertimbangan guna mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota BPD.. Digunakan sebagai referensi dan acuan untuk suatu penelitian lain terutama bagi penelitian yang menyangkut masalah kebijakan publik. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan peneliti sebagai tambahan wawasan dan pengalaman pembuatan kebijakan didesa. Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober 013 33

TINJAUAN KEPUSTAKAAN KONSEP PENDIIKAN. Meningkatnya sistem kerja serta tugas-tugas dan kewajiban dalam organisasi juga menuntut adanya suatu pengetahuan dan ketrampilan yang memadai guna mendukung penyelesaian tugas dan kewajiban dengan baik. Maka dalam rangka itu pendidikan merupakan jalan utama untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan manusia. Pendidikan di Indonesia diselenggarakan melalui tiga jalur seperti yang disebutkan dalam UU No.0 tahun 003 yaitu : jalur pendidikan formal, jalur pendidikan nonformal, dan jalur pendidikan informal. Sehingga berdasarkan jalur penyelenggaraannya tersebut maka pendidikan dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Berdasarkan uraian tersebut maka untuk mengukur tingkat pendidikan yang dimiliki oleh anggota BPD digunakan indikator pendidikan formal dan nonformal. Oleh karena pendidikan informal sifatnya hanya merupakan pendidikan dalam lingkungan keluarga dan dirasa tidak mempunyai pengaruh yang cukup besar, maka dalam hal ini peneliti tidak menggunakan pendidikan informal sebagai indikator. a. Pendidikan formal Menurut UU No. 0 tahun 003 tentang sistem pendidikan nasional, menyebutkan bahwa Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Kemudian Agus Zainul Fitri (008) menyebutkan bahwa Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta. b. Pendidikan nonformal Menurut UU No.0 tahun 003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober 013 34

formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah menurut Ary H. Gunawan (1995) adalah semua usaha sadar yang dilakukan untuk membantu perkembangan kepribadian serta kemampuan anak dan orang dewasa diluar sistem persekolahan melalui pengaruh yang sengaja dilakukan melalui beberapa sistem dan metode penyampaian seperti, kursus, bahan bacaan, radio, televisi, penyuluhan dan media komunikasi lainnya. KONSEP PARTISIPASI Pembangunan tidak akan berhasil atau kurang optimal jika tidak didukung oleh partisipasi masyarakat setempat, memang dalam beberapa hal seluruh warga masyarakat tidak mungkin dilibatkan dalam membuat kebijakan atau suatu perencanaan pembangunan, tetapi bagaimanapun dalam membuat suatu perencanaan yang sifatnya untuk kepentingan masyarakat sudah seharusnya pemerintah melibatkan warga masyarakatnya. Untuk itu maka Badan Musyawaratan Desa (BPD) selaku wakil dari masyarakat setempat harus bekerja secara optimal dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Sudah seharusnya jika masing-masing anggota BPD berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan untuk kepentingan masyarakat umum yang sudah menjadi tugas dan kewajibannya. Adapun mengenai pengertian partisipasi sebagai berikut : Partisipasi adalah keterlibatan seseorang dalam situasi baik secara mental, pikiran atau emosi dan perasaan yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan dalam upaya untuk memberikan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan dan ikut bertanggung jawab terhadap kegiatan pencapaian tujuan tersebut. (Syamsuddin Adam, 1993 ; 79) Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi anggota BPD adalah keikutsertaan atau keterlibatan masing-masing anggota BPD dalam suatu kegiatan tertentu yang Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober 013 35

