MODAL SOSIAL DAN BUDAYA BAGI PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN PERSEKOLAHAN (PENGGALIAN TEMA-TEMA PENELITIAN DISERTASI S3 ILMU PENDIDIKAN)

dokumen-dokumen yang mirip
KEMITRAAN SEKOLAH. Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afektif, maupun psikomotorik. Kenyataannya pendidikan yang dilakukan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. lawan jenis, menikmati hiburan di tempat-tempat spesial dan narkoba menjadi

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia anak-anak merupakan usia yang sangat penting dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. pribadi dalam menciptakan budaya sekolah yang penuh makna. Undangundang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan lembaga pendidikan formal yang bertugas

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA). Untuk memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 1 Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Pengalaman-pengalaman yang didapat anak pada masa ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dan teknologi serta mampu bersaing pada era global ini.

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung tinggi nilai nilai kesopanan, sehingga dikenal sebagai bangsa yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan naturalistik yang

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

Benarkah Ujian Nasional Dapat Memengaruhi Peningkatan Mutu Pendidikan dan Etos Kerja?

PEMBINAAN KARAKTER KEWARGANEGARAAN MELALUI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

LEADER CLASS SEBAGAI PENDIDIKAN PEMBENTUK GENERASI TANGGUH PEMBANGUN BANGSA Oleh : Rifa Atun Mahmudah

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat besar dalam sistem pendidikan. Oleh karena itu, disinilah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemakaian seragam sekolah terhadap siswa di dalam suatu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. Untuk tercapainya tujuan nasional tersebut harus ada perhatian dari. pemerintah dan masyarakat yang sungguh-sungguh.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dan mengandung sangsi terhadap pelanggarnya. 1

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman didunia pendidikan yang terus berubah secara signifikan

URAIAN TUGAS POKOK PADA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN GIANYAR

FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN NASIONAL 1 Paul Suparno

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

ETIKA DAN MORAL dalam Pembelajaran

MODEL LEADER CLASS SMA MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI KABUPATEN CILACAP. Oleh : Duki Iskandar

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berkreasi, semakin dirasakan urgensinya. Otonomi dibidang

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

VISI Menjadi Lembaga Pendidikan Islam Terkemuka di Indonesia dalam rangka mewujudkan Generasi Beriman dan Berilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah peradaban manusia terlihat jelas bahwa kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dapat diartikan secara umum sebagai usaha proses pembentukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kepribadiaannya sesuai dengan nilai - nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. lama dicanangkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

BAB I PENDAHULUAN. sekolah yang berada di daerah pinggiran kota Purworejo, tepatnya di sebelah

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan akhlak mulia adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pokok dalam memajukan suatu bangsa khususnya generasi muda untuk

Irfani ISSN E ISSN Volume 12 Nomor 1 Juni 2016 Halaman 1-8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia mengahadapi tantangan pembangunan yang luar biasa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

KOMPETENSI GURU 1. Kompetensi Profesional 2. Kompetensi Kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pengolahan data, pembahasan hasil penelitian yang telah

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai tujuan akhir dari proses pendidikan. dan ilmu pengetahuan yang mereka miliki sangatlah minim sekali.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003

I. PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat membawa perubahan ke arah lebih baik. Pendidikan di Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan tamatan atau lulusan sebagai sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. penghasilan sebanyak-banyaknya dengan melakukan usaha sekecil-kecilnya. Para

BAB I PENDAHULUAN. modern, makmur dan sejahtera adalah bangsa-bangsa yang memiliki sistem dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sekolah didirikan untuk mengembang tugas mewujudkan inspirasiinspirasi

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

USIA MENJELANG REMAJA MERUPAKAN MASA TRANSISI YANG KRUSIAL

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

PENDAHULUAN. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mathla ul Anwar merupakan salah satu. Madrasah Swasta yang di selenggarakan oleh Perguruan Mathla ul Anwar Kota

BAB I PENDAHULUAN. penyebab gagalnya penanaman nilai dan moral pada siswa dan generasi. muda pada umumnya. Menurunnya moralitas, pejabat yang korup,

BAB I PENDAHULUAN. manusianya. Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari kualitas

Transkripsi:

MODAL SOSIAL DAN BUDAYA BAGI PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN PERSEKOLAHAN (PENGGALIAN TEMA-TEMA PENELITIAN DISERTASI S3 ILMU PENDIDIKAN) Disampaikan pada Graduate Student Seminar Minggu, 17 Oktober 2010 Di Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Oleh: Sodiq A. Kuntoro 1. Problem Peningkatan Kualitas Sekolah Selama ini sudah banyak program-program nasional yang dikaitkan dengan peningkatan kualitas pendidikan persekolahan, misalnya program perbaikan kurikulum, yang terkenal dengan kurikulum berbasis kompetensi, program perbaikan manajemen pendidikan, yang memperkenalkan manajemen berbasis sekolah (MBS); program peningkatan SDM (tenaga pendidik) yang meningkatkan empat kompetensi dasar tenaga pendidikan profesional, program peningkatan kualifikasi pendidikan profesional yang secara umum semua tenaga pendidik dari TK, SD, SMP, SMA dituntut untuk memiliki kualifikasi pendidikan tamat program pendidikan S1, program pengembangan sekolah unggulan dan sekolah bertaraf internasional yang memperkenalkan pelaksanaan pendidikan yang berkualitas dan diakui secara internasional, sehingga lulusannya memperoleh kesempatan besar untuk meneruskan belajar atau bekerja di luar negeri. Permasalahannya adalah usaha-usaha yang telah banyak dilakukan seperti di atas masih menimbulkan tanda tanya akan keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan sekolah pada saat ini. Pertanyaan seperti apakah kualitas pendidikan sekolah kita sudah baik? Atau apakah kualitas proses pendidikan atau kehidupan sekolah kita mengalami peningkatan menjadi lebih baik? Atau apakah lulusan sekolah kita memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia yang kerja yang cepat berubah oleh karena cepatnya perubahan di masyarakat, adalah masih menjadi pertanyaan yang merisaukan bagi para ahli atau pemerhati pendidikan atau warga masyarakat kebanyakan. Jawaban pertanyaan semacam ini memang tidak mudah untuk disampaikan, karena tentu membutuhkan bukti-bukti empirik yang harus dapat diterima atau memuaskan bagi 1

semua pihak, dan mungkin membutuhkan interpretasi baru data yang dihasilkan dari kegiatan penelitian. Pertanyaan di atas lebih dimaksudkan untuk mendorong kita semua berpikir lebih luas dan mendalam tentang realitas pendidikan persekolahan kita yang masih jauh dari kondisi yang diharapkan. Secara umum orang tua atau warga masyarakat mengharapkan anak dan pemuda yang mengikuti pendidikan di lembaga ini berkembang menjadi manusia atau warga negara yang baik dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk kemajuan. Sementara dalam realitas kehidupan masih banyaknya tindak perilaku yang tidak bermoral baik yang dilakukan oleh anak, pemuda, bahkan orang dewasa adalah menjadikan munculnya pertanyaan tentang kualitas pendidikan sekitar kita. Ditambah dengan masih banyak jumlah tamatan sekolah yang belum mendapat pekerjaan dan kehidupan ekonomi yang sulit bergerak mencapai kemajuan mendorong pertanyaan apakah pendidikan sekolah kita belum dapat berperan dengan baik dalam membekali ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap, moralitas anak dan pemuda. Banyak analisis para ahli yang ditujukan pada lembaga pendidikan kita yang selama ini lebih mengutamakan pembaharuan pendidikan sekolah pada peningkatan pengetahuan teknikal, dan penyediaan peralatan teknologi modern dalam kegiatan belajar, tetapi secara fundamental kurang memperhatikan peningkatan kualitas sekolah melalui penggunaan modal sosial dan budaya dari masyarakatnya. Seolah-olah perkembangan kualitas pendidikan sekolah kita berkembang secara teknikal, tetapi tidak didukung oleh basis fondasi yang kuat akan nilai-nilai sosial budaya yang sudah lama menjadi kekayaan masyarakat kita. Pendidikan sekolah kita kurang memperhatikan pada kekuatan sosial dan budaya untuk digunakan bagi perbaikan kehidupan sekolah karena penekanan perbaikan sekolah pada peningkatan pengetahuan teknikal dan pengembangan peralatan teknologi modern, sehingga kehidupan sekolah sebagai proses interaksi manusiawi di antara siswa, guru, kepala sekolah, karyawan kurang berkembang dan kurang memperoleh perhatian. Sebenarnya setiap upaya membangun sekolah yang baik adalah sama dengan upaya membangun masyarakat yang baik, karena sekolah adalah suatu tempat yang disengaja dibangun untuk menjadi tempat yang baik bagi pendidikan atau belajar generasi anak dan pemuda dari suatu masyarakat. 2

