BAB II DASAR TEORI. 2.1 Rel Kereta Api

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor:0-100(pan)

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat.

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN HEAT TREATMENT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

PENGARUH SILIKON (Si) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN DARI BAJA TUANG PERKAKAS YANG MENGALAMI FLAME HARDENING SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

UNIVERSITAS MERCU BUANA

TIN107 - Material Teknik #9 - Metal Alloys 1 METAL ALLOYS (1) TIN107 Material Teknik

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR

ANALISA QUENCHING PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN MEDIA SOLAR

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan.

PENGARUH PERBANDINGAN GAS NITROGEN DAN LPG PADA PROSES NITROKARBURISING DALAM REAKTOR FLUIDIZED BED TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON RENDAH

II. LANDASAN TEORI. Dalam penggunaannya, logam yang digunakan akan mengalami gaya luar atau

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan logam pada jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

BAB II DASAR TEORI 2.1 Kondisi Prasarana Kereta Api 2.2 Rel Kereta Api

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

Perlakuan panas (Heat Treatment)

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI

Materi #7 TIN107 Material Teknik 2013 FASA TRANSFORMASI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan karbon yang disebut carburizing atau karburasi, dilakukan dengan

Karakterisasi Material Sprocket

Pengaruh Proses Quenching Terhadap Kekerasan dan Laju Keausan Baja Karbon Sedang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH TEMPERING PADA BAJA St 37 YANG MENGALAMI KARBURASI DENGAN BAHAN PADAT TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor: 0-100(PAN)

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bab II menjelaskan tentang beberapa konsep dasar teori yang mendukung topik

ANALISA PROSES SPRAY QUENCHING PADA PLAT BAJA KARBON SEDANG

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH HOLDING TIME TERHADAP SIFAT KEKERASAN DENGAN REFINING THE CORE PADA PROSES CARBURIZING MATERIAL BAJA KARBON RENDAH. Darmanto * ) Abstrak

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

Pengaruh Lama Pemanasan, Pendinginan secara Cepat, dan Tempering 600 o C terhadap Sifat Ketangguhan pada Baja Pegas Daun AISI No.

ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 1045 MELALUI PROSES NITRIDASI MENGGUNAKAN MEDIA UREA

Transkripsi:

4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Rel Kereta Api Komponen utama pendukung kereta api yang paling penting adalah rel digunakan pada jalur kereta api. Rel mengarahkan atau memandu kereta api tanpa memerlukan pengendalian. Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan. Rel dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau dikenal sebagai Balast. Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran dan lenturan rel akibat beratnya kereta api. Rel pada jalan rel mempunyai fungsi sebagai pijakan mengglindingnya roda kereta api dan untuk meneruskan beban dari roda kereta api kebantalan. Gambar 2.1 Rel Kereta api (Dari http://id.wikipedia.org/wiki/rel) 2.2 Bahan Rel Kereta Api Baja merupakan bahan dasar dari rel kereta api. Baja adalah logam paduan antara besi ( Fe ) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Secara garis besarnya sistem paduan besi karbida dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu baja karbon (plain carbon steel) dan baja paduan (alloy steel). Transformasi pada baja dibedakan antara baja dibawah 0,77%C (baja hypoeutektoid) dan baja diatas 0,77%C sampai 2,11%C (baja hypoeutektoid). Dengan demikian baja diatas 2,11%C disebut baja paduan.

5 2.3 Baja Karbon dan Baja Paduan Menurut komposisi kimia baja dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu : a. Baja karbon (plain carbon steel) b. Baja paduan (alloy steel), baja yang mengandung unsurunsur paduan guna memproleh sifat-sifat tertentu. 2.3.1 Baja Karbon Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan kandungan unsur-unsur lain, tetapi masih lebih rendah dari pada batas-batas tertentu yang tidak terpengaruh terhadap sifatnya. Baja karbon berdasarkan komposisinya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu : a. Baja karbon rendah (low carbon steel), dengan kandungan karbon 0,01-0,30 % C. b. Baja karbon sedang (medium carbon steel), dengan kandungan karbon 0,30 0,60 % C. c. Baja karbon tinggi (high carbon steel), dengan kadar karbon 0,60 1,30 % C. Struktur baja dibedakan menjadi 3 (tiga) bentuk utama yaitu : a. Ferrite yaitu Kristal besi murni (Fe) terletak rapat saling berdekatan tidak teratur, baik bentuk maupun besarnya. Ferrite merupakan bagian baja yang paling lunak. Ferrite murni tidak akan cocok digunakan sebagai bahan untuk benda kerja yang menahan beban karena kekuatannya yang kecil. b. Karbida besi (Fe3C) suatu senyawa kimia antara besi (Fe) dengan karbon (C) sebagai unsur struktur tersendiri dinamakan cementite dan mengandung 6,7 % karbon. c. Pearlite merupakan campuran erat antar ferrite dan cementite dengan kandungan zat arang sebesar 0,8 %. Kristal ferrite terdiri dari serpihan cementite halus yang memproleh penempatan saling berdampingan dalam lapisan tipis.

