ANALISIS NILAI TAMBAH PADA INDUSTRI ABON DAN DENDENG SAPI DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS NILAI TAMBAH PADA INDUSTRI ABON DAN DENDENG SAPI DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA. Skripsi. Oleh : ARISTA HENY UNTARI H

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

III. METODE PENELITIAN

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

ANALISIS NILAI TAMBAH IKAN LELE PADA INDUSTRI MAKANAN OLAHAN LELE AL-FADH KABUPATEN BOYOLALI

ANALISIS NILAI TAMBAH PADA INDUSTRI ABON AMPEL DI KABUPATEN BOYOLALI. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Program Studi Agrobisnis

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

ANALISIS KELAYAKAN USAHA DENDENG SAPI CV. GUNUNG SEULAWAH ACEH DI KECAMATAN LUENG BATA ACEH BESAR

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH DODOL RUMPUT LAUT PADA INDUSTRI CITA RASA DI KELURAHAN TINGGEDE KABUPATEN SIGI

No. Uraian Rata-rata/Produsen 1. Nilai Tambah Bruto (Rp) ,56 2. Jumlah Bahan Baku (Kg) 6.900,00 Nilai Tambah per Bahan Baku (Rp/Kg) 493,56

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BERITA RESMI STATISTIK

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

Produk Domestik Bruto (PDB)

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

ANALISIS NILAI TAMBAH TORTILA RUMPUT LAUT PADA INDUSTRI RISQA MULIA DI DESA OLAYA KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

STUDI KOMPARATIF USAHA SALE PISANG GORENG DAN KERIPIK PISANG DI KABUPATEN GROBOGAN

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

ANALISIS SUBSEKTOR AGROINDUSTRI UNGGULAN JAWA BARAT

III. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS NILAI TAMBAH EGG ROLL UBI UNGU DI HOME INDUSTRY SHASA KECAMATAN PLERET KABUPATEN BANTUL

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

PERFORMANSI NILAI TAMBAH KEDELAI MENJADI TAHU DI KABUPATEN SAMBAS

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JIIA, VOLUME 1 No. 2, APRIL 2013

BERITA RESMI STATISTIK

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

ANALISIS RESIKO DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KELAPA DI KECAMATAN GRABAG KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS NILAI TAMBAH SERABUT KELAPA SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN ANEKA PRODUK (KASUS PT. SUMBER UTAMA LESARI KECAMATAN TANANTOVEA KABUPATEN DONGGALA)

Statistik KATA PENGANTAR

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

ANALISIS NILAI TAMBAH KERIPIK PISANG PADA INDUSTRI CAHAYA INDI DI DESA TANAMEA KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

ANALISIS NILAI TAMBAH SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUK OLAHAN SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) DI KABUPATEN SLEMAN Meta

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

ANALISIS NILAI TAMBAH UBI KAYU SEBAGAI BAHAN BAKU KRECEK SINGKONG DI SENTRA INDUSTRI KRECEK SINGKONG BEDOYO KECAMATAN PONJONG KABUPATEN GUNUNGKIDUL

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

Produk Domestik Regional Bruto

Statistik KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Statistik

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK

NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI DAGING SAPI

BERITA RESMI STATISTIK

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN. Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

Pendapatan Domestik Regional Bruto Jakarta Periode

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

KABUPATEN PURBALINGGA 2010

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

ANALISIS USAHA PEMBESARAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) PADA KARAMBA JARING APUNG DI KECAMATAN WONOGIRI KABUPATEN WONOGIRI

Hasil rata-rata (Rp/PT) , , ,04

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

Bank Indonesia. Pandangan dalam paper ini merupakan pandangan penulis dan tidak semata-mata mencerminkan pandangan DKM atau Bank Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

ANALISIS USAHA PADA INDUSTRI KERAJINAN ROTAN DI KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

Produk Domestik Regional Bruto Gross Regional Domestic Product

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

DIVERSIFIKASI NILAI TAMBAH DAN DISTRIBUSI KEREPIK UBI KAYU DI KECAMATAN SARONGGI KABUPATEN SUMENEP

Transkripsi:

