APLIKASI PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA HIPERTENSI DERAJAT I DI KOTA DENPASAR

dokumen-dokumen yang mirip
APLIKASI PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA HIPERTENSI DERAJAT I DI KOTA DENPASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH RELAKSASI BENSON TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS DENPASAR TIMUR II TAHUN 2014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA 2016

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlepas dari aktivitas dan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan

Key Words : Pre-hypertension, blood pressure, Slow Stroke Back Massage

INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE

ABSTRAK. Kata kunci : Relaksasi Autogenik, SDB dan Tekanan Darah Referensi (118: ) vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Oleh: Yuni Novianti Marin Marpaung NIM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN

PENELITIAN. dr. NilaWahyuni, M.Fis. Ari Wibawa, SST.Ft, M.Fis. Ni LuhNopiAndayani, SST.Ft, M.Fis. I Made NikoWinaya, SST.Ft, SKM, M.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika

General Relaxation Effect On Blood Pressure Of Hypertension Patients In The Department Of Healthy City Madiun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. EFEK DAUN TEMPUYUNG (Sonchus arvensis L.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PRIA DEWASA

ABSTRAK. EFEK SAMBILOTO (Andrographis paniculata, Nees.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

PENGARUH POSISI TIDUR MIRING TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI POSYANDU LANSIA PERMADI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Abstrak. Abstract. Kata Kunci: Hipertensi, musik klasik, relaksasi autogenik

ABSTRAK PENGARUH SEDUHAN DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus) TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PRIA DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global,

PERBEDAAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI ESENSIAL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. psikologik, dan sosial-ekonomi, serta spiritual (Nugroho, 2000).

ABSTRAK. PENGARUH BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH NORMAL

ABSTRAK. EFEK LABU SIAM (Sechium edule Swartz) TERHADAP TEKANAN DARAH PEREMPUAN DEWASA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INTERVENSI FOUR SQUARE STEP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH SENAM HIPERTENSI LANSIA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI PANTI WREDA DARMA BHAKTI KELURAHAN PAJANG SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK ETANOL SELEDRI (Apium graveolens L.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PRIA DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia.

ABSTRAK. EFEK PISANG RAJA (Musa paradisiaca L.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PRIA DEWASA

ABSTRAK. EFEK TERAPI AJUVAN EKSTRAK DAUN SELEDRI (Apium graveolens L.) TERHADAP PENDERITA HIPERTENSI

PERBEDAAN NORMALITAS TEKANAN DARAH PADA WANITA MIDDLE AGE YANG MENGIKUTI SENAM DAN TIDAK SENAM DI KELURAHAN BANDUNGREJOSARI MALANG ABSTRAK

PENGARUH LATIHAN NAFAS DALAM TERHADAP SENSITIVITAS BARORFLEKS ARTERI PADA KLIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI RSUD LABUANG BAJI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

DINI AFRIANI KHASANAH J120

ABSTRAK. PERBANDINGAN EFEK SEDUHAN KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) DAN KOPI ARABICA (Coffea arabica) TERHADAP TEKANAN DARAH WANITA DEWASA

ABSTRAK. Kata kunci : sindroma myofascial, otot upper trapezius, cryotherapy, ischemic compression technique, myofascial release technique

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK PERBANDINGAN PENGARUH FLAVONOID DALAM COKLAT HITAM DENGAN TEH HIJAU TERHADAP TEKANAN DARAH

ABSTRAK. PENGARUH JUS BEET (Beta vulgaris L.) TERHADAP TEKANAN DARAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang digunakan yaitu tahun. Penelitian ini menggunakan. tiap panti tersebut mengalami hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. diastolik diatas 90 mmhg (Depkes, 2007).

ABSTRAK EFEK WORTEL (DAUCUS CAROTA L.) TERHADAP TEKANAN DARAH PEREMPUAN DEWASA

ABSTRAK PENGARUH BERMAIN FUTSAL TERHADAP TEKANAN DARAH NORMAL PADA PRIA DEWASA YANG RUTIN BEROLAHRAGA DAN YANG TIDAK RUTIN BEROLAHRAGA

PENGARUH MASSAGE TEKNIK EFFLEURAGE TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA KALIREJO KABUPATEN PURWOREJO

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

NI MADE AYU SRI HARTATIK

STRUKTUR JANTUNG RUANG JANTUNG KATUP JANTUNG tiga katup trikuspidalis dua katup bikuspidalis katup mitral Katup pulmonal Katup aorta Arteri Koroner

PENGARUH RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS DASAN AGUNG MATARAM

PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN DAUN ALPUKAT TERHADAP TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI DI BANGUNTAPAN BANTUL

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat

PENGARUH AKTIVITAS FISIK SENAM AEROBIK LOW IMPACT TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI LINGKUNGAN KELURAHAN TONJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang

PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI PERNAFASAN PADA TERAPI LATIHAN PASIF MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN LUKA BAKAR DERAJAT II DI RSUP SANGLAH DENPASAR

ABSTRAK. EFEK AIR REBUSAN TONGKOL DAN RAMBUT JAGUNG (Zea mays L) TERHADAP TEKANAN DARAH NORMAL PEREMPUAN DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

PERBEDAA EFEKTIFITAS TEK IK RELAKSASI OTOT PROGRESIF DA RELAKSASI AFAS DALAM TERHADAP TEKA A DARAH PADA PASIE HIPERTE SI

Terapi Relaksasi Napas Dalam Menurunkan Tekanan Darah Pasien Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp

Nyahmini Ambar Sari 1, Siti Sarifah 2 Prodi D III Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

SKRIPSI PENGARUH SLOW-STROKE BACK MASSAGE

ABSTRAK. EFEK AIR KELAPA (Cocos nucifera L.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INTISARI. M. Fauzi Santoso 1 ; Yugo Susanto, S.Si., M.Pd., Apt 2 ; dr. Hotmar Syuhada 3

ABSTRAK HUBUNGAN MANUVER VALSAVA TERHADAP TEKANAN DARAH NORMAL

FISIOLOGI MANUSIA PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH ARTERI

ABSTRAK. EFEK BUAH MELON SKY ROCKET (Cucumis melo L.) TERHADAP TEKANAN DARAH

ABSTRAK. PENGARUH AIR KELAPA MUDA (Cocos nucifera Linn) TERHADAP TEKANAN DARAH NORMAL PADA PRIA DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu (Dinkes, 2011).

ABSTRAK. EFEK KOMBINASI JUS STROBERI (Fragraria vesca) DAN JUS BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola Linn.) TERHADAP TEKANAN DARAH NORMAL WANITA DEWASA

BAB I PENDAHULUAN. cenderung lebih cepat (Bandiyah, 2009). dunia. Penduduk lansia di indonesia mencapai 9,12% (BPS, 2014). Jumlah

ABSTRAK. PENGARUH LABU SIAM (Sechium edule Swartz) TERHADAP TEKANAN DARAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata Kunci: Lansia, Pelatihan Passive Range Of Motion, Tekanan Darah.

ABSTRAK PENGARUH COKLAT HITAM (Theobroma cacao) TERHADAP TEKANAN DARAH NORMAL WANITA DEWASA

BAB III METODE PENELITIAN. group design with pretest posttest. Penelitian ini dilakukan untuk melihat

PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF PADA PENDERITA HIPERTENSI GRADE 2 DI POSYANDU DUSUN DAGARAN BANTUL

MEDITASI DAPAT MENURUNKAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI ESENSIAL

DASAR TEORI Siklus jantung terdiri atas periode sistol (konstraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung) bergantian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. EFEK ALANG-ALANG (Imperata cylindrica (L.) P. Beauv) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

SKRIPSI PELATIHAN TARI GALANG BULAN MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK PADA PELAJAR SMP DI YAYASAN PERGURUAN KRISTEN HARAPAN DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. adalah hipertensi. Dampak ini juga diperjelas oleh pernyataan World Health

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

INTISARI. Kata kunci: tekanan darah, dataran tinggi, dataran rendah.

BAB V PEMBAHASAN A. PENGARUH PEMBERIAN PISANG AMBON TERHADAP. kelompok kontrol pemberian pisang ambon, rata-rata tekanan darah sistolik

PENGARUH THERAPEUTIC WALKING EXERCISE

ABSTRAK. PENGARUH JUS BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP TEKANAN DARAH NORMAL PADA PEREMPUAN DEWASA

Transkripsi:

APLIKASI PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA HIPERTENSI DERAJAT I DI KOTA DENPASAR 1 Ni Komang Ayu Juni Antari 2 I Gusti Ayu Artini 3 Ni Luh Nopi Andayani 1. Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali 3. Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali ABSTRAK Proressive Muscle Relaxation (PMR) merupakan salah satu metode relaksasi sederhana yang melalui dua proses yaitu menegangkan dan merelaksasikan otot tubuh. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pemberian PMR dapat menurunkan tekanan darah pada hipertensi derajat I di Kota Denpasar. Telah dilakukan penelitian eksperimental dengan rancangan Pre and Post Test Control Group Design. Sampel berjumlah 24 orang yang telah terdiagnosa hipertensi derajat I. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan (PMR) berjumlah 12 orang dan kelompok kontrol (kontrol negatif) berjumlah 12 orang. selisih penurunan tekanan darah pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol diperoleh hasil p=0,000 (p<0,05) untuk data tekanan darah sistolik dan p=0,000 (p<0,05) untuk data tekanan darah diastolik. Disimpulakan bahwa terdapat perbedaan penurunan tekanan darah yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok. Hal ini disebabkan karena efek parasimpatis oleh saraf vagus pada jantung dan pembuluh darah. Proressive Muscle Relaxation dapat menurunkan tekanan darah pada hipertensi derajat I. Kata kunci: Progressisve Muscle Relaxation, hipertensi derajat I, tekanan darah. PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION APLICATION FOR DECREASING BLOOD PRESSURE GRADE I HYPERTENTION IN DENPASAR CITY ABSTRACT Proressive Muscle Relaxation (PMR) is one of simple relaxation method which include of contraction and relaxation muscle. This study was conducted to determine whether proressive muscle relaxation can decrease blood pressure level for people with grade I hypertention in Denpasar city. An experimental study has been done with Pre and Post Test Control Group Design. The sampling was consecutive sampling. The samples consist of 24 people were devided into two groups, a treatment group which were given PMR and a control group (negative control) which were not given any treatment, where each group consisted of 12 samples. The interval average of blood pressure reduction in treantment group and control group were gotten results as p=0.000 (p < 0.05) for systolic blood pressure and p=0.000 (p < 0.05) for diastolic blood pressure. In conclusion, there were significant differences in decreasing blood pressure between treatment and control group. It was caused by parasympathetic nerve fibers effect to the heart in the vagus nerves and blood vessels. Progressive Muscle Relaxation could decrease blood pressure for hypertention people grade I. Key words: Preressive Muscle Relaxation, grade I hypertention, blood pressure.

PENDAHULUAN Kehidupan masyarakat saat ini mengikuti perkembangan jaman, terutama dalam hal gaya hidup yang lebih modern. Kemajuan teknologi mempengaruhi kehidupan masyarakat dalam mempermudah seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut mengakibatkan perubahan perilaku masyarakat yang cenderung kurang sehat, seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan cepet saji, merokok, minum-minuman beralkohol dan kurang berolahraga. Terjadinya perubahan gaya hidup yang tidak sehat berakibat pada pergeseran pola penyakit yang tidak hanya didominasi oleh penyakit menular, namun juga penyakit tidak menular seperti hipertensi. 1 Hipertensi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah yang bersifat menetap pada sistolik yaitu 140 mmhg atau lebih dan diastolik 90 mmhg atau lebih, berdasarkan pemeriksaan minimal 2 kali atau lebih dalam waktu yang berbeda. 2 Organisasi kesehatan Dunia (WHO) menyatakan dari seluruh populasi dunia, angka kejadian hipertensi cukup tinggi dan diperkirakan mampu menyebabkan 7,5 juta kematian dan sekitar 12,8% dari seluruh angka kematian. Data WHO 2013 menunjukkan prevalensi penderita hipertansi usia 25 tahun dan lebih mencapai 40%. 3 Departemen Kesehatan RI menyatakan, prevalensi pasien hipertensi adalah sekitar 31,7%, dimana hanya 2% dari 31,7% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. 4 Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara stres dengan peningkatan tekanan darah. Secara fisiologis, sistem simpatis serta korteks adrenal akan terstimulasi saat stres melalui aktivasi hipotalamus dengan respon aktivasi organ dan otot polos seperti terjadinya peningkatan curah jantung dan juga tahanan pembuluh darah perifer yang berdampak pada peningkatan tekanan darah. Eponefrin dan norepinefrin juga akan dilepaskan oleh saraf simpatis dalam keadaan stres. 5 Sejak 9 tahun terakhir ini terapi nonfarmakologis yaitu perubahan gaya hidup yang lebih sehat termasuk didalamnya adalah latihan fisik, memegang peranan penting dalam menurunkan tekanan darah. 1 Modifikasi gaya hidup dan teknik relaksasi dapat menormalkan tekanan darah pada klien dengan hipertensi. 6 Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan total peripheral resistance dengan cara

