I. PENDAHULUAN. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, khususnya bagi. bangsa Indonesia, peranan negara sangat penting di dalam mengatur

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

GUBERNUR JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

PENEMPATAN TENAGA KERJA

GUBERNUR JAWA TENGAH

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

PEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD)

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

GUBERNUR JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB III METODE PENELITIAN

BERITA RESMI STATISTIK

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI JAW A TENGAH,

GUBERNUR JAWA TENGAH,

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

Jln. Hanoman No. 18 Telp. (024) Fax. (024) Semarang

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

BAB II GAMBARAN UMUM BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

REKAP JUMLAH KELAS GELOMBANG 5 ( 2 s/d 6 JULI 2014 ) PELATIHAN KURIKULUM 2013 BAGI GURU SASARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

DAFTAR NOMINASI SEKOLAH PENYELENGGARA UN CBT TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

PENCAPAIAN SPM KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JATENG TAHUN

PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN KABUPATEN/KOTA


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

FORMULIR PENGESAHAN BADAN HUKUM KOPERASI DATA AKTA PENDIRIAN KOPERASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JATENG TAHUN 2015

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, khususnya bagi bangsa Indonesia, peranan negara sangat penting di dalam mengatur penguasaan tanah. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia, diberi pelimpahan oleh bangsa Indonesia untuk menguasai, mengatur, mengurus serta menyelesaikan segala persoalan yang berkenaan dengan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa. Secara konstitusional, Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 33 ayat (3) memberikan landasan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian kemakmuran rakyat merupakan tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan jumlah luas tanah yang tetap, menyebabkan semakin terbatasnya jumlah luas tanah, sehingga nilai tanah semakin tinggi terutama di daerah perkotaan. Keadaan tersebut dapat menimbulkan adanya permasalahan tanah yang kompleks, yang menyangkut aspek yang luas seperti aspek sosial, ekonomi dan lain-lainnya. Hal ini menimbulkan permasalahan-permasalahan di bidang pertanahan sehingga diperlukan pengaturan yang tegas di bidang pertanahan. Dalam rangka mengatur dan menertibkan masalah pertanahan, pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan nama singkatan resminya Undang-Undang Pokok Agraria, disingkat UUPA, dan peraturan pelaksanaannya. Disamping itu, dicanangkan pula adanya Catur Tertib

di bidang pertanahan sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 1979 tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun Ketiga (REPELITA III), yang meliputi hal-hal berikut : a. Tertib di bidang hukum pertanahan; b. Tertib di bidang penggunaan tanah; c. Tertib di bidang administrasi pertanahan; d. Tertib di bidang pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup. Dalam pasal 2 ayat (1) UUPA telah dinyatakan bahwa bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya tersebut pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Selanjutnya dalam pasal 2 ayat (2) UUPA menyebutkan bahwa hak menguasai dari negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk hal-hal berikut : a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dinyatakan bahwa tugas utama Badan Pertanahan Nasional adalah memberikan jaminan kepastian hukum suatu hak atas tanah. Ini berarti bahwa setiap hak atas tanah yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional, telah memberikan legitimasi kepemilikan tanah yang sejati. Artinya data yang tercantum di dalam administrasi pertanahan merupakan data yang benar. 2

Pemahaman di atas dalam batas-batas tertentu dapat diakui sebagai demikian. Artinya apabila tidak dibuktikan sebaliknya maka kepastian hukum hak atas tanah tersebut secara formal dijamin oleh pemerintah. Sebaliknya apabila data dimaksud terbukti tidak benar maka pada saat itu jaminan yang diberikan oleh pemerintah tersebut gugur. Sistem pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia adalah sistem negatif yang bertendensi positif. Negatif artinya negara tidak menjamin secara mutlak data yang tercantum didalam administrasi pendaftaran tanah. Dengan demikian pemilik tanah yang terdaftar belum tentu merupakan pemilik sejati dari tanah yang bersangkutan. Sewaktu-waktu data dimaksud dapat digugat oleh pihakpihak yang berkepentingan. Positif artinya meskipun kebenaran data tidak dijamin secara mutlak, akan tetapi pemerintah memberikan kedudukan yang kuat terhadap data tanah-tanah yang telah terdaftar di atas sehingga mempunyai nilai pembuktian yang kuat pula (BPN-Jateng.net, 2007). Dengan demikian, selama belum terbukti sebaliknya, maka nama yang tercantum di dalam daftar dimaksud dianggap sebagai satu-satunya pihak pemilik tanah yang bersangkutan. Sebagai upaya untuk mewujudkan jaminan kepastian hukum di atas, dalam setiap proses penetapan suatu hak atas tanah, terlebih dahulu dilakukan penelitian yang mencakup data yuridis, data fisik maupun data administrasinya. Data yuridis yang dimaksudkan adalah dasar adanya hubungan hukum antara pemegang hak dengan tanahnya. Data fisik merupakan keterangan mengenai kepastian letak, batas-batas serta luas tanahnya, sedangkan data administrasi merupakan bukti-bukti surat yang memberikan keterangan tertulis dari data yuridis maupun data fisik. Data administrasi tersebut merupakan bahan kelengkapan yang menjadi dasar pertanggungjawaban Badan Pertanahan Nasional dalam menerbitkan suatu hak atas tanah. 3