6 2.3.2 Baja Paduan Menurut Nasution (Amanto, 1999), baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, mangan, molybdenum, kronium, vanadium, dan wolframyang berguna untuk memproleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti sifat kekuatan, kekerasan, dan keuletan. Paduan dari beberapa unsure yang berbeda memberikan sifat khas baja. Misalnya baja yang dipadu dengan Ni dan Cr akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan ulet. Berdasarkan kadar paduannya baja paduan dibagi menjadi tiga macam yaitu : a. Baja Paduan Rendah (Low Alloy Steel) Baja paduan rendah merupakan baja paduan yang elemen paduannya kurang dari 2,5% wt misalnya unsure Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain. b. Baja Paduan Menengah (Medium Alloy Steel) Baja paduan menengah merupakan baja paduan yang elemen paduannya 2,5-10% wt misalnya unsure Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain. c. Baja Paduan Tinggi (high Alloy Steel) Baja paduan tinggi merupakan baja paduan yang elemen paduannya lebih dari 10% wt misalnya unsure Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain. Pada umumnya baja paduan mempunyai sifat yang unggul dibandingkan dengan baja karbon biasa diantaranya : a. Keuletan yang tinggi tanpa mengurangan kekuatan tarik. b. Tahan terhadap korosi dan keausan yang tergantung pada jenis paduannya. c. Tahan terhadap perubahan suhu, ini berate sifat fisisnya tidak banyak berubah. d. Memiliki butiran yang halus dan homogen.

7 Menurut Nasution (1998), pengaruh unsur-unsur paduan baja adalah sebagai berikut : 1. Unsur Karbon (C) Karbon merupakan unsur terpenting yang dapat meningkatkan kekerasan dan keuletan. Kandungan karbon didalam baja sekitar 0,1-1,7%, sedangkan unsure lainnya dibatasi sesuai dengan kegunaan baja. Unsur paduan yang bercampur didalam lapisan baja adalah untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas dan menghasilkan sifat-sifat yang khusus. Karbon dalam baja dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan tetapi jika berlabihan akan menurunkan ketangguhan. 2. Unsur Mngan (Mn) Semua baja mengandung mangan karena sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan baja. Kandungan mangan kurang lebih 0,6% tidak mempengaruhi sifat baja, dengan kata lain mangan tidak memberikan pengaruh besar pada struktur baja dalam jumlah yang rendah. Penambahan unsure mangan dalam baja dapat menaikkan kuat tarik tanpa mengurangi atau sedikit memngurangi regangan, sehingga baja dengan penambahan mangan memiliki sifat yang kuat dan ulet. 3. Unsur Silikon (Si) Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setiap baja dengan kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh untuk menaikkan tegangan tarik dan menurunkan laju pendinginan kritis. Silikon dalam baja dapat dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan, kekenyalan, ketahanan aus dan ketahan terhadap panas dan karat. 4. Unsur Nikel (Ni) Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu memperbaiki kekuatan tarik dan menaikkan sifat ulet, tahan panas, jika pada baja paduan terdapat unsur nikel sekitar 25% maka baja dapat tahan terhadap korosi. Unsur nikel yang bertindak sebagai tahan karat (korosi) disebabkan nikel bertindak sebagai lapiasan penghalang yang melindungi permukaan baja. 5. Unsur Kromium (Cr) Sifat unsure kromium dapat menurunkan laju pendinginan kritis (kromium sejauh 1,5% cukup meningkatkan kekerasan). Penambahan kromium pada