menghambat respon stres saraf simpatis. Saat tubuh individu dalam keadaan rileks maka akan terjadi relaksasi juga pada pembuluh darah dan otot-otot lain dalam tubuh. Terjadinya relaksasi dalam tubuh ini berpengaruh terhadap penurunan epinefrin dan norepinefrin. 7 Teknik relaksasi pada tekanan darah tinggi telah dikatakan memiliki efek positif yang telah di buktikan oleh Dickinson, et al (2008) menyampaikan 60-90 % klien yang konsultasi ke dokter keluarga yang terkait dengan stres sebagian besar memiliki tekanan darah tinggi. Manajemen stres dengan teknik relaksasi dianggap penting sebagai pengobatan hipertensi, salah satunya adalah relaksasi otot progresif. 8 Relaksasi otot progresif atau Progressive Muscle Relaxation (PMR) merupakan salah satu metode relaksasi sederhana yang melalui dua proses yaitu menegangkan dan merelaksasikan otot tubuh. PMR merupakan latihan yang dapat dilakukan secara mandiri sehingga mempermudah seseorang untuk melakukan latihan tanpa perlu bantuan dari orang lain. Selain itu teknik latihan dari PMR juga dapat dilakukan dalam posisi duduk maupun tidur sehingga dapat dilakukan dimana saja. 9 Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kumutha (2014) di India, PMR dikatakan efektif untuk menurunkan stres dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Hal ini yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai Progressive Muscle Relaxation, khususnya Progressive Muscle Relaxation terhadap penurunan tekanan darah pada hipertensi derajat I. BAHAN DAN METODE Dalam penelitian kali ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan rancangan Pre Test and Post Test Control Group Design. Sampel diambil dari pesien yang berobat ke klinik Wijaya Kusuma Abadi. Kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan darah oleh dokter. Pemilihan besar sampel sebanyak 24 responden. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan ke dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah sampel sebanyak 24 responden dapat terpenuhi, kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan (KP) dan kelompok kontrol (KK). Terdapat sejumlah 12 responden pada masing-masing kelompok. Pembagian kelompok dilakukan dengan

cara acak sederhana, yaitu dengan melakukan undian pada masing-masing sampel untuk menentukan apakah sampel masuk dalam kelompok perlakuan (KP) atau kelompok kontrol (KK). Kelompok perlakuan (KP) mendapatkan program progressive muscle relaxation, sedangkan kelompok kontrol (KK), yang merupakan kontrol kegatif tidak mendapatkan perlakuan. Progressive muscle relaxation dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu minggu selama 1 minggu, dengan jeda waktu dua hari antara perlakuan. Pada setiap kali perlakuan progressive muscle relaxation dilakukan selama 15-20 menit. Program progressive muscle relaxation meliputi 15 gerakan yang dilakukan secara aktif oleh sampel, meliputi gerakan pada otot-otot tangan, otot-otot lengan bawah, otot-otot lengan atas, otot-otot bahu, otot-otot dahi, otototot mata, otot-otot rahang, otot-otot bibir, otot-otot leher bagian belakang, otot-otot leher bagian depan, otot-otot punggung, otot-otot dada, otot-otot perut, otot-otot tungkai, otot-otot betis. Untuk setiap macam gerakan, posisi sampel dipertahankan selama 5 detik kemudian rileksasi 10 detik dan diulang sebanyak 2 kali. Latihan dapat dilakukan dalam posisi duduk maupun posisi tidur terlentang. Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan alat sphygmomanometer dan stethoscope. Pengukuran tekanan darah pada kelompok perlakuan pada penelitian kali ini dilakukan sebelum memberikan perlakuan PMR (pre test) dan setelah memberikan perlakuan PMR (post test). Pada kelompok kontrol pengukuran tekanan darah sebelum (pre test) dan sesudah (post-test) memiliki interval waktu 20 menit namun tidak melakukan progressive muscle relaxation. HASIL Tabel 1. Distribusi Data Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin, Obat Antihipertensi, Usia dan tekanan darah sebelum. Karakteristik Kelompok Perlakuan (n=12) Kelompok Kontrol (n=12) Jenis Kelamin (%) Laki-laki 50 41,7 Perempuan 50 58,3 Obat Antihipertensi (%) CCB 50 50 ACE inhibitor 50 50 Usia Mean ± SD p 0,683 1,000 49,75 ± 1,765 49,83 ± 1,267 0,814 Tekanan Darah Sebelum (Mean ± SD) Sistolik 142,14 ±1,37 141,92 ± 1,65 0,523 Diastolik 90,67 ± 0,79 90,58 ± 0,96 0,353

