KERJASAMA KEDIKLATAN ANTAR PEMERINTAH DAERAH 1

dokumen-dokumen yang mirip
DIKLAT DAN MENTAL BIROKRASI 1

PERAN WIDYAISWARA DALAM PENYELENGGARAAN DIKLAT PNS 1

PERANAN WIDYAISWARA PADA DIKLAT PNS

MANAJEMEN PEMBINAAN APARATUR PEMERINTAH

DIKLAT DAN KOMPETENSI BIROKRASI 1

PENINGKATAN KOMPETENSI APARATUR PEMERINTAH. oleh H. Abdul Azis.SH.MH. Abstraksi

STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS DIKLAT DALAM RANGKA MENINGKATKAN KOMPETENSI APARATUR DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

MASA DEPAN DIKLATPIM TINGKAT III DAN IV PASCA DISAHKANNYA UU APARATUR SIPIL NEGARA (ASN)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 15 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL

KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR : 7 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TEKNIS

KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN. 4.1 Sejarah Singkat Kedudukan Tugas Pokok Dan Fungsi Badan. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) merupakan unsur

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 43/KEP/2001 TENTANG STANDAR KOMPETENSI JABATAN STRUKTURAL PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG SENTRALISASI PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA DI KABUPATEN SERANG

KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 193/XIII/10/6/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 34/PRT/M/2007 TENTANG PEMBINAAN JABATAN FUNGSIONAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.15, 2008 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. Akreditasi. Diklat. Pedoman. Pencabutan

PEDOMAN AKREDITASI Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan. Nomor 4301); DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: 14 TAHUN 2009 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2014 TENTANG

2015, No Mengingat : Pemerintah Penyelenggara Pendidikan Dan Pelatihan Teknis masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan

IV. PROFIL UNIT PELAKSANA TEKNIS DIKLAT PEGAWAI PROVINSI RIAU

PENILAIAN PRESTASI KINERJA PEGAWAI MAKNANYA BAGI WISYAISWARA Oleh : Sumaryono, SE, M.Si, Widyaiswara Madya pada Badan Diklat Provinsi Papua

VI. EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PERATURANPEMERINTAH RI NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PNS BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: PER 1274/K/JF/2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN DAN REFORMASI BIROKRASI. Oleh Opong Sumiati. Dasar Hukum

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: 14 TAHUN 2009 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR: 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TEKNIS

DR. BAYU HIKMAT PURWANA, M.PD

Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2000 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAl NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOLONGAN III

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri;

Program merupakan kumpulan kegiatan-kegiatan yang sistematis dan

Paragraf 1 Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian


MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 52 TAHUN 2010 TENTANG

2015, No e. bahwa berdasarkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pertahanan tentang

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 11 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN UMUM AKREDITASI DAN SERTIFIKASI KEARSIPAN

VII. RANCANGAN PROGRAM PENINGKATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.20/Menhut-II/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN BERSAMA KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 1 TAHUN 2010 NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. belum optimal, karena dari 4 fase yang harus dilakukan hanya fase mendiagnosa

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1994 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL ASSESSOR SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH

PENINGKATAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA SEKTOR ESDM MELALUI PENGEMBANGAN BPSDM-ESDM

Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS)

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 121 TAHUN 2012

BAB II TINJAUAN BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN HUBUNGAN KEMITRAAN MANAJEMEN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN APARATUR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN AKREDITASI PROGRAM DIKLATPIM DAN DIKLAT PRAJABATAN

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI PANDEGLANG,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 81 TAHUN 2008 TENTANG

Transkripsi:

KERJASAMA KEDIKLATAN ANTAR PEMERINTAH DAERAH 1 Oleh Drs. Faris Ihsan, M.Si 2 Abstraksi Kerjasama antar pemerintahan daerah dalam kediklatan dapat membentuk anak bangsa yang berkualitas dan berdaya saing global melalui diklat yang berkualitas.otonomi daerah mendorong kemampuan daerah dalam memasuki era pemerintahan yang kompetitif dan berdaya saing global. Kemampuan daya saing tersebut diikuti dengan peningkatan dan penumbuhkembangan pendidikan dan pelatihan sebagai wahana pencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kompetensi yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang dapat diteladani. Kerjasama kediklatan antar pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dimaksudkan agar semua kegiatan dalam organisasi bisa berjalan dengan harmonis dan efisien. Kata Kunci : Otonomi, Kerjasama Kediklatan, Efisiensi A. Pendahuluan Undang-Undang nomor 12 tahun 2008 tentang pemerintahan daerah, menempatkan provinsi sebagai wilayah administratif sekaligus sebagai daerah otonom, sedangkan kepada daerah kabupaten/kota hanya semata-mata sebagai daerah otonom. Dengan demikian, maka antara provinsi dengan kabupaten dan kota ada keterkaitan satu sama lain, baik dalam arti status kewilayahan maupun dalam sistim dan prosedur penyelenggaraan pemerintahan, karena kabupaten dan kota penyusunannya dilandasi oleh wilayah negara, yang diikat sebagai wilayah provinsi, sehingga pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya bertujuan untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan umum, pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat. Sehubungan dengan itu, aparatur mempunyai peran yang strategis dalam mewujudkan tujuan otonomi 1. Telah dikoreksi oleh Tim Editor Website BKD dan Diklat Provinsi NTB 2. Widyaiswara Madya pada BKD dan Diklat Provinsi NTB 1

daerah, mengingat salah satu fungsinya sebagai regulator dan implementator kebijakan, untuk mendukung peran dimaksud, pembinaan aparatur perlu dilakukan secara terencana dan berkelanjutan. Terkait dengan hal tersebut di atas, maka tugas-tugas pembinaan wilayah yang dilakukan oleh Gubernur sangat relevan dengan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas Desentralisasi, asas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, ke tiga asas pemerintahan yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan harus sinergi. Untuk mewujudkan kondisi dimaksud, diperlukan suatu koordinasi yang baik oleh Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah dan sekaligus sebagai kepala daerah. Pendidikan dan pelatihan merupakan wahana pencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kompetensi yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang dapat diteladani hal ini baru akan berhasil bila diklat tersebut berkualitas. Sehubungan dengan itu maka diperlukan sistem pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang telah diatur dengan peraturan perundang-undangan yang sudah ada, dalam hal ini diklat dilaksanakan berdasarkan beberapa asas, antara lain : 1. Asas Sinergistik, yang mengandung pengertian bahwa diklat aparatur dilaksanakan secara sinergis yang melibatkan dua pilar utama dalam pengembangan aparatur, yaitu kepegawaian dan diklat. Sinergi juga tercermin dalam hubungan koordinasi antara kabupaten/kota, provinsi dan pemerintah pusat. 2. Asas Sistem dan Jenjang Pemerintahan yang mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan Diklat harus mencerminkan adanya hubungan berjenjang antar susunan pemerintahan, yaitu kabupaten/kota, provinsi dan pemerintah 2

pusat. Jenjang dan susunan pemerintahan yang demikian jelas memperlihatkan adanya hubungan antar sistem dan sub sistem dalam penyelenggaraan diklat. B. Peran Pendidikan Dan Pelatihan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Jika ditinjau dari tujuannya, menurut Manpower Services Commissions dalam Suparman (2010), pendidikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, pemahaman dan penyerapan, nilai-nilai yang diperlukan dalam semua aspek kehidupan, bukan hanya pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan kegiatan atau pekerjaan tertentu. Dari dua konsep tersebut masing-masing menekankan kepada perubahan individu yang terkait dengan nilai-nilai, kemampuan kognitif dan psikomotor melalui pengembangan potensi diri secara terencana. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa pendidikan dilakukan untuk menyiapkan individu mengarungi kehidupan, yang tidak dibatasi oleh pekerjaan saat ini atau masa yang akan datang. Sedangkan pelatihan adalah pengalaman pembelajaran yang disiapkan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja pegawai (Nadler dalam Suparman, 2010). Secara operasional, pelatihan merupakan kegiatan yang didesain untuk membantu pegawai memperoleh pengetahuan keterampilan dan perilaku untuk melaksanakan tugas-tugasnya, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Pelatihan berorientasi pada pekerjaan saat ini atau masa datang. Pendidikan dan 3

pelatihan bagi aparatur dapat jadikan sebagai treatment bagi optimalisasi kinerja organisasi. Pendidikan dan pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, dijelaskan, bahwa diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil. C. Kompetensi Aparatur Kompetensi aparatur adalah kemampuan baik pengetahuan, keterampilan dan sikap yang secara umum harus dimiliki oleh aparatur dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya sesuai dengan standar kompetensi jabatan yang dimilikinya. Agar aparatur dapat mempunyai kompetensi yang diharapkan maka diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan (diklat) berbasis kompetensi sesuai yang berkelanjutan yakni dari pertama diangkat sebagai Calon PNS sampai menjelang pensiun. Salah satu bentuk pembinaan PNS maka pendidikan dan pelatihan PNS memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan kompetensi yang meliputi integritas, tanggung jawab, kepemimpinan, kerja sama dan fleksibilitas dalam pelaksanaan tugas-tugas. Harapannya dalam rangka peningkatan efektifitas diklat sebagai instrumen pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Maka perlu diupayakan dilakukan pembenahan terhadap manajemen pembinaan aparatur penyelenggara pemerintahan daerah berdasarkan kompetensi dan kinerja sehingga diklat aparatur pemerintah daerah difokuskan pada upaya peningkatan kompetensi penyelenggara pemerintahan daerah. Dalam memperbaiki sistim dan prosedur antara lain dengan pemetaan dan perumusan standar kompetensi, memfokuskan 4

penyelenggaraan diklat untuk peningkatan kompetensi, merumuskan sistem dan prosedur penyelenggaraan diklat satu pintu serta pendayagunaan alumni diklat dengan penempatan sesuai kompetensinya. Dalam rangka pencapaian tujuan diklat di atas, penyelenggaraan diklat haruslah terus menerus ditingkatkan kualitasnya. Berbagai komponen penyelenggaraan diklat seperti penyusunan program dan kurikulum, widyaiswara, kelembagaan instansi diklat dan SDM penyelenggara Diklat harus dikelola dan dimonitor secara itensif agar betul-betul mengarah pada peningkatan kompetensi peserta diklat. Tentunya peningkatan kualitas penyelengaraaan ini harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Untuk itu perlu adanya upaya kerjasama yang sinergis antar seluruh komponen kediklatan dengan tujuan utama terciptanya kualitas diklat yang tinggi. Adapun aspek-aspek kediklatan yang sering menjadi kendala dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat adalah sebagai berikut : kelembagaan diklat; program dan kurikulum diklat; widyaiswara; pengawasan dan evaluasi diklat. D. Strategi Penataan Kediklatan 1. Penataan Kelembagaan Dalam rangka peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat adalah penataan kelembagaan diklat daerah yang diarahkan pada pengembangan kapasitas kelembagaan (capacity building) lembaga diklat. Penataan kelembagaan merupakan rangkaian kegiatan untuk memperbaiki ToTalitas system organisasi diklat yang terdiri dari aspek-aspek kelembagaan diklat yang statis (struktur organisasi, uraian jabatan, syarat jabatan), dan aspek ketatalaksanaan dan proses yang dinamis seperti pedoman kerja, tata 5

hubungan kerja, dan koordinasi di dalam dan dengan organisasi luar. Penataan kelembagaan diklat ini perlu dilakukan mengingat fungsi penyelenggaraan diklat itu sangat terkait erat dengan berbagai stakeholders seperti bagian kepegawaian, instansi pengirim/dinas dan badan terkait. Disamping itu penataan kelembagaan juga diperlukan untuk mendorong lembaga diklat agar lebih berfokus pada upaya inovasi program dan metode pelaksnaan diklat yang efektif dalam peningkatan kompetensi aparatur. Dalam praktek kediklatan, kita masih menjumpai beberapa masalah yang sering muncul terkait dengan kelembagaan diklat diantaranya: a. Mekanisme koordinasi yang belum jelas antara lembaga diklat di Kabupaten/Kota dengan lembaga pembina diklat di Propinsi, terutama pada Kabupaten/Kota yang sudah memiliki badan/kantor diklat sendiri. b. Bagi lembaga diklat yang masih bergabung dengan instansi lain atau masih memakai nomenklatur bidang setingkat eselon III, apakah harus berdiri sendiri /terpisah dari Badan Kepegawaian Daerah. c. Belum ditaatinya kebijakan tentang akreditasi dan sertifikasi lembaga diklat. Masih banyak SKPD di daerah yang bukan lembaga diklat, namun masih menyelenggarakan diklat atau yang diakali dengan bentuk bimbingan teknis, tanpa bekerjasama dengan lembaga diklat terakreditasi. Dari beberapa fenomena tersebut, maka diperlukan rumusan strategi penataan kelembagaan diklat daerah agar benar-benar mampu menjadi pendukung peningkatan kompetensi aparatur di daerah antara lain : a. Bagian lembaga diklat yang m a s i h bergabung dengan instansi lain sudah saatnya untuk berdiri sebagai lembaga diklat tersendiri. 6