berhubungan dengan tugas dan tanggung jawabnya untuk kepentingan masyarakat. Berdasarkan pelaksanaannya partisipasi dibedakan menjadi dua macam yaitu partisipasi langsung dan partisipasi tidak langsung. Hal ini di dasarkan pada pendapat Parfitt yang menyatakan bahwa Partisipasi masyarakat dalam pembangunan diartikan sebagai dukungan rakyat dengan ukuran kemauan masyarakat untuk ikut menanggung dan berperan dalam pembangunan baik secara langsung maupun tidak langsung. (003 : 5). Mengingat bahwa fungsi BPD adalah sebagai wakil dari masyarakat maka pelaksanaan fungsi ini tidak boleh diwakilkan atau terwakili, sehingga setiap anggota BPD akan memberikan partisipasinya secara langsung dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Sehingga untuk mengukur tingkat partisipasi dari anggota BPD kami hanya melihat dari satu indikator yaitu partisipasi langsung. Menurut Mardikanto yang dimaksud dengan partisipasi langsung adalah suatu keikutsertaan secara fisik dan mental dimana individu-individu atau masyarakat terlibat/berhubungan langsung dengan para pembuat keputusan (003 : 69). Berdasarkan pendapat diatas maka partisipasi langsung ditandai dengan adanya keikutsertaan dari setiap individu secara fisik dan mental secara langsung tanpa melalui perwakilan sehingga terjadi suatu kontak langsung dengan para pengambil keputusan lainnya. HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PARTISIPASI Sumber daya manusia dalam suatu organisasi diharapkan mampu memberikan partisipasinya secara optimal guna mendukung tercapainya tujuan organisasi tersebut. Dalam hal ini tinggi rendahnya partisipasi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula partisipasinya. Hal ini sesuai dengan pendapat T. Iman Prasetya yang menyatakan bahwa : Tingkat partisipasi seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah pendidikan. Orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober 013 36

wawasan dan pemahaman yang lebih tinggi pula daripada orang yang memiliki pendidikan lebih rendah. Sehingga partisipasi yang diberikan oleh orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih besar daripada orang yang berpendidikan rendah. (008). METODE PENELITIAN LOKASI PENELITIAN Obyek penelitian ini adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember. Desa Nogosari adalah suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum termasuk wilayah kecamatan Rambipuji kota administrartif Jember. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 tahun 005 mengenai Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bahwa BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan desa. Peresmian anggota BPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Bupati/walikota. Pimpinan BPD terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1(satu) orang wakil ketua, dan 1 (satu) orang sekretaris. Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus. Rapat pemilihan pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda. Fungsi BPD BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa (Perdes) bersama Kepala Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober 013 37

desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Wewenang BPD : a. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa d. Membentuk panitia pemilihan kepala desa e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan, dan menyalurkan aspirasi masyarakat f. Menyusun tata tertib BPD Hak BPD : a. Meminta keterangan kepada pemerintah desa b. Menyatakan pendapat Hak anggota BPD : a. Mengajukan rancangan peraturan desa b. Mengajukan pertanyaan c. Menyampaikan usul dan pendapat d. Memilih dan dipilih e. Memperoleh tunjangan Kewajiban anggota BPD : a. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan mentaati segala perundang-undangan b. Melaksanakan kehidupan demokratis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa c. Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia d. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindak lanjuti aspirasi masyarakat e. Memproses pemilihan kepala desa. f. Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan g. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat h. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan. Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober 013 38

METODE PENENTUAN POPULASI DAN SAMPEL Dari populasi yang ditetapkan terdiri dari sejumlah anggota BPD yang ada, maka jumlah anggota BPD yang ada itu sekaligus dijadikan sampel dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan karena adanya heterogenitas dalam populasi tersebut, sehingga untuk dapat mengetahui keseluruhan elemen dalam penelitian tersebut, maka penelitian menggunakan studi populasi atau studi sensus. Sehubungan dengan penelitian yang kami lakukan yaitu mengenai Badan Permusyawaratan Desa (BPD) desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember, maka populasi yang peneliti ambil adalah seluruh anggota BPD yang berjumlah 11 orang. metode analisis data kuantitatif dengan perhitungan korelasi Rank Spearman dengan rumus sebagai berikut : 6 d r s = 1 - n n( n 1 Dimana : r s n d : Koefisien korelasi Rank Spearman : Banyaknya pasangan rank : Selisih dalam rank Penggunaan rumus tersebut berlaku apabila tidak terjadi rank kembar. Namun apabila terjadi rank kembar maka digunakan rumus sebagai berikut : r s = X ( Y Y X )( d ) i METODE ANALISA DATA Data yang telah terkumpul melalui beberapa teknik pengumpulan data sebagai tersebut diatas maka selanjutnya dianalisis. Data yang sudah diolah sedemikian rupa akan dapat dianalisis untuk membuktikan apakah hipotesis yang diajukan diterima atau tidak. Untuk menganalisis data-data dalam penelitian ini kami menggunakan Dimana untuk mencari X dan Y dicari dengan menggunakan rumus : 3 n n 1 X 3 n n 1 T Y x T y Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober 013 39

