BAB I. PENGATURAN PERUSAHAAN-PERUSAHAAN.

dokumen-dokumen yang mirip
ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1960 (7/1960) Tanggal: 26 SEPTEMBER 1960 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1956 TENTANG URUSAN PEMBELIAN MINYAK KAYU PUTIH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UANG LOGAM LARANGAN MENGUMPULKAN PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 9 TAHUN 1990 TENTANG IJIN TEMPAT USAHA DAN IJIN UNDANG-UNDANG GANGGUAN (HINDER ORDONNANTIE)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL [LN 1981/11, TLN 3193]

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1978 TENTANG PERUSAHAAN UMUM POS DAN GIRO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor: 07 TAHUN Tentang WAJIB LAPOR KETENAGA KERJAAN DI PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790]

NOMOR 5 TAHUN 1973 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1958 Tentang PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING (Lembaran Negara No. 8 Tahun 1958) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1954 TENTANG PEMBATASAN PERUSAHAAN PENGGILINGAN PADI DAN PENYOSOHAN BERAS

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 14 TAHUN TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 21 TAHUN 1960 (21/1960)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Keuangan Negara perlu diperkuat; b. bahwa atas beberapa jenis tembakau belum dikenakan cukai;

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1971 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEARSIPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1956 TENTANG URUSAN PEMBELIAN MINYAK KAYU PUTIH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAFTARAN ORANG ASING Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1954 Tanggal 20 April 1954 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 1

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Tentang Dana Pensiun

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

NOMOR 28 TAHUN 1985 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 5 TAHUN 1973 (5/1973) Tanggal: 16 JULI 1973 (JAKARTA)

ANGGARAN DASAR ASOSIASI KURATOR DAN PENGURUS INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN KEGIATAN PEDAGANG KAKI LIMA

UNDANG UNDANG OBAT KERAS ( St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949 ) PASAL I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK SLEMAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1961 TENTANG BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 51 Tahun 1960 Tentang : Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1957 TENTANG VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1959 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1960 TENTANG STASTISTIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG URUSAN PERUMAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA Nomor : Tahun Seri no.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 Tentang : Pendaftaran Tanah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1965 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN PENGHIDUPAN ORANG JOMPO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 40 TAHUN 1950 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 73/MPP/Kep/3/2000 TENTANG KETENTUAN KEGIATAN USAHA PENJUALAN BERJENJANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472]

Berita Resmi Pemerintah Daerah Kotapraja Yogyakarta Triwulan ke IV Tahun Nomor: 4 Peraturan Daerah Kotapraja Yogyakarta Tahun 1960

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1969 Tentang : Pelaksanaan Undang Undang No. 11 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan

Transkripsi:

ORDONANSI PENGATURAN PERUSAHAAN 1934 (Bedrijfsreglementeerings Ordonnantie 1934.) S. 1934-595 jis. S. 1937-567 dan 689; mb. 2 Pebruari 1938 dg. S. 1938-86. BAB I. PENGATURAN PERUSAHAAN-PERUSAHAAN. Pas. 1. Untuk melaksanakan bab ini dan berdasarkan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya, maka yang dimaksud dengan: a. "perusahaan": suatu perusahaan, bukan perusahaan negara dan termasuk cabang perusahaan yang ditunjuk sesuai dengan pasal 2; b. "menjalankan perusahaan": mulai melaksanakan suatu perusahaan dan juga melaksanakan kembali suatu perusahaan yang telah dihentikan; c. "menghentikan suatu perusahaan": selama waktu yang lama dan selain dari akibat keadaan yang memaksa, seluruhnya atau sebagian besar kegiatan yang penting yang menjadi sifat perusahaan tersebut berhenti; d. "lingkungan batas perusahaan": besarnya perusahaan, ditentukan menurut jumlah, sifat dan kemampuan mesin atau perkakas yang terpenting yang digunakan dalam perusahaan dan/atau produksi rata-rata atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama masa waktu sebelum dilaksanakan ordonansi ini atau menurut kepentingan perusahaan yang wajar dalam keseluruhan kegiatan cabang perusahaan yang masuk di dalarrmya, satu sama lain dianggap atau tidak berhubungan dengan cara keija yang lazim dalam perusahaan itu. e. "Direktur": Direktur Urusan Perekonomian, f. "pengusaha": orang atau badan hukum yang langsung bertanggungjawab dan mengambil risiko suatu perusahaan dan juga mewakilinya secara sah. Pasal 1a. (1) Berdasarkan ordonansi ini ada Dewan Pengaturan Umum, berkedudukan di Jakarta, yang ketua dan anggota-anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Jenderal, dengan pengertian, bahwa: a. sebagai anggota merangkap sekretaris ditunjuk seorang pegawai Departemen Urusan Perekonomian; b. sebagai anggota diangkat sebanyak-banyaknya tujuh orang, yang menurut pendapat Gubernur Jenderal dipandang sebagai ahli dalam lapangan kehidupan perusahaan. (2) Oleh Gubemur Jenderal diberikan peraturan-peraturan lebih lanjut tentang tugas dan cara kerja Dewan Pengaturan Umum. Pasal 2. (1) Dengan peraturan pemerintah dapat ditentukan, bahwa ketentuan-ketentuan dalam bab ini berlaku di seluruh Indonesia atau di bagiannya dan/atau tidak untuk waktu tertentu dinyatakan berlaku terhadap perusahaan-perusahaan yang termasuk cabang pemisahaan yang ditunjuk oleh peraturan itu. (2) Dalam pernyataan-berlaku itu dapat ditentukan, bahwa ini diperluas dengan perusahaanperusahaan yang batas lingkungannya ditetapkan dalam peraturan pemerintah di bawah ini. Selanjutnya dapat ditentukan sampai seberapa jauh pernyataan-berlaku itu tidak akan berlaku bagi pemisahaan-perusahaan yang sehubungan dengan umum tidak dilaksanakan, dan juga Gubernur Jenderal, setelah mendengar Dewan Pengaturan Umum, berwenang membebaskan perusahaan-perusahaan semacam itu dari pernyataan-berlaku terrnaksud. (3) Suatu peraturan pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak ditetapkan, kecuali setelah ada nasihat dari Dewan Pengaturan Umum dan sedapat-dapatnya berunding dengan yang bersangkutan. (4) Suatu peraturan pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diubah atau dicabut, kecuali setelah didapatkan nasihat dari Dewan Pengaturan Umum dan sedapat-dapatnya setelah berunding dengan komisi ahli yang diadakan untuk cabang perusahaan. Pasal 3. (1) Dengan tidak menguarangi perizinan yang diharuskan menurut ketentuan-ketentuan perundang-undangan lain, maka untuk menjalankan perusahaan yang pada saat berlakunya peraturan pemerintah telah ada, diharuskan suatu lisensi dari Direktur. (2) Lisensi ini, bila dimintakan dengan itikad baik dalam tiga bulan setelah berlakunya peraturan pemerintah yang bersangkutan, tidak bisa ditolak.

Pasal 4. (1) Dengan tidak mengurangi perizinan yang diharuskan menurut ketentuanketentuan perundangundangan lain, maka setelah berlakunya peraturan pemerintah yang bersangkutan, untuk menjalankan perusahaan diharuskan adanya izin dari Direktur. (2) Dengan tidak mengurangi perundingan yang diharuskan menurut ketentuan-ketentuan perundang-undangan lain dalam suatu peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, dapat ditentukan bahwa untuk rnemperbesar lingkungan batas suatu perusahaan yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dan tentang perusahaan-perusahaan yang untuk itu, sesuai dengan ayat yang lalu untuk menjalankannya mendapatkan suatu izin, yang diharuskan dari Direktur berdasarkan permintaan. (3) Perizinan yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) hanya ditolak, bila setelah dipertimbangkan oleh Direktur, menjalankan atau memperbesar lingkungan batas perusahaan itu harus dianggap bertentangan dengan kepentingan perekonomian negara. (4) Bila avat (2) diberlakukan, Direktur menetapkan baik lisensi yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dan perizinan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini maupun perizinan dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, tentang batas lingkungan yang diberikan dalam perusahaan yang bersangkutan. (5) Izin untuk memperbesar, yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, dapat diberikan dengan atau tanpa dapat dicabut kembali. (6) Bila perizinan semacam itu diberikan lain dari permintaan, maka hal itu menyangkut semua perusahaan yang bersangkutan, menurut kepentingan yang wajar masing-masing lingkungan batas seluruhnya dalam memperbesar satu sama lain menurut penilaian Direktur. Pasal 5. (1) Permintaan untuk mendapatkan lisensi yang dimaksud dalam pasal 3 dan perizinan yang diharuskan dalam pasal 4, disampaikan kepada pegawai-pegawai yang ditunjuk oleh peraturan pemerintah, yang dengan itu bertindak sesuai dan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam peraturan itu. (2) Dalam permintaan itu diberitahukan data-data, yang menurut penilaian Direktur diperiukan untuk mengambil keputusan atas permintaan itu. (3) Bila data-data yang dimaksud dalam ayat yang lalu tidak diberitahukan dalam waktu yang ditentukan oleh Direktur, maka permintaan dianggap gugur. Pasal 6. (1) Lisensi dan perizinan ditetapkan atas nama pengusaha yang bersangkutan. (2) Pemegang lisensi dan perizinan dapat ditetapkan dengan syarat-syarat oleh Direktur. (3) Syarat-syarat yang dimaksud dalam ayat yang lalu dapat menyangkut: a. personil pengadilan negeri yang dalam keadaan dinas atau, yang diambil dalam kedinasan dan pembelian bahan dasar, bahan-bahan dan perkakas-perkakas perusahaan-perusahaan yang dbalankan di Indonesia; b. syarat-syarat mengenai pekerjaan personil; c. pembentukan modal. Pasal 7. (1) Untuk pengalihan lisensi atau perizinan, diperlukan persetujuan lebih dulu dari Direktur, yang dalam pemberian persetujuan itu dapat menentukan syarat-syarat. (2) Permintaan untuk mendapatkan persetujuan yang dimaksud dalam ayat yang lain dapat langsung diajukan kepada Direktur. Pasal 8. Lisensi atau perizinan dapat dicabut oleh Direktur, bila dan setelah perusahaan yang bersangkutan bubar. Pasal 9. Lisensi atau perizinan olch Direktur dapat dicabut: a. bila syarat-syarat tidak dflakukan, menurut pendapat Direktur; b. bila telah diberikan data-data yang tidak benar menurut keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti berdasarkan ketentuan pasal 14 ayat (1); c. bila hal itu dialihkan tanpa persetujuan yang dirnaksud dalam pasal 7. Pasal 10. Bila suatu perusahaan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1), bekerja tanpa lisensi,

dijalankan atau diperbesar tanpa perizinan yang diharuskan menurut ordonansi ini, dialihkan sebelum penyerahan lisensi atau perizinan yang mengenai persetujuan yang dimaksud dalam pasal 7 diberikan atau yang dijalankan setelah lisensi atau perizinan yang diberikan dicabut, Direktur dan juga pegawai yang ditunjuk berdasarkan peraturan pemerintah dapat menutup perusahaan itu dan menyegel bangunan-bangunan, mesin-mesin, perkakas-perkakas dan alat-alat bantuan lain yang digunakan atau menghentikannya dengan jalan lain. Pasal 11. Atas penolakan atau pencabutan lisensi atau perizinan dan juga penolakan persetujuan yang dimaksud dalam pasal 7 dalam waktu tiga bulan setelah menerima penetapan tentang hal itu, dapat diajukan banding kepada Gubemur Jenderal. Pasal 12. (1) Bila pelaksanaan ketentuan-ketentuan bab ini atau tindakan-tindakan yang diambil berdasarkan itu mengharuskan, maka orang-orang yang dimaksud dalam pasal 16 setiap waktu dapat memasuki halaman dan gedung-gedung perusahaan. (2) Bila mereka ditolak, maka mereka dapat menggunakan cara paksa (dengan bantuan pousi). Pasal 13. Setiap orang, yang dalam jabatan atau mempunyai hubungan pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lebih dahulu atau ternyata bersangkutan dengan perusahaan atau yang diberikannya, dilarang mengumurnkan hal itu lebih lanjut selain yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang lebih dahulu. Pasal 14. (1) Pengusaha, yang: a. menjalankan perusahaan tanpa mempunyai lisensi yang diwajibkan menurut pasal 3; b. menjalankan atau memperbesar perusahaan yang menurut pasal 4 telah memperoleh perizinan, kemudian melanjutkan menjalankan, memperbesar perusahaan tanpa mempunyai perizinan baru yang diharuskan; c. menjalankan perusahaan setelah lisensi atau perizinan yang diberikan untuk itu dicabut dan terhadap pencabutan itu tidak dapat diupayakan banding lagi, atau upaya banding itu telah ditolak; d. dengan sengaja memberikan pemberitahuan salah sebagairnana dimaksud dalam pasal 5 atau untuk itu bekerjasama; e. berdasarkan pasal 6 ayat (2) atau pasal 7 ayat (1) tidak memenuhi syaratsyarat; f. mengalihkan perusahaan atau melakukan perusahaan yang dialihkan, tanpa mendapat persetujuan yang dimaksud dalam pasal 7; dibukum dengan hukuman kurungan paling tinggi dua tahun atau denda paling tinggi sepuluh ribu gulden. (2) Gedung-gedung, mesin-mesin dan perkakas-perkakas yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, dapat dirampas. (3) Peristiwa-peristiwa dalam ayat (1) dianggap sebagai kejahatan. (4) Bila tindak pidana dilakukan oleh suatu badan hukum, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman ditujukan kepada anggota-anggota pengurus yang ada di Indonesia dan bila anggota-anggota itu tidak ada, terhadap perwakilan badan hukum itu dan juga terhadap pemimpin atau pengurus perusahaan. (5) Ketentuan dalam ayat yang lalu diberlakukan sama terhadap badan hukum, yang bertindak sebagai pengurus atau perwakilan suatu badan hukum lain. Pasal 15. (1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang ditetapkan dalam pasal 13, dihukum dengan hukuman penara paling tinggi enam bulan atau denda paling tinggi enam ratus gulden. (2) Barangsiapa karena kesalahannya membuka rahasia itu, dihukum dengan hukuman kurungan paling tinggi tiga bulan atau denda paling tinggi lima ribu gulden. (3) Tidak ada penuntutan selain ada pengaduan dari mereka yang rahasianya dibuka. (4) Tindak pidana yang diatur dalam pasal ini dipandang sebagai kejahatan. Pasal 16. Selain pegawai-pegawai yang pada umumnya bertugas mengusut tindak pidana, seperti yang diatur dalam pasal 14, ditugaskan pula pegawai-pegawai dan petugas yang ditunjuk dengan peraturan

Pasal 16a. Pengusahaan-pengusahaan dan ahli warisnya dalam pelaksanaan Bab I ordonansi ini dan ketentuan-ketentuan pelaksanaan berdasarkan Bab I itu, dianggap memilih tempat tinggal di daerah-daerah Gubernemen di Jawa dan Madura, di kantor Bupati dan di tempat-tempat lain di kantor kepala afdeling, tempat perusahaan-perusahaan itu ada. Pasal 17. Untuk setiap cabang perusahaan, yang dinyatakan tunduk kepada ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dibentuk satu atau lebih panitia ahli yang berhubungan dengan pelaksanaan itu memberikan nasihat kepada Direktur, satu dan lainnya berdasarkan ketentuan Pasal 17a. (1) Pemerintahan daerah-daerah, yang dibentuk berdasarkan pasal-pasal 119, 121 dan 123 I.S. (Indische Staatsregeling), memberikan bantuan tentang pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dalam hal-hal dan dengan cara-cara yang ditentukan oleh peraturan (2) Ganti rugi oleh negara mengenai pengeluaran-pengeluaran khusus untuk daerah-daerah yang dimaksud dalam ayat (1) yang berhubungan dengan kerja sama itu, diatur dengan peraturan Pasal 17b. (1) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka dalam suatu peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, dapat ditentukan bahwa wewenang yang diberikan Direktur kepada cabang perusahaan yang ditunjuk dengan peraturan, seluruhnya atau sebagian akan dilaksanakan oleh dan atas nama kepala pemerintahan wilayah, masingmasing untuk daerahnya. (2) Dalam pelaksanaan wewenang itu, pejabat-pejabat yang ditunjuk berdasarkan ayat yang lalu harus memperhatikan petunjuk- petunjuk Direktur. Pasal 18. Dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah ditetapkan ketentuanketentuan lebih lanjut tentang cara pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, demikian pula tentang penetapan jumlah uang untuk menutupi biaya, berhubungan dengan pelaksanaannya, dengan memperhitungkan yang bersangkutan dengan itu. BAB II. LARANGAN DAN PEMBATASAN PERUSAHAAN. Pasal 18a. Dengan peraturan pemerintah dapat dilarang menjalankan atau memperbesar di atas lingkungan batas yang ditentukan terhadap perusahaan-perusahaan yang dilakukan oleh umum, termasuk cabang perusahaan yang ditunuk dalam peraturan pernerintahan itu. Pasal 18b. Mengenai bab ini, pengertian yang diatur dalam pasal I tentang "menjalankan perusahaan", "menghentikan perusahaan", "lingkungan batas suatu perusahaan", "Direktur" dan "pengusaha", diberlakukan sama. Pasal 18c. Suatu peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 18a, tidak akan ditetapkan, selain setelah didapatkan nasihat dari "Dewan Pengaturan Umum". Pasal 18d. (1) Pengusaha yang menjalankan atau mernperbesar perusahaan bertentangan dengan larangan yang ditetapkan berdasarkan pasal 18a, dihukum dengan hukuman kurungan paling tinggi satu tahun atau denda paling tinggi sepuluh ribu gulden. (2) Tlndak pidana yang ditetapkan dalam ayat (1) dipandang sebagai kejahatan. Tindak pidana yang ditentukan dalarn pasal 14 ayat (2), (4) dan (5) diberlakukan sama seperti tindak pidana dalam ayat (1). Pasal 18e. Pasal-pasal 13 dan 15 dalam pelaksanaan ketentuan-ketentuan bab ini diberlakukan sama.

KETENTUAN PENUTUP. Pasal 19. (1) Ordonansi ini dapat disebut "Ordonansi Pengaturan Perusahaan 1934" (2) Ordonansi ini mulai berlaku setelah diumumkan. KETENTUAN PERALIHAN. Ketentuan pasal 3 ayat (1) ordonansi ini tidak berlaku untuk perusahaan yang dalam waktu yang disebutkan dalam pasal itu diajukan untuk mendapatkan Lisensi, selama permintaan belum diputuskan. Termasuk dalam keputusan tanggal 2 Pebruari 1938 No. 13 (S. 1938-86).