KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. bagi mahasiswa-mahasiswi sangat beragam. Mereka dapat memilih jurusan sesuai

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

SUSI RACHMAWATI F

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB V PEMBAHASAN. A. Dinamika Psikologis Mahasiswa Aktif yang Menikah di Masa Studi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial kemasyarakatan (Fatimah, 2006, h. 188). Menurut Soebekti (dalam Sulastri, 2015, h. 132) perkawinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA DALAM ISLAM PENDEKATAN PSIKOLOGI. Proposal Disertasi : Oleh H. Arifuddin

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Aunur Rohim Faqih, Bimbingan Konseling dalam Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2001, hlm. 70 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alternatif kesempatan kerja bagi daerah-daerah yang kekurangan

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA JANDA YANG MENIKAH LAGI DI KALANGAN ETNIS ARAB

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan perjanjian yang sakral (mitsaqan ghalidha) antara suami dan istri.

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perekonomian keluarga, mengisi waktu luang daripada menganggur,

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

I. PENDAHULUAN. 1937, Murdok menemukan tiga Tipe keluarga yaitu; keluarga inti (Nurclear

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB IV ANALISIS DATA

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

Eni Yulianingsih F

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat

Transkripsi:

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 i

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya akan selalu mengalami perkembangan baik fisik maupun psikis. Seiring berkembangnya individu maka semakin berkembang pula berbagai kebutuhan serta tuntutan dari tugas perkembangan yang harus dilakukan setiap tahapnya. Tidak jarang individu mengalami kebingungan terhadap perubahan yang terjadi baik dalam diri individu sendiri maupun pada lingkungan sekitarnya. Semua perubahan yang terjadi dalam diri individu menuntut individu tersebut untuk melakukan penyesuaian menerima perubahan tersebut sebagai bagian dari dirinya dan membentuk suatu konsep diri yang baru tentang siapa dirinya untuk mempersiapkan diri mengahadapi masa dewasa. Orang memasuki tahap perkembangan sosial-emosional pada masa dewasa awal, menurut Santrock (2002) ialah bergabung menjadi keluarga melalui perkawinan. Havigurst, (dalam Monks 1992) mengemukakan bahwa tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal ini ditentukan oleh masyarakat yaitu perkawinan, membangun suatu keluarga, mendidik anak, memikul tanggung jawab sebagai warga Negara, membangun hubungan dengan kelompok sosial, dan melakukan suatu pekerjaan. Perkawinan merupakan suatu tahap penting karena setiap individu mempunyai kebutuhan psikologis yaitu membutuhkan teman hidup, dicintai, dan mencintai pasangan, serta kebutuhan biologis yaitu keinginan untuk memiliki keturunan yang akan meneruskan generasi keluarganya. Perkawinan merupakan unsur penting dalam kehidupan bangsa. Tujuan 1

2 perkawinan adalah mendapatkan kebahagiaan, cinta kasih, kepuasan dan keturunan. Akbar (dalam Medyasti 2005), mnyatakan bahwa menikah disyariatkan dalam islam agar manusia membentuk keluarga untuk hidup berumah tangga dan mendapatkan Sakinah dalam hidupnya, sampai akhir hayat, yakni ketenangan dan kebahagiaan yang kekal. Keluarga terbentuk dari hasil ikatan cinta kasih antara pria dewasa dengan wanita dewasa yang diresmikan melalui pernikahan sesuai dengan ketentuan agama dan hukum yang berlaku. Keluarga tempat untuk melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan keturunan. Keluarga juga dijadikan sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme koping, memberikan umpan balik, dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah. Keluarga merupakan suatu organisasi sosial yang paling kecil yang merupakan bagian dari sistem-sistem lainnya yang lebih besar. Keluarga dapat digambarkan seperti sebuah sel yang memiliki inti sel, dalam hal ini suami-istri, dan plasma sel adalah anak-anak dan anggota keluarga lain, serta diliputi oleh membran sel. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai kini, keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia. Keluarga sangat penting bagi pembentukan pribadi seseorang karena suasana keluarga mempengaruhi perkembangan emosi, respon afektif, anak, remaja dan orang dewasa (Gunarsa & Gunarsa, 1991). Selain itu, menurut House (dalam Andayani, 2000) keluarga harus mampu memberikan hubungan sosial yang disebut sebagai

