JURNAL SKRIPSI PELAKSANAAN TERHADAP PENJATUHAN SANKSI PIDANA MATI UNTUK PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan

SKRIPSI PELAKSANAAN TERHADAP PENJATUHAN SANKSI PIDANA MATI UNTUK PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI

JURNAL. N P M Program Program Hukum FAKULTAS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Singkatnya korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk. semakin melemahkan citra pemerintah di mata masyarakat.

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes),

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.

TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN. Oleh. Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri atau

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pelayanan umum (public services) dan hubungan kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor

BAB I PENDAHULUAN. dapat terlihat dengan adanya pembangunan pada sektor ekonomi seperti

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

I. PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

KEBIJAKAN KRIMINAL DALAM UU NOMOR 31 TAHUN 1999 JUNCTO UU NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Ayu Dian Ningtias, SH.MH.

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. Tindak Pidana Korupsi. Kata korupsi ini sudah tidak asing lagi di telinga

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

USU Law Journal, Vol.2.No.3 (Desember 2014)

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Korupsi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah perkembangan

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

KEBIJAKAN FORMULASI PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Abstrak

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berisi mengenai perintah-perintah

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PERAN HAKIM DALAM PENERAPAN PASAL 2 UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI PADA DAKWAAN SUBSIDARITAS ATAU ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. belakangan ini adalah wacana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk

BAB V PENUTUP. pembahasan, maka telah didapat pokok-pokok kesimpulan dalam penulisan

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI KEJAHATAN LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pangan, kebutuhan listrik dan lain sebagainya. Perilaku korupsi itu

JURNAL IMPLEMENTASI SANKSI PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan.

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

I. PENDAHULUAN. tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan exra ordinary crime 1, sehingga memerlukan. dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto

BAB I PENDAHULUAN. adalah karena aktor-aktor utama pelaku korupsi tersebut kebanyakan aparat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan hukum rechtstaat, menganut

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

Kasus Korupsi PD PAL

I. PENDAHULUAN. tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan : guna mencapai cita-cita nasional, salah satu landasan

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar

Transkripsi:

JURNAL SKRIPSI PELAKSANAAN TERHADAP PENJATUHAN SANKSI PIDANA MATI UNTUK PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI Disusun oleh : FX. Ady Tri Setyo Nugroho NPMP : 090510180 Program Studi : Ilmu Hukum Bidang Kekhususan : Peradilan dan Penyelesaian Sengketa Hukum UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM 2014

I. Judul : Pelaksanaan Terhadap Penjatuhan Sanksi Pidana Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi II. Nama : FX. Ady Tri Setyo Nugroho III. Program Studi : Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta IV. Abstract Corruption is a crime act that could harm the country economy. In Indonesia, corruption has been increasingly practice and even spread into all aspects of life either at the local or central levels. Corruption is called an extra ordinary crime because its practice has resulted in people s poverty and suffering. In this era reformation, criminal punishment for the corruptor is developing in line with the bringing out of the plea for the pronounching of death penalty for corruptor although in fact is still in pro and contra situation. The imposition of the death penalty for corruptor to scare and provide a deterrent effect on corruptor, so that people s who had intended to commit corruption was afraid to do it. Keyword : Corruption, death penalty, corruptor, extra ordinary crime 2

V. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan dan mengakui legalitas pidana mati sebagai salah satu cara untuk menghukum pelaku tindak kejahatan. Pidana mati disamping sebagai hukuman yang paling berat juga merupakan hukuman yang umumnya sangat menakutkan terutama bagi terpidana yang sedang menanti eksekusi. Salah satu tindak pidana yang dapat dipidana mati adalah tindak pidana korupsi. Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengertian tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Polemik hukuman mati (Death Penalty) bagi koruptor merupakan obyek rutinitas kontroversial di Indonesia. Hukuman mati di Indonesia tidak menjadi polemik kontroversial apabila pelaksanaannya segera dilakukan sejak putusan berkekuatan tetap, sehingga terpidana 3

tidak perlu menunggu bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Tindak pidana korupsi sudah dianggap sebagai serious crimes, karena itu diperlukan upaya pencegahan dengan memberlakukan hukuman mati 1. Hukuman bagi para koruptor seharusnya lebih berat dan tanpa toleransi dengan mengadopsi aturan dan contoh yang diterapkan di negara-negara yang sudah berhasil memberantas korupsi, seperti di China dengan cara penyediaan peti mati bagi koruptor yang merupakan simbol perlawanan terhadap korupsi, apalagi China kerap kali menjatuhkan vonis mati kepada pelaku korupsi 2. Hingga saat ini, banyak perangkat hukum yang tidak bermuara pada keadilan dan tidak melindungi rakyat. Secara sadar, hukum dibuat tidak berdaya untuk menyentuh pejabat tinggi yang korup mendapat dan menikmati privilege karena diperlakukan istimewa. Merajalelanya korupsi adalah karena faktor perangkat hukumnya lemah 3. Perkembangan tindak pidana korupsi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat 4. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang 1 Indriyanto Seno Adji, 2009, Korupsi dan Penegakan Hukum, Diadit Media, Jakarta, hlm.12 2 Faisal. 2012. Kepemimpinan Nasional Anti Korupsi Dalam Menegakkan Kedaulatan Hukum. Kedaulatan Rakyat. 20 Maret, No.559, hal. 9. Yogyakarta 3 Evi Hartanti, 2012, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.3 4 Ermansjah Djaja, 2008, Memberantas Korupsi bersama KPK, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.182 4

meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan yang luar biasa 5. Korupsi tidak lagi dilakukan oleh perorangan bahkan sudah dilakukan secara kolektif, terorganisir dan sistematis. Jumlah yang dikorupsi pun sudah gila, tidak lagi juta atau milyard, bahkan triliun terhadap keuangan negara. Untuk Pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia dapat dijatuhkan hukuman pidana mati yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Sudah waktunya tindak pidana korupsi yang luar biasa ini harus diberantas dengan cara yang luar biasa juga yaitu Hukuman Mati. Hukuman mati diakui oleh sebagian besar hukum kebiasaan (customary law) dari masyarakat tradisional tidak hanya di Indonesia, bahkan di dunia. Jadi, untuk menghambat laju bahkan menghentikan tindak pidana korupsi di Indonesia sudah selayaknya para jaksa dan para hakim di sidang tingkat pengadilan negeri, tinggi, banding, dan kasasi berani dengan berdasarkan keadilan dan kebenaran untuk memberikan hukuman dan vonis maksimal yaitu hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi 6. 5 Ibid, hlm.183 6 http://m.kompasiana.com/post/read/619364/2/hukuman-mati-bagi-koruptor-bisa-segera-diterapkandi-indonesia.html..14, Mas Wahyu, Hukuman Mati Bagi Koruptor Bisa Segera Diterapkan di Indonesia, 14 December 2013 5

Hukum pidana yang mengatur tindak pidana korupsi bersumber pada hukum pidana khusus, disamping memuat hukum pidana materiil juga memuat hukum pidana formil 7. UU tindak pidana korupsi secara khusus adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan disertai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Sedangkan hukum umum tetap berlaku hukum pidana dalam KUHP dan hukum pidana formil. Hal ini berhubungan dengan tidak adanya sinkronisasi antar peraturan secara vertikal, yaitu menurut Pasal 2 ayat (2) Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Dalam peraturan lain terdapat delik-delik sebagai berikut 8 : 1. Delik yang tersebut dalam Pasal 3 yang berasal dari Pasal 1 ayat (1) sub b UU PTPK 1971 masih tetap sama ancaman pidananya, yaitu maksimum penjara seumur hidup, tetapi dendanya (dan/atau) naik menjadi satu milyar. 7 Adami Chazawi, 2006, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, P.T. Alumni, Bandung, Hlm.5 8 Tim Redaksi Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002, Pengkajian Masalah Hukum Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta, hlm.23 6

2. Pasal 5 yang rumusannya diadopsi dari Pasal 209 KUHP oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, ancaman pidana penjaranya turun menjadi maksimum lima tahun, tetapi dendanya (dan/atau) naik menjadi 250 juta rupiah. 3. Pasal 6 yang rumusannya diadopsi dari Pasal 210 KUHP (menyuap hakim) oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, pidana penjaranya juga turun menjadi maksimum lima belas tahun, tetapi dendanya (dan/atau) naik menjadi 750 juta rupiah. 4. Pasal 7 yang rumusan deliknya diadopsi dari Pasal 387 dan 388 KUHP oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, ancaman pidana penjaranya juga turun menjadi maksimum tujuh tahun, tetap dendanya naik menjadi maksimum 350 juta rupiah. 5. Pasal 8 yang rumusan deliknya diadopsi dari Pasal 415 KUHP oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, ancaman pidana penjaranya juga turun menjadi maksimum lima belas tahun, tetapi dendanya naik menjadi maksimum 750 juta rupiah. 6. Pasal 9 yang rumusan deliknya diadopsi dari Pasal 416 KUHP oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, ancaman pidana penjaranya juga turun menjadi maksimum lima tahun, tetapi dendanya naik menjadi maksimum 250 juta rupiah. 7. Pasal 10 yang rumusan deliknya diadopsi dari Pasal 417 KUHP oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, ancaman pidana penjaranya juga turun menjadi maksimum tujuh tahun, tetapi dendanya juga naik menjadi maksimum 350 juta rupiah. 7

