PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BUNGO TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG HARI TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

~ 53 ~ PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup Jelas. Pasal 2 Cukup Jelas. Pasal 3 Cukup Jelas

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan.

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2015

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

BUPATI SAROLANGUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAROLANGUN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MESUJI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MESUJI TAHUN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI TAHUN

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GRESIK TAHUN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MERANGIN TAHUN

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SURABAYA TAHUN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 5 RTRW KABUPATEN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

Transkripsi:

1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013 2033 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang, memerlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif, agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa untuk mengarahkan pembangunan yang memanfaatkan ruang wilayah secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna dan berbudaya serta berkelanjutan, dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan serta memelihara ketahanan nasional, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bungo; c. bahwa dalam rangka mewujudkan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Bungo dan keterpaduan pembangunan antar sektor, maka Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten merupakan arahan dalam pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu yang dilaksanakan secara bersama oleh Pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bungo Tahun 2013-2033. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua; 2.Undang-Undang... 2

2 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko dan Daerah Tingkat II Tanjung Jabung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2755); 3. Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890), sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3969); 4. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234); 7.Peraturan... 3

3 7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); dan 10. Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 10 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2013-2033. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BUNGO dan BUPATI BUNGO MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013-2033 BAB I K E T E N T U A N U M U M Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Kabupaten adalah Kabupaten Bungo dalam wilayah Provinsi Jambi. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Kabupaten Bungo. 3. Bupati adalah Bupati Bungo. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. 6.Wilayah... 4

4 6. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. 7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 8. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 9. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang mengatur rencana struktur dan pola tata ruang wilayah Kabupaten. 10. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 11. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. 12. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. 13. Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten adalah tujuan yang ditetapkan pemerintah daerah kabupaten yang merupakan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang kabupaten pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. 14. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten adalah pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah kabupaten dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun. 15. Strategi penataan ruang wilayah kabupaten adalah penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang Iebih nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah kabupaten. 16. Struktur ruang adalah susunana pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkhis memiliki hubungan fungsional. 17. Rencana sistem perkotaan di wilayah kabupaten adalah rencana susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hirarkhis pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten. 18. Rencana sistem perdesaan dalam wilayah pelayanannya adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 19. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. 20. Pusat Kegiatan Nasional promosi yang selanjutnya disebut PKNp adalah kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk kemudian hari ditetapkan sebagai PKN. 21.Pusat... 5

5 21. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. 22. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. 23. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. 24. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten adalah rencana jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala kabupaten. 25. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 26. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hirarkhis. 27. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTET adalah saluran udara yag mendistribusikan energi listrik dengan tegangan 500 Kv yang mendistribusikan dari pusat-pusat pembangkit yang jaraknya jauh menuju pusat-pusat beban sehingga energi listrik bisa disalurkan dengan efisien. 28. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT adalah saluran udara yag mendistribusikan energi listrik dengan tegangan 150 Kv yang mendistribusikan dari pusat-pusat beban menuju gardu-gardu listrik. 29. Saluran Udara Tegangan Menengah yang selanjutnya disingkat SUTM adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang (penghantar) di udara bertegangan di atas 1 KV sampai dengan 35 KV sesuai standar di bidang kelistrikan. 30. Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak langsung. 31. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu) kilometer persegi. 32. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 33.Daerah... 6

6 33. Daerah Irigasi yang selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi. 34. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. 35. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. 36. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. 37. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. 38. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 39. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. 40. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. 41. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. 42. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 43. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. 44. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam di darat ataupun di laut, dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam 45. Cagar budaya adalah kegiatan untuk menjaga atau melakukan konservasi terhadap benda-benda alam atau buatan manusia yang dianggap memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. 46. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui membangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. 47. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. 48.Kawasan... 7

7 48. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. 49. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan budidaya yang dialokasikan dan memenuhi kriteria untuk budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan. 50. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. 51. Kawasan perikanan adalah kawasan budidaya perikanan yang ditetapkan dengan kriteria wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan, budidaya perikanan, industry pengolahan hasil perikanan, dan tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup. 52. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya. 53. Wilayah pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. 54. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 55. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin Usaha Kawasan Industri. 56. Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang didominasi oleh fungsi kepariwisataan, mencakup sebagian areal dalam kawasan lindung atau kawasan budidaya yang lain yang di dalamnya terdapat konsentrasi daya tarik dan fasilitas penunjang pariwisata. 57. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 58. Kawasan pertahanan keamanan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional, yang diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan. 59. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan. 60.Kawasan... 8