ANALISIS NILAI TAMBAH PADA INDUSTRI ABON DAN DENDENG SAPI DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA Arista Heny Untari, Eny Lestari, Erlyna Wida Riptanti Program Studi Agribisnis Universitas Sebelas Maret E-mail: rizthauntari@gmail.com Telp. 085742494995 Abstract: This research aims to determine the value added per raw material and per worker industry of shredded beef and jerkybeef in Jebres, Surakarta; the difference is statistically on value added per raw material and per worker between industry of shredded beef and jerkybeef in Jebres, Surakarta; determine cost, revenue, profit, and efficiency of industry of shredded beef and jerky beef in Jebres, Surakarta. The basic method of this research is descriptive analytic method. Methods of location selection research is purposive, namely Surakarta. Techniques correspond with the census method. The results showed that (1) value added per raw material for shredded beef Rp 17.323,76, while the value added per raw material for jerky beef Rp 19.120,63, value added per worker in industry shredded beef Rp 8.953,57, while the value added per worker in industry of jerkybeef Rp 5.823,70, (2) value added per worker between shredded beef and jerky beef is not significant. Value added per raw materials between shredded beef and jerky beef are not significant. (3) total cost to the industry shredded beef Rp 68.889.848,13/month, while jerky beef Rp 5.003.506,70/month; revenue in industry shredded beef Rp 76.686.666,67/month, while jerky beef Rp 6.127.500,00/month; profit on shredded beef industry is Rp 7.796.818,54/month, while beef jerky Rp 1.123.993,31/month; the efficiency in industry shredded beef 1,14, while jerkybeef industry 1,16. Keywords: Value Added, Shredded Beef, Jerky Beef, Jebres, Surakarta Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai tambah per bahan baku dan per tenaga kerja pada industri abon sapi dan dendeng sapi di Kecamatan Jebres, Kota Surakarta; perbedaan secara statistik nilai tambah per bahan baku dan per tenaga kerja antara industri abon sapi dan dendeng sapi di Kecamatan Jebres, Kota Surakarta; besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi usaha pada industri abon sapi dan dendeng sapi di Kecamatan Jebres, Kota Surakarta. Metode dasar penelitian ini adalah adalah metode deskriptif analitik. Metode dasar penelitian ini adalah adalah metode deskriptif analitik. Metode pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, yaitu Kota Surakarta. Teknik pengambilan responden dengan metode sensus, yaitu semua subyek penelitian dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) nilai tambah per bahan baku pada industri abon sapi Rp 17.323,76, sedangkan nilai tambah per bahan baku pada industri dendeng sapi Rp 19.120,63;nilai tambah per tenaga kerja pada industri abon sapi sebesar Rp 8.953,57, sedangkan nilai tambah per tenaga kerja pada industri dendeng sapi sebesar Rp 5.823,70; (2) industri abon sapi maupun dendeng sapi memiliki nilai tambah per bahan baku yang tidak berbeda nyata, industri abon sapi maupun dendeng sapi memiliki nilai tambah per tenaga kerja yang tidak berbeda nyata. (3) biaya total pada industri abon sapi sebesar Rp 68.889.848,13/bulan, sedangkan dendeng sapi Rp 5.003.506,70/bulan; penerimaan pada industri abon sapi sebesar Rp 76.686.666,67/bulan, sedangkan dendeng sapi Rp 6.127.500,00/bulan;keuntungan pada industri abon sapi sebesar Rp 7.796.818,54/bulan, sedangkan dendeng sapi Rp 1.123.993,31/bulan; efisiensi usaha pada industri abon sapi sebesar 1,14, sedangkan dendeng sapi 1,16. Kata kunci: Nilai Tambah, Abon Sapi, Dendeng Sapi, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta

PENDAHULUAN Subsektor peternakan yang merupakan bagian dari sektor pertanian masih merupakan sektor strategis dalam menopang perekonomian regional maupun nasional. Menurut Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah dalam rencana strategis 2008-2013, pembangunan peternakan memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian nasional maupun regional Jawa Tengah, melalui pencapaian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sumber devisa melalui ekspor, penyediaan bahan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan melalui penyediaan lapangan kerja dan juga memiliki kontribusi yang tidak langsung, yaitu mampu menciptakan efek domino (multiplier effect). Mengingat bahwa hasil-hasil petanian memiliki sifat yang mudah rusak. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan produksi pertanian tersebut, dalam hal ini adalah agroindustri. Menurut Habibie, et. al. (1995), agroindustri sebagai subsistem pertanian mempunyai potensi sebagai pendorong pertumbuhan kawasan ekonomi, karena memiliki peluang pasar yang lebih luas dan nilai tambah (value added) yang besar. Selain itu, pengembangan agroindustri dapat menjadi pintu masuk (entry point) proses transformasi struktur ekonomi dari pertanian ke industri. Nilai tambah terhadap produk hasil pertanian diperoleh dari adanya proses pengolahan. Industri pengolahan di Kota Surakarta memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian di kota tersebut. pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Persentase Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (PDRB ADHK) 2000 Kota Surakarta Tahun 2010-2011 No. Sektor Tahun 2010 (%) 2011 (%) 1. Pertanian 0,06 0,05 2. Penggalian 0,04 0,03 3. Industri Pengolahan 25,02 24,26 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 2,34 2,38 5. Bangunan 13,17 13,25 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 26,80 27,10 7. Pengangkutan dan Komunikasi 10,08 10,16 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 10,17 10,49 9. Jasa-jasa 12,34 12,27 Sumber : BPS Kota Surakarta 2012 Sektor industri pengolahan dibagi dalam 9 subsektor. Kontribusi sektor industri pengolahan Kota Surakarta PDRB ADHK 2000 Tahun 2010-2011 didominasi oleh sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Persentase Distribusi Sektor Industri Pengolahan PDRB ADHK 2000 Kota Surakarta Tahun 2010-2011 No. Sub Sektor Tahun 2010 (%) 2011 (%) 1. Makanan, minuman, dan tembakau 10,99 10,62 2. Tekstil, barang kulit, dan alas kaki 4,04 3,97 3. Barang kayu dan hasil hutan lain 1,57 1,47 4. Kertas, barang cetakan 2,95 2,88 5. Pupuk, kimia, dan barang dari karet 0,21 0,20 6. Semen dan barang bukan logam 0,44 0,44 7. Logam dasar, besi, dan baja 0,00 0,00 8. Alat angkutan, mesin, dan peralatan 1,54 1,51 9. Barang lainnya 3,29 3,17 Sumber: BPS Kota Surakarta 2012 Abon dan dendeng merupakan produk dari sub sektor makanan minuman, dan tembakau. Abon dan dendeng sapi sama-sama berbahan baku dari hasil peternakan. Usaha pengolahan abon dan dendeng sapi ini banyak dikembangkan di Kota Surakarta, mengingat bahwa Kota Surakarta menjadi salah satu kota tujuan wisata. Banyaknya usaha pengolahan daging sapi segar menjadi abon maupun dendeng sapi, dapat dilihat di Tabel 3 berikut. Tabel 3. Banyaknya Usaha Hasil Olahan Ternak di Kota Surakarta Tahun 2011 No. Jenis Olahan 2007 2008 2009 2010 2011 1. Abon 6 6 6 5 10 2. Dendeng 4 4 4 3 5 3. Rambak 6 6 6 6 5 4. Daging Giling 7 7 7 8 10 Jumlah 23 23 23 22 30 Sumber : BPS Kota Surakarta Tahun 2012 Berdasarkan latar belakang diatas, mendorong peneliti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai nilai tambah dari daging sapi sebagai bahan baku abon dan dendeng di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji besarnya nilai tambah per bahan baku dan per tenaga kerja pada industri abon sapi dan dendeng sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta, membandingkan nilai tambah per bahan baku dan per tenaga kerja antara industri abon sapi dan industri menjadi dendeng sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta, mengetahui dan mengkaji besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi usaha pada industri abon sapi dan dendeng sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. METODE PENELITIAN Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Pengambilan lokasi daerah penelitian ini secara purposive. Metode pengambilan responden untuk industri abon sapi dan dendeng sapi dalam penelitian ini dengan metode sensus. Metode Analisis Data Nilai Tambah Bruto NTb = NA-BA... (1) NTb = Na (Bb+Bp)... (2)

