BAB II KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

TUGAS AKHIR MATA KULIAH PANCASILA IMPLEMENTASI SILA PERTAMA TERHADAP PEMBANGUNAN TEMPAT IBADAH

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA WALIKOTA BANDA ACEH,

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 TAHUN 2012 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) DI JAWA BARAT

TANYA JAWAB PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 9 DAN 8 TAHUN 2006

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2007

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR &S TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMBAURAN KEBANGSAAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

-1- QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN PENDIRIAN TEMPAT IBADAH

G U B E R N U R JAMB I

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG

LEGAL OPINI: PROBLEM HUKUM DALAM SK NO: 188/94/KPTS/013/2011 TENTANG LARANGAN AKTIVITAS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DI JAWA TIMUR

KEWARGANEGARAAN. Konsep Dasar Kewarganegaraan. Dr. Achmad Jamil M.Si. Modul ke: 01Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi S1 Manajemen

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 T E N T A N G

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

BAB IV PAPARAN DAN PEMBAHASAN DATA. Penulis telah memaparkan pada bab-bab yang terdahulu mengenai dasar

NASKAH SOSIALISASI PERAT A URAN A B ERSAM A A

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) RAPAT KOORDINASI FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN ANGGARAN 2018

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GUBERNUR BENGKULU. atau menodai agama, serta tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum;

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang cenderung kepada kelezatan jasmaniah). Dengan demikian, ketika manusia

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ini telah terjadi berbagai konflik sosial baik secara

PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA. Modul ke: 06Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

KENALI HAK ANDA. Kompilasi oleh Komnas Perempuan. Hak Konstitusional SETIAP WARGA NEGARA INDONESIA. dalam. Rumpun

SAMBUTAN MENTERI AGAMA

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG

WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN WARGA NEGARA, PENDUDUK, DAN BUKAN PENDUDUK

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk menjaga keharmonisan umat beragama. Berdasarkan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BAHAN TAYANG MODUL 9

RUU KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Naskah Sekretariat DPR RI) Dr. Rudi Subiyantoro, M.Pd PUSAT KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KEMENTERIAN AGAMA RI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG FORUM PENGUATAN PENDIDIKAN KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Hak dan Kewajiban Warga Negara

NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN LEMBAGA KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TANYA JAWAB BAB I KETENTUAN UMUM

(Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia)

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KELEMBAGAAN MASYARAKAT ADAT LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 Tahun 2011 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab V KESIMPULAN Kesimpulan. Pasal 29 UUD 1945 Tentang Kebebasan Beragama. Pasal 28E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P R O G R A M K E R J A P R O P I N S I J A W A T I M U R TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

11MKCU. PENDIDIKAN PANCASILA Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara. .Drs. Sugeng Baskoro, M.M.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. A. Penyebab Terjadinya Konflik Pendirian Rumah Ibadah. pendirian rumah ibadat yang tidak memenuhi syarat.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12TAHUN 2006 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

Transkripsi:

BAB II KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA A. Kebebasan Beragama Dalam Perundang-Undangan di Indonesia Indonesia adalah Negara Pancasila yang pada sila pertama dari Pancasila tersebut adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam bahasa yang lebih sederhana bahwa setiap warga Negara Indonesia adalah orang yang beragama. Begitu pentingnya posisi agama di Indonesia, sehingga orang yang tidak beragama (atheis) tidak berhak menjadi warga negara Indonesia. Arti penting agama tersebut didukung dengan perhatian pemerintah yang besar terhadap agama dan pemeluk agama. Dalam pasal 29 UUD 1945 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa : (1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Kedua ayat di atas tidak hanya dipahami sebagai perlindungan Negara kepada warganya dalam hal jaminan atas kebebasan dan kemerdekaan yang seluas-luasnya atas keyakinan atau agama setiap warga, tetapi juga jaminan penuh kepada setiap warga untuk beribadah sesuai keyakinan dan kepercayaan agama yang dipeluknya. Dalam Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Umat beragama dijelaskan bahwa kedua ayat tersebut di atas menegaskan bahwa Negara dan agama sangat erat hubungannya baik secara konstitusional, kutural, structural maupun secara fungsional, dan keduanya diletuctural maupun secara fungsional, dan keduanya diletakkan dalam bingkai konstitusional yang jelas dan tegas, walaupun agama tidak resmi dijadikan sebagai dasar Negara. Hal ini, secara legal-konstitusional sekaligus menjelaskan bahwa Indonesia bukan Negara sekuler tetapi juga bukan negara agama. 1 Pengakuan terhadap eksistensi agama semakin diperkuat setelah amandemen UUD 1945, dimana dilakukan penambahan pasal-pasal tentang kebebasan beragama terutama dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM), pasal-pasal tersebut yaitu : 1 Tim Penyusun Puslitbang kehidupan Beragama, Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang- Undangan Kerukunan Umat beragama, Edisi kesebelas, Jakarta : Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Beragama, 2009, hal. 17

