Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis

dokumen-dokumen yang mirip
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

MAKALAH. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

Kewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional. Ifdhal Kasim

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 5 TAHUN 1998 (5/1998) Tanggal: 28 SEPTEMBER 1998 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

INTERMEDIATE HUMAN RIGHTS TRAINING BAGI DOSEN HUKUM DAN HAM Hotel Novotel Balikpapan, 6-8 November 2012 MAKALAH

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

KONVENSI PENYIKSAAN & HUKUM INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

Pengertian Kejahatan Terhadap Kemanusiaan

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999)

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

SURAT TERBUKA KEPADA KETUA PANSUS RUU TERORISME DPR RI TENTANG RENCANA REVISI UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

Komentar Umum 1. Kewajiban Pelaporan. (Sesi ketiga belas, 1981), Kompilasi Komentar Umum dan Rekomendasi

Komite Hak Asasi Manusia. Komentar Umum 1. Kewajiban Pelaporan. (Sesi ketiga belas, 1981), Kompilasi Komentar Umum dan Rekomendasi Umum

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

"Itu Kejahatan": Perampasan kemerdekaan secara tidak sah

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KURSUS HAK ASASI MANUSIA UNTUK PENGACARA BAHAN RUJUKAN CAT KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis Indriaswati Dyah Saptaningrum Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007

Konvensi Menentang penyiksaan Mulai berlaku sejak 26 Juni 1987; ditandatangani oleh 74 negara dan diratifikasi oleh 136 negara Pemerintah pertama kali menandatangani pada tahun 1985; Meratifikasi melalui UU no 5/1998 dengan beberapa catatan: Deklarasi terhadap pasal 20 paragraf 1,2,3, bahwa pemberlakuannya secara ketat sesuai dengan prinsip kedaulatan negara dan integritas teritorial Negara Reservasi: pasal 30 (1); mengambil sikap bahwa penyelesaian perselisihan berkaitan dengan perselisihan antar negara mengenai interpretasi konvensi yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase sebagaimana diatur dalam pasal tersebut akan diselesaikan melalui ICJ ( international Court of Justice) dengan persetujuan kedua belah pihak.

Beberapa karakteristik utama Merupakan konvensi yang secara tegas meletakkan hukum pidana di tingkat nasional sebagai perangkat operasional utama (baik hukum pidana maupun hukum acara pidana) Kewajiban pemberlakuan asas yurisdiksi universal (ps 5)

Dua jenis kejahatan utama 1. Penyiksaan 2. Perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia

Unsur-Unsur penyiksaan Suatu perbuatan baru dapat dikualifikasikan sebagai penyiksaan apabila: Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja Yang menimbulkan sakit hebat baik jasmani maupun rohani Bertujuan untuk: 1. Memperoleh pengakuan atau keterangan 2. Menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah atau diduga telah dilakukan 3. Mengancam atau memaksa seseorang yang didasarkan pada tiap bentuk diskriminasi Dilakukan oleh, atau atas hasutan, atau dengan persetujuan atau sepengetahuan pejabat publik Tidak termasuk penderitaan atau rasa sakit yang melekat pada, atau semata-mata timbul dari sanksi hukum yang berlaku Misalnya dalam tindakan pengurangan kebebasan (pemenjaraan/penahanan) sebagai sanksi pidana

Perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia Mencakup unsur-unsur penting: Adanya niat untuk menempatkan seseorang dalam kondisi yang mengakibatkan timbulnya perlakuan yang sewenang-wenang Oleh pejabat publik, atau dengan persetujuan /persetujuan diam-diam dari pejabat publik Klausul ini juga melarang beberapa bentuk hukuman seperti corporal punishment, incommunicado, dan kondisi-kondisi ekstrim tempat penahanan

Kewajiban-kewajiban sebagai negara pihak 1. Melakukan kriminalisasi atas penyiksaan (ps 2, ps 4-8, 12) Penetapan penyiksaan sebagai satu kejahatan dibawah hukum nasional Politik pemidanaan yang sesuai 2. Melakukan pencegahan ( ps 2(1), 10, 11, 15 16) 3. Menyediakan remedy bagi korban (ps 12, 13, 14) 1. Sistem pemeriksaan yang cepat dan efektif 2. Sistem untuk merespon pengaduan 3. Skema reparasi 4. Mekanisme restitusi