Hasil pemeriksaan tanah tersebut sangat penting dalam proses pengakuan hak ataupun dalam penetapan suatu hak atas tanah. Hal ini disebabkan karena hasil pemeriksaan tersebut menjadi dasar pertimbangan bagi penentu kebijakan atau pejabat yang berwenang dalam menetapkan atau menolak untuk menetapkan suatu hak atas tanah dimaksud, yang dalam hal ini adalah Kepala Kantor Pertanahan. Penelitian riwayat tanah sebagaimana dimaksud di atas, dilaksanakan oleh Panitia Pemeriksaan Tanah A atau yang lebih dikenal dengan nama Panitia A, yang bertugas melaksanakan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian data fisik maupun data yuridis, baik di lapangan maupun di kantor dalam rangka penyelesaian permohonan pemberian Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah Negara, Hak Pengelolaan dan permohonan pengakuan hak atas tanah. Oleh karena itu proses penelitian riwayat tanah memegang peranan yang sangat strategis dalam upaya mewujudkan jaminan kepastian hukum suatu hak atas tanah di atas (BPN- Jateng.net, 2008). Namun, karena penetapan suatu hak atas tanah adalah mutlak menjadi kewenangan kepala kantor pertanahan, apabila terdapat anggota panitia A menolak/keberatan atas hasil pemeriksaan tanah yang dilakukan dengan tidak memberikan tandatangan dalam risalah panitia, maka hal ini tidak mengurangi keabsahan risalah panitia A tersebut. Proses penelitian riwayat tanah di atas akhir-akhir ini perlu memperoleh perhatian yang serius. Hal ini mengingat banyaknya terjadi masalah pertanahan, khususnya terhadap tanah-tanah yang telah terdaftar. Kualitas jaminan kepastian hukum sangat tergantung dari kualitas penelitian riwayat tanah yang dilakukan. Jumlah masalah pertanahan pada tahun 2006 sebagaimana tercatat pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, sebanyak 2.810 kasus (Widjayanto, 2007). Permasalahan pertanahan tersebut dikategorikan ke dalam 3 (tiga) jenis sebagai berikut (Kanwil BPN Propinsi Jawa Tengah, 2005) : 4

a. Sengketa, adalah permasalahan pertanahan yang masih terbatas pada perselisihan para pihak yang bersengketa, sebanyak 1.423 kasus. b. Konflik, adalah permasalahan pertanahan yang telah melebar sifatnya sehingga telah mempengaruhi atau mengandung unsur politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan (poleksosbudhankam), sebanyak 322 kasus. c. Perkara, adalah permasalahan pertanahan dimana terhadap para pihak telah dilakukan upaya penyelesaian secara musyawarah atau mediasi, namun tidak dapat diterima oleh para pihak sehingga diupayakan penyelesaiannya dengan menempuh jalur hukum melalui lembaga peradilan, baik Peradilan Umum maupun Peradilan Tata Usaha Negara, sebanyak 1.065 kasus. Permasalahan pertanahan yang sudah disampaikan atau diadukan dan ditangani oleh BPN RI dibedakan menjadi 8 (delapan) tipologi sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Pengertian masalah pertanahan berdasarkan Tipologinya sebagaimana tercantum dalam Keputusan Kepala BPN RI No. 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan adalah sebagai berikut : a. Masalah Penguasaan dan Pemilikan adalah perbedaan nilai, persepsi atau pendapat mengenai status penguasaan atau pemilikan atas tanah tertentu. b. Masalah Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah adalah perbedaan nilai, persepsi atau pendapat mengenai proses penetapan hak dan pendaftaran tanah yang dilakukan BPN yang merugikan pihak lain sehingga menimbulkan anggapan tidak sahnya produk hukum berupa hak tanah dan sertipikat. c. Masalah mengenai Batas / Letak Bidang Tanah adalah perbedaan pendapat mengenai batas dan / atau letak bidang tanah yang diakui salah satu pihak yang telah ditetapkan oleh BPN. 5