BA adalah biaya antara (Rp), Na adalah nilai produk akhir (Rp), Bb adalah biaya bahan baku (Rp),Bp adalah biaya bahan penolong (Rp). Nilai Tambah Netto(NTn) NTn = NTb NP... (3) nilai awal nilai sisa NP umur ekonomis (4) NTb adalah nilai tambah bruto (Rp), NP adalah nilai penyusutan (Rp), NTn adalah nilai tambah netto (Rp). Nilai Tambah per Bahan Baku NTbb = NTb : bb...(5) NTbb adalah nilai tambah per bahan baku yang digunakan (Rp/kg), NTb adalah nilai tambah bruto (Rp), bb adalah jumlah bahan baku yang digunakan (kg). Menghitung Nilai Tambah per Tenaga Kerja (NTtk) NTtk = NTb : TK... (6) Keterangan: NTtk adalah nilai tambah per tenaga kerja (Rp/JKO), NTb adalah nilai tambah bruto (Rp), TK adalah jumlah jam kerja (JKO) (Tarigan, 2004) Uji Statistik untuk Perbandingan Nilai Tambah Pengolahan Daging Sapi (t-test) Menurut M. Iqbal (2003) langkahlangkah dalam pengujian perbedaan nilai tambah adalah sebagai berikut: Formulasi H 0 dan H 1. Hipotesis: H 0 : artinya tidak ada perbedaan yang nyata nilai tambah per bahan baku atau nilai tambah per tenaga kerja antara industri abon sapi dan industri dendeng sapi. H 1 : artinya ada perbedaan yang nyata nilai tambah per bahan baku atau nilai tambah per tenaga kerja antara industri abon sapi dan industri dendeng sapi. Menentukan level of significance. Dalam penelitian ini digunakan α= 0.05. Nilai t tabel = t (α/2) Rule of the test. H 0 diterima apabila t (α/2) t 0 t (α/2). H 0 ditolak apabila t 0 > t (α/2) atau t 0 < -t(α/2). Uji statistik ( ) ( ) ( ) n (7) Xi X i t S Dimana : n 1 (8) Keterangan: X 1 adalah rata-rata nilai tambah per bahan baku pada pengolahan daging sapi menjadi abon sapi (Rp/Kg), X 2 adalah rata-rata nilai tambah per bahan baku pada pengolahan daging sapi menjadi dendeng sapi (Rp/Kg), S1 2 adalah varian nilai tambah per bahan baku pada pengolahan daging sapi menjadi abon sapi, S2 2 adalah varian nilai tambah per bahan baku pada pengolahan daging sapi menjadi dendeng sapi, n 1 adalah jumlah responden pengolah daging sapi menjadi abon sapi, n 2 adalah jumlah responden pengolah daging sapi menjadi dendeng sapi. Kesimpulan. Diterimanya H 0 atau ditolaknya H 0. Menghitung keuntungan usaha π = TR TC... (9) πadalah keuntungan usaha pengolahandaging sapi menjadi abon sapi atau dendengsapi (Rp/bulan), TR adalah penerimaan total usaha abon sapi atau dendeng sapi (Rp/bulan), TC adalah biaya total 2