8 60. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan Negara, pertahanan dan keamanan Negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. 61. Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. 62. Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. 63. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan program berserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan kabupaten. 64. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang Kabupaten yang sesuai dengan rencana tata ruang. 65. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat atau atau disusun dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan RTRW kabupaten yang dirupakan dalam bentuk ketentuan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disisentif, serta sanksi untuk wilayah kabupaten. 66. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan umum yang mengatur persyaratan pemanfaatan ruang/penataan Kabupaten dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW Kabupaten. 67. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan. 68. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. 69. sanksi adalah perangkat untuk memberikan hukuman bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. 70. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi. 71. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang penataan ruang. 72.Masyarakat... 9

9 72. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang. 73. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 74. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, di Kabupaten Bungo dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah. Bagian Kedua Kedudukan, Peran dan Fungsi Pasal 2 RTRW Kabupaten Bungo memiliki kedudukan sebagai pedoman utama yang menjadi turunan dari RTRW Provinsi Jambi. Pasal 3 Peran RTRW Kabupaten disusun sebagai alat operasionalisasi pelaksanaan pembangunan di wilayah Kabupaten Bungo. Pasal 4 RTRW Kabupaten berfungsi untuk: a. acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); b. acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah kabupaten; c. acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah kabupaten; d. acuan lokasi investasi dalam wilayah kabupaten yang dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta; e. acuan untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah kabupaten; dan f. acuan dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah kabupaten yang meliputi penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Bagian Ketiga...10

10 Bagian Ketiga Ruang LingkupPengaturan Paragraf 1 Muatan Pasal 5 RTRW Kabupaten memuat: a. tujuan, kebijakan dan strategi; b. rencana struktur ruang; c. rencana pola ruang; d. penetapan kawasan strategis; e. pemanfaatan ruang; dan f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang. Paragraf 2 Wilayah Perencanaan Pasal 6 (1) Wilayah perencanaan Kabupaten merupakan daerah dengan batas yang ditentukan berdasarkan aspek administratif mencakup wilayah daratan, wilayah perairan dan wilayah udara, meliputi: a. Kecamatan Pasar Muara Bungo; b. Kecamatan Bungo Dani; c. Kecamatan Rimbo Tengah; d. Kecamatan Bathin III; e. Kecamatan Tanah Sepenggal; f. Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas; g. Kecamatan Tanah Tumbuh; h. Kecamatan Bathin II Pelayang; i. Kecamatan Bathin II Babeko; j. Kecamatan Muko-Muko Bathin VII; k. Kecamatan Pelepat; l. Kecamatan Pelepat Ilir; m. Kecamatan Jujuhan; n. Kecamatan Jujuhan Ilir; o. Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang; p. Kecamatan Rantau Pandan; dan q. Kecamatan Bathin III Ulu. (2) Batas-batas wilayah Kabupaten meliputi: a. sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Dharmasraya (Provinsi Sumatera Barat); b. sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Merangin; c. sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tebo; dan d. sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Dharmasyara (Provinsi Sumatera Barat). (3) Luas wilayah administrasi Kabupaten Bungo adalah 467.953 (empat ratus enam puluh tujuh ribu sembilan ratus lima puluh tiga) hektar. BAB II... 11

11 BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI Bagian Kesatu Tujuan Pasal 7 Penataan ruang Kabupaten Bungo bertujuan untuk mewujudkan Kabupaten Bungo sebagai sentra perdagangan, perkebunan dan industri dengan meningkatkan sektor jasa sebagai pendukung perkembangan Kabupaten yang berwawasan lingkungan. Bagian Kedua Kebijakan Pasal 8 (1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disusun kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten; (2) Kebijakan pengembangan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pemantapan peran dan fungsi Perkotaan Muara Bungo sebagai Pusat Kegiatan Nasional Promosi (PKNp) yang menjadi pusat orientasi pelayanan bagi Kawasan Barat Provinsi Jambi dan Pusat Pelayanan Primer Provinsi Jambi; b. peningkatan produktivitas sektor-sektor unggulan; c. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah Kabupaten; d. perwujudan dan pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup; e. pembukaan peluang investasi dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah; f. pengembangan kawasan budidaya; dan g. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan Negara. Bagian Ketiga Strategi Pasal 9 (1) Untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 disusun strategi penataan ruang wilayah Kabupaten; (2) Strategi untuk pemantapan peran dan fungsi Perkotaan Muara Bungo sebagai Pusat Kegiatan Nasional Promosi (PKNp) yang menjadi pusat orientasi pelayanan bagi Kawasan Barat Provinsi Jambi dan Pusat Pelayanan Primer Provinsi Jambi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a meliputi: a.menjaga... 12

12 a. menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya; b. meningkatkan fungsi dan peranan Perkotaan Muara Bungo sebagai Pusat Kegiatan Nasional Promosi (PKNp); dan c. mendorong kawasan perkotaan lainnya sesuai hirarkhis yang telah ditetapkan, yaitu Pusat Kegiatan Lokal (PKL), Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) dan Pusat Pelayanan Lokal (PPL). (3) Strategi peningkatan produktivitas sektor-sektor unggulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b meliputi: a. membangun, meningkatkan, dan memelihara kualitas jaringan transportasi ke seluruh wilayah kabupaten; b. mengembangkan teknologi tepat guna; c. mengembangkan dan memperluas jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik; d. menyediakan fasilitas pelayanan sosial ekonomi; dan e. mempercepat pembangunan infrastuktur di wilayah barat untuk membuka keterisoliran perdesaan-perdesaan di wilayah barat kabupaten. (4) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi dan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c meliputi: a. meningkatkan kualitas jaringan prasarana wilayah dan mewujudkan keterpaduan pelayanan sistem jaringan transportasi; b. mendorong pengembangan sistem jaringan telekomunikasi; c. meningkatkan sistem jaringan kelistrikan dengan memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan kelistrikan; dan d. meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air. (5) Strategi perwujudan dan pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d meliputi: a. menetapkan kawasan lindung di ruang darat dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi; b. mewujudkan kawasan yang berfungsi lindung untuk menunjang pembangunan berkelanjutan; c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budi daya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah; d. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mempu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; e. melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya; f. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan; g.mengendalikan... 13

13 g. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; dan h. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. (6) Strategi pembukaan peluang investasi dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e meliputi: a. mempermudah mekanisme perizinan dan birokrasi iklim usaha; b. menyediakan informasi, sarana dan prasarana penunjang investasi khususnya melalui penetapan kawasan peruntukan pertanian dan perkebunan untuk sektor unggulan dan penetapan kawasan strategis dari sudut pandang ekonomi; c. meningkatkan sistem insentif pada kawasan prioritas pembangunan; d. mengembangkan Kawasan Industri Terpadu (KIT); dan e. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan agropolitan. (7) Strategi pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f meliputi: a. menetapkan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis untuk pemanfaatan sumber daya alam secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah; b. mengembangkan kegiatan budidaya unggulan di dalam kawasan beserta prasarana secara sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan perekonomian kawasan dan wilayah sekitarnya; c. mengembangkan kegiatan budi daya untuk menunjang aspek politik, pertahanan dan keamanan, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi; d. mengembangkan dan melestarikan kawasan budi daya pertanian pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan; e. mengembangan kawasan budidaya dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi, yang dilakukan demi meningkatkan kesejahteraan penduduk tanpa menimbulkan kerusakan alam/lingkungan; f. mengembangkan potensi sumber daya alam dan kegiatan budi daya unggulan sebagai penggerak utama pengembangan wilayah; dan g. mengelola dampak negatif kegiatan budi daya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan. (8) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf g meliputi: a. mendukung penetapan kawasan pertahanan dan keamanan di Kabupaten; b. mengembangkan kawasan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; c.mengembangkan... 14

