KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA SEBAGAI KOMPONEN JAMSOSTEK

dokumen-dokumen yang mirip
Angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2010 hingga Juli mencapai kasus.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Undang-undang Nomor I Tahun 1970

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi kebanyakan orang di Indonesia maupun di dunia, bekerja adalah

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PENJELASAN. Jakarta, 3 Mei DEPARTEMEN TENAGA KERJA. DIREKTORAT PEMBINAAN NORMA-NORMA KESELAMATAN KERJA, HYGIENE PERUSAHAN dan KESEHATAN KERJA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JAMSOSTEK. (Jaminan Sosial Tenaga Kerja)

12. Peraturan Uap Tahun 1930 atau Stoom Verordening 1930;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

PENTINGNYA IMPLEMENTASI K3 (KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA) DALAM PERUSAHAAN

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KONSEP DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. cara mengurangi biaya yang dianggap kurang penting dikeluarkan

PEMBELAJARAN IV PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU R.I. NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Jasa

BAB III IMPLEMENTASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. AGANSA PRIMATAMA SOLO

MODUL 10 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Prinsip Keselamatan Kerja)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG KESELAMATAN KERJA

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

PENDAHULUAN. sumber daya dan dana yang ada. Faktor manusia atau tenaga kerja sebagai penggerak utama

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISA

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RUANG LINGKUP KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA ( K3 ) Keselamatan & Kesehatan Kerja

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN JAMSOSTEK OLEH PENGAWAS KETENAGAKERJAAN. A. Gambaran Umum Seputar Pengawas Ketenagakerjaan

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-24/MEN/VI/2006 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum dapat diartikan sebagai norma hukum yakni norma yang dibuat

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang mampu menjalankan tugas dan tanggung jawab tersebut

2015, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K3 Konstruksi Bangunan

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-24/MEN/VI/2006 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen Proyek Konstruksi dan Peran Manajer. satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek.

BAB I PENDAHULUAN. tentang ketenaga kerjaan yakni penyegelan asset perusahaan jika melanggar

PROGRAM JAMSOSTEK, HAMBATAN DAN UPAYA MENGEJAR KEPESERTAAN GERRY SILABAN. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN PEKERJA DALAM MENGANTISIPASI PEMOGOKAN KERJA DI PERUSAHAAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENGAGA KERJA

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyediaan lapangan pekerjaan pada dasarnya merupakan kewajiban pemerintah

2015, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa. pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG GANTI KERUGIAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN KECELAKAAN KERJA TERHADAP PEKERJA MAGANG DI PT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja. adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam hidupnya menghadapi ketidakpastian, baik itu

Keselamatan & Kesehatan Kerja PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB II KAJIAN TEORI. manajemen, outsourcing diberikan pengertian sebagai pendelegasian operasi dan

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/MEN/98 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PEMERIKSAAN KECELAKAAN

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM KETENAGAKERJAAN TENAGA KERJA, JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan kerja yang sangat tinggi sehingga mengakibatkan banyaknya korban

PELAKSANAAN PROGRAM JAMSOSTEK DITINJAU DARI PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA. DAHLIA Dosen Fakultas Hukum UNISRI

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja

BAB II TINJAUAN UMUM DAN TINJAUAN TEORITIS

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN PURWAKARTA

BAB II PEKERJA (WAITRESS), DAN KECELAKAAN KERJA

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA

Menerapkan Prosedur Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja (K3)

2012, No Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanju

BAB V PEMBAHASAN. keselamatan kerja yang diantaranya adalah program Lock Out Tag

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

Transkripsi:

MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA SEBAGAI KOMPONEN JAMSOSTEK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, DESEMBER 2006