Pada kelompok perlakuan (KP), enam orang (50%) sampel berjenis kelamin laki-laki dan enam orang (50%) sampel berjenis kelamin perempuan, dengan total sampel sejumlah 12 orang (100%). Pada kelompok kontrol (KK), lima sampel laki-laki (41,7%) dan tujuh sampel perempuan (58,3%) dengan dengan total sampel sejumlah 12 orang (100%). Jumlah sampel keseluruhan yaitu 24 orang. Uji Chi Square digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang bermakna pada karakteristik jenis kelamin atara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, didapatkan nilai p = 0,863 (p > 0,05) hai ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik jenis kelamin yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Karakteristik sampel berdasarkan obat antihipertensi yang dikonsumsi oleh sampel. Pada kelompok perlakuan (KP), enam orang (50%) sampel mengkonsumsi obat antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker dan enam orang (50%) sampel mengkonsumsi obat antihipertensi golongan ACE inhibitor, dengan total sampel sejumlah 12 orang (100%). Pada kelompok kontrol (KK), enam orang (50%) sampel mengkonsumsi obat antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker dan enam orang (50%) sampel mengkonsumsi obat antihipertensi golongan ACE inhibitor, dengan total sampel sejumlah 12 orang (100%). Jumlah sampel keseluruhan yaitu 24 orang. Uji Chi Square digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang bermakna pada karakteristik jenis kelamin atara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, didapatkan nilai p = 1,000 (p > 0,05) hai ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik penggunaan obat anti hipertensi yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Subjek penelitian pada kelompok perlakuan (KP) memiliki rerata usia 49,75 dengan standar deviasi 1,765. Pada kelompok kontrol (KK) memiliki rerata usia 49,83 dengan standar deviasi 1,267. Uji Mann-Whitney U Test digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang bermakna pada karakteristik usia atara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, didapatkan nilai p = 0,814 (p > 0,05) berarti tidak ada perbedaan yang bermakna pada karakteristik usia atara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Nilai rerata dan simpangan baku tekanan darah sistolik sebelum (pre test)

pada kelompok perlakuan adalah 142,14±1,37, sedangkan nilai rerata dan simpangan baku tekanan darah sistolik sebelum (pre test) pada kelompok kontrol adalah 141,92±1,65. Uji Mann-Whitney U Test digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tekanan darah sistolik sebelum (pre test) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dan didapatkan nilai p = 0,523 (p > 0,05), hal ini berarti bahwa rerata tekanan darah sistolik sebelum (pre test) pada ke dua kelompok tidak berbeda secara bermakna. Nilai rerata dan simpangan baku tekanan darah diastolik sebelum (pre test) pada kelompok perlakuan adalah 90,67±0,79, sedangkan nilai rerata dan simpangan baku tekanan darah diastolik sebelum (pre test) pada kelompok kontrol adalah 90,58±0,96. Uji Mann-Whitney U Test digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tekanan darah diastolik sebelum (pre test) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dan didapatkan nilai p = 0,353 (p > 0,05), hal ini berarti bahwa rerata tekanan darah diastolik sebelum (pre test) pada ke dua kelompok juga tidak berbeda secara bermakna. Tabel 2. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Kelompok Perlakuan Sebelum Sesudah Mean SD Mean SD Selisih Sistolik 142,14 1,37 131,36 1,14 10,78 Diastolik 90,67 0,79 82,94 0,81 7,22 Hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan perlakuan progressive muscle relaxation pada kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2, diketahui mean sebelum perlakuan pada tekanan darah sistolik adalah 142,14 (SD = 1,37) dan mean sesudah perlakuan adalah 131,36 (SD = 1,14), nilai selisihnya adalah 10,78. Sedangkan, mean sebelum perlakuan pada tekanan darah diastolik adalah 90,67 (SD = 0,79) dan mean sesudah perlakuan adalah 82,94 (SD = 0,81) nilai selisihnya adalah 7,22. Tabel 3. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Kelompok Kontrol Sebelum Sesudah Mean SD Mean SD Selisih Sistolik 141,92 1,65 141,89 1,60 0,03 Diastolik 90,58 0,96 90,49 0,87 0,08

Data tekanan darah pada kelompok kontrol (yang tidak diberi perlakuan progressive muscle relaxation) dapat dilihat pada Tabel 3. Mean sebelum pada tekanan darah sistolik adalah 141,92 (SD = 1,65) dan mean pengukuran akhir (sesudah) adalah 141,89 (SD = 1,60), nilai selisihnya adalah 0,03. Mean awal pada tekanan darah diastolik adalah 90,58 (SD = 0,96) dan mean akhir adalah 90,49 (SD = 0,87), nilai selisihnya adalah 0,08. Sebelum Sesudah Tabel 4. Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Tekanan Darah Sistol ik (p) Kelompok Perlakuan Uji Normalitas Saphiro-Wilk Test Diastol ik (p) Sistol ik (p) Kelompok Kontrol Diasto lik (p) Uji Homogenitas Levene s Test Sistol ik Diasto 0,253 0,011 0,181 0,000 0,680 0,420 0,040 0,055 0,108 0,000 0,310 0,656 Selisih 0,589 0,023 0,554 0,000 0,747 0,001 Tabel 4 menunjukkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan Saphiro-Wilk Test. Kelompok perlakuan (KP) pada data tekanan darah sistolik sebelum perlakuan didapatkan nilai p = 0,253 (p > 0,05), sesudah perlakuan lik didapatkan nilai p = 0,040 (p < 0,05) dan selisih didapatkan nilai p = 0,589 (p > 0,05), yang berarti data tekanan darah sistolik pada kelompok perlakuan tidak berdistribusi normal. Pada data tekanan darah diastolik sebelum perlakuan didapatkan nilai p = 0,011 (p < 0,05), sesudah perlakuan didapatkan nilai p = 0,055 (p > 0,05), dan selisih didapatkan nilai p = 0,023 (p < 0,05) yang berarti data tekanan darah diastolik pada kelompok perlakuan juga tidak berdistribusi normal. Pada kelompok kontrol (KK), data tekanan darah sistolik awal (sebelum) diperoleh nilai p = 0,181 (p > 0,05), pada pengukuran akhir (sesudah) didapatkan nilai p = 0,108 (p > 0,05) dan selisih diperoleh nilai p = 0,944 (p > 0,05), yang artinya tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol berdistribusi normal. Pada data tekanan darah diastolik awal (sebelum) perlakuan diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05), akhir (sesudah) perlakuan diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05), dan selisih diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang artinya data tekanan darah diastolik pada kelompok kontrol tidak berdistribusi normal. Levene s Test digunakan untuk uji homogenitas. Pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa data sebelum, sesudah dan selisih

pada tekanan darah sistolik bersifat homogen karena didapatkan nilai p > 0,05. Pada tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah memiliki nilai p > 0,05, namun data selisih pada tekanan darah diastolik memiliki nilai p < 0,05 yang berarti data bersifat tidak homogen. Tabel 5. Uji Penurunan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Sebelum Sesudah Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Sistolik Diastolik Sistolik Diastolik 142,14 90,67 141,92 90,58 131,36 82,98 141,89 90,49 p 0,002 0,002 0,867 0,083 Tabel 5 menunjukkan hasil uji rerata penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan (KP), Wilcoxon Signed Rank Test digunakan untuk uji hipotesis tekanan darah sistolik, diperoleh nilai p = 0,002 (p < 0,05), yang artinya terdapat penurunan tekanan darah sistolik yang bermakna pada kelompok perlakuan. Wilcoxon Signed Rank Test digunakan untuk uji hipotesis tekanan darah diastolik, diperoleh nilai p = 0,002 (p < 0,05), yang artinya terdapat penurunan tekanan darah diastolik yang bermakna juga pada kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol (KK), Paired Sample T-test digunakan untuk uji hipotesis tekanan darah sistolik dan diperoleh nilai p = 0,867 (p > 0,05), yang artinya tidak terdapat penurunan tekanan darah sistolik yang bermakna pada kelompok kontrol. Wilcoxon Signed Rank Test digunakan untuk uji hipotesis tekanan darah diastolik dan diperoleh nilai p = 0,083 (p > 0,05) yang aerinya tidak terdapat penurunan tekanan darah diastolik yang bermakna juga pada kelompok kontrol. Tabel 6. Uji Komparasi Selisih Penurunan Tekanan Darah pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol ±SD Kelompok Kelompok Perlakuan Kontrol p Sistolik Selisih 10,78±0,59 0,03±0,52 0,000 Diastolik Selisih 7,22±0,39 0,08±0,14 0,000 Tabel 6 menampilkan hasil beda rerata selisih dengan uji Mann-Whitney U Test pada tekanan darah sistolik dan diastolik diperoleh nilai p = 0,000 (p<0,05). Data tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan penurunan