8 baja menghasilkan struktur yang lebih halus dan membuat sifat baja dikeraskan lebih baik karena kromium dan karbon dapat membentuk karbida. 2.3.3 Sifat Umum Baja Baja mempunyai sejumlah sifat yang membuatnya menjadi bahan bangunan dan perkakas hingga rel kereta api yang sangat berharga, beberapa sifat baja yang penting adalah : kekuatan,kelenturan, kealotan,kekerasan, dan ketahanan terhadap korosi. Harry dan Chenoweth.( 1991). a. Kekuatan Baja mempunyai daya tarik, lengkung dan tekan yang sangat besar. Pada setiap golongan baja, pabrikan baja menandai beberapa besar daya baja kekuatan baja itu. Pabrikan baja misalnya, memasukkan satu golongan baja batangan dan mencantumkan pada baja itu Fe 360. Disini Fe menunjukkan bahwa golongan itu merupakan produk dari besi, sementara angka itu menunjukkan daya kekuatan ( minimum ) tarikan atau daya tarik baja itu. Yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah gaya tarik N yang dapat dilakukan baja bergaris tengah 1 mm² sebelum baja itu menjadi patah. Dalam hal ini daya tarik itu adalah 360 N/mm². dahulu kita mencantumkan daya tarik baja itu Fe 37 karena daya tariknya adalah 37 kgf/mm². karena mengandung sedikit kadar karbon, maka semua jenis baja mempunyai daya tarik yang kuat. Oleh karena daya tarik baja yang kuat, maka baja dapat menahan berbagai tegangan seperti tegangan lentur. b. Kelenturan Baja tidak hanya kuat tetapi juga memiliki sifat kelenturan. c. Keuletan Pada umumnya baja bersifat sangat ulet sehingga tidak cepat mengalami patah.

9 d. Kekerasan Baja itu sendiri sangat keras sekali sehingga sebagai bahan kontruksi, baja mungkin saja untuk digunakan dalam berbagai tujuan. Apabila untuk produk-produk baja tertentu ada suatu keausan maka bisa saja baja tersebut di keraskan dengan cara dipanaskan agar kekerasannya meningkat. e. Ketahanan Terhadap Korosi Tanpa perlindungan baja sangat cepat berkarat, untung saja baja dapat diberikan perlindungan yang efektip dengan berbagai cara salah satunya perawatan dengan panas. Baja yang digunakan untuk penelitian ini adalah baja AISI 1065 yang merupakan baja dengan kadar karbon tinggi, kandungan karbon pada baja ini 0,59-0,65%. Baja karbon tinggi mempunyai sifat yang tangguh dan ulet disertai dengan ketahanan aus yang tinggi. Baja AISI 1065 ini banyak digunakan sebagai material untuk komponen-komponen yang mengalami gesekan saat beroprasinya, seperti pada rell kereta api. 2.4 Diagram Fase Fe-Fe3C Gambar 2.2 diagram fase Fe-Fe3C. Sumber : Elemen-elemen Ilmu dan Rekayasa Material, Vlack, edisi keenam (2000)

10 Dari gambar 2.2) menunjukkan bahwa pada suhu 727 C terjadi suhu transformasi austenite menjadi fase perlit (yang merupakan gabungan fase ferit dan simentit). Transformasi fase ini dikenal sebagai reaksi eutectoid dan merupakan dasar proses perlakuan panas pada baja. Kemudian pada suhu antara 912 C dan 1394 C merupakan daerah besi gamma (γ) atau disebut austenite. Pada kondisi ini biasanya austenite bersifat stabil, lunak, ulet, mudah dibentuk, dan memiliki struktur Kristal FCC ( Face Centerad Cubik). Besi gamma ini dapat melarutkan karbon dalam jumlah besar yaitu sekitar 2,11% maksimum pada suhu sekitar 1148 C. Besi murni pada suhu dibawah 912 C mempunyai struktur Kristal BCC ( Body Centerad Cubik). Besi BCC dapat melarutkan karbon yang sangat rendah, yaitu sekitar 0,77%C maksimum pada suhu 727 C. Larutan dari intensitas karbon didalam besi ini disebut juga besi alpha (α) atau fase ferit. Penambahan karbon dalam besi FCC ditranspormasikan kedalam struktur BCC dari suhu 912 C dan 727 C pada kadar karbon sekitar 0,8% diantara suhu 1394 C dan suhu cair 1538. Besi gamma menjadi susunan BCC yang disebut besi delta (δ). Keterangan : 1. Simentit adalah karbida besi Fe3C, merupakan senyawa interstisial mengandung 6,67% C. 2. Austenit adalah larutan padat karbon dalam besi gamma. 3. Ledeburit adalah suatu eutektik mixture dari austenite dan simentit, mengandung 4,3%C, terbentuk pada 1148 C. 4. Ferrit adalah larutan padat karbon dalam besi alpa.kelarutan karbon maksimum 0,02%C pada 727 C. 5. Pearlit adalah suatu autectoid mixture dari simentit dan ferrit, mengandung 0,8%C dan 727 C. 6. Lower critical temperatur (temperatur kritis bawah) A1, temperatur eutectoid. Pada diagram Fe Fe3C, tampak berupa garis mendatar, pada temperature 727 C. 7. Upper critical temperatur (temperatur kritis atas) A3, temperatur awal terjadinya perubahan allotropic dari besi gamma (γ) ke alpha (α), pada pendinginan atau akhir perubahan allotropic dari besi alpha (α) ke gamma (γ) pada pemanasan.

11 2.5 Perlakuan panas (heat treatment) Untuk mendapatkan baja dengan kombinasi kekerasan dan ketangguhan yang tinggi dapat dilakukan dengan memodifikasi struktur mikro baja. Salah satu caranya adalah dengan perlakuan panas (heat treatment) pada baja. Perlakuan panas yang sering diterapkan adalah proses pengerasan (quench-hardening). 2.6 Quenching Menurut ASM handbook vol.4:160 (1991), Quench-hardening merupakan siklus perlakuan panas dengan cara memanaskan baja sampai temperatur austenitisasi kemudian didinginkan dengan cepat (quenching) menuju temperatur kamar untuk menghasilkan struktur martensit. Quenching adalah salah satu perlakuan panas dengan laju pendinginan cepat yang dilakukan dalam suatu media pendingin misal air atau oli. Untuk memperoleh sifat mekanik yang lebih keras. Untuk baja karbon rendah dan baja karbon sedang lazim dilakukan pencelupan dengan air. Menurut Masyrukan (2006) Untuk baja karbon tinggi dan baja paduan biasanya digunakan minyak sebagai media pencelupan, pendinginannya tidak secepat air. Tersedia berbagai jenis minyak, seperti minyak mineral dengan kecepatan pendinginan yang berlainan sehingga dapat diperoleh baja dengan berbagai tingkat kekerasan. Untuk pendinginan yang cepat dapat digunakan air garam atau air yang disemprotkan. Beberapa jenis logam dapat dikeraskan melalui pendinginan udara terlalu lambat. Benda yang agak besar biasanya dicelup dalam minyak. Suhu media celup harus merata agar dapat dicapai pendinginan yang merata pula. Media pendinginan yang digunakan dalam produksi harus dilengkapi dengan perlengkapan pendinginan. Menurut Edih Supardi (1999) dasar pengujian pengerasan pada bahan baja yaitu suatu proses pemanasan dan pendinginan untuk mendapatkan struktur keras yang disebut martensit. Martensit yaitu fasa larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam sel satuan tetragonal pusat badan atau mempunyai bentuk kristal Body Centered Tetragonal (BCT). Media pendingin yang biasa digunakan pada proses quenching yaitu air, oli, larutan garam, dan udara. Media pendingin yang dilakukan untuk proses quenching tergantung dari komposisi kimia baja yang diproses, kekerasan yang ingin dicapai, dan kompleksitas bentuk benda kerja. Jenis baja, ketebalan penampang, dan sifat

12 yang ingin diperoleh dari benda kerja yang diproses menentukan metode atau cara quenching. (Djafrie, 1995). Berbagai cara-cara quenching adalah sebagai berikut : a. Quenching langsung (Direct quench). b. Quenching yang ditunda (Delay quench). c. Martempering d. Austempering e. Time quenching. f. Die quenching a. Quenching langsung (Direct quench). Cara ini dilakukan dengan mengunakan media air atau oli dimana benda kerja ditahan pada temperatur pengerasannya untuk jangka waktu tertentu. b. Quenching yang ditunda (Delay quench). Proses ini dilakukan sesuai dengan nama metodenya yaitu benda kerja yang sudah dipanaskan dan dikeluarkan dari tungku pada temperatur pengerasannya dibiarkan beberapa saat sebelum diquench. Cara ini dilakukan agar proses quench terjadi pada temperatur benda kerja yang lebih rendah sehingga memperkecil kemungkinan timbulnya distori. Cara ini lazim digunakan pada HSS, baja hot-worked dan baja-baja yang dikeraskan permukaannya. c. Martempering. Dengan cara ini, benda kerja dipanaskan sampai ke temperatur pengerasannya dengan cara yang biasa, medium yang digunakan adalah cairan garam. Temperatur cairan garam tersebut dijaga konstan di atas temperatur dari baja yang bersangkutan. Benda kerja yang diproses didiamkan dalam cairan garam tersebut sampai temperatur diseluruh bagian benda homogen, tetapi tidak boleh terlalu lama karena bisa mengakibatkan bertransformasi menjadi fasa-fasa yang lebih lunak seperti perlite dan bainite kerja seluruh cairan. d. Austempering. Proses ini dilakukan dengan cara mengquench baja dari temperatur austenisasinya ke dalam garam cair yang bertemperatur sedikit di atas temperatur normal.