14 c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan dengan kawasan budidaya terbangun; dan d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/tni. BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 10 (1) Rencana struktur ruang meliputi: a. sistem pusat kegiatan; b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya. (2) Rencana struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 11 Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dikembangkan secara hirarkhis dan dalam bentuk pusat kegiatan, sesuai kebijakan nasional dan provinsi, potensi, dan rencana pengembangan wilayah kabupaten. Bagian Kedua Sistem Pusat Kegiatan Pasal 12 (1) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a terdiri atas: a. sistem perkotaan; dan b. sistem perdesaan. (2) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Pusat Kegiatan Nasional Promosi (PKNp); b. Pusat Kegiatan Lokal (PKL); dan c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK). (3) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL); (4) PKNp sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berada di Perkotaan Muara Bungo yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan skala regional, pusat perdagangan dan jasa skala regional, pusat pendidikan skala regional, pusat kesehatan skala regional dan pusat rekreasi, olahraga dan wisata skala regional, dan pusat peribadatan; (5) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: a.perkotaan... 15

15 a. Perkotaan Rantau Ikil yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan skala sub regional, perdagangan dan jasa skala skala sub regional, pusat kesehatan skala kabupaten, pusat pendidikan skala sub regional, pusat rekreasi, olahraga dan wisata, dan pusat peribadatan; b. Perkotaan Tuo Limbur yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan skala sub regional, perdagangan dan jasa skala sub regional, pusat kesehatan skala kabupaten, pusat pendidikan skala sub regional, pusat rekreasi, olahraga dan wisata, dan pusat peribadatan; c. Perkotaan Rantau Keloyang yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan skala lokal, pendidikan skala lokal, perdagangan dan jasa skala lokal dan kesehatan skala lokaldan pusat peribadatan; dan d. Perkotaan Embacang Gedang yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan skala sub regional, perdagangan dan jasa skala skala sub regional, pusat kesehatan skala kabupaten, pusat pendidikan skala sub regional, olahraga, dan pusat peribadatan. (6) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi: a. Perkotaan Cadika di Kecamatan Rimbo Tengah yang berfungsi sebagai pemerintahan skala kecamatan, perdagangan dan jasa skala kecamatan, pendidikan skala kecamatan, kesehatan skala kecamatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata dan peribadatan; b. Perkotaan Talang Pantai di Kecamatan Bungo Dani yang berfungsi sebagai pemerintahan skala kecamatan, perdagangan dan jasa skala kecamatan, pendidikan skala kecamatan, kesehatan skala kecamatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata dan peribadatan; c. Perkotaan Sungai Binjai di Kecamatan Bathin III yang berfungsi sebagai pemerintahan skala kecamatan, perdagangan dan jasa skala kecamatan, pendidikan skala kecamatan, kesehatan skala kecamatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata dan peribadatan; d. Perkotaan Simpang Babeko di Kecamatan Bathin II Babeko yang berfungsi sebagai pemerintahan skala kecamatan, perdagangan dan jasa skala kecamatan, pendidikan skala kecamatan, kesehatan skala kecamatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata dan peribadatan; e. Perkotaan Pasar Lubuk Landai di Kecamatan Tanah Sepenggal yang berfungsi sebagai pemerintahan skala kecamatan, perdagangan dan jasa skala kecamatan, pendidikan skala kecamatan, kesehatan skala kecamatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata dan peribadatan; f. Perkotaan Tanah Tumbuh di Kecamatan Tanah Tumbuh yang berfungsi sebagai pemerintahan skala kecamatan, perdagangan dan jasa skala kecamatan, pendidikan skala kecamatan, kesehatan skala kecamatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata dan peribadatan; g. Perkotaan Pelayang di Kecamatan Bathin II Pelayang yang berfungsi sebagai pemerintahan skala kecamatan, perdagangan dan jasa skala kecamatan, pendidikan skala kecamatan, kesehatan skala kecamatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata dan peribadatan; h.perkotaan... 16