d. Masalah Tuntutan Ganti Rugi Tanah eks-partikelir adalah perbedaan nilai, persepsi atau pendapat mengenai status SK kesediaan pemerintah untuk memberikan ganti kerugian atas tanah pertikelir. e. Masalah Tanah Ulayat adalah perbedaan nilai, persepsi atau pendapat mengenai status ulayat pada areal tertentu yang telah diterbitkan hak tanah maupun yang belum, akan tetapi dikuasai pihak tertentu. f. Masalah Tanah Obyek Landreform adalah perbedaan nilai, persepsi atau pendapat mengenai status subyek atas tanah obyek landreform, status penguasaan atas tanah obyek landreform atau status penetapan tanah obyek landreform. g. Masalah Pengadaan / Pembebasan Tanah adalah perbedaan nilai, persepsi atau pendapat mengenai status hak tanah yang perolehannya berasal dari pembebasan / pengadaan tanah atau perbedaan pendapat mengenai keabsahan proses pembebasan / pengadaan tanah tertentu. h. Masalah Pelaksanaan Putusan Pengadilan adalah perbedaan pendapat / persepsi mengenai putusan pengadilan tertentu yang berkaitan dengan subyek / obyek hak tanah atau mengenai prosedur penerbitan / pembatalan hak tanah tertentu. Tabel 1. Sebaran Masalah Pertanahan di Indonesia Tahun 2006 No. Tipologi Masalah Jumlah Persentase (%) (Kasus) 1 Masalah Penguasaan dan Pemilikan 1.905 67,80 2 Masalah Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah 343 12,19 3 Masalah mengenai Batas / Letak Bidang Tanah 91 3,23 4 Masalah Tuntutan Ganti Rugi Tanah eks-partikelir 85 3,04 5 Masalah Tanah Ulayat 94 3,33 6 Masalah Tanah Obyek Landreform 80 2,85 7 Masalah Pengadaan / Pembebasan Tanah 78 2,76 8 Masalah Pelaksanaan Putusan Pengadilan 135 4,80 Total 2.810 100,00 Sumber : BPN RI (2007) 6

Jumlah masalah pertanahan yang tersebar di wilayah Propinsi Jawa Tengah bulan Januari sampai dengan bulan September 2007 adalah 363 kasus (Kanwil BPN Propinsi Jawa Tengah, 2007). Rekapitulasi masalah pertanahan se Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rekapitulasi Masalah Pertanahan se Jawa Tengah Bulan Januari s/d September 2007 No. Kabupaten / Kota Jumlah Masalah (Kasus) 1 Kota Semarang 23 2 Kabupaten Semarang 26 3 Kota Salatiga 8 4 Kabupaten Grobogan 1 5 Kabupaten Demak 10 6 Kabupaten Kendal 9 7 Kabupaten Pati 30 8 Kabupaten Blora 12 9 Kabupaten Rembang 2 10 Kabupaten Jepara 9 11 Kabupaten Kudus 16 12 Kota Surakarta 6 13 Kabupaten Boyolali 5 14 Kabupaten Karanganyar 10 15 Kabupaten Sukoharjo 19 16 Kabupaten Wonogiri 18 17 Kabupaten Sragen 15 18 Kabupaten Klaten 4 19 Kota Magelang 2 20 Kabupaten Magelang 2 21 Kabupaten Kebumen 8 22 Kabupaten Temanggung 10 23 Kabupaten Wonosobo 10 24 Kabupaten Purworejo 9 25 Kota Pekalongan 4 26 Kabupaten Batang 20 27 Kabupaten Pekalongan 4 28 Kabupaten Pemalang 15 29 Kota Tegal 1 30 Kabupaten Tegal 11 31 Kabupaten Brebes 9 32 Kabupaten Banjarnegara 1 33 Kabupaten Purbalingga 5 34 Kabupaten Banyumas 21 35 Kabupaten Cilacap 8 Jumlah 363 Sumber : Kanwil BPN Propinsi Jawa Tengah (2007) 7

