STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KEBIJAKAN DIVERSIFIKASI PANGAN LOKAL DI PROVINSI PAPUA BARAT. Michael A Baransano

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 AKSELERASI SISTEM INOVASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL DAN ALSINTAN DALAM RANGKA MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

REVITALISASI PERTANIAN

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

MODEL PENGEMBANGAN INDUSTRI PANGAN OLAHAN BERBAHAN DASAR KETELA POHON

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS KEBIJAKAN DAN PENYUSUNAN RENSTRA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PADI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

PERANAN OTONOMI DAERAH DALAM MENDUKUNG PRODUKSI PANGAN DI PROVINSI RIAU

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis

PENDAHULUAN Latar Belakang

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Pertanian Presisi

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

RUMUSAN SEMINAR NASIONAL

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KEBIJAKAN DIVERSIFIKASI PANGAN LOKAL DI PROVINSI PAPUA BARAT Michael A Baransano Jurusan Sosek, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian, Universitas Negeri Papua, Jl. Gunung Salju Amban, Manokwari, Papua Barat. e-mail: baransano_michael@yahoo.com ABSTRAK Dewasa ini sektor pertanian diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi setiap pemangku kepentingan yang terlibat dalam aktifitas pertanian agar mampu dan saling memberdayakan baik secara lokal maupun global. Kondisi ini dapat diciptakan secara holistik dan efektif melalui kebijakan yang pro-indigenous people. Persoalan utama pembangunan pertanian di Provinsi Papua Barat saat ini cenderung memarjinalkan masyarakat lokal karena lebih difokuskan pada pengembangan tanaman introduksi sehingga banyak menyerap tenaga kerja terdidik dari luar daerah (transmigran) dengan keunggulan dan ketrampilan dalam bertani. Hal ini mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pengembangan komoditi lokal yang dibudidayakan (sub-sistence) oleh masyarakat setempat sesuai kondisi dan budaya bertani. Memandirikan petani lokal guna mengurangi disparitas dengan petani transmigran dapat dilakukan melalui keberpihakan pemerintah daerah, yang mentransformasi kebijakan pembangunan pertanian sesuai kearifan lokal, untuk meningkatkan keberagaman pangan lokal baik secara ekstensifikasi, intensifikasi maupun diseminasi hasil namun tetap simetris dengan pengembangan tanaman introduksi. Kata kunci: pemberdayaan masyarakat, diversifikasi pangan lokal, Provinsi Papua Barat PENDAHULUAN Latarbelakang Pengembangan produksi pangan di Provinsi Papua Barat saat ini seyogyanya disesuaikan dengan kondisi budaya (culture) masyarakat setempat. Beberapa undang-undang dan INPRES yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan produksi pangan lokal adalah: INPRES No. 4/1974 dan INPRES No. 20/1979 tentang pangan spesifik lokasi Undang-Undang No. 7/1996 tentang pangan. Undang-Undang No. 21/2001 tentang OTSUS INPRES No. 5/2007 tentang percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Lebih lanjut dalam INPRES No. 5/2007 diamanatkan agar upaya percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat meliputi berbagai aspek pembangunan (infrastruktur, diversifikasi pangan lokal, pengembangan bio-energi, kelembagaan pertanian, sumberdaya lahan, sumberdaya manusia, investasi swasta, agroindustri dan pemasaran hasil pertanian. 137

Prosiding Seminar Nasional: Ketertinggalan sektor pertanian Papua Barat disebabkan oleh interaksi berganda antara faktor-faktor biofisik (sumberdaya lahan), sosial budaya (sumberdaya manusia dan kelembagaan), tekno-ekonomi dan faktor politis. Rumitnya interaksi faktor-faktor tersebut menyebabkan proses adopsi inovasi sangat lambat yang bermuara pada tingginya tingkat kemiskinan, rendahnya tingkat kesejahteraan, serta rendahnya ketahanan pangan. Berbagai faktor penyebab keterbelakangan tersebut seperti: keterbatasan infrastruktur penunjang pertanian (transportasi maupun irigasi), belum berkembangnya kelembagaan pertanian, terbatasnya jumlah maupun tingkat keterampilan sumberdaya manusia pertanian, rendahnya minat investasi, tidak kuatnya kepastian hukum berkenaan dengan penguasaan lahan, belum berkembangnya teknologi pasca panen dan agroindustri serta rendahnya akses petani terhadap pasar (Supriadi 2009). Di sisi lain Papua Barat memiliki sumberdaya lahan yang sangat berpotensi (termasuk wilayah pulau-pulau kecil khususnya di bagian barat dan selatan Provinsi Papua Barat) untuk pembangunan pertanian. Berdasarkan Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000 dari 9,9 juta ha luas lahan di Provinsi Papua Barat, seluas 2,7 juta ha berpotensi untuk pertanian, tetapi hanya sekitar 22% yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian (BPS Papua Barat 2007). Upaya diversifikasi pangan spesifik lokasi telah dicanangkan melalui INPRES No. 14 tahun 1974 dan INPRES No. 20 tahun 1979, namun belum berhasil dengan baik, sehingga perlu mendapat perhatian khusus. Fokus pengembangan dalam propenas diarahkan kepada ketahanan pangan rumah tangga, komoditas non beras, kemampuan masyarakat menghasilkan pangan, peningkatan daya beli dan kecukupan pangan dan gizi. Permasalahan umum kebijakan pembangunan pertanian di Provinsi Papua Barat saat ini lebih banyak memarjinalkan masyarakat lokal. Kebijakan pembangunan pertanian terkesan mengabaikan aspek pemberdayaan dan pengembangan produksi komoditi lokal yang sesuai dengan kondisi dan budaya bertani masyarakat lokal, terlihat pada luas lahan dan produksi komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat yang lebih menekankan prioritas pada tanaman introduksi (Tabel 1). Tabel 1. Luas Lahan dan Produksi Komoditas Unggulan di Provinsi Papua Barat. Sumber: Survei padi dan palawija 2006; BPS Papua Barat (2006) dan BPTP Papua Barat (2006), [Supriadi, 2009]. 138

Pengembangan Pulau-Pulau Kecil 2011 - ISBN: 978-602-98439-2-7 Dengan kebijakan yang berpihak kepada tanaman yang diintroduksi dari luar Provinsi Papua Barat (Padi, Kelapa Sawit, Kakao, Kopi) sudah barang tentu membutuhkan tenaga kerja terampil dalam mengolah dan membudidayakan tanaman-tanaman introduksi dengan tujuan komersialisasi. Etnis non-lokal (terutama transmigran) memiliki ketrampilan dan penguasaan teknik bertani modern serta telah memiliki orientasi ekonomi dan bisnis, sebaliknya masyarakat lokal di Provinsi Papua Barat masih berorientasi pada kegiatan usahatani subsisten (land-to-mouth agriculture), motivasi ekonomi masih rendah, budaya bertani bersifat komunal yang dikontrol oleh norma dan adat setempat dan adanya keterkaitan yang kuat antar individu petani dengan lahan serta kelembagaan adat. Kebijakan pengembangan pertanian tanaman introduksi telah menimbulkan disparitas yang lebar antara masyarakat lokal (indigenous people) dan non lokal serta semakin termajinalkan dalam kebijakan pembangunan pertanian yang tidak simetris karena lebih berorientasi pada pengembangan tanaman introduksi semata dan mengabaikan aspek pemberdayaan masyarakat lokal sehingga untuk mewujudkan dan memberdayakan masyarakat lokal di Provinsi Papua Barat melalui kebijakan pembangunan pertanian, maka harus dilakukan melalui diversifikasi pangan lokal yang berfungsi sebagai respon dari masyarakat terhadap stimulus pembangunan pertanian yang mengapresiasi kearifan lokal itu sendiri dan bersifat bottom-up. Tujuan Penulisan Makalah Tujuan makalah ini merupakan suatu tinjauan pemikiran bagi pembangunan pertanian di Provinsi Papua Barat yang meliputi: 1. Mengetahui kondisi ketimpangan pemberdayaan masyarakat lokal dalam pembangunan pertanian di Provinsi Papua Barat. Hal ini penting karena kemandirian masyarakat lokal belum pernah terwujud di Provinsi Papua Barat. Sistem pemberdayaan masyarakat yang ada lebih cenderung konvensional dan top-down sehingga mengabaikan peran masyarakat lokal sebagai pelaku pembangunan pertanian. 2. Strategi pembangunan pertanian untuk memberdayakan masyarakat lokal di Provinsi Papua Barat diharapkan mengandung kebijakan yang mendukung (affirmative policy) bagi masyarakat lokal dalam pembangunan pertanian namun tetap simetris bagi masyarakat non lokal. METODE PENELITIAN Makalah ini merupakan suatu tinjauan pemikiran atas aktivitas pembangunan pertanian di Provinsi Papua Barat, dilakukan melalui studi pustaka dengan mengumpulkan data dan informasi yang diperoleh baik dari PDRB Provinsi Papua Barat maupun Publikasi Ilmiah mengenai Kajian-kajian Pembangunan Pertanian di Papua Barat. Berkaitan dengan Seminar Nasional Pengembangan Pulau-Pulau Kecil dari Aspek Perikanan, Kelautan dan Pertanian, maka kajian pemikiran ini melihat secara 139

