IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD AYUNG

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PAKERISAN

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

INFRASTRUKTUR-BANGUNAN-KONSTRUKSI:

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2009 TENTANG SEMPADAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 63/PRT/1993 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena curah hujan dan kejadian banjir di Kota Denpasar akhirakhir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA BANJARMASIN

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

BAB I PENDAHULUAN I-1

REPUBLIK IN NDONESIA TENTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 11 TAHUN 2012 SERI E.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan tempat atau habitat suatu ekosistem keairan terbuka yang berupa alur jaringan pengaliran dan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04/PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN WILAYAH SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

BUPATI ACEH TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG

Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 Tentang : Sungai

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG S U N G A I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum d

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Wilayah BPSDA Pemali Comal

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, yang berarti

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG S U N G A I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap manusia membutuhkan tanah sebagai tempat tinggal maupun tempat

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Bab 1 Pendahuluan I - 1

TINJAUAN BANTARAN BANJIR ACTUAL TERHADAP PP NO.38 TAHUN 2011 DAN PERATURAN MENTERI PU NO. 63 TAHUN 1993 DI SUNGAI BARABAI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

BAB III GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK ROCK DI DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2007 TENTANG GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangkit utama ekosistem flora dan fauna.

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGERTIAN HIDROLOGI

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG SEMPADAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI UTARA;

Transkripsi:

17 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD AYUNG Putu Aryastana 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa ABSTRAK Sempadan sungai meliputi ruang atau daerah yang merupakan batas atau pemisah antara daerah sungai dengan daerah dataran yang berfungsi sebagai penyangga. Tukad Ayung merupakan sungai terpanjang di Provinsi Bali yang memiliki fungsi sebagai sumber air baku, air irigasi dan juga sebagai saluran pembuangan.untuk mengetahui batas atau lebar minimal sempadan sungai di Tukad Ayung dilakukan analisa terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan sempadan sungai. Untuk mengetahui pemanfaatan daerah sempadan sungai dilakukan dengan menganalisa citra satelit google earth. Hasil analisa menunjukkan bahwa lebar minimal sempadan sungai di Tukad Ayung adalah 15 m. Hal ini disebabkan karena Tukad Ayung merupakan sungai yang tidak bertanggul dengan kedalaman 3 20 m. 2. Pemanfaatan daerah sempadan sungai di Tukad Ayung adalah sawah sebanyak 45%, tegalan/lahan kosong sebanyak 20%, pemukiman dan hotel sebanyak 15%, pertokoan sebanyak 15%, fasiltias umum sebanyak 5%. Rencana pengembangan kawasan yang tercantum dalam Rencana Pola Ruang Kota Denpasar, akan banyak digunakan sebagai permukiman, maka perlu upaya untuk segera menetapkan batas sempadan sungai. Kata kunci: pemanfaatan, sempadan, ayung.

18 1 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Hadimuljono, 2015). Dalam pengelolaan wilayah sungai diperlukan adanya pemahaman mengenai batas daerah sempadan yang merupakan kawasan kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai (Moochtar, 1993). Tukad Ayung merupakan sistem drainase regional yang melintasi 4 kabupaten yaitu Kabupaten Bangli, Gianyar,dan Badung, serta bagian hilir melintasi Kota Denpasar. Tukad Ayung merupakan sungai terpanjang di Bali dengan panjang mencapai 71.791 km dengan luas DAS mencapai 306.149 km 2 (Anonim, 2002). Kondisi DAS Tukad Ayung yang masih alami yang dicirikan dengan vegetasi sungai yang rapat yang hanya diselingi oleh beberapa pemukiman dengan jarak yang cukup jauh. Namun yang perlu diwaspadai adalah semakin banyaknya pembangunan villa dan resort di sepanjang Tukad Ayung. Untuk menjaga kelestarian sungai diperlukan adanya pemahaman mengenai batas sempadan sungai. Dengan adanya daerah sempadan sungai, maka kelestarian sungai akan tetap terjaga sesuai dengan fungsi yang diharapkan. Sebagai langkah awal perlu dilakukan identifikasi mengenai pemanfaatan daerah sempadan sungai, sehingga dapat dijadikan dasar dalam membuat kebijakan terkait dengan perencanaan tata ruang wilayah sungai sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. 2 PERATURAN SEMPADAN SUNGAI Peraturan merupakan alat bagi pemerintah dalam mengatur hak dan kewajiban penduduknya. Peraturan mengenai penetapan batas sempadan telah banyak dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Berikut ini ialah beberapa perundangan terkait yang menyebutkan tentang sempadan sungai: 2.1 Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Dalam peraturan ini disebutkan bahwa lebar minimal sempadan ialah minimal 100 m untuk sungai besar dan 50 m untuk sungai kecil. Untuk sungai di kawasan permukiman, lebar minimal sempadan sekitar 10-15m (Soeharto, 1990). 2.2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar sekurangkurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar ssepanjang kaki tanggul (Moerdiono, 1991). Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan

19 pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat yang berwenang. Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh Pejabat yang berwenang. 2.3 Permen PU No.63/prt/1993 Peraturan ini dikeluarkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dalam menentukan garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai. dalam peraturan ini terdapat beberapa pasal yang menyebutkan tentang sempadan sungai. Berikut ini ialah beberapa ketentuan mengenai daerah sempadan: 1. Garis sempadan sungai bertanggul: a. Garis sempadan sungai perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. b. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. 2. Garis sempadan sungai tidak perkotaan pada sungai besar ditetapkan sedangkan pada sungai kecil sekurang-kurangnya 100 (seratus) m, sedangkan pada sungai sekurang-kurangnya 50 lima puluh m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. 3. Penetapan garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan didasarkan pada kriteria: a. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter, garis sempadan ditetapkan sekurangkurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. b. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter, garis sempadan dan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. c. Sungai yang mempunyai kedalaman meksimum lebih dari 20 (dua puluh) meter, garis sempadan ditetapkan sekurangkurangnya 30 (tiga puluh) meter dihitung dari tepi sungai pada waktu yang ditetapkan 2.4 PP No.47 Tahun 1997 Dalam peraturan ini disebutkan kriteria sempadan sungai yang bertanggul minimal 5 meter dari batas luar tanggul, sedangkan yang tidak bertanggul ditentukan oleh pejabat berwenang berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial. 2.5 Peraturan Daerah Provinsi Bali No 16 Tahun 2009 Kriteria dan batas sempadan sungai ditetapkan kawasan dengan mencatumkan bahaya banjir. Kriteria

20 dan batas sempadan sungai tercantum di dalam pasal 50 ayat 5 (Pastika, 2009): 1. Kawasan perkotaan tanpa bahaya banjir: a. 3 meter untuk sungai bertanggul, b. 10 meter untuk sungai dengan kedalaman 3 10 m, c. 15 meter untuk sungai dengan kedalaman 10 20 m, d. 30 meter untuk sungai dengan kedalaman > 20 m. 2. Kawasan perkotaan dengan bahaya banjir: a. 3 meter untuk sungai bertanggul, b. 25 meter untuk banjir ringan, c. 50 meter untuk banjir sedang; d. 30 meter untuk banjir besar; 3. Kawasan perdesaan tanpa bahaya banjir a. 5 meter untuk sungai bertanggul, b. 10 meter untuk sungai dengan kedalaman < 3 m, c. 15 meter untuk sungai dengan kedalaman 3 20 m, d. 30 meter untuk sungai dengan kedalaman > 20 m. 4. Kawasan perdesaan dengan bahaya banjir a. 5 meter untuk sungai bertanggul, b. 50 meter untuk banjir ringan, c. 100 meter untuk banjir sedang; d. 150 meter untuk banjir besar; 2.6 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Sempadan sungai pada peraturan ini dibedakan pada sungai bertanggul, sungai tidak bertanggul dan sungai yang terpengaruh oleh pasang surut dan tsunami. Kriteria dan batas sempadan menurut PP No. 38 tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Kriteria dan Batas Sempadan Sungai menurut PP No. 38 tahun 2011 Lebar Sempadan Sungai (LS) Sungai bertanggul Sungai tidak bertanggul Sungai terpengaruh pasang surut dan tsunami Kawasan Perkotaan Kawasan Perkotaan Kriteria LS Kriteria LS Dari kaki tanggul 5 m Dari kaki tanggul luar 3 m luar Sungai besar, DAS 100 Lebar sungai Tinggi tebing > 300 km 2 50 m 30 m m (L) > 15 m (H) > 20 m Sungai sedang, 3 m < L 15 50<DAS<300 km 2 75 m 25 m 3 m < H 20 m 15 m m Sungai kecil, DAS < 50 km 2 50 m L 3 m 10 m H 3 m 10 m 50 100 meter, diukur dari garis muka air pada pasang tertinggi