BAB I PENDAHULUAN Prof. Iman Soepomo dalam bukunya Pengantar Hukum Perburuhan membagi hukum perburuhan menjadi lima bidang sebagai berikut. a. Bidang pengerahan dan penempatan tenaga kerja. b. Bidang hubungan kerja. c. Bidang kesehatan kerja. d. Bidang keselamatan/keamanan kerja. e. Bidang jaminan sosial. Kelima bidang yang dikenal sebagai sistematika pancawarna tersebut didasarkan pada pembagian materi perundang-undangan yang mengatur mengenai perburuhan. 1 Bidang kesehatan dan keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai bidang yang menjadi awal munculnya hukum perburuhan. Hal ini disebabkan oleh tujuan kedua bidang tersebut, yaitu untuk melindungi buruh sebagai pihak ekonomi lemah dari eksploitasi yang cenderung dilakukan oleh majikan sebagai pihak pemilik modal. Perlindungan pada bidang-bidang inilah 1 Helena Poerwanto dan Syaifullah, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 18. 1

yang pertama kali diberikan oleh negara dalam bentuk regulasi bagi para buruh. Dahulu, bidang kesehatan kerja disebut dengan istilah perlindungan buruh, namun istilah itu tidak lagi dianggap tepat digunakan untuk kondisi saat ini. Menurut Prof. Iman Soepomo, di Indonesia saat ini, semua bidang dalam hukum perburuhan bertujuan melindungi buruh dari pihak ekonomi kuat. Dengan demikian, kesehatan kerja bukanlah satu-satunya bidang yang berbicara mengenai perlindungan buruh, karena sesungguhnya perlindungan tersebut merupakan hakikat dari hukum perburuhan secara keseluruhan. Sementara itu, bidang keselamatan kerja, dahulu lebih ditujukan untuk menyelamatkan kepentingan ekonomis perusahaan karena kecelakaan, untuk selanjutnya menyelamatkan para pekerja di tempat kerja. Prof. Iman Soepomo berpendapat bahwa istilah keamanan kerja lebih tepat daripada keselamatan kerja karena tujuannya kini adalah mencegah terjadinya kecelakaan dengan menciptakan keamanan di tempat kerja, bukan lagi sekadar menyelamatkan. Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi 2

menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun, patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaimana implementasinya dalam lingkungan perusahaan. 2 Berkaitan dengan implementasi K3 dalam lingkungan perusahaan, upaya yang dilakukan pihak pemerintah sebagai pembentuk regulasi adalah mewujudkan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Kepesertaan program Jamsostek bagi pekerja/buruh bersifat wajib sekaligus merupakan hak yang harus dipenuhi oleh pemberi kerja bagi para pekerjanya. Komponen yang termasuk dalam program ini terdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), serta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Dalam praktiknya, meski program Jamsostek dicanangkan sejak 1992, ternyata masih banyak perusahaan dan pekerja/buruh yang belum terdaftar sebagai peserta program ini sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini bertentangan dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang 2 Dhoni Yusra, Pentingnya Implementasi K3 dalam Perusahaan, <http://www.indonusa.ac.id/home/index.php?option=com_content&task=view&i d=592&itemid=56>, diakses 28 November 2005. 3

Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak atas Jamsostek yang wajib dilakukan oleh setiap perusahaan dan pelanggaran atas ketentuan ini akan dikenakan sanksi. 3 Sementara masih banyak perusahaan belum melaksanakan program Jamsostek, tenaga kerja yang bekerja di sektor informal/luar hubungan kerja, mulai digarap untuk menjadi peserta program Jamsostek berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) beserta peraturan pelaksanaannya, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jamsostek bagi Tenaga Kerja yang Melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja, yang jumlahnya sangat besar dan memerlukan perlindungan Sosial (social security). 4 3 Thoga M. Sitorus, Masih Banyak Pekerja/Buruh Belum Tersentuh Program Jamsostek, <http://www.hariansib.com/content/view/15198/37/>, diakses 28 November 2006. 4 Ibid. 4

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengaturan mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja Merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam lingkungan perusahaan, terutama yang secara khusus bergerak di bidang produksi, untuk dapat memahami arti pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya. Hal ini memiliki urgensi yang besar, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun karena aturan perusahaan yang meminta untuk menjaga hal-hal tersebut dalam rangka meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahaan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban menjalankan prinsip kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide tentang K3 telah ada sejak dua puluh tahun yang lalu, namun hingga saat ini, masih ada pekerja dan perusahaan yang belum memahami korelasi antara K3 dengan peningkatan kinerja perusahaan, bahkan tidak mengetahui eksistensi aturan tersebut. Akibatnya, seringkali mereka melihat fasilitas K3 sebagai sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu proses bekerja. Untuk menjawab 5

pertanyaan tersebut, perlu dipahami terlebih dahulu landasan filosofis pengaturan K3 yang telah ditetapkan pemerintah dalam undang-undang. 5 Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yaitu: a. mencegah dan mengurangi kecelakaan; b. mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran; c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya; e. memberikan pertolongan pada kecelakaan; f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja; g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran; h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan; i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; 5 Yusra, loc. cit. 6

j. menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik; k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; l. memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban; m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang; o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan; p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang; q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. 6 Dari tujuan pemerintah tersebut terlihat bahwa esensi dibuatnya aturan penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan peralatan dalam bekerja, serta pengaturan dalam penyimpanan bahan, barang, produk tehnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat 6 Indonesia (a), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 ayat 1. 7

menimbulkan bahaya kecelakaan. Dengan adanya aturan tersebut, potensi bahaya kecelakaan kerja dapat dieliminasi atau setidaknya direduksi. 7 Terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan K3, yaitu: (1) seberapa serius K3 hendak diimplementasikan dalam perusahaan; (2) pembentukan konsep budaya malu dari masing-masing pekerja bila tidak melaksanakan K3 serta keterlibatan berupa dukungan serikat pekerja dalam pelaksanaan program K3 di tempat kerja; dan (3) kualitas program pelatihan K3 sebagai sarana sosialisasi. 8 Hal lain yang juga diperlukan dalam rangka mendukung terlaksananya program K3 adalah adanya suatu komite K3 yang bertindak sebagai penilai efektivitas dan efisiensi program serta melaksanakan investigasi bila terjadi kecelakaan kerja untuk dan atas nama pekerja yang terkena musibah kecelakaan kerja. Apabila terjadi peristiwa demikian, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut. a. Lingkungan Kerja terjadinya kecelakaan. b. Pelatihan, Instruksi, Informasi dan Pengawasan kecelakaan kerja. 7 Yusra, loc. cit. 8 Ibid. 8

c. Kemungkinan resiko yang timbul dari kecelakaan kerja. d. Perawatan bagi korban kecelakaan kerja dan perawatan peralatan sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja yang telah dilakukan. e. Perlindungan bagi pekerja lain sebagai tindakan preventif. f. Aturan bila terjadi pelanggaran (sanksi). g. Pemeriksaan atas kecelakaan yang timbul di area kerja. h. Pengaturan pekerja setelah terjadi kecelakaan kerja. i. Memeriksa proses investigasi dan membuat laporan kecelakaan kepada pihak yang berwenang. j. Membuat satuan kerja yang terdiri atas orang yang berkompeten dalam penanganan kecelakaan di area terjadi kecelakaan kerja. 9 Inti dari terlaksananya K3 dalam perusahaan adalah adanya kebijakan standar berupa kombinasi aturan, sanksi, dan keuntungan dilaksanakannya K3 oleh perusahaan bagi pekerja dan perusahaan, atau dengan kata lain adanya suatu kebijakan mutu K3 yang dijadikan pedoman bagi pekerja dan pengusaha. 9 Ibid. 9

Penerapan K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan landasan hukum penerapan K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebut memberikan pijakan yang jelas mengenai aturan yang menentukan bagaimana K3 harus diterapkan. Di Indonesia, sumber-sumber hukum yang menjadi dasar penerapan K3 adalah sebagai berikut. a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. c. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. d. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja. e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 10 Semua produk perundang-undangan pada dasarnya mengatur tentang hak dan kewajiban tenaga kerja terhadap keselamatan kerja untuk: a. memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan/atau ahli keselamatan kerja; 10 Ibid. 10

b. memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan; c. memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; d. meminta pada pengurus agar melaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; e. menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alatalat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan. 11 2.2 Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam Jamsostek Sebagai perwujudan program K3 yang diharapkan menjadi program perlindungan khusus bagi tenaga kerja, maka dibuatlah Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), yaitu suatu program perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. 12 11 Ibid. 12 Ibid. 11

Jauh sebelum tahun 1992, ketika program Jamsostek dicanangkan, pemerintah telah mengeluarkan sebuah regulasi mengenai jaminan sosial yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja. Program-program yang menjadi ruang lingkup aturan ini adalah: a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); b. Tabungan Hari Tua; dan c. Jaminan Kematian (JK). Setiap program tersebut dilaksanakan dengan mekanisme asuransi yang dikelola oleh sebuah badan penyelenggara, yaitu PT Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947, yang juga merupakan salah satu dasar hukum pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja, menyebutkan dalam Pasal 36 bahwa perusahaan yang diwajibkan membayar tunjangan diwajibkan pula membayar iuran guna mendirikan suatu dana. 13 Artinya, undang-undang tersebut menentukan bahwa kewajiban membayar ganti kerugian bagi buruh yang tertimpa kecelakaan kerja harus dilaksanakan sendiri oleh pihak majikan yang bersangkutan. 13 Widodo Suryandono, Jaminan Sosial, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 93-94. 12

Munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja mengalihkan kewajiban pembayaran ganti rugi tersebut dari pihak pengusaha atau pemberi majikan kepada badan penyelenggara, yaitu PT Astek. Iuran untuk pembayaran jaminan kecelakaan kerja ini seluruhnya ditanggung oleh perusahaan yang mengikutsertakan diri dalam program tersebut. 14 Sejak 1992, bersamaan dengan dikeluarkannya aturan mengenai Jamsostek melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, kedua peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas pun dicabut dan menjadi tidak berlaku lagi. Berkaitan dengan jaminan atas keselamatan kerja (kecelakaan kerja), Pasal 9 undangundang ini menguraikan yang termasuk jaminan kecelakaan kerja, yaitu meliputi: a. biaya pengangkutan; b. biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan; c. biaya rehabilitasi; d. santunan berupa uang yang meliputi: 1. santunan sementara tidak mampu bekerja; 2. santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya; 3. santunan cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental; 14 Ibid., hal. 94. 13

4. santunan kematian. 15 Sementara itu, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan undangundang ini, pemeliharaan kesehatan diartikan sebagai upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan, termasuk pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan. 16 Yang berhak memperoleh pemeliharaan jaminan kesehatan adalah tenaga kerja, suami atau istri, dan anak. 17 Ruang lingkup jaminan pemeliharaan kesehatan dalam undang-undang ini meliputi: a. rawat jalan tingkat pertama; b. rawat jalan tingkat lanjutan; c. rawat inap; d. pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan; e. penunjang diagnostik; f. pelayanan khusus; dan g. pelayanan gawat darurat. 18 15 Indonesia (b), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, pasal 9. 16 Suryandono, op. cit., hal. 95. 17 Indonesia (b), op. cit., pasal 16 ayat 1. 18 Ibid., pasal 16 ayat 2. 14

Semua pengelolaan program tersebut di atas dilaksanakan dengan mekanisme asuransi oleh sebuah badan penyelenggara, yaitu PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang berdiri dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995. 19 2.3 Pelaksanaan K3 dan Jamsostek di Indonesia Dalam praktik di lapangan, pelaksanaan program Jamsostek belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya tuntutan dan protes yang datang dari kalangan serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat (LSM), anggota lembaga legislatif, serta elemen masyarakat lainnya yang dialamatkan kepada pengusaha, PT Jamsostek, maupun instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan. Secara luas, berita-berita mengenai fakta tersebut dapat dengan mudah diakses melalui media cetak dan media elektronik, baik nasional maupun daerah, namun nampaknya belum juga ada perubahan signifikan yang menjadikan penyelenggaraan Jamsostek lebih baik. Sebuah penelitian menunjukkan, jumlah perusahaan wajib lapor di Sumatera Utara berjumlah sekitar 11.000 perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh sekitar 1.500.000 orang termasuk pekerja kontrak, pekerja harian lepas, borongan, dan 19 Suryandono, op. cit., hal. 95. 15

perusahaan kecil. Perusahaan yang terdaftar menjadi peserta Jamsostek sampai dengan Agustus 2006 baru mencapai 6.537 perusahaan atau 59,42% (aktif 4.092 perusahaan/37,2%, nonaktif 2.445 perusahaan/62,8%). Sementara itu, jumlah peserta (pekerja/buruh) terdaftar adalah 1.039.958 orang (peserta aktif 37.320/24,82% nonaktif 667,638 orang/75,18%). Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase peserta aktif program Jamsostek masih tergolong rendah dan tentunya amat merugikan para pekerja/buruh sehingga perlu penanganan secara khusus. 20 Demikian juga halnya dengan pelayanan kesehatan dalam JPK, tidak sedikit pekerja dan keluarganya yang menyampaikan berbagai keluhan atas pelayanan rumah sakit atau klinik yang menjadi penyedia layanan Jamsostek. Tidak jarang peserta Jamsostek harus menanggung sendiri obat yang dibutuhkan. Karena itu, banyak perusahaan yang keluar dari program Jamsostek untuk melaksanakan sendiri pelayanan kesehatan melalui rumah sakit yang lebih baik agar kesehatan pekerja mereka lebih terjamin dan dapat lebih produktif dalam bekerja. 21 Berdasarkan fakta tersebut di atas, bahwa PT Jamsostek belum melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, termasuk 20 Sitorus, loc. cit. 21 Ibid. 16