13 e. Time quenching. Metode ini dilakukan pada baja-baja yang memiliki mampu keras yang rendah yang memerlukan quenching ke dalam air atau pada baja-baja yang memiliki mampu keras yang tinggi tetapi ukuran benda kerjanya besar. f. Die quenching. Metode ini dilakukan dengan menggunakan media yang mampu menyerap panas. Atas dasar hal tersebut, selama proses quenching benda kerja dapat dipress sehingga secara mekanik kemungkinan distorsi dapat diperkecil. 2.7 Pengerasan (Hardening) Pengerasan (Hardening) adalah usaha untuk meningkatkan sifat material terutama kekerasan dengan cara celup cepat (quenching) material yang sudah dipanaskan kedalam suatu media quenching berupa air, air garam, maupun minyak(oli). 2.8 Kemampukerasan (hardenability) Kemampukerasan (hardenability) adalah kemampuan baja untuk dapat dikeraskan sampai kedalaman tertentu dengan cara perlakuan panas (heat treatment) hingga terbentuk martensit. Baja yang dengan cepat bertransformasi dari austenite menjadi ferrit dan karbida mempunyai kemampukerasan yang rendah karena dengan terjadinya transformasi pada suhu tinggi, martensit tidak terbentuk. Sebaliknya baja dengan transformasi yang lambat dari austenite ke perrit dan karbida mempunyai kemampu kerasan yang tinggi. Bila material baja yang dipanaskan kemudian didinginkan dengan suatu media pendingin maka yang paling cepat menjadi dingin adalah yang paling dekat dengan permukaan, atau laju pendinginan dipermukaan akan paling tinggi, maka kedalam akan makin rendah. Pada material yang dibuat dengan ukuran yang besar mungkin hanya bagian permukaannya saja yang dapat mencapai kekerasan maksimum.

14 2.9 Temperatur Austenitisasi Pada proses pengerasan, pemanasan harus dilakukan mencapai struktur austenite, karena hanya austenite yang dapat bertranspormasi menjadi martensit. Bila pada saat pemanasan masih terdapat struktur lain selain austenite seperti ferrit yang bersifat lunak atau karbida yang cukup keras, maka kekerasan maksimum mungkin belum tercapai karena belum seluruh karbon larut dalam austenite, dimana kekerasan martensit sangat tergantung juga pada kadar karbon dalam austenite. Namun sebaliknya yang tidak diinginkan dalam austenite terlalu banyak karbon (berlebihan) sehingga mengakibatkan terdapatnya austenite sisa yang cukup banyak dan apabila diquenching akan mengurangi kekerasan. 2.10 Waktu Penahanan (Holding Time) Pada pemanasan saat tercapainya temperatur kritis atas, struktur sudah ampir seluruhnya austenite, tetapi pada saat itu austenite masih berbutir halus dan kadar karbon serta unsur paduan belum homogen. Untuk membuat austenite menjadi lebih homogen, maka perlu diberi kesempatan pada atom-atom untuk berdifusi secara sempurna. Jadi pada saat pemanasan perlu diberi holding time yang cukup untuk dapat mencapai austenite yang homogen.lamanya holding time tergantung pada tingkat kelarutan karbida, ukuran butir yang diinginkan, jenis baja, temperatur austenisasi yang dipakai dan laju pemasan. Kekerasan maksimum dapat dicapai dengan pemanasan sampai kesuatu daerah temperatur yang sangat sempit, bila temperatur pemanasan lebih tinggi lagi maka kekerasan akan turun. Ini menunjukkan bahwa dengan temperature yang lebih tinggi, terlalu banyak karbon yang larut sehingga terjadi austenite sisa yang cukup banyak. Berbagai penentuan holding time pada proses pengerasan dari berbagai jenis baja seperti baja kontruksi dari baja karbon dan baja paduan rendah yang mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan holding tme yang singkat yaitu sekitar 5 15 menit. Baja kantruksi dari baja paduan menengah dianjurkan menggunakan holding time sekitar 15 25 menit. Baja paduan rendah memerlukan holding time yang tepat agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai, dianjurkan menggunakan holding time 10 30 menit.

