II. LANDASAN TEORI. A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilih Tidak Hadir Dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2007 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 07 TAHUN 2007 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 8 TAHUN 2007 SERI E =============================================================

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

BUPATI TANA TORAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO KECAMATAN PACET DESA NOGOSARI PERATURAN DESA NOGOSARI KECAMATAN PACET, KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR: 07 TAHUN 2002

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2010 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2006 NOMOR 9 SERI E NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2006 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 6 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO D E S A P A D I Jln. Raya Padi Pacet No.26 Kec. Gondang Tlp PERATURAN DESA PADI NOMOR : 06 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

PERATURAN DAERAH NOMOR 19 TAHUN 2000

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 5 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI CIAMIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUPANG

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 5 TAHUN : 2007

KEPALA DESA CILEUKSA KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR PERATURAN DESA CILEUKSA NOMOR : 05 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMILIHAN KEPALA DESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2008

BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 14 TAHUN 2001 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 01 TAHUN 2008 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2008

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI DOMPU,

P E R A T U R A N D A E R A H

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

PEMERINTAH KABUPATEN KLUNGKUNG KECAMATAN KLUNGKUNG DESA TEGAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN INDRAMAYU

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 28 Tahun : 2013

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN DUKUH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BUOL

BUPATI BARITO SELATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN KEPALA DESA

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO D E S A P A D I Jln. Raya Padi Pacet No.26 Kec. Gondang Tlp

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 08 TAHUN 2006 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

P E R A T U R A N D A E R A H

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 6 TAHUN : 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 10 TAHUN 2006 BUPATI SUKAMARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

II. LANDASAN TEORI A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilih Tidak Hadir Dalam Pemilihan Umum Istilah golput sendiri muncul tahun 1990-an. Istilah ini diperkenalkan oleh sejumlah aktivis dan kelompok pro demokrasi (seperti Arief Budiman) yang menolak terlibat dalam Pemilu di masa Orde Baru. Saat itu, Pemilu dilihat sebagai kewajiban. Warga negara yang mempunyai hak pilih dipaksa untuk terlibat atau berpartisipasi sebagai pemilih. Seseorang menggunakan hak pilihnya lebih karena kewajiban atau ketakutan daripada pencerminan dari sikap atau pilihan politik. Aktivis yang tidak setuju dengan penyelenggaraan Pemilu dan termasuk partai-partai yang ikut bertarung, memperkenalkan golput untuk mengajak agar masyarakat tidak ikut memilih. Golput karena itu lebih merupakan sikap atau polihan politik yang diambil secara sengaja. Saat ini istilah golput kemungkinan mengalami perubahan. Saat ini, warga negara berhak untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak pilihnya. Tidak ada sanksi atau hukuman bagi orang yang tidak menggunakan hak pilihnya Golput adalah singkatan dari Golongan Putih yaitu orang-orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam proses Pemilihan Umum, baik karena sengaja maupun karena penyebab lainnya. Karena putih identik dengan bersih,

10 yaitu bersih dari segala noda-noda dalam proses pemilu tersebut. Ada berbagai macam penyebab orang berlaku Golput dan bila dibahas disini mungkin menjadi panjang di samping karena saya sendiri tidak mahir dalam hal ini. Hasil dari pemilu berefek selama 5 tahun, di mana rakyat sebagai pemilih hanya dilibatkan dalam kurang lebih sebulan atau bahkan sebenarnya sekejap yaitu ketika proses pemilhan berlangsung. Rakyat kini semakin banyak yang golput, ditandai dengan meningkatnya angka golput di berbagai pemilihan kepala daerah. Golput kini menjadi pro dan kontra. Ada banyak yang setuju golput karena sudah tidak percaya lagi dengan proses pemilu dan politik di negara ini. Banyak juga yang menentang tindakan golput. Bahkan sebuah kelompok keagamaan terbesar di negara ini mengeluarkan fatwa haram terhadap tindakan golput. Padahal sudah jelas tindakan golput adalah hak setiap warga negara. Pilihan masyarakat untuk golput juga ditengarai disebabkan beberapa faktor. Salah satunya, faktor materi. Ada sebuah paradigma di masyarakat bahwa jika ada pasangan calon yang memberikan uang kepada calon pemilih, dia akan memilih. Jika tidak ada pasangan calon yang memberi uang, dia akan golput. Pandangan masyarakat seperti itu tentu ada benarnya. Setelah pemilihan usai, biasanya pemimpin kita, seperti presiden, wakil presiden, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, lupa akan janji-janjinya. Mereka meninggalkan begitu saja masyarakat pemilih. Proses pendidikan dan demokratisasi di daerah tidak berjalan lagi. Maka, tidak aneh jika banyak warga yang apatis dan cenderung berperilaku pragmatis.