Berdasarkan Tabel 2, diperoleh keterangan bahwa Kantor Pertanahan yang mempunyai masalah pertanahan tertinggi adalah Kantor Pertanahan Kabupaten Pati sebanyak 30 kasus. Urutan kedua adalah Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang dengan 26 kasus, dan peringkat ketiga adalah Kantor Pertanahan Kota Semarang dengan 23 kasus. Pengelompokan ketiga Kantor Pertanahan berdasarkan tipologi masalahnya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Masalah Pertanahan di Propinsi Jawa Tengah berdasarkan Tipologi Tahun 2006 No. Tipologi Masalah Kabupaten Pati Kabupaten Semarang Kota Semarang Jml % Jml % Jml % 1 Penguasaan dan Pemilikan 22 73,33 13 50,00 13 56,52 2 Penetapan Hak & Pendft Tanah 1 3,33 3 11,54 8 34,78 3 Batas / Letak Bidang Tanah 3 10,00 3 11,54 - - 4 Tuntut Ganti Rugi Tanah Partk. - - 3 11,54 - - 5 Tanah Ulayat - - - - - - 6 Tanah Obyek Landreform 1 3,33 - - - - 7 Pengadaan / Pembebasan Tanah - - 3 11,54 - - 8 Pelaksanaan Putusan Pengadilan 3 10,00 1 3,85 2 8,70 Total 30 100 26 100 23 100 Sumber : Kanwil BPN Propinsi Jawa Tengah (2007) Dari data tersebut di atas, Kantor Pertanahan Kota Semarang menduduki peringkat pertama dalam masalah penetapan hak dan pendaftaran tanah. Penetapan suatu hak atas tanah adalah menjadi kewenangan Badan Pertanahan Nasional. Sebelum tanah tersebut ditetapkan dengan suatu hak atas tanah, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang meliputi data fisik maupun data yuridis oleh suatu panitia pemeriksaan tanah yang biasa dikenal dengan nama Panitia A. Jika proses penetapan hak dan pendaftaran tanah saja sudah bermasalah, kualitas kepastian hukum atas pemilikan tanah yang mestinya dijamin oleh pemerintah menjadi tidak ada. Salah satu faktor yang diduga berkontribusi terhadap banyaknya kasus yang terjadi adalah tidak sesuainya 8

kompetensi Panitia A. Untuk itu, maka menarik untuk diteliti mengenai kompetensi Panitia A di daerah yang mempunyai banyak masalah dalam penetapan hak dan pendaftaran tanah ini. Karena sampai sekarang belum jelas standar kompetensi yang diperlukan seorang yang bertugas sebagai Panitia A, maka terlebih dahulu perlu dirumuskan indikator kompetensi yang harus dimiliki oleh Panitia A. 1.2. Rumusan Masalah Masalah yang diidentifikasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Indikator-indikator kompetensi apa yang perlu dimiliki oleh panitia pemeriksaan tanah A? b. Bagaimana tingkat kompetensi panitia pemeriksaan tanah A di Kantor Pertanahan Kota Semarang? c. Apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kompetensi panitia pemeriksaan tanah A di Kota Semarang? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan di bawah ini : a. Menganalisa indikator-indikator kompetensi yang diperlukan bagi panitia pemeriksaan tanah A. b. Menganalisa tingkat kompetensi panitia pemeriksaan tanah A di Kantor Pertanahan Kota Semarang. c. Merumuskan strategi peningkatan kompetensi panitia pemeriksaan tanah A di Kota Semarang. 9

1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait, sebagai berikut : a. Bahan masukan bagi kalangan praktisi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, terutama Kantor Pertanahan Kota Semarang, dalam upaya meningkatkan kompetensi bagi panitia pemeriksaan tanah A yang handal dan profesional dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. b. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi di Badan Pertanahan Nasional. 10

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB