BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Zakat, infaq, dan shadaqah merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang

BAB I PENDAHULUAN. pada Al-Qur an dan Hadist. Dana zakat yang terkumpul akan diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam perannya pada aspek sosial-ekonomi yang sangat besar.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahun 2000, perwakilan dari 189 negara termasuk Indonesia menandatangi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dituntut untuk memiliki transparansi dan akuntabilitas. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Zakat sebagai sistem jaminan sosial bagi penanggulangan kemiskinan sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut pernyataan standar akuntansi keuangan PSAK No 109, Zakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Islam memandang bahwa sumber daya alam yang tersedia cukup untuk seluruh

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan adalah kurangnya atau terbatasnya barang-barang dan jasa-jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. (ZIS). Karena secara demografik, mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama

BAB I PENDAHULUAN. Al-Amin (dapat dipercaya). Rasulullah mewajibkan kepada kita untuk dapat selalu

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu serta menjadi unsur dari Rukun Islam, sedangkan Infaq dan Shodaqoh

BAB I PENDAHULUAN. Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan ibadah yang tidak hanya

Bab I. Pendahuluan. pengembangan zakat menjadi salah satu pemerataan pendapaatan.

BAB I PENDAHULUAN. warga non-muslim agar memeluk agama Islam. Hal ini diperlukan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Menurut Aziz

BAB 1 PENDAHULUAN. pengembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, pengembangan. serta bantuan lainnya (Depag RI, 2007 a:1)

PEMERINGKATAN (RATING) LPZ DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ingin berkembang. Indonesia yang merupakan Negara berkembang tentunya

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan tujuan perusahaan. Good Corporate Governance yang. seringkali digunakan dalam penerapannya di perusahaan-perusahaan,

kewajiban zakat adalah urusan dengan Allah (vertical ),namun dalam menunaikan

BAB I PENDAHULUAN. oleh Bangsa Indonesia. Pada satu sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga memiliki potensi zakat yang cukup besar. melansir

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dua hal, yaitu pertama, kemiskinan itu sebagai akibat dari kemalasan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam menjaga kelangsungan hidup organisasi pengelola zakat

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara berkembang termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. muslim dengan jumlah 88,1 persen dari jumlah penduduk indonesia

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan sebuah fenomena umum yang terjadi pada negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. 90-an dan setelah tahun 90-an memiliki beberapa perbedaan yang mendasar. Pada

tidak dapat memilih untuk membayar atau tidak. (Nurhayati, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Namun, pada kenyataannya, masih ada yang tidak mendapat bagian. Inilah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Zakat secara demografik dan kultural, sebenarnya memiliki potensi. yang layak dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan

Potensi Zakat Nasional: Peluang dan Tantangan Pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Zakat merupakan salah zatu dari rukun Islam, seornag mukmin

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SHADAQAH

No (BAZNAS) yang secara kelembagaan mempunyai kewenangan untuk melakukan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional

BAB I PENDAHULUAN. dijauhi. Diantara perintah-perintah tersebut adalah saling berbagi - bagi

BAB I PENDAHULUAN. tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik berupa

BAB I PENDAHULUAN. disebut didalam Al-Quran, salah satunya pada surah Al-Baqarah ayat 43 : yang rukuk. (QS. Al-Baqarah Ayat 43)

BAB I PENDAHULUAN. Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang pemilihan judul

BAB 1 PENDAHULUAN. diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada mustahik yang telah

BAB I PENDAHULUAN. zakat sebagai salah satu rukun Islam (Al-Ba'ly, 2006:1). Hakzakat di berikan

PELATIHAN PEYUSUNAN LAPORAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ & SEDEKAH AKUNTANSI ZAKAT (BERDASARKAN PSAK SYARIAH NO. 109)

AKUNTANSI LEMBAGA AMIL ZAKAT BERDASARKAN PSAK SYARIAH NO 109 DAN PSAK LAIN YANG RELEVAN

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk indonesia mencapai 252,20 juta jiwa (BPS: 2015). Dimana

BAB I PENDAHULUAN. untuk kesejahteraan masyarakat, selain itu juga dapat berupa shodaqoh

BAB I PENDAHULUAN. Ditinjau dari segi bahasa, zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam memahami zakat masih sedikit di bawah shalat dan puasa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penerimaan dan penyaluran dana zakat, infak, sedekah yang telah dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Menciptakan. Manifestasi dari kesadaran tersebut, bagi manusia akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini, sebagai fakta bahwa 80% dari 220 juta penduduk

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Zakat merupakan rukun Islam ke tiga dan merupakan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban dan tanggung jawab moral umat Islam dalam upaya menghapus

SEMINAR NASIONAL ZAKAT. Potensi Pengoperasian ZAKAT Pusat Kajian Strategis BAZNAS, 8 Desember 2016 Dr. Zainulbahar Noor, Wakil Ketua BAZNAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. akademis serta bermunculannya lembaga perekonomian islam di Indonesia. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. mampu menghilangkan kesenjangan sosio-ekonomi masyarakat. 1

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

AKUNTANSI ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH (PSAK 109): Upaya Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas Organisasi Pengelola Zakat (OPZ)

EVALUASI PENERAPAN PSAK NO.109 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN AKUNTANSI ZAKAT, INFAQ/SHADAQAH PADA BAZNAS KOTA YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan senantiasa menarik dikaji karena merupakan masalah serius

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak dapat dipungkiri lagi, dalam tatanan ekonomi global tuntutan terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. (Qs. Al Baqarah : 43).

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT PT INDOFARMA (Persero) Tbk

BAB I PENDAHULUAN. itu bertugas untuk mengelola dana sebagaimana mestinya. Zakat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa), mensucikan (atthaharatu)

PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PELAPORAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI ZIS PADA BAZ DI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sambutan Presiden RI pada Pencanangan Gerakan Nasional Wakaf Uang, 8 Januari 2010 Jumat, 08 Januari 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia saat ini sangatlah pesat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Untuk melihat kinerja suatu perusahaan, para stakeholder akan menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang bercorak sosial-ekonomi

KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 373 TAHUN 2003 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam. Kewajiban mengeluarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akuntansi zakat, PSAK 109, Lembaga Amil Zakat dan rerangka pemikiran. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, yaitu kurang dari $ USA. Pada awal tahun 1997

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

BAB I PENDAHULUAN. yang berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap. yang sejahtera dan baik yang menjadi tujuan utama mendirikan Negara.

BAB I PENDAHULUAN. Zakat adalah salah satu rukun islam yang bercorak social-ekonomi dari

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE/GCG)

Optimalisasi Pengelolaan Zakat di BAZNAS Tulungagung dilaksanakan. dengan beberapa langkah. Adapun langkah langkah pengoptimalan diantaranya

BAB IV\ ANALISIS DATA. A. Analisis Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah di BAZNAS Kota

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ZAKAT. BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan dalam konteks masyarakat muslim. Zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu serta menjadi salah satu unsur dari Rukun Islam. Sedangkan Infaq dan Sedekah merupakan wujud kecintaan hamba terhadap nikmat dari Allah SWT yang telah diberikan kepadanya sehingga seorang hamba rela menyisihkan sebagian hartanya untuk kepentingan agama baik dalam rangka membantu sesama maupun perjuangan dakwah Islam. Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, zakat sudah seharusnya menjadi kewajiban yang ditunaikan oleh setiap individu yang muslim. ZIS tidak hanya memiliki substansi secara vertikal yang berhubungan dengan ketuhanan tetapi juga memiliki substansi kebaikan secara horisontal yang mengandung nilai gotong royong dan tanggung jawab sosial sehingga diharapkan dapat meratakan pendapatan ekonomi serta menghapus kemiskinan dalam masyarakat. Untuk dapat mewujudkan pemerataan pendapatan ekonomi masyarakat serta terciptanya penghimpunan dana zakat yang lebih baik, maka diperlukan keaktifan lembaga-lembaga pengelola zakat (amil) dalam menghimpun, mengelola, dan mendistribusikan zakat secara efektif. Tujuan pengelolaan zakat ini antara lain, meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat, 1

2 meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. Di Indonesia, pengelolaan dana ZIS ini telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Undang-Undang ini mengatur tentang Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang boleh beroperasi di Indonesia. OPZ yang disebutkan dalam Undang-Undang tersebut adalah Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ merupakan lembaga pengumpul dan pendayagunaan dana zakat yang dibentuk oleh pemerintah dari tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah. Sedangkan LAZ merupakan OPZ yang dibentuk atas swadaya masyarakat. Dalam perkembangannya, LAZ lebih maju dan dinamis dibandingkan BAZ. Bentuk LAZ lebih fleksibel karena bisa dikembangkan dalam berbagai kelompok masyarakat seperti takmir masjid, yayasan pengelola dana ZIS, maupun Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang ada di setiap perusahaan yang berusaha mengorganisir pengumpulan dana ZIS dari direksi maupun karyawan. Indonesia sebenarnya memiliki potensi zakat yang sangat besar. Hasil penelitian UIN Jakarta tahun 2009 menunjukkan bahwa potensi pengumpulan zakat di Indonesia mencapai Rp 20 triliun lebih. Yang telah dikelola oleh Badan/Lembaga Amil Zakat (B/LAZ) baru sekitar 7% (3% oleh BAZ dan 4% dikelola LAZ), sementara 93% zakat dibagi-bagi oleh para muzakki secara langsung kepada masyarakat, terutama melalui masjid-masjid (www.sekorakyat.org). Sementara survei yang dilakukan oleh PIRAC pada tahun

3 2007 menunjukkan bahwa hanya 6% dan 1.2% responden yang menyalurkan zakatnya ke BAZ dan LAZ. Sedangkan responden lainnya lebih memilih untuk menyalurkan zakatnya kepada masjid atau panitia khusus di sekitar rumah mereka. Ini berarti potensi realisasi zakat oleh lembaga amil zakat saat ini hanya sekitar 7% dari potensi zakat nasional. Penelitian ini juga menemukan fakta menarik yang menunjukkan bahwa BAZ dan LAZ masih belum menjadi pilihan utama masyarakat dalam menyalurkan zakatnya. Masih banyak muzakki yang masih mempertanyakan tentang integritas dan akuntabilitas dari lembaga pengelola zakat. Pada titik inilah ilmu akuntansi sangat dibutuhkan sehingga dapat memberikan pengaturan tentang bagaimana pengelolaan lembaga zakat dalam membuat laporan secara baik supaya akuntabilitasnya dapat dibaca dengan baik dan seluruh kegiatannya transparan. Pemerintah telah mengatur proses pelaporan bagi BAZ dan LAZ dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2003, serta melalui Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat melalui Keputusan Dirjen Bimmas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000. Pasal 31 Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2003 menyatakan bahwa: Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun. Bahkan dalam salah satu syarat pendirian LAZ yang tertuang pada Pasal 22 SK Menteri Agama RI tersebut disebutkan bahwa untuk mendapatkan izin dari

4 pemerintah, maka laporan keuangan LAZ untuk dua tahun terakhir harus sudah diaudit oleh Akuntan Publik. Selanjutnya, laporan keuangan LAZ tingkat pusat maupun provinsi harus bersedia diaudit oleh Akuntan Publik dan disurvei sewaktu-waktu oleh Tim dari Departemen Agama. Dalam proses pelaporan keuangan BAZ dan LAZ hingga SK Menteri Agama tersebut dikeluarkan, OPZ belum memiliki standar akuntansi keuangan sehingga banyak terjadi perbedaan penyusunan laporan keuangan antara satu lembaga dengan lembaga lainnya. Untuk memberikan jaminan kualitas pelaporan keuangan kepada masyarakat, khususnya kepada donatur, Forum Zakat (FOZ) sebagai asosiasi organisasi pengelola zakat juga pernah membuat pedoman akuntansi dan keuangan organisasi pengelola zakat pada tahun 2005. Tetapi sebagaian besar OPZ berinisiatif menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba sebagai standar pelaporan keuangannya kepada publik karena karakteristik OPZ dianggap hampir mendekati karakteristik organisasi nirlaba. Pada dasarnya tujuan laporan keuangan sektor publik adalah menyediakan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan, mengelola suatu operasi dan sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi tersebut serta melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan dan penggunaan sumber daya tersebut kepada publik (Bastian, 2006:96). Agar laporan keuangan OPZ dapat dilaporkan dan diaudit dengan baik, maka penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku menjadi hal yang sangat penting.

5 Di samping sebagai informasi, laporan keuangan juga berfungsi sebagai bentuk pertanggungjawaban atau accountability (akuntabilitas) terhadap para pengguna laporan keuangan dan juga menggambarkan indikator kesuksesan suatu entitas dalam mencapai tujuannya. Semakin tingginya kebutuhan akan informasi akuntansi ini seiring dengan semakin meningkatnya tuntutan akuntabilitas publik dan transparansi oleh lembaga-lembaga publik, termasuk OPZ. Hal ini sejalan dengan pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) pada semua jenis entitas, termasuk juga entitas publik. Sehingga dalam upaya pelaksanaan GCG ini, akuntabilitas dan transparansi telah menjadi landasan yang paling utama dan tidak terpisahkan dalam mewujudkan GCG pada entitas publik. Berdasarkan survei nasional yang dilakukan UIN Jakarta pada tahun 2009 yang melibatkan ribuan responden, ditemukan sebesar 97% responden menghendaki LAZ bekerja secara akuntabel dan transparan, sebesar 90% menuntut agar publik diberi akses untuk melakukan pengawasan terhadap dana yang dikelola, 92% responden menghendaki pemuatan laporan keuangan di media massa, 88% responden mengungkapkan perlunya mendata para donatur, dan 75% responden enggan menyalurkan zakat pada LAZ yang tidak dikenal baik akuntabilitasnya. Bahkan 63% responden ingin memastikan bahwa dana publik yang disalurkan memang kepada yang berhak (www.demustaine.blogdetik.com). Dalam Seminar Zakat Outlook 2009 pada 23 Desember 2008 di Graha Niaga Jakarta, Indonesia Zakat and Development Report (IZDR) menekankan pentingnya kinerja pengelolaan zakat yang baik melalui transparansi dan akuntabilitas organisasi pengelola zakat yang terutama ditujukan untuk meraih

6 kepercayaan publik. Walaupun terdapat indikasi bahwa zakat yang dikelola oleh OPZ cukup besar, tetapi data-data tentang itu tidak tersedia. Ketaktersediaan data, menyulitkan dalam memproyeksikan dan merancang perubahan dengan optimalisasi zakat secara nasional. Hingga saat ini secara nasional tidak terdapat angka yang pasti mengenai pendayagunaan dana zakat. Hal ini karena belum semua BAZ dan LAZ melaporkan dan mengaudit penggunaan dana tersebut dalam laporan keuangan mereka. Kalaupun ada, masih sulit mengakses data tersebut. Dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala kegiatannya, terutama kegiatan finansialnya, kepada pihak lain di luar manajemen entitas. Namun, upaya mewujudkan akuntabilitas keuangan ini juga perlu didukung oleh transparansi laporan keuangan melalui akses terhadap media yang mendorong akuntabilitas entitas publik terhadap masyarakat. Hal ini karena transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Artinya, informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik harus secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara akuntabilitas dan transparansi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Shende dan Bennett (2004) dalam Mulyana (2006:4) bahwa transparansi, akuntabilitas dan keadilan merupakan atribut yang terpisah. Akan tetapi, dua istilah yang pertama adalah tidak independen, sebab pelaksanaan akuntabilitas memerlukan transparansi. Mengingat bahwa posisi amilin (pengelola zakat) yang diformalkan dalam bentuk LAZ maupun BAZ merupakan lembaga kepercayaan publik yang sensitif

7 pada isu public trust (kepercayaan publik), maka transparansi dan akuntabilitas (dengan dasar nilai etika syariah) sudah seharusnya menjadi spirit yang mendasari bentuk akuntansi dan informasi akuntansi ZIS dalam penghimpunan, pengelolaan, dan penyaluran dana zakatnya. Hal ini dapat terlaksana jika LAZ sebagai lembaga publik yang mengelola dana masyarakat memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan yang baik. Dengan demikian, penyajian laporan keuangan OPZ yang benar dan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku diharapkan mampu meningkatkan kualitas informasi yang dihasilkan oleh laporan keuangan tersebut sehingga akuntabilitas dan transparansi keuangan lebih mudah dilakukan. Sejauh ini, penelitian mengenai masalah akuntabilitas dan transparansi masih berada pada lingkup organisasi pemerintah maupun entitas bisnis, dan masih jarang yang menyentuh ranah organisasi nonprofit lainnya seperti organisasi pengelola zakat. Berdasarkan pemaparan tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat penelitian tentang Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Berdasarkan PSAK Nomor 45 Terhadap Akuntabilitas dan Transparansi Laporan Keuangan (Survei pada Lembaga Amil Zakat di Kota Bandung). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka muncul permasalahan yang harus dipecahkan. Supaya masalah yang diteliti dapat terjawab secara akurat, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan penyajian laporan keuangan berdasarkan PSAK Nomor 45 pada LAZ di Kota Bandung.

8 2. Bagaimana pelaksanaan akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan pada LAZ di Kota Bandung. 3. Bagaimana pengaruh penyajian laporan keuangan berdasarkan PSAK Nomor 45 terhadap akuntabilitas laporan keuangan LAZ. 4. Bagaimana pengaruh penyajian laporan keuangan berdasarkan PSAK Nomor 45 terhadap transparansi laporan keuangan LAZ. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyajian laporan keuangan LAZ berdasarkan PSAK Nomor 45 serta memberikan acuan bagi LAZ dalam mengevaluasi apakah penyajian laporan keuangannya telah sesuai dengan PSAK Nomor 45 dan bagaimana pengaruhnya terhadap akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan tersebut. 1.3.2. Tujuan Penelitian Tujuan diperlukan agar penelitian memiliki arahan permasalahan yang jelas. Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Memberikan gambaran bagaimana penerapan penyajian laporan keuangan berdasarkan PSAK Nomor 45 pada LAZ di Kota Bandung. 2. Memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan pada LAZ di Kota Bandung.

9 3. Mengetahui bagaimana pengaruh penyajian laporan keuangan berdasarkan PSAK Nomor 45 terhadap akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan LAZ. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dalam bidang akuntansi sektor publik terutama mengenai pengaruh penyajian laporan keuangan organisasi nirlaba berdasarkan PSAK Nomor 45 terhadap akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan. 1.4.2. Kegunaan Praktis 1. LAZ dapat mengevaluasi sejauh mana penerapan penyajian laporan keuangannya berdasarkan PSAK Nomor 45. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen LAZ dalam menerapkan penyajian laporan keuangan ZIS yang relevan dan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangannya di mata publik serta mampu meraih kepercayaan publik. 3. Sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya yang akan mengambil tema yang serupa, sehingga dapat memberikan kajian keilmuan yang lebih mendalam pada masa yang akan datang.