11 Faktor penyebab golput tersebut pada dasarnya dapat ditekan atau diminimalkan. Peran serta tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pamong desa, misalnya, sangat berpengaruh di sini. Tokoh masyarakat harus mau dan mampu mendidik warga agar mempunyai kesadaran politik. Politik tidak hanya diukur dengan uang atau hadiah lain. Pelaksanaan pemilu akan menentukan masa depan daerah. Pada dasarnya, keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum yang merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ramlan Surbakti yaitu memilih atau tidak memilih dalam pemilu. Sehingga, keputusan untuk tidak memilih ini juga merupakan suatu pilihan yang memungkinkan untuk diambil. Hal ini merupakan bentuk konsekuensi dari berbagai macam karakteristik perilaku politik masyarakat yang oleh Bone dan Renney diuraikan antara lain menyumbang dan memberikan dana bagi organisasi, mendirikan organisasi, menjadi anggota organisasi, mengemukakan pendapat, memberikan suara dan bersikap apolitis. Sebenarnya perilaku memilih merupakan bentuk partisipasi politik aktif yang paling kecil dari masyarakat karena hal itu hanya menuntut suatu keterlibatan minimal yang akan berhenti jika pemberian suara telah terlaksana. Meskipun demikian perilaku memilih menjadi sebuah obyek penelitian menarik bagi para ilmuwan sosial, termasuk perilaku memilih di Indonesia. Hal ini dikarenakan pluralitas yang terdapat dalam masyarakat Indonesia, yaitu kemajemukan suku, agama, ideologi, aliran dan budaya politik dalam masyarakat yang dapat

12 mepengaruhi sikap dan perilaku memilih masyarakat terhadap pemilihan partai maupun calon kepala daerah tertentu. Lebih menarik lagi dicermati, bahwa ternyata pola perilaku masyarakat pemilih di Indonesia cenderung tidak bersifat rasional dalam arti bahwa para pemilih di Indonesia menentukan pilihannya terhadap partai tertentu bukan semata-mata karena perhitungan rasional tentang manfaat yang akan mereka terima, namun cenderung didasarkan oleh faktor-faktor yang bersifat tradisional dan ikatan-ikatan emosional yang dibangun sebagai akibat internalisasi nilai yang mereka pilih dari suatu generasi ke generasi sebelumnya. Maka, konsep identifikasi kepartaian menjadi sangat relevan dalam memahami perilaku memilih masyarakat. B. Macam-Macam Golput Golput juga dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu: a. Golput Teknis Mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah. b. Golput Teknis-Politis Seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara pemilu). c. Golput Politis Mereka yang merasa tidak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tidak percaya bahwa pemilu akan membawa perubahan dan perbaikan.

13 d. Golput Ideologis Mereka yang tidak percaya pada mekanisme demokrasi (liberal) dan tidak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lain. Memilih adalah pilihan bijak. Dengan memilih, kita menjadi bagian dari masyarakat dan turut serta dalam pembangunan daerah. (http://ugiq.blogspot.com, diakses 19 Agustus 2011 pukul 16.10 WIB) Penyebab adanya golput yaitu Pertama, administratif. Seorang pemilih tidak ikut memilih karena terbentur dengan prosedur administrasi seperti tidak mempunyai kartu pemilih, tidak terdaftar dalam daftar pemilih dan sebagainya. Kedua, teknis. Seseorang memutuskan tidak ikut memilih karena tidak ada waktu untuk memilih seperti harus bekerja di hari pemilihan, sedang ada keperluan, harus ke luar kota di saat hari pemilihan dan sebagainya. Ketiga, rendahnya keterlibatan atau ketertarikan pada politik (political engagement). Seseorang tidak memilih karena tidak merasa tertarik dengan politik, acuh dan tidak memandang Pemilu sebagai hal yang penting. Keempat, ekonomi politik. Pemilih memutuskan tidak menggunakan hak pilihnya karena secara sadar memang memutuskan untuk tidak memilih. Pemilu dipandang tidak ada gunanya, tidak akan membawa perubahan berarti. Atau tidak ada calon yang disukai dan sebagainya. Golput bukanlah sebuah organisasi. Golput tidak melakukan gerakangerakan di luar hukum, karena salah satu tujuan dari gerakan ini adalah menguatkan ketaatan pada hukum. Dia melakukan protes dalam batasan-