16 h. Perkotaan Tanjung Agung di Kecamatan Muko-muko Bathin VII yang berfungsi sebagai pemerintahan skala kecamatan, perdagangan dan jasa skala kecamatan, pendidikan skala kecamatan, kesehatan skala kecamatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata dan peribadatan; i. Perkotaan Rantau Pandan di Kecamatan Rantau Pandan yang berfungsi sebagai pemerintahan skala kecamatan, perdagangan dan jasa skala kecamatan, pendidikan skala kecamatan, kesehatan skala kecamatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata dan peribadatan; dan j. Perkotaan Purwosari di Kecamatan Pelepat Ilir yang berfungsi sebagai pemerintahan skala kecamatan, perdagangan dan jasa skala kecamatan, pendidikan skala kecamatan, kesehatan skala kecamatan, pusat rekreasi, olahraga dan wisata dan peribadatan. (7) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. Perdesaan Pulau Batu di Kecamatan Jujuhan Ilir yang berfungsi sebagai pusat kegiatan pertanian; dan b. Perdesaan Muara Buat di Kecamatan Bathin III Ulu yang berfungsi sebagai pusat kegiatan pariwisata dan pertanian. Pasal 13 Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri. Bagian Ketiga Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 14 (1) Sistem jaringan prasarana utama di wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b berupa sistem jaringan transportasi terdiri atas: a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan perkeretaapian; dan c. sistem jaringan transportasi udara. (2) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. jaringan jalan; b. prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; c. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan; dan d. jaringan angkutan sungai. (3) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. jalur kereta api umum; b. jalur kereta api khusus; dan c. prasarana perkeretaapian. (4) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. tatanan kebandarudaraan; dan b. ruang udara untuk penerbangan. Paragraf 1... 17

17 Paragraf 1 Sistem Jaringan Transportasi darat Pasal 15 (1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. jalan arteri primer; b. jalan kolektor primer 1; c. jalan kolektor primer 2; dan d. jalan lokal primer. (2) Jalan arteri primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Jalan Lintas Tengah (Jalinteng) Sumatera yang terdiri dari ruas jalan: - Batas Provinsi Sumatera Barat/Provinsi Jambi Batas Kabupaten Bungo; - Jalan Lintas Sumatera I (Muara Bungo); - Jalan Lintas Sumatera II (Muara Bungo); - Batas Kota Muara Bungo Batas Kabupaten Bungo/Kabupaten Merangin; dan - Batas Kabupaten Bungo/Kabupaten Merangin Batas Kota Bangko. b. Jalan Penghubung (Feeder Road) I Jambi Bungo yang terdiri dari ruas jalan: - Jalan Arah ke Muara Tebo/Pattimura (Muara Bungo); - Batas Kota Muara Bungo Batas Kabupaten Tebo/Kabupaten Bungo; - Batas Kabupaten Tebo/Kabupaten Bungo Muara Tebo; dan - Jalan Akses Bandara yaitu Jalan Akses Bandara Muara Bungo. (3) Jalan kolektor primer 1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu Jalan penghubung Antar Pusat Kegiatan dengan ruas Jalan Lingkar Bungo; (4) Jalan kolektor primer 2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi Jalan Penghubung antar pusat kegiatan yang terdiri dari ruas jalan: - Simpang Sawmil Batas Kabupaten Bungo/Kabupaten Tebo; - Batas Kabupaten Bungo/Kabupaten Tebo Simpang Logpon; - Simpang Kuamang Batas Kabupaten Merangin/Kabupaten Bungo; - Batas Kabupaten Merangin/Kabupaten Bungo Batas Kabupaten Bungo/Kabupaten Tebo; - Batas Kabupaten Bungo/Kabupaten Tebo Simpang Betung Bedarah; - Muara Bungo Peninjau; - Peninjau Tuo Limbur; - Tuo Limbur TKA (Batas Sumbar/Jambi); - Peninjau Junction. - ruas Rantau Keloyang Sekampil Aur Cino Senamat Ulu Muara Buat Apung Mudik Pemunyian Simp. Tanjung Bungo TKA Batas Sumbar (Jalan Lingkar Barat); (5)Jalan... 18