usaha pengolahan daging sapi menjadi abon sapi atau dendeng sapi (Rp/bulan. Untuk biaya total dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : TC = TFC + TVC... (10) TC adalah biaya total usaha abon sapi atau dendeng sapi (Rp/bulan), TFC adalah biaya tetap usaha pengolahan daging sapi menjadi abon sapi atau dendeng sapi (Rp/bulan), VC adalah biaya variabel usaha pengolahan daging sapi menjadi abon sapi atau dendeng sapi (Rp/bulan). Untuk menghitung penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : TR = Q x P... (11) TR adalah penerimaan total usaha HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Identitas Responden Industri Abon dan Dendeng Sapi abon sapi atau dendeng sapi (Rp/bulan), P adalah harga produk abon sapi atau dendeng sapi (Rp/kemasan), Q adalah jumlah produk abon sapi atau dendeng sapi kemasan/bulan. Efisiensi usaha pengolahan abon sapi atau dendeng sapi Diketahui dengan menggunakan rumus R/C rasio sebagai berikut : R/C ratio:... (12) Kriteria : R/C rasio >1 berarti usaha abon sapi atau dendeng sapi efisien, R/C rasio = 1 berarti usaha abon sapi atau dendeng sapi belum efisien atau usaha mencapai titik impas, R/C rasio < 1 berarti usaha abon sapi atau dendeng sapi tidak efisien. Identitas rata-rata sepuluh responden produsen abon sapi dan dendeng sapi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Identitas Responden pada Industri Abon Sapi dan Industri Dendeng Sapi No Uraian Rata-rata Abon Sapi Dendeng Sapi 1. Umur (th) 49,83 55,50 2. Lama pendidikan (th) 13,17 14,00 3. Jumlah anggota keluarga (orang) 5,00 4,00 4. Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha (orang) 1,00 1,00 5. Lama mengusahakan (th) 18,17 18,00 Rata-rata umur responden abon sapi adalah 49,83 tahun, sedangkan dendeng sapi 55,50 tahun. Rata-rata lama pendidikan yang telah ditempuh oleh produsen abon sapi adalah 13,17 tahun atau setara dengan SMA. Rata-rata lama pendidikan yang telah ditempuh oleh produsen dendeng sapi adalah 14 tahun atau setara dengan SMA. Ratarata jumlah anggota keluarga dengan jumlah tenaga kerja yang aktif dalam produksi abon sapi maupun dendeng sapi sebanyak 1 orang. Rata-rata industri abon sapi telah dijalankan selama 18,17 tahun. Sedangkan,

kegiatan usaha dendeng sapi rata-rata usaha ini telah dijalankan selama 18 tahun. Analisis Nilai Tambah pada Industri Abon dan Dendeng Sapi Besarnya analisis nilai tambah pada industri abon sapi dan dendeng sapi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Analisis Rata-rata Nilai Tambah Industri Abon dan Dendeng Sapi No. Uraian Rata-rata Abon Sapi Dendeng Sapi 1. Nilai akhir (NA) (Rp) 76.686.666,67 6.150.000,00 2. Biaya antara (BA) (Rp) 66.650.681,33 4.881.862,50 3. Nilai tambah bruto (NTb) (1-2) (Rp) 10.035.985,33 1.268.137,50 4. Nilai penyusutan (NP) (Rp) 117.495,70 35.535,71 5. Nilai tambah netto (NTn) (3-4) (Rp) 9.918.489,63 1.232.601,79 6. Jumlah bahan baku yang digunakan (Kg) 713,00 58.75 7. Nilai tambah per bahan baku (NTbb) (3:6) (Rp/Kg) 17.323,76 19.120,63 8. Jumlah jam kerja yang digunakan (JKO) 1.469,33 294,75 9. Nilai tambah per tenaga kerja (NTtk) (3:8) (Rp/JKO) 8.953,57 5.823,70 Sumber : Analisis Data Primer Tabel 5 menunjukkan analisis nilai tambah yang meliputi nilai tambah bruto, nilai tambah netto, nilai tambah per bahan baku, dan nilai tambah per tenaga kerja. Menurut Tarigan (2004), nilai produksi tidak sama dengan nilai tambah karena didalam nilai produksi telah terdapat biaya antara biaya antara. Menghitung nilai produksi sebagai pendapatan regional bisa mengakibatkan perhitungan ganda (double accounting). Produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar adalah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah itu. Yang dimaksud dengan nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkannya akan menghasilkan produk regional atas dasar harga pasar. Industri abon dan dendeng sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta menyumbangkan Rp 10.035.985,33 dan Rp 1.268.137,50 pada sektor industri pengolahan di Kota Surakarta yang nantinya akan menjadi pendapatan regional Kota Surakarta. Yang menjadi pendapatan masyarakat setempat hanyalah yang bersifat nilai tambah dari kegiatan produksi tersebut. Nilai tambah inilah yang mengukur tingkat kemakmuran masyarakat Kota Surakarta dengan asumsi seluruh pendapatan itu dinikmati masyarakat setempat. Nilai tambah netto (NTn) adalah selisih antara nilai tambah bruto dengan penyusutan peralatan. Nilai tambah netto yang diberikan olehindustri abon sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta sebesar Rp 9.918.489,63dengan nilai penyusutan alat sebesar Rp 117.495,70. Nilai tambah netto yang diberikan pada industri dendeng sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta sebesar Rp 1.232.601,79dengan nilai penyusutan sebesar Rp 35.535,71.