14 batasan hukum yang ada, gerakan ini merupakan gerakan kultural, dalam arti yang diperjuangkan bukanlah kekuasaan kritik melainkan suatu transisi masyarakat di mana hak asasi selalu terlindungi dari kekuasaan sewenang-wenang. Pada umumn ya orang mengartikan Golput sebagai tindakan orang yang secara sengaja dan sadar untuk tidak ikut mencoblos dalam pemilihan umum karena alasan tidak percaya dan tidak punya calon (pilihan) yang disukai, atau membuat pilihan dengan tetap menggunakan hak pilih tapi yang dicoblos adalah bukan gambar, tetapi bagian lain atau putihnya, artinya Bagi para pendukung Golput bisa merefleksikan banyak pesan. Oleh karena itu, pemahaman prilaku Golput haruslah kontekstual. Artinya, menjelaskan prilaku tidak bisa hanya didasarkan pada interpretasi sepihak para teoritis, ilmuwan, akedemisi atau bahkan peneliti, tetapi harus didasarkan pada pemahaman dan kesad aran para pendukung Golput itu sendiri: pesan apa yang C. Penyebab Surat Suara Tidak Syah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan juga yang telah diatur dalam peraturan KPU no 13 tahun 2009 membagi tiga kategori penilaian sah atau tidak sah sebuah surat suara pada pemilu. Ketiga kategori penilaian tersebut yakni, surat suara yang dinyatakan sah, tidak sah, dan surat suara yang dianggap sah, saat ini mulai disosialisasikan secara masiv kepada para pemilih maupun penyelenggara pemilu. Surat suara dinyatakan sah apa bila ditemukan beberapa unsur. Yaitu; tanda coblos hanya ditemukan satu kali pada surat suara, pada kolom nama parpol;

15 atau kolom nomor urut calon; atau kolom nama caleg. Hal ini sesuai pasal 153 ayat 1 UU Nomor 10/2008 yang menyebutkan, pemberian suara untuk pemilu anggota DPR/DPRD/DPRK/DPD dilakukan dengan memberi tanda centang satu kali pada surat suara. Sedangkan surat suara yang dinyatakan tidak sah apabila ditemukan ada dua tanda coblos dalam kertas suara. Misalnya setelah mencoblos kolom nama calon, pemilih juga mencoblos kolom partai. Atau setelah mencoblos nama calon, kemudian mencoblos lagi kolom partai. Atau setelah mencoblos nomor urut calon, kemudian pemilih mencoblos lagi kolom nama calon. Surat suara juga dinyatakan tidak sah apabila ditemukan tanda coblos tiga kali, pada nomor urut calon, kolom nama calon, dan kolom lambang partai. Selain itu, bentuk suara tidak sah juga dapat dilihat bila dalam surat suara ditemukan tanda coblos di luar nama kolom lambang partai, kolom nomor urut caleg dan kolom nama caleg, serta sudut tanda V berada di luar ketiga kolom tersebut. Dari hasil pemilu yang telah ada ternyata kita dapat melihat sejauh mana kinerja KPU dalam mensukseskan terselengarakannyanya pemilu legislatif kali ini. salah satu parameternya adalah jumlah kertas suara yang rusak atau tidak syah. Besarnya surat suara yang tidak syah menimbulkan banyak sekali kemungkinan, kemungkinan pertama adalah pemilih secara sadar membuat surat suara menjadi tidak syah karena beberapa faktor seperti tidak ingin surat

16 suaranya disalah gunakan maupun alasan2 idiologis. kemungkinan kedua adalah pemilih tidak mengetahui syarat surat suara yang syah, dengan tidak mengetahui cara memilih maka surat suara yang ada menjadi tidak syah karena pemilih melakukan sebuah kesalahan. kemungkinan ketiga adalah surat suara telah cacat dan pemilih tidak mengetahui kecacatannya sehingga bisa dianggap sebagai surat suara yang tidak syah. Apabila kemungkinan kedua inilah yang paling masuk akal dan mungkin adalah mayoritas penyebab dari surat suara yang tidak syah karena kemungkinan pertama dan ketiga jumlahnya sangat tidak terlalu banyak, karena kemungkinan pertama orang yang sudah meniatkan untuk merusak suaranya dalam bilik berasal dari golongan orang2 yang sebenarnya golput dan orang yang golput tidak akan capek2 membuang tenaga,waktunya untuk hanya merusak surat suara walaupun tetap ada yang datang dan merusak surat suaranya tetapi jumlahnya tidak dominan, kemungkinan ketiga juga sama apabila kemungkinan ketiga merupakan faktor dominan berarti penyediaan logistik pemilu yang dilakukan oleh KPU bermasalah. Kemungkinan Kedua sepertinya menjadi faktor dominan dikarenakan sosialisasi yang kurang maksimal dan cara baru dalam memilih sehingga menyebabkan banyak masyarakat yang kurang tahu tata cara yang benar ini pun menunjukkan bahwa KPU tidak bekerja maksimal dalam penyelengaraan pemilu legislatif ini. (http://rthamrinr.wordpress.com)