: Untuk mengetahui nilai Tx dan Ty dicari dengan menggunakan rumus T x 3 t t 1 Hal ini berarti bahwa r s hitung lebih besar daripada r s tabel (0,88> 0,535), sehingga menerima hipotesa kerja (H 1 ) dan menolak H 0. Jadi kesimpulannya adalah sebagai berikut : T y 3 t t 1 Ada pengaruh antara tingkat pendidikan terhadap partisipasi anggota BPD dalam penyusunan Peraturan Desa. Keterangan : d i : selisih Rank X dan Y Selanjutnya untuk mengetahui tingkat signifikansi hubungan antara kedua variabel tersebut, sesuai dengan n : jumlah sampel ketentuan untuk N > 10 maka korelasi T x : faktor korelasi X T y : faktor korelasi Y akan diuji kembali dengan uji t (t test ). Berdasarkan hasil perhitungan t test untuk t : banyaknya data yang mempunyai nilai kembar. korelasi r s antara variabel tingkat pendidikan (X) terhadap partisipasi (Y) tersebut, diperoleh hasil t hitung =5,615. Sedangkan pada tabel t (tabel distribution HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Berdasarkan pada perhitungan, maka diperoleh hasil nilai korelasi r s = of t) untuk N = 11, dimana df = N, sehingga df = 11 = 9, dengan taraf signifikansi 5 % atau tingkat kepercayaan 95% adalah 1,833. Dengan demikian dapat dikatakan 0,88. Pada tabel kritis yaitu tabel p bahwa t hitung lebih besar daripada t (tabel harga harga kritis r s ) untuk N = 11 dengan taraf kepercayaan 95% atau signifikansi 5% nilai kritisnya adalah sebesar 0,535. tabel (5,615 > 1,833) sehingga H 1 diterima dengan tingkat pengaruh yang cukup besar antara tingkat pendidikan terhadap partisipasi anggota BPD. Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober 013 40

Selanjutnya dapat disimpulkan sebagai berikut : Ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap partisipasi anggota BPD dalam penyusunan Peraturan Desa. PENUTUP KESIMPULAN 1. Dari hasil analisis korelasi antara variabel tingkat pendidikan dengan variabel partisipasi, maka diperoleh hasil bahwa r s hitung lebih besar daripada rs tabel (0,88 > 0,535). Artinya bahwa ada pengaruh antara tingkat pendidikan yang dimiliki oleh anggota BPD terhadap partisipasi anggota BPD dalam penyusunan Peraturan Desa (Perdes). Setelah dilakukan uji signifikansi (Uji t) dari hasil perhitungan korelasi antara kedua variabel, maka diketahui bahwa t hitung lebih besar dari pada t tabel (5,615 > 1,833). Artinya bahwa tingkat pendidikan anggota BPD berpengaruh secara signifikan terhadap partisipasi anggota BPD dalam penyusunan Peraturan Desa (Perdes). REKOMENDASI 1. Anggota BPD Nogosari hendaknya perlu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dari personilnya untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai Badan Permusyawaratan Desa. Anggota BPD Nogosari untuk lebih aktif dalam menggali aspirasi dari masyarakat setempat guna memperoleh informasi dan data yang aktual lengkap sebagai bahan penyusunan Peraturan Desa (Perdes) yang lebih rasional. Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober 013 41

DAFTAR PUSTAKA Hasibuan, Melayu SP. 001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi revisi. Bumi Aksara Ibrahim, Indra. 000. Pengembangan dan pelatihan dalam organisasi. Wijaya Agung. Bandung. Mardikanto. 003. Partisipasi Masyarakat di era Otonomi Daerah. Sinar Grafika. Jakarta...Undang - Undang Otonomi Daerah No. 3 tahun 004. http://www.google.com/search?ie. Diakses 7 Desember 009..Undang - Undang No. 0 tahun 003. Tentang Sistem Pendidikan. http://pendidikanwikipedia.com/tubulu s/007/07/04/dfc/.diakses 7 Desember 009.. Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober 013 4