tekanan darah sistolik dan diastolik yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. DISKUSI Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Mann-Whitney U Test untuk menguji perbandingan rerata penurunan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan progressive muscle relaxation pada kelompok perlakuan dan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan progressive muscle relaxation. Pada analisis data tekanan darah sistolik, didapatkan nilai rerata selisih adalah 10,78 dengan standar deviasi 0,59. Pada kelompok kontrol didapatkan nilai rerata selisih adalah 0,03 dengan standar deviasi 0,52. Nilai p pada perbandingan selisih kedua kelompok adalah p = 0,000 (p < 0,05). Pada analisis data tekanan darah diastolik, untuk kelompok perlakuan didapatkan nilai rerata selisih adalah 7,22 dengan standar deviasi 0,39. Pada kelompok kontrol didapatkan nilai rerata selisih adalah 0,08 dengan standar deviasi 0,14. Nilai p pada perbandingan selisih kedua kelompok adalah p = 0,000 (p < 0,05). Nilai p yang didapatkan pada tekanan darah sistolik dan diastolik pada perbandingan selisih kedua kelompok tersebut menunjukkan adanya perbedaan penurunan tekanan darah yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dimana pemberian perlakuan progressive muscle relaxation pada kelompok perlakuan lebih menurunkan tekanan darah dibandingkan kelompok kontrol yang tidak melakukan progressive muscle relaxation. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumutha (2014) menyatakan hasil yang sama dalam jurnal yang berjudul Effectiveness of Progressive Muscle Relaxation technique on Stress and Blood Pressure among Elderly with Hypertension menyimpulkan bahwa progressive muscle relaxation yang dilakukan pada penderita hipertensi efektif untuk mengurangi keteganagn otot, menurunkan stres dan menurunkan tekanan darah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan penurunan tekanan darah yang signifikan pada kelompok perlakuan setelah diberikan progressive muscle relaxation jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. 9 Mekanisme Progressive Muscle Relaxation dalam menurunkan tekanan darah erat kaitannya dengan menejemen stes. 1 Reaksi pertama dari respon stres adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis. Stimulasi aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan berdampak pada perubahan tekanan

darah yaitu peningkatan tekanan darah secara intermiten atau tidak menentu. 10 Dr. Shigeo Haruyama, dalam bukunya The Miracle of Endorphin, menyatakan ketika kita teramat stres munculah hormon noradrenalin. Jika hormon noradrenalin diproduksi dalam jumlah tepat, maka akan menjalankan fungsi yang bermanfaat bagi tubuh. Namun, saat hormon noradrenalin dirpoduksi secara berlebihan akan mempersempit aliran darah ke jantung dan meningkatkan tekanan darah. Hal ini akan dengan mudah membuat pembuluh darah menjadi tersumbat. Hormon beta-endorfin membantu mengembalikan kondisi pembuluh darah menjadi normal seperti semula dan menjaga agar darah dapat mengalir dengan mudah dan bebas hambatan. Beta-endorfin penangkal stres akan terbentuk jika seseorang merasa nyaman atau rileks. 11 Relaksasi merupakan suatu teknik pengelolan diri yang didasarkan pada kerja sistem saraf para simpatis. Pengaruh saraf parasimpatis pada sirkulasi yang paling penting adalah pengaturan frekuensi jantung melalui serabut-serabut saraf parasimpatis yang menuju jantung melalui nervus vagus, sehingga menyebabkan pelepasan hormon asetilkolin pada ujung saraf vagus. Asetilkolin yang dilepaskan pada ujung saraf vagus sangat meningkatkan permeabilitas membran serabut terhadap ion kalium, sehingga menyebabkan peningkatan kenegatifan di dalam serabut (hiperpolarisasi). Keadaan hiperpolarisasi akan menurunkan potensial membran, sehingga akan menurunkan frekuensi irama nodus sinus dan akan menurunkan eksitabilitas serabut-serabut penghubun A-V yang terletak diantara otot-otot atrium dan nodus A-V, sehingga akan memperlambat perjalanan impuls jantung yang menuju ke ventrikel. 12 Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Black & Hawk (2005) bahwa penderita hipertensi sebaiknya melakukan latihan relaksasi untuk mengurangi denyut jantung dan total peripheral resistance dengan cara menghambat respon stres saraf simpatis. Relaksasi juga mengakibatkan regangan pada arteri akibatnya terjadi vasodilatasi pada arteri & vena difasilitasi oleh pusat vasomotor, ada beberapa macam vasomotor yang salah satunya adalah reflek baroreseptor. Reflek baroreseptor saat relaksasi akan menurunkan aktifitas saraf simpatis dan epinefrin serta peningkatan saraf parasimpatis sehingga kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup menurun, serta terjadi vasodilatasi arteriol dan venula. Selain itu curah jantung, resistensi perifer total juga menurun sehingga tekanan darah turun. 6 Hal ini didukung oleh teori dari Guyton & Hall (2008) yang menyatakan