17 D. Pemilihan Kepala Desa Dalam rangka perwujudan prinsip demokrasi, maka kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi persyaratan. Dengan masa jabatan 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan adat hukum adat setempat, yang diterapkan dalam peraturan daerah dengan berpedoman dengan peraturan daerah. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa, ditetapkan sebagai kepala desa dan dilantik oleh Bupati atau Walikota paling lambat 30 hari setelah pemilihan dan sebalum pemangku jabatannya, kepala desa mengucapkan sumpah atau janji terlebih dahulu. (Pasal 203,204,205 UU no. 32 th. 2004). Kepala desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintah desa berdasrkan kebijakan yang ditetapkan bersama badan pemerintahan desa (BPD). Masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun dan dapat diperpanjang yntuk satu kali masa jabatan. Kepala desa juga memiliki wewenang untuk menetapkan peraturan desayang telah mendapat persetujuan bersama BPD. a. Syarat-Syarat Menjadi Kepala Desa Kepala desa dipilih langsung melalui pemilihan kepala desa oleh penduduk desa setempat.syarat-syarat untuk menjadi cain kepala desa sesuai peraturan pemerintah no. 72 tahun 2005 sebagai berikut :

18 1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Setia kepada pancasila sebagai dasar Negara, UUD 1945dan kepada NKRI, serta pemerintah. 3. Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat. 4. Berusia paling rendah 25 tahun. 5. Bersedia dicalonkan sebagai kepala desa. 6. Penduduk desa setempat. 7. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun. 8. Tidak dicabut hak pilihnya. 9. Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan. 10. Memenuhi syarat lain yang telah diatur oleh Perda Kab/Kota. b. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa berdasarkan pasal 46 PP No. 72 Tahun 2005 adalah: 1. Kepala desa dipilih lansung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi persyaratan. 2. Pemilihan kepala desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. 3. Pemilihan kepala desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan dan tahap pemilihan.

19 b. Tahapan Pencalonan Kepala desa Pada tahap pencalonan panitia melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Mengumumkan kepada masyarakat desa tentang akan diadakannya pemilihan kepala desa. 2. Melakukan pendaftaran pemilih terhadap warga desa. 3. Mengumumkan kepada warga desa tentang pendaftaran bakal calon kepala desa. 4. Menyusun jadwal penyelenggaraan pemilihan kepala desa sesuai dengan tahapan pemilihan. 5. Menyusun rencana biaya penyelenggaraan pemilihan kepala desa dan mengajukannya kepada BPD. 6. Merancang tempat pemungutan suara. 7. Mempersiapkan administrasi penyelenggaran pemilihan kepala desa. 8. Menerima pendaftaran bakal calon kepala desa. 9. Melaksanakan penjaringan dan penyaringan bakal calon kepala desa sesuai persyaratan. 10. Menetapkan bakal calon kepala desa yang telah memenuhi persyaratan sebagai calon kepala desa. 11. Mengumumkan calon kepala desa yang berhak dipilih kepada masyarakat. 12. Menyiapkan surat undangan bagi penduduk yang berhak memilih. 13. Menyiapkan kartu suara dan kotak suara serta perlengkapan lainnya dalam rangka pemungutan suara dan perhitungan suara.