8. Pasal 11 yang rumusan deliknya diadopsi dari Pasal 418 KUHP oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, ancaman pidana penjaranya juga turun menjadi maksimum lima tahun, tetapi dendanya juga naik menjadi maksimum 250 juta rupiah. 9. Pasal 12 yang rumusan deliknya diadopsi dari Pasal 419, 420, 423, 425, dan 435 KUHP oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, tetap maksimum seumur hidup, dan dendanya juga naik menjadi maksimum satu milyar rupiah. 10. Rumusan Pasal 12 berasal dari 1 ayat (1) sub d UU PTPK 1971, yang ancaman pidana penjaranya turun drastis dari maksimum seumur hidup menjadi maksimum tiga tahun tetapi dendanya juga naik dan/atau maksimum 150 juta rupiah. Selain tidak adanya sinkronisasi antar peraturan secara vertikal, ada kekecewaan masyarakat mengenai vonis hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Hal ini bisa dilihat pada kasus-kasus korupsi besar seperti contoh kasus Mantan Deputi Bank Century, Budi Mulya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, dan Gayus Tambunan. Budi Mulya divonis hukuman 10 tahun dan pidana denda Rp 500 juta dengan ketentuan diganti pidana kurungan 5 bulan oleh Hakim Pengadilan Tipikor. Budi Mulya didakwa telah menyalahgunakan kewenangannya dalam kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Akibatnya, dalam pemberian FPJP, keuangan negara dan perekonomian 8

negara dirugikan sekitar 689 miliar, sementara untuk penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, uang negara dirugikan sebanyak Rp 6.782 triliun 9. Akil Mochtar dinyatakan terbukti bersalah menerima hadiah dan tindak pidana pencucian uang terkait kasus sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi. Akil Mochtar divonis hukuman seumur hidup dan diwajibkan membayar denda sebesar Rp 10 milyar dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum oleh Hakim Tipikor. Hal yang memberatkan Akil adalah seorang pejabat negara yang telah menyalahgunakan kewenangannya di lembaga yang menjadi benteng terakhir keadilan rakyat Indonesia dan memanfaatkan benteng konstitusi untuk memperkaya diri 10. Sedangkan, Gayus Tambunan divonis hukuman selama 30 tahun setelah kasasinya ditolak Mahkamah Agung 11. Korupsi Gayus Tambunan mencapai Rp 1,7 triliun. Disinyalir potensi uang negara yang hanyut ke kantong-kantong petugas pajak dan gangnya karena kasus Gayus mencapai Rp 300 triliun 12. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah, yaitu: 1. Mengapa jenis sanksi pidana mati belum/tidak pernah dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana korupsi? 2. Apakah hambatan hakim dalam penjatuhan sanksi pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi? 9 www.kompas.com 10 www.detik.com 11 www.tribun.com 12 www.kompasiana.com 9

VI. Isi Makalah 1. HALAMAN JUDUL 2. HALAMAN PERSETUJUAN 3. HALAMAN PENGESAHAN 4. HALAMAN MOTO 5. KATA PENGANTAR 6. ABSTRAK 7. DAFTAR ISI 8. PERNYATAAN KEASLIAN Bab I Pendahuluan Bab ini berisi uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian, serta sistematika penulisan skripsi. Bab II Pembahasan Bab ini berisi uraian tentang pro dan kontra terhadap sanksi pidana mati, pandangan yuridis terhadap sanksi pidana mati, tindak pidana korupsi, pengaturan dan sanksi terhadap pelaku tindak pidana korupsi, pandangan masyarakat terhadap tindak pidana korupsi dan penerapan sanksi pidana mati, pandangan hakim terhadap sanksi pidana mati, serta kendala penerapan sanksi pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Bab III Penutup Bab ini berisi uraian tentang kesimpulan dan saran. 10

VII. Kesimpulan 1. Sanksi pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi belum/tidak pernah dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana korupsi karena belum/tidak pernah ada pelaku tindak pidana korupsi yang melakukan tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu, yaitu: a. Melakukan tindak pidana korupsi pada saat negara dalam keadaan bahaya/perang. b. Melakukan tindak pidana korupsi pada saat negara dalam bencana alam nasional. c. Melakukan tindak pidana korupsi pada saat negara dalam keadaan krisis moneter. d. Ada pengulangan tindak pidana korupsi. 2. Hambatan yang dialami oleh hakim dalam penjatuhan sanksi pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi adalah dalam penjatuhan putusan hakim itu apakah harus dijatuhkan pidana mati atau dijatuhkan sanksi pidana lain, karena hakim dalam memutuskan suatu tindak pidana ditentukan dengan Dissenting Opinion Hakim dan memenuhi rasa keadilan. VIII. Saran 1. Bagi hakim, harus menjatuhkan putusan sanksi pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi, baik pelaku yang melakukan tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu maupun pelaku yang melakukan tindak pidana korupsi yang besar. 11

2. Bagi hakim, hambatan-hambatan yang menjadi tantangan besar dalam menjatuhkan sanksi pidana mati harus dijadikan resiko sebagai hakim, yang perlu dan harus diperhatikan adalah memenuhi rasa keadilan dan kebenaran demi penegakan hukum. IX. Daftar Pustaka Buku: Adami Chazawi, 2006, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, P.T. Alumni, Bandung. Ermansjah Djaja, 2008, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Sinar Grafika, Jakarta. Evi Hartanti, 2012, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta. Indriyanto Seno Adji, 2009, Korupsi dan Penegakan Hukum, Diadit Media, Jakarta. Website: Mas Wahyu, 2013. Hukuman Mati Bagi Koruptor Bisa Segera Diterapkan di Indonesia, http://m.kompasiana.com/post/read/619364/2/hukuman-matibagi-koruptor-bisa-segera-diterapkan-di-indonesia.html..14, 14 December 2013. 12