3 hubungan sosial yang bersifat menolong dengan melibatkan aspek emosi, informasi, bantuan instrumen, dan penilaian, dengan kata lain keluarga harus mampu memberikan dukungan sosial bagi anggota keluarganya, dan terutama anak-anak. Setiap individu ketika memasuki jenjang pernikahan ingin mampu menjalani kehidupan rumah tangganya secara mandiri tanpa campur tangan pihak ketiga baik oleh orangtua ataupun mertua termasuk dalam hal tempat tinggal. Setiap pasangan pengantin baru memiliki kebebasan dalam menentukan tempat tinggalnya, karena idealnya dalam satu rumah, ditempati satu keluarga yang terdiri dari: ayah, ibu, dan anak-anaknya (Hartono, 2008). Tidak jarang sebelum melaksanakan pernikahan pihak dari calon pengantin laki-laki atau perempuan telah menyiapkan rumah sebagai tempat tinggal setelah melangsungkan pernikahan. Namun ada juga pasangan pengantin yang belum memiliki rumah sehingga setelah menikah pasangan pengantin baru tersebut harus tinggal bersama salah satu orangtua dari pihak laki-laki maupun perempuan, sampai mereka merasa mapan dan mampu untuk tinggal dirumah mereka sendiri (Kuntataf, 1999). Menurut Gunarsa (1990), selain karena hal tersebut ada alasan lain yang mendorong pasangan tersebut untuk tinggal bersama orang tua yaitu kurangnya persiapan secara psikologis dan adanya keinginan dari orang tua agar anak dan menantunya tinggal bersama mereka. Selain itu, ada ketidakinginan seorang ibu untuk melepaskan anaknya karena tidak mengakui bahwa anaknya telah dewasa dan tetap memperlakukan seperti anak kecil, walaupun sudah menikah dan

4 memiliki keluarga sendiri. Kondisi sosial ekonomi yang belum mantap atau tradisi yang dianut keluarga besar antara lain kebudayaan Jawa yang menganut pemikiran bahwa tinggal dalam keluarga besar adalah normal dan sesuai dengan adat budaya, apalagi seorang anak laki-laki biasanya akan mewarisi harta dan juga yang akan meneruskan adat dari keluarga tersebut juga merupakan salah satu alasan untuk tinggal di dalam keluarga besar (Vasanty dalam Andayani 2000). Masyarakat Indonesia selaku orang timur dengan budaya kekeluargaan yang sangat kental dimana keluarga besar yang terdiri dari orang tua, anak, cucu, bahkan sanak saudara dari keluarga pada umumnya tidak keberatan untuk menerima kehadiran dan keberadaan anggota lain dalam keluarganya (Maheswari, 2006). Hal ini sering memaksa pasangan perkawinan untuk beberapa tahun tetap tinggal bersama keluarga besar pihak istri atau pihak suami, bahkan terkadang seterusnya. Satu rumah tinggal dengan beberapa kepala keluarga, memicu terjadinya konflik eksternal, yaitu konflik antar anggota keluarga besar dan konflik internal, yaitu konflik antara suami-istri, sebagai bagian dari anggota keluarga besar. Konflik internal antara pasangan suami-istri bisa terjadi bila suami atau istri merasa pasangannya lebih membela pihak keluarganya. Konflik eksternal dan internal bisa berlangsung dalam taraf ringan sampai ekstrem, yang memaksa mereka tidak saling bertegur sapa, saling menjelekkan, dan bahkan saling mencari kesalahan orang lain serta semakin membenarkan dirinya sendiri. Hal ini biasanya diakhiri dengan saling merebut perhatian dan dukungan pihak orangtua, apakah orangtua kandung atau mertua. Bila pihak orangtua atau mertua kurang bijaksana,

5 maka konflik akan meningkat intensitasnya. Andaikan para orangtua tidak bertegur sapa, otomatis anak-anak mereka pun dilarang bermain dan bertegur sapa dengan anak-anak seteru mereka, walaupun sebenarnya adalah saudara sepupu. Persaingan perolehan materi di antara keluarga yang berseteru akan semakin meningkatkan kadar kebencian di antara anggota keluarga. Pasangan baru yang memutuskan tinggal bersama orangtua dari salah satu pihak suami atau istri, dengan demikian pihak suami atau istri tersebut tinggal bersama mertua menurut Goode (2004), keluarga yang demikian termasuk keluarga besar (extended family) karena ada dua keluarga pada satu rumah yaitu keluarga pengantin baru dan keluarga dari pengantin yang ditinggali tersebut. Hal ini jelas akan membuat pihak suami atau istri yang tinggal besama mertua tersebut harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga besar tersebut. Baik dengan orang tua (mertua), maupun dengan saudara (kakak-adik, saudara ipar) dari pasangan dan bahkan anggota keluarga dekat lain yang terkadang juga tinggal dalam satu rumah tersebut. Tinggal bersama keluarga lain dalam satu rumah (keluarga besar) ini bukanlah hal yang mudah. Banyaknya anggota keluarga besar ini, sering sekali memunculkan adanya konflik-konflik. Karena jelas akan ada perbedaan-perbedaan seperti usia, minat, kebiasaan, sikap, gaya hidup, status sosial ekonomi, cara mendidik anak dan yang lainnya. Ketika memutuskan untuk tinggal bersama keluarga besar, keluarga inti dituntut untuk mengikuti aturan yang ada dalam keluarga besar. Kebersamaan antar anggota inti dengan yang lain seharusnya akan membuahkan sebuah jalinan hubungan interpersonal yang dekat dan mendalam. Namun, pada kenyataannya