18 (5) Jalan lokal primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. ruas jalan Muara Bungo Tanjung Agung Rantau Pandan; b. ruas jalan Peninjau Simpang Lubuk Mengkuang Limbur Lubuk Mengkuang; c. ruas jalan Senamat Koto Jayo Dusun Danau Muara Kuamang Unit I Kuamang Kuning; d. ruas jalan Muara Bungo Pasir Putih Trans Sungai Buluh Dusun Danau Muara Kuamang Unit I Kuamang Kuning; e. ruas jalan Desa Baru Pusat Jalo Bedaro Simpang Desa Baru Pusat Jalo Bukit Kemang Tanah Tumbuh; f. ruas jalan Rantau Ikil Aur Gading - Pulau Batu; g. ruas jalan Talang Silungko Simpang Jalan TKA Batas Sumbar; dan h. ruas jalan Rantau Keloyang Rantau Asam. Pasal 16 Pengembangan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b meliputi: a. pengembangan terminal tipe A di Kecamatan Bathin III; b. pembangunan terminal tipe C meliputi: 1. Kecamatan Pasar Muara Bungo; 2. Kecamatan Tanah Tumbuh; 3. Kecamatan Pelepat Ilir; dan 4. Kecamatan Jujuhan. c. pembangunan terminal angkutan barang di Kecamatan Bathin II Babeko. Pasal 17 (1) Pengembangan jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c meliputi: a. angkutan penumpang; dan b. angkutan barang. (2) Angkutan penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. pengembangan Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dengan jalur Jawa-Sumatera; b. pengembangan Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dengan jalur: 1. Muara Bungo Jambi (PP); 2. Muara Bungo Bangko - Sarolangun (PP); 3. Muara Bungo Tebo (PP); 4. Muara Bungo Muara Bulian (PP); 5. Muara Bungo Kuala Tungkal (PP); 6. Muara Bungo Muara Sabak (PP); 7. Muara Bungo Muara Jambi (PP); dan 8. Muara Bungo Sungai Penuh (PP). c. pengembangan angkutan perkotaan dengan jalur meliputi: 1.terminal... 19

19 1. terminal tipe C Jalan Jenderal Sudirman Jalan Lintas Jambi Tugu Batu berputar Jalan Jenderal Sudirman SKB Sungai Binjai PP; 2. terminal tipe C Jalan Jenderal Sudirman BTN Lintas Asri Jalan Hasanudin Jalan RM. Thaher Perumnas Bandara PP; 3. terminal tipe C Jalan Jenderal Sudirman Jalan Lebai Hasan Jalan Sei. Kerjan Jalan Jenderal Sudirman Jalan Hasanudin Jalan RM. Thaher Perumnas Bandara PP; 4. terminal tipe C Jalan Jenderal Sudirman Jalan H. Hanafie Jalan Dahlia Jalan M. Yamin Jalan Jenderal Sudirman Jalan Sri Soedewi, SH Jalan Diponegoro Jalan Teuku Umar Jalan RM. Thaher Perumnas Bandara PP; dan 5. terminal tipe C Jalan Jenderal Sudirman Jalan H. Hanafie Jalan Dahlia Jalan M. Yamin Jalan Jenderal Sudirman Jalan Sri Soedewi, SH Jalan Rangkayo Hitam Perumnas Bandara PP. d. pengembangan angkutan perdesaan dengan jalur meliputi: 1. Muara Bungo Tanah Tumbuh (PP); 2. Muara Bungo Limbur Lubuk Mengkuang (PP); 3. Muara Bungo Pelayang (PP); 4. Muara Bungo Lubuk Landai (PP); 5. Muara Bungo Rantau pandan (PP); 6. Muara Bungo Muara Buat (PP); 7. Muara Bungo Rantau Keloyang/Pelepat Batas Bangko (PP); 8. Muara Bungo Kuamang Kuning/Pelepat Ilir (PP); 9. Muara Bungo Jujuhan Batas Sumatera Barat (PP); dan 10. Muara Bungo Jujuhan Ilir (PP). (3) Angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pengembangan angkutan barang dengan jalur Jawa Sumatera. Pasal 18 (1) Jaringan angkutan sungai sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) huruf d meliputi Pelabuhan Muara Bungo di Pelabuhan Baru Jaya Setia Ujung; dan (2) Alur transportasi angkutan sungai sebagaimana ayat (1) meliputi alur Muara Bungo Muara Tebo Tembesi Angso Duo Nipah Panjang. Paragraf 2 Sistem Jaringan Perkeretaapian Pasal 19 (1) Pembangunan jaringan angkutan kereta api umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf a meliputi: a. Batas Provinsi Sumatera Barat Muara Bungo Muara Tebo - Muara Tembesi Muara Bulian Kota Jambi; dan b. Lubuk Linggau Sarolangun Bangko Muara Bungo. (2)Pembangunan... 20