15 2.11 Laju Pendinginan Setelah proses pemanasan dan holding time, untuk mencapai struktur martensit, maka austenite yang terjadi harus didinginkan dengan cepat, kecepatan pendinginan harus melebihi kecepatan pendinginan kritis. Dengan kecepatan pendinginan yang lambat maka ada sebagian austenite yang bertransformasi menjadi struktur lain bukan martensit, sehingga kekerasan maksimum tidak tercapai. Pada pendinginan yang lebih cepat dari kecepatan pendinginan kritis kemungkinan akan terjadi distorsi atau retak akan lebih besar. Beberapa media pendingin yang sering digunakan antara lain : a. Air b. Minyak (Oil) c. Udara d. Campuran Air dan Minyak (Oli) e. Garam Cair a. Air Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan yang cepat. Biasanya dalam air tersebut dilarutkan garam dapur sebagai usaha mempercepat turunnya suhu benda kerja dan mengakibatkan bahan menjadi keras. b. Minyak (Oli) Oli digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panas sebab dapat memberikan lapisan karbon pada kulit (permukaan) benda kerja yang diolah. Oli digunakan sebagai media pendingin bertujuan untuk mendapatkan struktur martensit, semakin banyak unsur karbon maka semakin struktur martensit yang terbentuk juga akan semakin banyak karena martensit terbentuk dari fasa austenite yang didinginkan secara cepat. c. Udara Pendiginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan pendinginan lambat untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasi ke dalam ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk membentuk kristal-kristal dan kemungkinan mengikat unsur-unsur lain dari udara.

16 d. Campuran Air dan Minyak (Oli) Pendinginan dengan menggunakan media air dan campuran minyak dilakukan agar dapat memberikan daya pendinginan yang cepat dan dengan adanya oli maka pada permukaan material akan dilapisi karbon, sehingga akan didapatkan kekerasan yang maksimal. e. Garam Cair Garam dipakai sebagai bahan pendigin karena mewakili sifat mendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang didinginkan di dalam cairan garam akan mengakibatkan ikatannya menjadi lebih keras. Kemampukerasan (hernability) baja sangat tinggi sehingga bisa diperkeras melalui pendinginan udara. Namun pendinginan udara ini kadang tidak menghasilkan struktur yang seluruhnya martensit. Fase lain dan austenite sisa kadang ikut terbentuk karena laju pendinginan yang lambat, fase lain dan austenite ini dapat menurunkan kekerasan. Oleh karena itu pada penelitian ini media quenching yang digunakan adalah media air. Air merupakan media quenching yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena berbagai keuntungan yang dimiliki oleh air diantaranya adalah mudah didapat, murah, mudah dalam penyimpanan, tidak beracun, tidak menimbulkan asap, tidak mudah terbakar, mudah untuk dialirkan dan memiliki laju pendinginan yang relatif cepat. Keburukan dari pada media pendingin air adalah laju pendinginannya yang sangat tinggi pada daerah pembentukan martensit sehingga mengakibatkan terjadi regangan karena terjadinya transformasi dan selisih temperatur. Ini akan mendorong terjadinya keretakan pada saat quenching. Bahaya ini dapat dihindari dengan cara mengangkat kembali baja yang di quenching tadi pada saat temperatur 200-400 C dan memindahkannya secara cepat kedalam minyak. Pada waktu perlakuan quenching agar terjadi percepatan pendinginan dari temperatur akhir perlakuan dan sampai sejauh mana kemampuan baja dapat dikeraskan yang mengalami perubahan dari austenite menjadi martensit untuk menghasilkan kekuatan dan kekerasan yang tinggi dari ujung quenching hingga sepanjang batang.

17 2.12 Beban normal Sebuah Kereta api terdiri dari lokomotif dan 10 gerbong,berat 10 gerbong kereta api 520 ton,sehingga berat untuk satu gerbong sebesar 52 ton. Satu gerbong menggunakan dua buah bogie (satu bogie terdiri dari 4 buah roda).sehingga masing masing roda mendapat beban sebesar 6,5 ton. Dengan luas bidang kontak yang sangat kecil antara 80 120 mm 2 dengan beban antara 40 80 KN (Marshall dkk.,2006) jika luas bidang kontak ditentukan 100 mm 2. P Bidang kontak dengan luas (A) dari 80 120 mm 2 Gambar 2.3 skematik kontak antara Roda dan rel sumber (Marshall dkk 2006) 2.13 Kontak Mekanik Pada tipe kontak yang berbentuk dua bidang silinder dengan masing-masing poros parallel yang dibebankan pada kontak sebagai gaya P per satuan panjang dan bidang kontak membuat panjang kontak berputar pada luas bidang 2a dipaksakan paralel ke poros-y. Ini adalah dasar dari dua dimensi permukaan. (lihatlah gambar ini yang memperlihatkan saat kontak dua permukaan silinder) Gambar 2.4 Mekanisme kontak dua bidang permukaan silinder Sumber : contack mechanic, Johnson, dkk (2005).