Kriminalisasi dan penuntutan Kewajiban melakukan kriminalisasi ( ps 4) Mencakup usaha percobaan, keterlibatan ( perbantuan dan penyertaan) Penghapusan alasan-alasan pembenar Pertahanan diri, perang, perintah atasan dll Pemberlakuan yurisdiksi universal ( ps 5) Kewajiban melakukan penangkapan dan investigasi Di dalam atau pun diluar teritori Indonesia ( bila pelaku/korbannya adalah orang Indonesia) Memasukkan klausul penyiksaan dalam perjanjian ekstradisi Melarang ekstradisi bila dicurigai akan mengalami penyiksaan Kebijakan pemidanaan yang tepat dengan pengkualifikasian penyiksaan setara dengan kejahatan serius lain dalam sistem hukum pidana (pembunuhan, dll)

Pencegahan yang sistematis Kewajiban yang terkait dengan upaya pencegahan: Adanya pelatihan bagi pejabat publik Law enforcement officials sipil dan militer Petugas kesehatan Pejabat yang terkait dengan penahanan, interogasi dan pemenjaraan Pencantuman larangan praktek penyiksaan dalam peraturan atau instruksi yang terkait dengan fungsi pejabat publik tersebut Pengawasan sistematis: aturan-aturan mengenai interogasi, instruksi, mode dan praktik serta peraturan penahanan, perlakuan terhadap mereka yang ditangkap atau ditahan Larangan penggunaan bukti yang diperoleh dengan penyiksaan dalam proses hukum

Penyiksaan dan KUHP Penyiksaan tidak dirumuskan sebagai satu delik yang spesifik dalam KUHP yang sekarang Pengaduan dan gugatan atas praktek penyiksaan biasanya diproses berdasar ketentuan mengenai penganiayaan (maltreatment). Potensi terbesar penyiksaan dalam tahap penyelidikan dan penyidikan: Risman Lakoro, Budi Hardjono, kematian Joki three in one, dll Jumlah pelaku yang ditindak sangat sedikit, kalaupun ada hukumannya sangat ringan ( dibawah 1 tahun) Tidak ada reparasi yang tersedia bagi korban baik yang bersifat fisik ataupun mental

Penyiksaan dan RUU KUHP Penyiksaan telah dirumuskan sebagai satu delik di bawah Bab mengenai Tindak Pidana terhadap hak asasi manusia (ps 404) Meskipun mirip, rumusan pasal ini tidak sesuai dengan pengertian penyiksaan sebagaimana diatur dalam ps 1(1) konvensi

Perbandingan rumusan Konvensi Menentang Penyiksaan Untuk tujuan Konvensi ini, penyiksaan berarti setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan atau sepengetahuan pejabat publik. Hal itu tidak meliputi rasa sakit atau penderitaan yang semata-mata timbul dari, melekat pada atau diakibatkan oleh suatu sanksi hukum yang berlaku ( ps1 Konvensi CAT) RUU KUHP Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun setiap pejabat publik atau orang-orang lain yang bertindak dalam suatu kapasitas pejabat resmi atau setiap orang yang bertindak karena digerakkan atau sepengetahuan seorang pejabat publik, yang melakukan perbuatan yang menimbulkan penderitaan atau rasa sakit yang berat, baik fisik maupun mental terhadap seseorang dengan tujuan untuk memperoleh dari orang tersebut atau pihak ketiga informasi atau pengakuan, menjatuhkan pidana terhadap perbuatan yang telah dilakukannya atau dicurigai telah dilakukan atau dengan tujuan untuk melakukan intimidasi atau memaksa orang-orang tersebut atau atas dasar suatu alasan diskriminasi dalam segala bentuknya

Beberapa kelemahan lain Rumusan dalam RUU KUHP tidak secara lengkap mengadopsi rumusan dalam konvensi, misal menghilangkan unsur kesengajaan ; unsur persetujuan dan pembatasan cakupan jenis penderitaan karena sanksi hukum yang berlaku Secara positif: mempermudah pembuktian dan memperluas cakupan Tidak terdapat perumusan penerapan prinsip yurisdiksi universal bagi penyiksaan ( ps 5 (2 &3)) dalam pengaturan mengenai ketentuan umum di buku I Penyesuaian asas nasional pasif dalam KUHP ( ps 5 KUHP)

... RUU KUHP sama sekali tidak mengatur mengenai bentuk-bentuk perlakuan dan hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia Tindakan-tindakan ini pada titik ekstrim tertentu dapat diklasifikasikan sebagai bentuk penyiksaan menurut konvensi