Rata-rata nilai tambah per bahan baku pada industri abon sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta sebesar Rp 17.323,76dengan ratarata nilai tambah bruto Rp 10.035.985,33dan rata-rata jumlah bahan baku yang digunakan 713 kg. NTbb pada industri abon sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta artinya setiap 1 kg daging sapi yang digunakan sebagai bahan baku dalam industri abon sapi akan memberikan nilai tambah sebesar Rp 17.323,76. Sedangkan, NTbb pada industri dendeng sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta sebesar Rp 19.120,63dengan rata-rata nilai tambah bruto sebesar Rp 1.268.137,50 dengan rata-rata jumlah bahan baku yang digunakan sebesar 58,75 kg. NTbb pada industri dendeng sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta artinya setiap 1 kg daging sapi yang digunakan dalam proses produksi dendeng sapi akan memberikan nilai tambah sebesar Rp 19.120,63. Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai tambah per tenaga kerja (NTtk) pada industri abon sapi Rp 8.953,57. Ini berarti setiap 1 jam kerja dapat memberikan nilai tambah sebesar Rp 8.953,57. Untuk industri dendeng sapi memiliki rata-rata nilai tambah per tenaga kerja sebesar Rp 5.823,70 yang berarti bahwa setiap 1 jam kerja memberikan nilai tambah sebesar Rp 5.823,70. NTtk yang dihasilkan ini merupakan nilai tambah atas seluruh kegiatan dalam proses produksi. Rata-rata jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk membuat abon sapi adalah 14,5 jam/sekali produksi dan untuk membuat dendeng sapi adalah 73,5 jam/sekali produksi. Uji Statistik untuk Perbandingan Nilai Tambah per Bahan Baku dan per Tenaga Kerja Pengolahan Daging Sapi (t-test) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dalam dua hal tersebut dilakukan dengan menggunakan uji statistik yaitu menggunakan uji t yang sebelumnya didahului dengan melakukan uji F untuk mengetahui homogenitas dua varians. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini: Diduga terdapat perbedaan yang nyata nilai tambah per bahan baku dan nilai tambah per tenaga kerja antara industri abon sapi dan industri dendeng sapi di Kota Surakarta. Adapun rata-rata nilai tambah per bahan baku dan nilai tambah per tenaga kerja dalam usaha pengolahan daging sapi menjadi abon sapi dan dendeng sapi dalam dilihat pada Tabel 6 berikut: Tabel 6. Rata-rata dan Analisis t-test Nilai Tambah per Bahan Baku (NTbb) dan per Tenaga Kerja (NTtk) pada Industri Abon dan Dendeng Sapi No. Uraian Abon Sapi Dendeng Sapi 1. NTbb (Rp/Kg) 17.323,76 19.120,63-0,368 2,306 2. NTtk (Rp/JKO) 8.953,57 5.823,70 0,707 2,306 Berdasarkan hasil uji F dengan SPSS diketahui bahwa nilai rata-rata NTbb antara abon dan dendeng sapi diasumsikan memiliki varian yang t hitung Uji t t tabel sama. Nilai t hitung negatif, berarti ratarata group 1 (abon sapi) lebih rendah dari pada rata-rata group 2 (dendeng sapi). Uji statistik(t-test) terhadap