18 Distribusi tekanan normal p(x) pada permukaan kontak ditentukan dengan teori Hertz adalah :... (2.2) Dimana p0 adalah tekanan maksimal pada pusat kontak dan pada setengah luas bidang kontak. Tekanan maksimal pada kontak dapat di tentukan dengan :...(2.3) Dimana p adalah tekanan, P adalah total pembebanan per satuan panjang (L) pada bidang kontak dan dapat didefinisikan dengan : Juga dapat ditentukan dengan :...(2.4)...(2.5) Elastik kontak modulus E*, sudah ditetapkan dengan : = +...(2.6) Diman v adalah poison rasio, E adalah modulus young, dan mengacu pada bidang 1 dan 2 secara berurutan. Persamaan R dapat ditentukan dengan : = +...(2.7) 2.14 Keausan Penyebab Keausan antara lain : 1. Pergesekan antara dua material yang solid secara terus menerus hingga menyebabkan material tersebut mengalami perubahan bentuk dan mengurangi masa pemakaian.

19 2. Kurangnya pelumasan secara teratur pada material yang bergerak dan bersentuhan. 3. Pengerasan pada permukaan disc yang bergesekan tidak dilakukan secara sempurna hingga timbul crack pada permukaan disc hingga terjadi kegagalan pada material tersebut. 4. Beban yang diberikan pada material tersebut terlalu besar yang menyebabkan koefisien gesek lebih tinggi,dll. Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara progresif atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya. Keausan telah menjadi perhatian praktis sejak lama, tetapi hingga beberapa saat lamanya masih belum mendapatkan penjelasan ilmiah yang besar sebagaimana halnya pada mekanisme kerusakan akibat pembebanan tarik, impak, puntir atau fatigue. Hal ini disebabkan masih lebih mudah untuk mengganti komponen/part suatu sistem dibandingkan melakukan disain komponen dengan ketahanan atau umur pakai (life) yang lama. (Yuwono, dan Ahkmad, (2009). Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah satunya adalah dengan metode twin disc dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar(revolving disc). Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Seperti telah disebutkan diatas, material apapun yang mengalami gesekan pasti akan mengalami keausan. Macam-macam keausan : keausan adhesive, abrasi, lelah dan oksidasi.

20 a. Keausan adhesive Keausan adhesive terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lain dan pada akhirnya terjadi pelepasan/pengoyakan salah satu material, seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.5. Gambar : 2.5 Ilustrasi skematik keausan adhesive Sumber : (Karakterisasi Material 1: (Destructive Testing) Yuwono dan Ahkmad, (2009) b. Keausan abrasive Keausan abrasive terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2.6. Tingkat keausan pada mekanisme ini ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau sperity tersebut. Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila partikel tersebut berada di dalam sistem slury. Pada kasus pertama partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan mengakibatkan pengoyakan sementara pada kasus terakhir partikel tersebut mungkin hanya berputar (rolling) tanpa efek abrasi. `Gambar : 2.6 ilustrasi skematik keausan abrasive Sumber : Karakterisasi Material 1: Destructive Testing (Yuwono dan Ahkmad), 2009.

21 c. Keausan lelah Keausan lelah merupakan mekanisme yang relatif berbeda dibandingkan dua mekanisme sebelumnya, yaitu dalam hal interaksi permukaan. Baik keausan adhesive maupun abrasif melibatkan hanya satu interaksi sementara pada keausan lelah dibutuhkan interaksi multi. Gambar 2.7 memberikan skematis mekanisme keausan lelah. Permukaan yang mengalami beban berulang akan mengarah pada pembentukan retak-retak mikro (t1). Retak-retak tersebut pada akhirnya menyatu (t2) dan menghasilkan pengelupasan material (t3). Tingkat keausan sangat tergantung pada tingkat pembebanan. Gambar : 2.7 Ilustrasi skematik keausan lelah. Sumber : Karakterisasi Material 1: Destructive Testing (Yuwono dan Ahkmad), 2009. d. Keausan oksidasi Keausan oksidasi seringkali disebut sebagai keausan korosif. Pada prinsipnya mekanisme ini dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di bagian permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini akan menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material pada lapisan permukaan akan mengalami keausan yang berbeda. Hal ini selanjutnya mengarah kepada perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut. Gambar 2.8 memperlihatkan skematis mekanisme keausan oksidasi/korosi ini.