Prosiding Seminar Nasional: makro pembangunan pertanian di Papua Barat termasuk pulau-pulau kecilnya, hal ini dikarenakan kebijakan pembangunan pertanian di Papua Barat yang bersifat topdown serta kondisi kehidupan sosial ekonomi dan budaya maupun pertaniannya yang homogen antara masyarakat papua baik yang mendiami pulau-pulau kecil maupun yang berada di tanah besar (Papua). HASIL DAN PEMBAHASAN Re-Orientasi Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam konteks persaingan global maka tugas sektor pertanian adalah membangunan lingkungan yang memungkinkan bagi setiap aktor (petani) untuk mampu mengembangkan diri menjadi petani yang kompetitif, bukan hanya secara domestik tetapi juga secara global.lingkungan ini hanya dapat diciptakan secara efektif melalui kebijakan pembangunan pertanian yang simetris. Kendala utama pemberdayaan petani lokal dalam pembangunan pertanian Provinsi Papua Barat adalah tidak simetrisnya kebijakan pembangunan pertanian dalam mengembangkan tanaman introduksi dan memberdayakan petani lokal (masyarakat lokal). Jelas terlihat bahwa seolah-olah pemerintah Provinsi Papua Barat hanya mengejar pertumbuhan ekonomi melalui investasi pertanian. Kebijakan pembangunan pertanian Papua Barat selama ini lebih banyak memberikan peluang dan investasi pembangunan pertanian kepada tanamantanaman introduksi yang membutuhkan tenaga terampil dari luar Papua khususnya para transmigran. Kebijakan pembangunan pertanian Papua Barat yang tidak berpihak dalam memberdayakan petani lokal, terlihat dari besarnya luas lahan yang telah ditetapkan ±31% dari total lahan pertanian yang masih tersedia (2.180.764 ha) di Papua Barat untuk dibangun perkebunan sawit (BPS Papua Barat 2007), dan perkebunan kopi serta alokasi lahan bagi proyeksi pengembangan sawah (Supriadi 2009). Dampak dari kebijakan pembangunan pertanian Papua Barat menyebabkan para transmigran akan lebih berhasil dan berdaya dibanding petani lokal yang semakin termajinalkan. Hal ini sependapat dengan pandangan Sayogyo (1986) diacu dalam Raharjo dan Rinakit (1996), bahwa banyak temuan studi yang menunjukan pada umumnya keberhasilan petani transmigran dikarenakan mereka sudah mampu membawa modal dan teknik bertani secara budidaya dari desa asal dan dasar pendidikan mereka yang relatif tinggi. Untuk menjawab dampak kebijakan pembangunan pertanian maka pemerintah Papua Barat seharusnya melakukan transformasi melalui re-orientasi kebijakannya yang seimbang antara tanaman introduksi dan tanaman pangan lokal sehingga masyarakat lokal dapat diberdayakan dan mengurangi gap yang terjadi selama ini. Reorientasi kebijakan pembangunan pertanian di Papua Barat dirumuskan dalam pohon keputusan, yang disajikan dalam Gambar 1 berikut ini. 140

Pengembangan Pulau-Pulau Kecil 2011 - ISBN: 978-602-98439-2-7 Gambar 1. Re-Orientasi Kebijakan Pembangunan Pertanian. Strategi Pembangunan Pertanian papua Barat dalam Memberdayakan Masyarakat Lokal Alat analisis untuk bisa mengerti dan menjelaskan fenomena kebijakan pembangunan pertanian di Papua Barat dan pemihakan (yang simetris) pemerintah terhadap sektor pertanian dalam memberdayakan masyarakat lokal yakni melalui kebijakan diversifikasi pangan lokal (ubi jalar, ubi kayu dan sagu). Diversifikasi pangan lokal melalui strategi revitalisasi pertanian adalah salah satu dari strategi tiga jalur (triple track strategy) yang digunakan oleh Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selengkapnya, ketiga jalur strategi itu adalah (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5 persen per tahun melalui percepatan investasi dan ekspor; (2) pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru; dan (3) revitalisasi sektor pertanian dan pedesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan (Arifin 2005). Strategi tiga jalur ini dianggap sebagai manifestasi dari strategi pembangunan yang lebih pro-growth, pro-employment, dan pro-poor yang saat ini menjadi referensi penting negara-negara di dunia. Diversifikasi pangan lokal Papua Barat dapat dilakukan melalui program intensifikasi, ektensifikasi dan diseminasi pascapanen. Produksi sagu dapat ditingkatkan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi dengan mengapresiasi 141