bahwa setelah sinyal baroreseptor memasuki traktus solitarius medula, sinyal sekunder menghambat vasokonstriktor di medula dan merangsang pusat parasimpatis vagus dengan efek vasodilatasi vena dan arteriol di seluruh sistem sirkulasi perifer serta berkurangnya frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung. 12 Penelitian lain yang dilakukan oleh Dickinson, et al (2008) dalam jurnal yang berjudul Relaxation Therapies for the Management of Primary Hypertention in Adults menyatakan 60-90 % klien yang konsultasi ke dokter keluarga yang terkait dengan stres sebagian besar memiliki tekanan darah tinggi sehingga manajemen stres dianggap penting sebagai pengobatan hipertensi, yaitu dengan teknik relaksasi otot progresif, karena dalam keadaan otot-otot yang rileks menyebarkan stimulus ke hipotalamus sehingga akan menekan sistem saraf simpatis sehingga terjadi penurunan produksi hormon epinefrin dan norepinefrin. 8 Harmono (2010) juga mengatakan bahwa sejak 9 tahun terakhir ini terapi nonfarmakologis yaitu perubahan gaya hidup yang lebih sehat termasuk didalamnya adalah latihan fisik, memegang peranan penting dalam menurunkan tekanan darah. 1 Hal tersebut juga disampaikan oleh Black & Hawk (2005) bahwa modifikasi gaya hidup dan teknik relaksasi dapat menormalkan tekanan darah pada klien dengan hipertensi. 6 Hal ini menunjukkan bahwa penderita hipertensi derajat I sebaiknya melakukan aktivitas fisik berupa teknik relaksasi. Berdasarkan hasil penelitian ini, progressive muscle relaxation mampu menurunkan tekanan darah pada hipertensi derajat I. Hal ini memberikan konsekuensi bahwa penderita hipertensi derajat I dapat melakukan latihan relaksasi yang dilakukan secara kontinyu untuk memperbaiki kontrol tekanan darah agar dapat mendekati normal. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Progressive muscle relaxation dapat menurunkan tekanan darah pada hipertensi derajat I. Saran yang diajukan berdasarkan kajian dalam penelitian ini adalah Progressive muscle relaxation dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan tindakan fisioterapi dalam menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi derajat I secara nonfarmakologis. DAFTAR PUSTAKA 1. Hamarno, R. (2010). Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Tekanan Darah Klien Hipertensi Primer di Kota Malang. Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta.

2. LeMone, P., & Burke, K. (2008). Medical Surgical Nursing: Critical Thinking in Client Care (4th Edition ed.). New Jersey: Persone Prentice Hall. 3. Cahyani, H. F. (2014). Hubungan Shalat Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi di posyandu Anggrek Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputut Timur. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 4. Departemen Kesehatan. (2012). Masalah Hipertens di Indonesia. Retrieved Januari 11, 2015, from http://www.depkes.go.id/article/view/9 09/masalah-hipertensi-diindonesia.html 5. Sherwood, L. (2010). Human Physiology : from Cells to Systems. USA: Yolanda Cossio. 6. Black, J., & Hawk, J. (2005). Medical Surgical Nursing Clinical Mnagement for Positive Outcome (7th Ed ed.). Philadelphia: Mosbi. 7. Shinde, N., Hande, D., & Bhushan, V. (2013). Immediate Effect of Jacobson's Progressive Muscle Relaxation in Hypertension. Scholars Journal of Applied Medical Sciences (SJAMS), 3, 80-85. 8. Dickinson, H., Campbell, F., Beyer, F., Nicilson, D., Cook, J., Ford, G., et al. (2008). Relaxatin Therapies for the Management of Primary Hypertension in Adults: a Cochrane Review. Journal of Human Hipertension, 22, 809-820. 9. Kumutha, V. (2014). Effectiveness of Progressive Muscle Relaxation Technique on Stress and Blood Pressure among Elderly with Hypertension. IOSR Journal of Nursing and Health Science (IOSR- JNHS), 3, 1-6. 10. Smeltzer, S., Bare, B., Hinkle, J., & Cheever, K. (2008). Brunner & Suddarth s Textbook of medicalsurgical nursing (11th edition ed.). Philadelphia: Lippincoot William & Wilkins. 11. Haruyama, S. (2011). The Miracle of Endorphin. Bandung: Mizan Media Utama. 12. Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2008). Text book of Medical Physiology (11th Edition ed.). Philadelphia: Elsevier Saunders.