Plato menyatakan : Kehidupan yang baik hanya dapat terjadi dalam masyarakat yang baik. Ini berarti apabila masyarakatnya rusak maka kehidupan manusianya juga mengalami kerusakan, Begitu juga dapat dikatakan terkait dengan sekolah sebagai tempat pendidikan dan belajar adalah kehidupan anak dan pemuda yang baik dalam sekolah hanya dapat terjadi dalam sekolah yang baik. Persoalannya adalah sekolah adalah masyarakat kecil yang seolah-olah menjadi tempat ideal di mana anak dan pemuda oleh orang tuanya dipercayakan untuk memperoleh asuhan dan pendidikan dari guru dan pengasuh lain. Guru memikul tanggung jawab in loco parentis sebagai pengganti orang tua yang dipercayai untuk mendidik anak. Hanya sekolah yang baik yang dapat mengembangkan kehidupan anak dan pemuda yang baik. Kehidupan yang baik menurut pandangan kefilsafatan adalah apabila masyarakat itu menghargai pada nilai-nilai kebaikan (goodness), kebenaran (truth), dan keindahan (beauty). Begitu juga kehidupan sekolah yang baik adalah apabila sekolah itu menghargai dan melaksanakan nilai kebaikan, kebenaran, dan keindahan secara ideal sekolah yang baik dituntut untuk dapat mengembangkan tiga aspek kehidupan diatas kebaikan, kebenaran, dan keindahan secara harmonis agar dapat membangun kehidupan anak dan pemuda yang baik. Sekolah yang terlalu mengejar capaian prestasi pengetahuan untuk dapat dikatakan sebagai sekolah yang berhasil, dengan melalui keberhasilan prestasi ujian nasional mungkin tidak dapat dikatakan salah sama sekali karena adanya tuntutan orang tua dan masyarakat. Akan tetapi sebagai ahli pendidikan seharusnya tidak berpikir sekedar berpikir praktis, jangka pendek dan parsial, namun dibutuhkan pemikiran pendidikan yang berdimensi normatif untuk mencapai atau mewujudkan nilai ideal dan apa yang seharusnya bagi kehidupan individu dan sosial. Pencapaian prestasi keilmuan yang tinggi tanpa dilandasi kekuatan nilai kebaikan (moral) akan menghasilkan tamatan sekolah yang mudah terbawa pada tindakan tidak bermoral yang dapat merusak kehidupan di masyarakat. Secara umum orang tua, para ahli, para kyai, pendeta lebih mengutamakan peran lembaga pendidikan (sekolah, madrasah, pesantren, wihara dll), untuk menanamkan kekuatan nilai kebaikan pada diri para siswa, seolah-olah meletakkan tugas pengembangan ilmu pengetahuan menjadi penting kedua, bukan pertama. Sementara lembaga pendidikan sekolah kita walaupun dalam undang-undang pendidikan ditekankan tugas membangun moralitas (keimanan 3

dan ketaqwaan) diletakkan pada nomor satu, tetapi dalam operasionalnya lebih tergeser menjadi tugas nomor dua. Dimensi ketiga dari kehidupan yang baik adalah penghargaan pada nilai keindahan, di samping penghargaan terhadap nilai kebaikan dan kebenaran. Trilogi kehidupan yang baik yaitu penghargaan pada kebaikan, kebenaran, dan keindahan seharusnya juga menjadi perhatian bagi pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan sekolah kita. Secara umum para ahli dan pendidik sekarang ini sering mengatakan dwilogi (dua ajaran) saja yang menjadi tugas pendidikan sekolah yaitu menjadikan manusia baik (warga negara baik) dan manusia cerdas (warganegara cerdas); seolah-olah warga negara indah tidak ditampakkan secara eksplisit mungkin karena sifat yang subyektif sekali dari keindahan. Sebenarnya kehidupan yang indah tetap dibutuhkan atau tidak hilang, akan tetapi sering dilihat menjadi satu atau menyatu dengan nilai kebaikan. Ini berarti bahwa sesuatu perilaku atau tindakan yang baik selalu mengandung nilai keindahan, sedang perilaku atau tindakan yang menghancurkan atau jahat mengandung nilai tidak indah (jelek). Dapat dikatakan manusia yang berbuat baik seperti tindakan menolong mereka yang terkena bencana alam misalnya adalah suatu perbuatan yang indah, sementara manusia yang berbuat kerusakan dalam kehidupan adalah tindakan yang tidak indah (jelek). Nilai kebaikan dan keindahan yang seharusnya ditanamkan pada peserta didik oleh lembaga pendidikan sekolah, lebih dapat dikembangkan atau ditanamkan lewat kehidupan sosial dan budaya sekolah. Oleh karena itu pengembangan kualitas sekolah sebenarnya tidak dapat dilakukan apabila sekedar menekankan pada peningkatan pengetahuan teknikal dan penyediaan peralatan belajar dengan teknologi modern, dengan melupakan pada perbaikan fondasi kehidupan sosial budaya sekolah. Kehidupan sosial budaya sekolah seharusnya dikembangkan lebih utama, bagi penyediaan tempat yang baik bagi anak dan pemuda untuk memperoleh pendidikan dan belajar dalam rangka mewujudkan manusia yang baik dan cerdas. 2. Modal Sosial dan Budaya Menurut pengamatan penulis, Jepang dapat dijadikan contoh bagaimana sekolah dikembangkan dengan menggunakan modal sosial dan budaya. Di sekolah-sekolah Jepang penanaman nilai sosial-budaya yang dihargai oleh masyarakatnya, secara 4