Prosiding Seminar Nasional: kearifan lokal.dalam jangka pendek, hanya perlu diperkenalkan teknik penjarangan pohon untuk meningkatkan hasil.dalam jangka panjang, tergantung prospek pasar dan kelayakan ekonomi, dapat dilakukan usaha intensifikasi dengan penanaman bibit unggul dan secara ekstensifikasi (Agus 2008 diacu dalam Supriadi 2009). Sedangkan diseminasi pasca panen dapat dilakukan melalui diseminasi untuk teknik transportasi dan pengelolaan pasca panen harus dilakukan secara terus menerus, baik terhadap komoditas pangan lokal maupun komoditas introduksi.peluang pembangunan industri perkebunan dalam skala besar maupun home industry (pembuatan keripik dari ubi jalar dan ubi kayu) bagi komoditas pangan lokal di Papua Barat dengan melibatkan investor perlu mendapat perhatian serius dengan terlebih dahulu dilakukan studi kelayakan yang cermat. Secara konseptual strategi pembangunan pertanian Papua Barat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat petani lokal (pro-poor) yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.pemberdayaan masyarakat melalui diversifikasi pangan lokal di Papua Barat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lokal lewat perwujudan potensi kemampuan (kearifan lokal) yang dimiliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat lokal sebagai pihak yang diberdayakan dan pemerintah Papua Barat sebagai pihak yang menaruh kepedulian untuk memberdayakan. Sejalan dengan pandangan Mubyarto (1998) diacu dalam Soeharto (2009), tentang pemberdayaan ekonomi rakyat, bahwa dalam proses pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pengembangan sumberdaya manusia (di pedesaan) dan penciptaan peluang berusaha yang sesuai dengan keinginan masyarakat lokal. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kebijakan pembangunan pertanian di Provinsi Papua Barat termasuk pulaupulau kecilnya lebih berorientasi pada pengembangan tanaman introduksi dan kurang memperhatikan potensi tanaman lokal yang sesuai dengan budaya bertani masyarakat setempat. 2. Diversifikasi pangan lokal (ubi jalar, ubi kayu, sagu) merupakan strategi khusus bagi pemberdayaan masyarakat lokal (afirmative policy) karena berfungsi sebagai respon dari masyarakat terhadap stimulus pembangunan pertanian yang mengapresiasi kearifan lokal itu sendiri dan bersifat bottom-up. 3. Kemandirian masyarakat lokal di Provinsi Papua Barat belum terwujud karena sistem pemberdayaan masyarakat petani cenderung konvensional dan top-down. 142

Pengembangan Pulau-Pulau Kecil 2011 - ISBN: 978-602-98439-2-7 Saran 1. Pemerintah Provinsi Papua Barat seyogyanya melakukan reorientasi kebijakan pembangunan pertanian yang simetris antara kebijakan pengembangan tanaman introduksi dan diversifikasi pangan lokal yang pro-indigenous people. 2. Penetapan sentra produksi pangan lokal sesuai dengan keunggulan komparatif masing-masing daerah, dapat dilakukan dengan SWOT analis dan Demand analisis 3. Implementasi dari reorientasi kebijkan pembangunan pertanian dituangkan dalam RPJM dan RPJP Provinsi Papua Barat. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Bustanul. (2005). Pembangunan Pertanian.Paradigma Kebijakan dan Strategi Revitalisasi. Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. BPS-Papua Barat. 2007. Papua Barat dalam Angka. Manokwari. Kusuma A. 2002. Diversifikasi Pangan Lokal Untuk Hadapi Musim Kering. http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid1025514094,88193 [7 Juli 2009]. Mansoben, Josh. 2004. Pangan Lokal Papua Sebagai Kearifan Budaya. http://air.bappenas.go.id/doc/pdf/kliping/pangan%20lokal%20papua%2 0Sebagai%20Kearifan%20Budaya.pdf [7 Juli 2009]. Pranaka AMW, Moeljarto V. (1996). Pemberdayaan, dalam Priyono, Onny S, Pranarka AMW. Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Center for Strategic and International Studies. Jakarta. Rahardjo MB, Rinakit S. (1996). Pemberdayaan Masyarakat Petani, dalam Priyono, Onny S dan Pranarka, A. M. W. Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Center for Strategic and International Studies. Jakarta. Soeharto E. 2009. Pendampingan Sosial dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin: Konsepsi dan Strategi. http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_ 32.htm [7 Juli 2009]. Supriadi H. 2009. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Pertanian Di Papua Barat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. 143