NTbb daging sapi menghasilkan nilai t hitung sebesar -0,368. Hal ini berarti nilai t hitung lebih kecil daripada nilai t- sapi). Uji statistik(t-test) terhadap NTtk daging sapi menghasilkan nilai t hitung sebesar 0,707. Hal ini berarti tabel 2,306. Berdasarkan hasil nilai t hitung lebih kecil daripada nilai t- tersebut maka hipotesis ditolak yang tabel 2,306. Berdasarkan hasil berarti bahwa tidak terdapat tersebut maka hipotesis ditolak yang perbedaan yang nyata NTbb antara berarti bahwa tidak terdapat abon sapi dan dendeng sapi. Berdasarkan hasil uji F dengan SPSS diketahui bahwa nilai rata-rata NTtk antara abon dan dendeng sapi diasumsikan memiliki varian yang sama. Nilai t hitung positif, berarti ratarata group 1 (abon sapi) lebih tinggi dari pada rata-rata group 2 (dendeng perbedaan yang nyata NTtk antara abon sapi dan dendeng sapi. Biaya Industri Abon dan Dendeng Sapi Responden Besarnya rata-rata biaya total untuk proses produksi abon sapi dan dendeng sapi selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Rata-rata Biaya Total Industri Abon dan Dendeng Sapi Responden (Rp/bulan) Abon Dendeng Macam Biaya Rata-rata (Rp/bulan) % Rata-rata (Rp/bulan) % 1. Tetap 139.166,79 0,20 59.144,20 1,32 2. Variabel 68.750.681,33 99,80 4.944.362,50 98,68 Total 68.889.848,13 100 5.003.506,70 100 No. Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa rata-rata biaya total per bulan pada industri abon sapi sebesar Rp 68.889.848,13/bulan, Sedangkan pada industri dendeng sapi rata-rata biaya total per bulan sebesar Rp 5.003.506,70/bulan. Biaya tetap pada industri abon dan dendeng sapi terdiri dari biaya penyusutan peralatan dan biaya bunga modal investasi. Sedadangkan biaya tetap terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja. Total rata-rata biaya total per bulan pada industri abon sapi lebih besar dibanding dengan total rata-rata biaya total industri dendeng sapi karena frekuensi produksi abon sapi lebih sering dan volume produksi lebih besar daripada industri dendeng sapi. Produksi abon sapi lebih sering dilakukan daripada produksi dendeng sapi disebabkan oleh permintaan abon sapi lebih tingg daripada permintaan dendeng sapi. Penerimaan Industri Abon dan Dendeng Sapi Responden Penerimaan rata-rata per bulan industri abon sapi dan dendeng sapi dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Rata-rata Penerimaan Responden Industri Abon dan Dendeng Sapi Berdasarkan Kemasan (Rp/bulan) No. Uraian Rata-rata Unit Harga (Rp) Jumlah (Rp) 1. Abon Berlabel a. 100 gr b. 250 gr Tidak berlabel a. 100 gr b. 250 gr c. 5000 gr 1589 749 391 156 8 18.000,00 42.666,67 14.000,00 35.000,00 690.000,00 28.606.667,67 31.941.333,33 5.478.666,67 5.460.000,00 5.200.000,00 Total 76.686.666,67 2. Dendeng Berlabel 250 gr Tidak berlabel 5000 gr 118 41.666,67 4.927.500,00 2 800.000,00 1.200.000,00 Total 6.127.500,00 Rata-rata total penerimaan per bulan industri abon sapi sebesar Rp 76.686.666,67/bulan. Rata-rata total penerimaan per bulan industri dendeng sapi sebesar Rp 6.127.500,00/bulan. Keuntungan Industri Abon dan Dendeng Sapi Responden Untuk mengetahui keuntungan masing-masing industri dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Rata-rata Keuntungan Responden Industri Abon dan Dendeng (Rp/bulan) No. Uraian Rata-rata Abon Dendeng 1. Penerimaan (Rp/bulan) 76.686.666,67 6.127.500,00 2. Total biaya (Rp/bulan) 68.889.898,13 5.003.506,70 Keuntungan (Rp/bulan) 7.796.818,54 1.123.993,31 Pada Tabel 9 menunjukkan adanya perbedaan keuntungan pada masing-masing industri, abon sapi dan dendeng sapi. Pada industri abon sapi memperoleh keuntungan ratarata sebesar Rp 7.796.818,54/bulan, sedangkan pada industri dendeng sapi memperolah keuntungan ratarata sebesar Rp 1.123.993,31/bulan. Efisiensi Industri Abon dan Dendeng Sapi Responden Besarnya efisiensi usaha industri abon sapi dan dendeng sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Rata-rata Efisiensi Usaha Industri Abon dan Dendeng Sapi Responden No. Uraian Rata-rata Abon Dendeng 1. Total penerimaan (Rp/bulan) 76.686.666,67 6.127.500,00 2. Total biaya (Rp/bulan) 68.889.898,13 5.003.506,70 Efisiensi Usaha 1,14 1,16