sungguh-sungguh dan terencana dikembangkan di dalam program-program pendidikan. Nilai-nilai karakter seperti jujur, hemat, bersih, kerja keras ditanamkan pada para siswa, dan dikembangkan serta dipraktikkan dalam kehidupan sekolah. Guru, murid, karyawan, dan orang tua berpartisipasi dalam menanamkan nilai karakter tersebut lewat bermacam-macam program yang dilaksanakan di sekolah seperti menjaga kebersihan sekolah dan lingkungan, kedisiplinan untuk kehadiran dan belajar di sekolah, berpakaian seragam yang tidak membedakan, perilaku yang baik dengan menyayangi dan menghormati teman, menghargai dan menghormati guru, berbicara yang pelan, sopan, dan jelas bukan berbicara dengan berteriak-teriak seperti di tempat luas yang jauh, yang dapat mengganggu orang lain. Nilai kebaikan dan keindahan yang ditanamkan di sekolah, juga diikuti dan dilaksanakan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan tempat kerja, sehingga dapat dilakukan secara integrative. Kehidupan sosial budaya dalam lembaga pendidikan sekolah Jepang lebih tampak, menjadi kekuatan yang menonjol dikembangkan untuk mencapai perbaikan kualitas sekolah, dibanding pengembangan ilmu pengetahuan teknikal dan peralatan teknologi walaupun tetap diperhatikan. Masyarakat Jepang mungkin dapat dikatakan lebih mengutamakan modal sosial dan budaya untuk mencapai kemajuan bangsanya. Pendidikan untuk membangun kehidupan sosial-budaya yang baik adalah menjadi tujuan utama pendidikan di Jepang. Undang-undang dasar pendidikan Jepang menetapkan bahwa tujuan pendidikan adalah penyempurnaan karakter individu tanpa menyebut sesuatu tentang aspek praktis dari pendidikan seperti pengetahuan dan keterampilan. Pandangan umum masyarakat Jepang terhadap tujuan pendidikan adalah untuk pengembangan karakter individu untuk membangun kehidupan yang baik. Masyarakat Jepang seolah-olah lebih mengutamakan kebaikan (kehidupan baik) daripada sekedar kemajuan material ekonomi. Masyarakat Jepang memiliki penghargaan tinggi terhadap aktivitas belajar untuk tujuan pengembangan intelektual dan karakter, dan seolah-olah kurang mengaitkan dengan aspek praktis untuk pencapaian kehidupan material. Walaupun demikian dengan kekuatan modal sosial dan budaya dalam membangun kehidupan yang baik, masyarakat Jepang juga dapat mencapai kemajuan ekonomi. Penggunaan kekuatan sosial dan budaya oleh masyarakat Jepang untuk membangun kehidupan yang baik, di sekolah, keluarga, masyarakat, dan tempat kerja 5

dapat dilihat, dampaknya yaitu perilaku keteraturan, kejujuran, bersih, dan disiplin dalam kehidupan publik seperti di jalan-jalan, di dalam kereta api, taman-taman rekreasi, dll. Uraian di atas adalah sebagai ilustrasi bagaimana pentingnya penggunaan modal sosial dan budaya bagi peningkatan kehidupan yang baik di sekolah, masyarakat, keluarga, atau tempat kerja. Oleh karena bagi para mahasiswa S-3 Ilmu Pendidikan perlu mengembangkan pemikiran ini untuk tujuan pengembangan studi dan penelitiannya. 6

MODAL SOSIAL DAN BUDAYA BAGI PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN PERSEKOLAHAN Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro Disampaikan Sebagai Pengantar pada Graduate Student Seminar Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Program Doktor Ilmu Pendidikan PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 17 Oktober 2010 7