6 sering terjadi adanya konflik interpersonal antar anggota keluarga besar itu. Konflik yang sering terjadi dalam keluarga besar yaitu antara menantu dengan mertua. Secara psikologis, konflik atau hubungan yang tidak harmonis antara mertua dan menantu sering terjadi. Hal ini biasanya terjadi karena sikap mertua yang cenderung ingin mencampuri urusan rumah tangga anaknya. Namun yang tak kalah sering terjadi yaitu konflik interpersonal dengan saudara ipar atau dengan pasangan dari saudara ipar yang tinggal dalam keluarga besar tersebut. Satu atap dengan anggota keluarga lain sering menjadikan anggota keluarga satu menjadi tahu permasalahan dari anggota keluarga yang lain. Misalnya dalam hal penghasilan dan pembelanjaannya, masakan di dapur, dan mengasuh anak. Ketika hubungan keluarga inti dengan keluarga besar terlalu dekat, mengakibatkan garis batas menjadi kabur atau terkoyak, bahkan dapat dikatakan tidak ada pemersatu berbagai kekuatan dalam keluarga inti. Akibatnya seolah keluarga inti tidak mempunyai energi yang cukup untuk memberikan perlindungan bagi anggota-anggotanya. Apalagi jika keluarga besarnya itu dipimpin oleh orang tua yang dominan yang melanggar batas wewenang dalam rumah tangga keluarga inti, maka tidak ada lagi pemersatu yang cukup kuat bagi keluarga inti tersebut. Menurut Kodiran (dalam Andayani, 2000) campur tangan keluarga luas pada keluarga inti, sebenarnya sudah menyalahi adat karena pada dasarnya, urusan dalam keluarga inti, seperti misalnya anggaran belanja, urusan dapur, urusan pendidikan anak, serta urusan hubungan suami istri sudah menjadi tanggung jawab keluarga inti itu sendiri. Campur tangan seperti ini juga

7 menyebabkan sulitnya terjadi kesepakatan antar orangtua pada keluarga inti, akibat ada ketergantungan salah satu orangtua pada keluarga besarnya. Lalu jika seperti ini, mengapa masih banyak saja masyarakat yang dalam satu rumah dihuni lebih dari satu keluarga? Apa yang menjadi latar belakang mempertahankan keluarga besar ini? Mengapa dalam keluarga besar ini muncul terjadinya konflik? Lalu apa yang dilakukan ketika terjadi konflik-konflik interpersonal antar anggota keluarga besar tersebut? Dan apa yang dilakukan anggota keluarga untuk menghindari terjadinya konflik? Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian tentang dinamika psikologis konflik yang terjadi pada keluarga besar dengan judul Konflik interpersonal antar anggota keluarga besar. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini perlu adanya tujuan yang berfungsi sebagai acuan pokok terhadap masalah yang diteliti, sehingga peneliti akan bekerja dengan terarah dengan mencari data sampai pada langkah pemecahan masalahnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami: 1. Faktor-faktor yang menyebabkan sebuah keluarga tinggal dalam keluarga besar, 2. Penyebab terjadinya konflik interpersonal antar anggota keluarga besar, 3. Dinamika psikologis konflik pada keluarga besar, 4. Cara untuk menghadapi konflik dan menyelesaikan konflik yang terjadi.

8 C. Manfaat Penelitian bawah ini: Adapun hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat antara lain di 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, membangun dan mengembangkan khasanah keilmuan dan pengetahuan di bidang psikologi sosial dan bidang psikologi keluarga. Seperti dalam penelitian ini ingin memberikan sumbangan yang berupa kajian yang mendalam tentang konflik-konflik yang terjadi dalam keluarga besar dan bagaimana cara mengatasinya. 2. Manfaat praktis a. Bagi subjek Agar subjek lebih memahami konflik yang sedang terjadi dalam keluarga besar sehingga subjek lebih mampu untuk memecahkan permasalahan yang terjadi. b. Bagi masyarakat Memberikan gambaran kepada masyarakat tentang konflik-konflik yang sering terjadi dalam keluarga besar sehingga masyarakat lebih mempersiapkan diri baik fisik maupun psikologis sebelum mereka membangun keluarga baru agar terhindar dari konflik yang terjadi dalam keluarga besar. c. Bagi peneliti sejenis diharapkan penelitian dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian berikutnya yang sejenis.