Pasal 28E ayat (1), (2) dan (3) yang berbunyi : (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempta tinggal di wilayah Negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28 I ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) yang berbunyi : (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, hak untuk tidak atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. (2) Setiap orang berhak bebas dari pelakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif. (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara. (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 28 E dan 28 I yang dikemukakan di atas adalah pasal-pasal yang membentarikan jaminan lebih jelas tentang kebebasan beragama di Indonesia. Adanya pengaturan tentang kebebasan beragama dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia menurut Tim Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Umat beragama adalah merupakan sebuah langkah maju bagi upaya perlindungan Negara atas hak-hak sipil di Indonesia. 2 2 Tim Penyusun Puslitbang kehidupan Beragama, Kompilasi Kebijakan dan Peraturan Perundang- Undangan Kerukunan, 2009, hal. 19

Namun kebebasan beragama di Indonesia bukanlah kebebasan tanpa batas, kebebasan tersebut dibatasi oleh penghormatan terhadap orang lain dalam tertib hidup bermasyarakat bebangsa dan bernegara, sebagaimana dijelaskan pada pasal 28 J ayat (1) dan (2) yang berbunyi : (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tetib hukum bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (2) (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin. B. Kerukunan dan Toleransi Dalam Pluralitas Agama Pluralitas adalah sebuah kata yang sangat erat hubungannya dengan Negara Indonesia, keragaman budaya, suku, bahasa dan agama adalah sebuah kenyataan yang sedari dulu sebelum Indonesia merdeka sudah terwujud, sekarang kesadaran akan pluralitas tersebut semakin kuat dan diyakini sebagai kekayaan sekaligus kekuatan untuk membangun Indonesia ke depan. Dalam konteks pluralitas agama yang ada di Indonesia khususnya, isu yang tidak bisa dipisahkan dari pluralitas tersebut adalah isu kerukunan dan toleransi. Dua buah kata yang tidak bisa dipisahkan dari keadaan plural ini menjadi sangat penting untuk diketengahkan, karena dalam masyarakat yang plural jika tidak rukun dan tidak ada toleransi maka pembangunan tidak akan berjalan dan tatanan masyarakat menjadi rusak 1. Pengertian Rukun Secara bahasa berasal dari Bahasa Arab ruknun yang artinya tiang, dasar, sila. Jamaknya arkaan artinya bangunan sederhana yang terdiri dari berbagai unsure. Dari kata arkaan diperoleh pengertian bahwa kerukunan merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari berbagai unsure yang berlainan dan setiap unsur tersebut saling menguatkan. Kesatuan tidak terwujud jika ada di antara unsur tersebut yang tidak

berfungsi. 3 Dalam pengertian sehari-hari rukun dan kerukunan adalah damai dan perdamaian. Dengan kerukunan dimaksudkan agar terbina dan terpelihara hubungan baik dalam pergaulan antara warga yang berlainan agama. Urgensi kerukunan adalah untuk mewujudkan kesatuan pandangan yang membutuhkan kesatuan sikap, guna melahirkan kesatuan perbuatan dan tindakan. Dengan kerukunan umat beragama, masyarakat menyadari bahwa Negara adalah milik bersama dan menjadi tanggungjawab bersama umat beragama. 4 Jadi kerukunan umat beragama adalah sebuah sikap tanggungjawab sebagai pemeluk agama yang dilandasi oleh ketaatan kepada ajaran agama yang dianutnya. Dalam kerukunan antar umat beragama diperlukan beberapa unsur sebagai penunjang utama terciptanya kerukunan, unsur-unsur tersebut yaitu : - Adanya beberapa subjek sebagai unsur utama Rukun dan kerukunan adalah hasil suatu interaksi antara dua orang atau lebih. Setiap pihak yang terlibat dalam mewujudkan kerukunan adalah unsure utama, dalam hal ini setiap golongan umat beragama adalah unsur utama yang berperan menciptakan kerukunan dan setiap golongan umat beragama memiliki posisi dan peran yang sama. - Tiap subjek berpegang kepada agama masing-masing Untuk menciptakan kerukunan yang sesungguhnya dan untuk menciptakan situasi komunikasi yang positif antar pemeluk agama, setiap pemeluk agama tidak dituntut untuk melepaskan keyakinannya, tetapi kerukunan justru akan terwujud jika setiap pemeluk agama tetap konsisten berpegang dan menjalankan agamanya. - Setiap subjek adalah sebagai patner Kerukunan meminta kesediaan setiap subjek saling menyatakan diri sebagai patner antara satu dengan yang lain. Yang dimaksud dengan menyatakan diri di sini bahwa setiap subjek dengan segala keberadaannya saling menghormati, menghargai dan tidak saling menekan untuk kepentingan kelompok tertentu 3 Sebagaimana dikutip Said Agil Munawwar dalam Munawar Khalil, Kamus Bahasa Arab-indonesia, dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1988. Lihat Said Agil Husin Al Munawwar dan Abdul Halim (ed.), Fikih Hubungan Antar Agama, Jakarta : PT Ciputat Press, 2005, hal. 4 4 Said Agil Husin Al Munawwar dan Abdul Halim (ed.), Fikih Hubungan Antar.., Hal. 5-6