perkara dugaan korupsi yang melibatkan oknum Direktur PT Jamsostek dan pengelolaan keuangan yang tidak jelas, terlihat bahwa PT Jamsostek belum berusaha secara optimal dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh. Hal tersebut di atas diungkapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno yang dengan tegas mengatakan bahwa pemerintah akan segera mereformasi total PT Jamsostek menyangkut kepastian hak pekerja/buruh dengan merevisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Reformasi ini juga akan dilakukan terhadap seluruh aspek dalam PT Jamsostek, termasuk pembenahan para personil dalam jajaran direksi. Selain itu, sistem pengelolaan harus dilaksanakan dengan mekanisme wali amanat agar dapat diawasi secara tripartit sebagai pemangku kepentingan peserta Jamsostek yaitu pengusaha, pekerja, dan pemerintah. 22 22 Ibid. 17

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) merupakan program yang ditujukan untuk mendukung pelaksanaan sistem K3 dalam setiap perusahaan. Program-program yang menjadi ruang lingkup aturan ini adalah: a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); b. Tabungan Hari Tua; dan c. Jaminan Kematian (JK). Pada pelaksanaannya, program Jamsostek belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari masih 18

banyaknya tuntutan dan protes yang datang dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga anggota lembaga legislatif, yang dialamatkan kepada pengusaha, PT Jamsostek, maupun instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan. 3.2 Saran Berkaitan dengan pembahasan pada bab-bab terdahulu, penulis mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut yang diharapkan dapat terwujud. a. Perusahaan dan pekerja yang belum menjadi peserta program Jamsostek harus segera mendaftarkan diri menjadi peserta. Serikat pekerja/buruh sebagai mitra pengusaha harus ikut mendorong perusahaan. b. Rencana Pemerintah mereformasi program Jamsostek harus segera direalisasikan agar kesejahteraan pekerja/buruh yang sejak lama didambakan dapat terwujud. c. Program Jamsostek sektor informal/luar hubungan kerja yang diharapkan dapat mendukung peningkatkan kesejahteraan masyarakat harus ditindaklanjuti oleh instansi Pemerintah di bidang ketenagakerjaan bekerjasama dengan PT Jamsostek. 19

DAFTAR PUSTAKA Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Jamsostek: Angka Kecelakaan Kerja di Jakarta Tinggi. <http ://news.antara.co.id/jktcc/seenws/?id=11436>. Diakses 28 November 2006. Jamsostek, Hak Mutlak Tenaga Kerja. <http://kompas. com/kompas-cetak/0608/04/jateng/39644.htm>. Diakses 28 November 2006. Jamsostek Setiap Hari Tangani 349 Kasus Kecelakaan Kerja. <http://www.nakertrans.go.id/arsip_berita/naker/jamsost ek.php>. Diakses 28 November 2006. Perwira, Daniel, dkk. Perlindungan Tenaga Kerja Melalui Sistem Jaminan Sosial: Pengalaman Indonesia. <http:// smeru.or.id/report/workpaper/jamsostek/jamsostek.htm>. Diakses 28 November 2006. Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Program Jamsostek Sangat Dibutuhkan Pekerja. <http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=272852 &kat_id=23>. Diakses 28 November 2006. Sitorus, Thoga M. Masih Banyak Pekerja/Buruh Belum Tersentuh Program Jamsostek. <http://www.hariansib. com/content/view/15198/37/>. Diakses 28 November 2006. Suryandono, Widodo. Jaminan Sosial. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Yusra, Dhoni. Pentingnya Implementasi K3 dalam Perusahaan. <http://www.indonusa.ac.id/home/index.php?option=com_co ntent&task=view&id=592&itemid=56>. Diakses 28 November 2005. 20