20 14. Melaksanakan pengundian tanda calon kepala desa yang disaksikan Pejabat Kecamatan, Kabupaten Kota, dan Perangkat Desa, BPD, serta tokoh masyarakat. c. Tahapan Pemilihan Kepala Desa Pada tahap pemilihan, dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Kampanye calon kepala desa. 2. Panitia pemilihan kepala desa mengirimkan undangan untuk memberikan suaranya pada waktu dan tempat diselenggarakannya pemunggutan suara kepada penduduk yang terdaftar dalam daftar pemilih. 3. Panitia pemilihan mempersiapkan tempat pemunggutan suara, pada tempat yang telah ditetapkan. 4. Guna menjaga keamanan dan ketertiban pada saat dilaksanakanya pemunggutan suara, panitia pemilihan dapat meminta bantuan keamanan (POLRI). 5. Pemunggutan suara dilaksanakan oleh panitia pemilihan pada hari dan tempat yang telah ditetapkan, secara luber dan jurdil dengan dihadiri para calon dan saksi yang mewakili calon serta diawasi oleh pejabat. 6. Pemugutan suara dianggap sah apabila pemilih yang hadir untuk memberikan suaranya memenuhi jumlah quorum 2/3 dari jumlah pemilih. 7. Perhitungan suara pemilihan kepala desa dilaksanakan oleh panitia pemungutan suara segera setelah berakhirnya pemungutan suara. 8. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dinyatakan sebagai calon kepala desa terpilih.

21 9. Calon kepala desa terpilih dituangkan dalam berita acara pemilihan yang dibuat oleh panitia pemilihan dan dilaporkan kepada BPD. 10. BPD membuat keputusan tentang penetapan calon kepala desa terpilih. 11. Bupati/Walikota menerbitkan keputusan tenetang pengesahan pengangkatan kepala desa terpilih. 12. Kepala desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lama 15 hari terhitung tanggal diterimanya penyapaian hasil pemilihan dari BPD. 13. Pelantikan kepala desa dilaksanakan di desa bersangkutan di hadapan masyarakat. 14. Sebelum memangku jabatannya kepala desa mengangkat sumpah atau janji dengan susunan kata-kata sebagai berikut: Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku kepala desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan memepertahankan Pancasila sebagai dasar Negara, dan saya akan menegakkan demokrasi dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi desa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun terhitug sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaanya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang diatur dalam perda dan wajib

22 memperhatikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat kesatuan masyarakat hukum adat setempat. d. Tata Cara, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Pasal 53 PP No 72 tahun 2005 menegaskan ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, sekurang-kurangnya memuat: 1. Mekanisme pembentukan panitia pemilihan. 2. Susunan, tugas, wewenang dan tanggung jawab panitia pemilihan. 3. Hak memilih dan dipilih. 4. Persyaratan dan alat pembuktiannya. 5. Penjaringan bakal calon. 6. Penyaringan bakal calon. 7. Penetapan calon berhak dipilih. 8. Kampanye calon. 9. Mekanisme pengaduan dan penyelesaian masalah. 10. Pemungutan suara. 11. Penetapan calon terpilih. 12. Pengesahan pengangkatan. 13. Pelantikan. 14. Sanksi pelanggaran. 15. Biaya pemilihan. (Trisanto Bambang Soemantri, 2011;250)

23 E. Kerangka Pikir Kerangka pemikiran penelitian adalah batasan-batasan yang akan diteliti untuk menghindari permasalahan tidak terlalu kompleks sehingga hasil penelitian menjadi jelas dan terarah, dan tidak menyimpang dari jalur pembahasan. Hasir Mujiman dan Purwat (1987) mengemukakan kerangka pikir adalah konsep yang terdiri dari hubungan antara sebab akibat atau disebut juga kausal hipotesis antara variabel bebas dengan variabel terikat atau variabel tidak bebas dalam rangka memberikan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diselidiki. Pilihan masyarakat untuk golput juga ditengarai disebabkan beberapa faktor. Salah satunya, faktor teknis. Ada sebuah paradigma di masyarakat bahwa jika ada pasangan calon yang memberikan uang kepada calon pemilih, dia akan memilih. Jika tidak ada pasangan calon yang memberi uang, dia akan golput. Pandangan masyarakat seperti itu tentu ada benarnya. Setelah pemilihan usai, biasanya pemimpin kita, seperti presiden, wakil presiden, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, lupa akan janji-janjinya. Mereka meninggalkan begitu saja masyarakat pemilih. Proses pendidikan dan demokratisasi di daerah tidak berjalan lagi. Maka, tidak aneh jika banyak warga yang apatis. Faktor penyebab golput tersebut pada dasarnya dapat ditekan atau diminimalkan. Peran serta tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pamong desa, misalnya, sangat berpengaruh di sini.

24 Inilah yang menjadi masalah yang menarik, bagaimanakah perilaku golput masyarakat desa Waringinsari Barat dalam pemilihan kepala desa. Agar lebih jelas maka kerangka pikir tersebut digambarkan dalam bagan berikut ini: Calon Kepala Desa Baru Pemilihan Kepala Desa Banyaknya Masyarakat Yang Golput Calon Kepala Desa Incumbent Gambar 1. Kerangka Pikir