21 2.7 Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2011 Penetapan kriteria dan batas sempadan sungai juga dibagi berdasarkan sungai bertanggul dan tidak bertanggul. Pembahasan kriteria dan batas sempadan dicantumkan dalam pasal 47 ayat 1, yaitu sebagai berikut (Yudoyono, 2011): 1. Sungai bertanggul, lebar sempadan sungai paling sedikit 5 m dari kaki tanggul sebelah luar. 2. Sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman, lebar sempadan sungai paling sedikit adalah 100 m dari tepi sungai; 3. Anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman, dengan lebar sempadan sungai paling sedikit 50 m dari tepi sungai. 2.8 Peraturan Menteri PUPR No. 28 Tahun 2015 Sempadan sungai meliputi ruang di kiri dan kanan palung sungai di antara garis sempadan dan tepi palung sungai untuk sungai tidak bertanggul, atau di antara garis sempadan dan tepi luar kaki tanggul untuk sungai bertanggul (Hadimuljono, 2015). 1. Sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan: a. 10 (sepuluh) meter untuk kedalaman 3 (tiga) meter; b. 15 (lima belas) meter untuk kedalaman sungai 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter; c. 30 (tiga puluh) meter untuk kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter. 2. Sempadan sungai besar tidak perkotaan adalah paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter. 3. Sempadan sungai kecil tidak perkotaan adalah paling sedikit 50 (lima puluh) meter. 4. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan adalah paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter. 5. Garis sempadan sungai perkotaan adalah paling sedikit berjarak 5 (lima) meter. 3 METODOLOGI Untuk dapat mengidentifikasi pemanfaatan daerah sempadan sungai Tukad Ayung dilaksanakan dengan metode pengamatan lapangan dan analisa citra satelit. 1. Pengamatan lapangan dilakukan dengan melakukan penelusuran alur sungai Tukad Ayung dari hilir menuju hulu sejauh 10 km dengan menggunakan GPS, untuk mengetahui pemanfaatan daerah sempadan. 2. Analisa citra satelit yaitu melakukan analisa pemanfaatan lahan daerah sempadan sungai dengan menggunakan bantuan peta google earth. Kajian ini menganalisa ruas 10 Km dari muara Tukad Ayung, seperti yang terlihat pada Gambar 1.

22 Gambar 1. Lokasi Penelitian 4 PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Batas Sempadan Sungai Minimal Berdasarkan peraturan mengenai sempadan sungai, maka dapat ditentukan bahwa lebar minimal sempadan sungai di Tukad Ayung adalah 15 m. Hal ini disebabkan karena Tukad Ayung merupakan sungai yang tidak bertanggul dengan kedalaman 3 20 m. 4.2 Pemanfaatan Daerah Sempadan Sungai Dengan mengunakan bantuan peta google earth yang dilakukan offset sesuai dengan batas sempadan minimal, kemudian dilakukan analisa mengenai pemanfaatan daerah sempadan. Berdasarkan hasil analisa diperoleh pemanfaatan daerah sempadan sungai adalah sebagai berikut:

23 Gambar 2. Pemanfaatan Daerah Sempadan Sungai Tukad Ayung Gambar 3. Kondisi Tukad Ayung

24 Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa pemanfaatan daerah sempadan sungai di Tukad Ayung didominasi oleh sawah yaitu sebanyak 45%. Sedangkan sebanyak 20% dimanfaatkan sebagai tegalan/tanah kosong. Selain sawah dan tegalan, pemanfaatan daerah sempadan di Tukad Ayung juga terdiri dari pemukiman dan hotel, pertokoan dan fasilitas umum yang memiliki prosentase masingmasing sebanyak 15%, 15% dan 5%. Pada ruas 5 km yaitu dari muara sungai sampai di Jl. Desi Sulatri pemanfaatan daerah sempadan sungai didominasi oleh persawahan dan tegalan/lahan kosong, dengan beberapa rumah dan hotel/villa. Persawahan banyak terdapat pada sisi timur sungai. Pada ruas 5 km selanjutnya yaitu dari Jl. Dewi Sulatri sampai jembatan di Antosura juga masih didominasi oleh persawahan, tegalan/lahan kosong dengan terdapat beberapa pemukiman yang diselingi pertokoan dan fasilitas umum seperti sekolah dan tempat ibadah (pura dan gereja). Kondisi penampang melintang sungai yang sebagian dibatasi oleh tebing-tebing tinggi, namun sebagian lain tebing sungai cukup rendah. Pada ruas sungai dengan tebing yang cukup tinggi, dan kemiringan yang cukup curam menjadi salah satu pertimbangan penting dalam menentukan resiko tebing longsor. Rencana pengembangan kawasan yang tercantum dalam Rencana Pola Ruang Kota Denpasar, akan banyak digunakan sebagai permukiman, maka perlu upaya untuk segera menetapkan batas sempadan sungai. 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisa dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1. Lebar minimal sempadan sungai di Tukad Ayung adalah 15 m. 2. Pemanfaatan daerah sempadan sungai di Tukad Ayung adalah sawah sebanyak 45%, tegalan/lahan kosong sebanyak 20%, pemukiman dan hotel sebanyak 15%, pertokoan sebanyak 15%, fasiltias umum sebanyak 5%. 5.2 Saran Diperlukan penggunaan citra satelit dengan resolusi tinggi seperti Geoeye atau Ikonos untuk mendapatkan pemanfaatan yang lebih akurat. 6 DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2002). Peta Rupa Bumi. Jakarta: Bakosurtanal. Hadimuljono, M. B. (2015). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 04/PRT/M/2015 Tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai. Jakarta: Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia. Hadimuljono, M. B. (2015). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan

25 Sungai dan Garis Sempadan Danau. Jakarta: Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Moerdiono. (1991). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai. Jakarta: Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia. Moochtar, R. (1993). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai. Jakarta: Menteri Pekerjaan Umum. Pastika, M. (2009). Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali. Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali. Soeharto. (1990). Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Yudoyono, S. B. (2011). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Jakarta: BPKP.