2. Pengertian Toleransi Istilah toleransi berasal dari Bahasa Inggris tolerance yang artinya sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan. Dalam Bahasa Arab tasamuh yang berarti saling mengizinkan, saling memudahkan. 5 Toleransi Agama adalah perwujudan sikap keberagamaan pemeluk agama dalam pergaulan hidup antara orang yang tidak seagama dalam masalah-masalah kemasyarakatan. Toleransi agama juga mempunyai makna pengakuan adanya kebebasan setiap warga untuk memeluk agama yang menjadi keyakinannya dan kebebasan untuk menjalankan ibadatnya. Realisasi toleransi antar umat beragama dalam bentuk : Setiap penganut agama mengakui eksistensi agama-agama lain dan menghormati hak asasi penganutnya Setiap golongan umat beragama menampakkan sikap saling mengerti,menghormati dan menghargai. Toleransi tidak pernah tercermin jika kerukunan belum terwujud, dalam bahasa yang lain tanpa kerukunan toleransi tidak akan pernah ada. Dalam konteks Indonesia, toleransi yang dituju adalah toleransi yang dinamis dan aktif, yaitu toleransi yang melahirkan kerjasama untuk tujuan bersama, bukan toleransi statis yang pasif yang hanya muncul dalam bentuk wacana teoretis dan tidak menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama berpangkal dari penghayatan terhadap ajaran agama masing-masing. Perwujudan sikap toleransi tersebut dapat direalisasikan dengan cara : 1) Setiap penganut agama mengakui eksistensi agama-agama lain dan menghormati segala hak asasinya, 2) Dalam pergaulan bermasyarakat, setiap golongan umat beragama menampakkan sikap saling mengerti, menghormati dan menghargai. 5 Said Agil Husin Al Munawwar dan Abdul Halim (ed.), Fikih Hubungan Antar., Hal 3

C. FKUB dan Kerukunan Beragama Dalam upaya menciptakan kehidupan umat beragama yang rukun dan damai, saling menghormati dan saling toleransi, maka pemerintah dalam hal ini Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Bersama Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006. Di dalam Peraturan Bersama itu yakni pada Bab II pasal 2,3, dan 4, ditegaskan bahwa terciptanya kerukunan umat beragama merupakan tugas dan kewajiban bersama umat beragama dan pemerintah. Terkait dengan pemerintah, maka di daerah provinsi tugas dan tanggung jawab berada di tangan gubernur dibantu oleh kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama provinsi, sementara di daeah kabupaten dan kota tugas dan tanggung jawab berada di tangan bupati dan walikota dibantu oleh kepala kementerian Agama kabupaten/ kota.baik gubernur, maupun bupati atau walikota mempunyai tugas pokok yang sama untuk menciptakan kerukunan umat beragama di provinsi dan kabupaten /kota. Diantara tugas dan kewajiban kepala daerah tersebut sebagaimana ditegaskan pada pasal 5 dan 6 Peraturan Bersama tersebut adalah : a. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama. b. Mengoordinasikan kegiatan instansi vertical dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama; c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian,saling menghormati dan saling percaya di antara umat beragama. Dalam rangka melaksanaan tugas sebagaimana diatur dalam peraturan bersama tersebut, maka kemudian diperlukan adanya suatu forum yang membina dan menangani secara langsung masalah kerukunan umat beragama ini. Forum dimaksud adalah Forum Kerukunan Umat Beragama atau lebih dikenal dengan singkatan FKUB. Forum ini dibentuk di provinsi dan juga kabupaten /kota. Pembentukan forum ini dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah. Berdasarkan pasal 9 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri diuraikan tugas FKUB yaitu : Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat; Menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;

Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur, bupati/walikota; Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan emberdayaan masyarakat. Keanggotaan FKUB terdiri dari pemuka-pemuka agama setempat. Untuk FKUB provinsi jumlah anggotanya 21 orang dan untuk kabupaten/kota jumlah anggotanya sebanyak 17orang. FKUB dipimpin oleh satu orang ketua, dibantu dua wakil ketua, satu orang sekretaris, dan satu orang wakil sekretaris. Mereka dipilih secara musyawarah oleh anggota. Selain adanya kepengurusan dan sejumlah anggota tersebut, untuk lebih memberdayakan FKUB, dibentuk pula Dewan Penasehat FKUB baik di provinsi maupun di kabupaten. Dewan penasehat di provinsi diiketuai oleh wakil gubernur, kepala kantor wilayah kemnterian agama sebagai wakilnya, kepala badan kesatuan bangsa dan politik sebagai sekretaris, dibantu para anggota yang diambil dari pimpinan instansi terkait. Sementara di kabupaten/kota, maka ketuanya adalah wakil bupati, dan wakilnya kepala kantor kementerian agama kabupaten/kota. Adapun tugas Dewan Penasehat FKUB tersebut adalah : a. Membantu kepada daerah dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama ; b. Memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan hubungan antar sesama instansi pemerintah di daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama. Itulah sekilas tentang FKUB sebagai sebuah forum yang dibentuk untuk membangun, memelihara dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan. Dengan terbentuknya FKUB tersebut diharapkan suasana kehidupan beragama akan semakin kondusif, yakni semakin terbina sikap saling menghargai, saling menghormati, saling pengertian, dan saling toleransi antara sesama penganut intern

sebuah agama, dan antar pemeluk berbagai agama. Dengan demikian akan terwujudlah suatu kerukunan umat beragama. Salah satu program kerja dan sekaligus sebagai kegiatan FKUB Provinsi Kalimantan Selatan adalah membentuk Desa Binaan. Untuk provinsi Kalimantan Selatan dibentuk lima desa binaan, salah satunya adalah di desa Tajau Pecah Kecamatan Batu Ampar kabupaten Tanah Laut. Pembentukan Desa Binaan ini disahkan dengan Surat Keputusan FKUB Kalimntan Selatan nomor 23/FKUB-KS/IX/2012. Tidak semua desa bisa dijadikan desa binaan, karena untuk menjadi desa binaan harus memiliki kriteria khusus, kriteria atau standar nya adalah : - Memiliki minimal 3 (tiga) ragam umat beragama dan ragam suku bangsa Indonesia yang majemuk - Memiliki minimal 2 (dua) kegiatan masyarakat yang menjadi sumber penghasilan masyarakat - Dimungkinkan tersedia fasilitas rembug desa atau balai adat dan semacamnya. - Memiliki prospek percontohan kerukunan dilihat dari potensi spritualitas dan infra struktur desa /kampung dimaksud - Akan ada mitra kerja FKUB Provinsi Kal-Sel yang bersedia dalam mendampingi dalam kegiatan sehari-hari selanjutnya sebagai kontak forum - Pemerintah Daerah mendukung adanya Desa Binaan Kerukuanan ini dalam bentuk APBD/ Bantuan pendanaan lembaga terkait. 6 Adapun visi dan misi dibentuknya desa binaan ini tidak terlepas dari usaha menciptakan kerukunan, visi dan misi tersebut yaitu : Visi : Desa Binaan Kerukunan menjadi contoh prektek hidup warga masyarakat umat beragama di suatu kampung atau desa yang dapat bekerjasama sebagai sesame warga masyarakat yang rukun, damai, komunikatif dan toleran antar umat beragama dalam hidup bermasyarakay berdasar 4 Pilar Negara 7 6 FKUB Provinsi Kalimantan Selatan, Drs. H. Bahran Noor Haira (Koordinator Program Desa Binaan/Wakil Ketua FKUB Kalimantan Selatan, Pedoman Desa Binaan Kerukunan Umat Beragama, Banjarmasin, 11 Mei 2012 7 FKUB Provinsi Kalimantan Selatan, Drs. H. Bahran Noor Haira (Koordinator Program Desa Binaan/Wakil Ketua FKUB Kalimantan Selatan, Pedoman Desa.

Misi : - Melakukan pertemuan rutin silaturrahmi pemuka agama dan pemuka masyarakat/ Adat di desa mana Tuan Rumah Pengundang berdasar agama masing-masing secara bergiliran - Melakukan kegiatan aki bersama antar iman umat beragama - Melakukan kegiatan yang berkaitan dengan keprihatinan social sesuai situasi desa/ kampong setempat. - Memiliki format kegiatan kerukunan yang spesifik masing-masing desa/ kampong yang diandalkan. 8 8 FKUB Provinsi Kalimantan Selatan, Drs. H. Bahran Noor Haira (Koordinator Program Desa Binaan/Wakil Ketua FKUB Kalimantan Selatan, Pedoman Desa