20 (2) Pembangunan jaringan jalur kereta api khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b meliputi: a. Batas Provinsi Sumatera Barat Muara Bungo Muara Tebo Muara Tembesi Muara Bulian Kota Jambi Muara Sabak; dan b. Batas Provinsi Sumatera Barat Muara Bungo Muara Tebo Muara Tembesi Sarolangun. (3) Prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf c berupa pembangunan stasiun kereta api yang berada di Perkotaan Muara Bungo. Paragraf 3 Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 20 (1) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf a berupa pembangunan bandar udara Bungo sebagai bandar udara pengumpan untuk penggunaan domestik sampai ke tingkat internasional; (2) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) huruf b meliputi ruang udara di sekitar Kabupaten Bungo; (3) Ruang udara untuk penerbangan diatur mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (4) Penataan ruang pada Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) diatur lebih lanjut dalam perencanaan tata ruang tersendiri. Bagian Keempat Sistem JaringanPrasarana Lainnya Pasal 21 Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c meliputi: a. sistem jaringan energi dan kelistrikan; b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumberdaya air; dan d. sistem jaringan prasarana wilayah lainnya. Paragraf 1 Sistem Jaringan Energi Dan Kelistrikan Pasal 22 (1) Sistem jaringan energi dan kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a meliputi: a. pembangkit tenaga listrik; dan b. jaringan transmisi tenaga listrik. (2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kecamatan Bathin II Pelayang dan/atau Kecamatan Rantau Pandan; b.pengembangan... 21

21 b. pengembangan Pembangkit Listrik Tenga Surya (PLTS) meliputi: 1. Kecamatan Bathin III Ulu; 2. Kecamatan Pelepat; dan 3. Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang. c. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) meliputi: 1. Kecamatan Bathin III Ulu; 2. Kecamatan Pelepat; dan 3. Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang; dan d. pengembangan energi terbarukan berupa pemanfaatan biogas dan biomas untuk melayani kebutuhan listrik di wilayah terisolir yang memiliki potensi sumber daya yang belum terlayani energi listrik. (3) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. mendorong percepatan penyelesaian pembangunan interkoneksi jaringan listrik Sumatera Barat Muara Bungo Jambi Muaro Jambi Tanjung Jabung Barat Tebo untuk transmisi SUTET; b. pengembangan Gardu Induk Sungai Binjai di Kecamatan Bathin III; c. jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dengan kapasitas 275 kva yang menghubungkan Provinsi Sumatera Barat Provinsi Jambi-Provinsi Sumatera Selatan; dan d. jaringan distribusi Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) dengan kapasitas 50 kva yang menghubungkan seluruh kecamatan. Paragraf 2 Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 23 (1) Sistem jaringan prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b terdiri atas: a. sistem jaringan kabel; dan b. sistem jaringan nirkabel. (2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Sentra Telepon Otomat (STO) Muara Bungo di Kecamatan Rimbo Tengah; dan b. sistem jaringan kabel telepon antar Sentra Telepon Otomat (STO) dan jaringan. (3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa pengembangan infrastruktur telekomunikasi berupa satu tower bersama Base Transceiver Station (BTS). Paragraf 3 Sistem Jaringan Sumberdaya Air Pasal 24 (1) Sistem jaringan prasarana sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c meliputi: a.wilayah... 22

22 a. Wilayah Sungai (WS); b. Cekungan Air Tanah (CAT); c. jaringan irigasi; d. jaringan air baku untuk air bersih; dan e. sistem pengendalian daya rusak air. (2) Wilayah Sungai (WS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Wilayah Sungai Batang Hari lintas Provinsi Jambi; (3) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana pada ayat (1) huruf b berupa CAT Kabupaten Bungo meliputi: a. Kecamatan Pelepat; b. Kecamatan Pelepat Ilir; c. Kecamatan Bathin II Babeko; d. Kecamatan Rimbo Tengah; e. Kecamatan Bungo Dani; f. Kecamatan Pasar Muara Bungo; g. Kecamatan Bathin III; h. Kecamatan Rantau Pandan; i. Kecamatan Muko-Muko Bathin VII; j. Kecamatan Tanah Sepenggal; k. Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas; l. Kecamatan Tanah Tumbuh; m. Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang; n. Kecamatan Bathin II Pelayang; o. Kecamatan Jujuhan; p. Kecamatan Jujuhan Ilir; dan q. Kecamatan Bathin III Ulu. (4) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa Daerah Irigasi (DI) meliputi: a. Daerah Irigasi (DI) kewenangan nasional berupa DI Batanghari dengan luas kurang lebih 18.936 (delapan belas ribu sembilan ratus tiga puluh enam) hektar dengan luas untuk wilayah Kabupaten Bungo sebesar 737 (tujuh ratus tiga puluh tujuh) hektar; b. Daerah Irigasi (DI) kewenangan pemerintah provinsi di DI Sei Batang Uleh dengan luas kurang lebih 2.043 (dua ribu empat puluh tiga) hektar; c. DI kabupaten dengan luas kurang lebih 6.163 (enam ribu seratus enam puluh tiga ribu) hektar, meliputi: 1. D.I. Sei Semagai dengan luas kurang lebih 248 (dua ratus empat puluh delapan) hektar terletak didusun Pelayang, Dusun Teluk Kecimbung dan Dusun Panjang di Kecamatan Bathin II Pelayang; 2. D.I. Sei Terantam Besar dengan luas kurang lebih 231 dua ratus tiga puluh satu) hektar terletak didusun Tanah Bekali dan Empelu Kecamatan Tanah Sepenggal; 3. D.I. Sei Talang Cabuk dengan luas kurang lebih 101 (seratus satu) hektar terletak didusun Teluk Pandak Kecamatan Tanah Sepenggal; 4. D.I. Sei Jentayo dengan luas kurang lebih 155 (seratus lima puluh lima) hektar terletak didusun sungai Puri dan Paku Aji Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas; 5.D.I... 23