22 Gambar : 2.8 Ilustrasi skematik keausan oksidasi Sumber : Karakterisasi Material 1: Destructive Testing (Yuwono dan Ahkmad), 2009. 2.15 Kekerasan Kekerasan suatu material adalah salah satu sifat mekanik dari material tersebut. Secara umum kekerasan suatu material adalah menunjukan suatu ketahanan dari material terhadap deformasi plastik. Pelaksanaan test mekanik pada material menunjukan bahwa cara percobaan kekerasan adalah mengamati ketahanan material terhadap identitas material lain dan pelaksanaannya relatif lebih mudah dari pada percobaan percobaan yang lainnya. Serta dapat pula dipakai untuk mengetahui tentang kekuatan material dalam hubungannya dengan perlakuan panas yang diterimanya.(praktikum metalurgi 2011) Percobaan kekerasan yang paling umum dilakukan adalah percobaan dengan identasi suatu material terhadap material yang diuji, beban yang dipergunakan adalah beban. Percobaan kekerasan ini dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu : 1. Untuk materi yang cukup tebal digunakan percobaan kekerasan Brinnel, Rockwell, dan Vickers. 2. Untuk pengujian yang sangat tipis dan dalam area yang kecil seperti pengkarakterisasian pada strutur mikro yang digunakan percobaan kekerasan mikro atau micro herdness test

23 Percobaan Vickers Percobaan kekerasan Vicker, menggunakan indektor bentuk piramid dengan dasar busur sangkar ( a square base diamond pyramid ) dari bahan intan. Sudut puncak piramid adalah 136 0 karena bentuk dari kekerasan ini sering disebut Diamond Pyramid Hardness Test. Angka kekerasan penguji Vickers adalah beseranya beban ( p ) dibagi dengan luasan indektasi biasanya diukur dengan mikroskop dengan mengukur diagonal diagonalnya. Perhitungan kekerasan Vickers. d = d1 d2 2 = diagonal rata rata (mm) P = beban ( kg ) Gambar 2.9 Percobaan kekerasan Vickers, Sumber : buku panduan praktikum metalurgi O = sudut puncak = 136 o HVN = 2.P. sin ( 00/2 ) d 2 = 1.854 p kg.mm 2 d 2 Gambar 2.10 Hasil indentasi uji Vickers Sumber : buku panduan praktikum metalurgi

24 Cara pengukuran identitas. Dimana : d = diagonal rata rata d1 = diagonal komponen 1 d2 = diagonal komponen 2 Gambar 2.11 Cara pengukuran indentitas Sumber : buku panduan praktikum metalurgi HVN = kekerasan material pada uji vickres skala a = 0,1 mm skala b = 0,002 mm 2.16 Struktur Mikro Strktur mikro suatu logam dapat diamati dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran hingga ratusan kali agar bentuk-bentuk yang sedemikian kecil dari bagian feriite yang berwarna putih, bagian pearlite yang berwarna hitam dan sementit ataupun kombinasi diantaranya dan mungkin bahkan martensit dengan cirri tersendiri dapat diamati secara detail dan selanjutnya diidentifikasi. Pada prinsipnya persiapan metalugrafi yang dilakukan adalah sama untuk bermacam-macam analisa mikro struktur. Spesimen dihaluskan permukaannya dengan menggunakan kertas gosok (amplas) dengan tingkat kehalusan semakin tinggi. Diharapkan pada akhir penggosokan permukaan benda uji sudah tidak memiliki goresan yang dalam. Persiapan permukaan ini diselaikan dengan

25 menggosok spesimen pada suatu piolishing wheeis dengan cloth tertentu yang dibasahi dengan menggunakan larutan yang mengandung aluminium oksida. Dengan selesainya proses ini spesimen sudah tebebas dari goresan dan mempunyai permukaan yang halus berkila untuk dilakukan proses pengetesan. Ketekunan dan kesabaran yang tinggi ditntut dalam proses ini mengingat bahwa keberhasilan dari analisa metalugrafi sangat menentukan persiapan ini. Pengetsaan adalah proses pelarutan secara kimiawi atau elektrolis dari suatu logam dalam larutan kimia. Pengetsaan ini bertujuan memproleh detail dari struktur, hal ini mungkin karena adanya kecendrungan untuk melarut yang berbeda dari bagian struktur logam. Kelarutan yang berbeda tersebut akan menyebabkan permukaan logam mempunyai potologi yang tidak rata. Apabila permukaan ini dikenakan suatu sinar ini akan dipantulkan dengan idensitas yang berbeda-beda dan menghasilkan kontras bagian antara yang satu dengan yang lainnya. Dengan menggunakan penyinaran dan pembesasan yang dimiliki mikroskop maka gambaran secara detail dari struktur logam yang diamati dapat diproleh. 0,04mm 0,04mm a Gambar 2.12 struktur mikro baja a. AISI 1040, b AISI 1065, pembesaran 400x b Pada struktur mikro baja AISI 1040 terdiri dari ferrite dan pearlite sedangkan pada baja AISI 1065 terdiri dari pearlite dan martensite. Hal ini menunjukakan bahwa pada baja AISI 1065 kandungan karbonnya antara 0,59-0,65 %. Pengetahuan bahan 2008.