Tabel 10 menunjukkan bahwa efisiensi industri abon sapi responden dalam satu bulan produksi adalah sebesar 1,14, sedangkan efisiensi industri dendeng sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta dalam satu bulan produksi adalah sebesar 1,16, artinya industri abon sapi dan dendeng sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta yang telah dijalankan ini termasuk kategori efisien karena nilai R/C rasionya > 1. KESIMPULAN Rata-rata nilai tambah per bahan baku pada industri abon sapi di kecamtan Jebres Kota Surakarta sebesar Rp 17.323,76, sedangkan pada industri dendeng sapi sebesar Rp 19.120,63. Besarnya rata-rata nilai tambah per tenaga kerja pada industri abon sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta adalah Rp 8.953,57, sedangkan pada industri dendeng sapi adalah Rp Rp 5.823,70.Tidak ada perbedaan yang nyata pada nilai tambah per bahan baku dan per tenaga kerja pada industri abon sapi dan pada industri dendeng sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Besarnya rata-rata total biaya yang dikeluarkan oleh industri abon sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta sebesar Rp 68.889.848,13/bulan, sedangkan pada industri dendeng sapi sebesar Rp 5.003.506,70/bulan. Besarnya rata-rata total penerimaan yang diterima oleh oleh industri abon sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta sebesar Rp 76.686.666,67/bulan, sedangkan pada industri dendeng sapi sebesar Rp 6.127.500,00/bulan. Besarnya rata-rata keuntungan pada industri abon sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta sebesar Rp 7.796.818,54/bulan, sedangkan pada industri dendeng sapi sebesar Rp 1.123.993,31/bulan, artinya kedua industri tersebut menguntungkan. Efisiensi usaha pada industri abon sapi di Kecamatan Jebres Kota Surakarta adalah 1,14 dan pada industri dendeng sapi adalah 1,16, artinya kedua industri tersebut sudah efisien. SARAN Saran yang dapat diberikan adalah bagi Disperindag diharapkan mampu mengembangkan industri abon maupun dendeng sapi dapat menciptakan nilai tambah yang lebih besar yang nantinya akan memberikan kontribusi pada sektor industri pengolahan dan meningkatkan PDRB Kota Surakarta. Agar dapat meningkatkan keuntungan sebaiknya produsen abon maupun dendeng sapi meningkatkan kapasitas produksi dan memperluas daerah pemasarannya. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kota Surakarta dalam Angka Tahun 2012. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah. 2012. Rencana Strategis Dinas Peternakan Propinsi Jawa Tengah 2008-2013. Habibie, Arifien, Nono R dan Anwar Wardhani. 1995. Pengembangan Tenaga Kerja Off Farm Dalam Penyerapan Tenaga Kerja Pedesaan, Makalah Seminar Nasional Liberalisasi Ekonomi,Pemerataan dan Pengentasan Kemiskinan., Penyelenggara Cides dan Pusat PenelitianPembangunan Pedesaan dan Kawasan

(P3KP). Universitas Gajah Mada. Tiara Wacana. Yogyakarta. Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional. Bumi Aksara. Jakarta. Hasan, M. Iqbal. 2003. Pokok-pokok Materi Statistik 2. PT. Bumi Aksara. Jakarta.