23 5. D.I. Sei Kembang dengan luas kurang lebih 274 (dua ratus tujuh puluh empat) hektar terletak didusun Empelu Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas; 6. D.I. Sei Embacang Kecil dengan luas kurang lebih 150 (seratus lima puluh) hektar terletak didusun Sungai Mancur Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas; 7. D.I. Sei Teluk Pandak dengan luas kurang lebih 141(seratus empat puluh satu) hektar didusun Embacang Gedang Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas; 8. D.I. Sei Berunai dengan luas kurang lebih 70(tujuh puluh) hektar didusun Aur Gading Kecamatan Jujuhan Ilir; 9. D.I. Sei Teluk Panjang dengan luas kurang lebih 151(seratus lima puluh satu) hektar didusun Teluk Panjang dan Lubuk Benteng Kecamatan Bathin III; 10. D.I. Sei Pulau Pekan dengan luas kurang lebih 287 (dua ratus delapan puluh tujuh) hektar didusn Sungai Arang Kecamatan Bungo Dani; 11. D.I. Sei Lubuk Mayan dengan luas kurang lebih 44 (empat puluh empat) hektar didusun Lubuk Mayan Kecamatan Rantau Pandan; 12. D.I. Sei Andik dengan luas kurang lebih 70 (tujuh puluh) hektar didusun Tebing Tinggi Kecamatan Muko-Muko Bathin VII; 13. D.I. Sei Duren dengan luas kurang lebih 30 (tiga puluh) hektar didusun didusun Peninjau Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang; 14. D.I. Sei. Betung Bedarah dengan luas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar didusun Sungai Telang Kecamatan Bathin III Ulu; 15. D.I. Senamat Ulu II dengan luas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar didusun Senamat Ulu Kecamatan Bathin III Ulu; 16. D.I. Belakang Rumah dengan luas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar didusun Buat Kecamatan Bathin III Ulu; 17. D.I. Kerang dengan luas kurang lebih 83 (delapan puluh tiga) hektar didusun Lubuk Landai Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas; 18. D.I. Tembang Arang dengan luas kurang lebih 30 (tiga puluh) hektar didusun Sungai Arang Kecamatan Bungo Dani; 19. D.I. Bulim dengan luas kurang lebih 40 (empat puluh) hektar didusun Tanah Tumbuh Kecamatan Tanah Tumbuh; 20. D.I. Sei Limau dengan luas kurang lebih 203 (dua ratus tiga) hektar didusun Tanah Periuk Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas; 21. D.I. Sei Anak Pengian dengan luas kurang lebih 80 (delapan puluh) hektar dikampung Penual Kecamatan Jujuhan; 22. D.I. Sei Babeko dengan luas kurang lebih 100 (seratus) hektar didusun Babeko Kecamatan Bathin II Babeko; 23. D.I. Sei Dusun Manggis dengan luas kurang lebih 240 (dua ratus empat puluh) hektar didusun Sungai Binjai Kecamatan Bathin III; 23.D.I... 24