Sehingga akan bisa membentuk diri menjadi pusat pembelajaran (Training Center) dengan model diklat satu pintu, yang memiliki keleluasaan dan lebih fokus dalam menjalankan tugas dan fungsi utamanya dalam pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya aparatur. Terlebih dengan akan diberlakukannya ASN, dimana setiap PNS yang ada memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kesempatan mengembangkan diri melalui pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi. Dengan pemisahan ini nantinya memiliki implikasi yang sangat besar terhadap pengembangan kurikulum dan inovasi kediklatan yang bisa dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman. b. Penegakkan aturan akreditasi dan sertifikasi lembaga diklat. Akreditasi dan sertifikasi lembaga diklat dilakukan secara terintegrasi dengan akreditasi dan sertifikasi program diklat serta akreditasi dan sertifikasi widyaiswara. Lembaga diklat terakreditasi (Registered Training Organization/RTO) nantinya hanya akan memiliki kewenangan untuk melaksanakan diklat-diklat tertentu saja, dimana persyaratannya meliputi pemenuhan akreditasi program dan akreditasi widyaiswara. Ini berarti bahwa suatu lembaga diklat hanya boleh melaksanakan suatu program diklat tertentu apabila telah memilki program diklat terakreditasi, dengan widyaiswara terakreditasi untuk diklat tersebut. c. Akreditasi lembaga diklat harus lebih diarahkan pada pembentukan spesialisasi. Kekhususan, dan keahlian suatu lembaga diklat dalam menyelenggarakan diklat-diklat tertentu (RTO for specialized training program). Konsentrasi lembaga diklat yang 7

bertumpu pada diklat kepemimpinan harus sebisa mungkin dihindari. Oleh karena itu, lembaga diklat harus mengembangkan inovasi program diklat yang akan dijadikan kekhasan dan trade mark lembaga diklat tersebut dimata stakeholdernya. d. Koordinasi antar lembaga diklat harus lebih ditingkatkan melalui proses benchmarking penyelenggaraan diklat dan widyaiswara. Dalam menata kelembagaan ini, lembaga diklat tentunya tidak dapat dilaksanakan secara internal saja atau oleh orang-orang yang bekerja di dalamanya saja. Penataan kelembagaan ini perlu dan harus melibatkan pembuat kebijakan (policy maker) dan kebijakan-kebijakan yang dibuat akan lebih kuat mendukung dan mengembangkannya. 2. Penataan Program Kediklatan Program diklat adalah rencana kegiatan pembelajaran yang berisi seperangkat mata diklat, dan atau unit kompetensi yang harus diikuti peserta diklat agar mencapai tujuan diklat yang ingin dicapai. Jadi inti dari sutau program diklat adalah rincian dari kurikulum yang berisi mata diklat yang akan dipelajari oleh peserta diklat. Kurikulum dirancang secara tepat agar tujuan diklat tersebut dapat tercapai dan meliputi jenis mata diklat. Metode, waktu, dan sarana pembelajaran yang diperlukan. Dalam penyelenggaraan diklat aparatur selama ini seringkali terkesan sebagai penghamburan dana daerah atau hanya sekedar untuk mendapatkan sertifikat saja. Bahkan ada juga yang beranggapan diklat sebagai saat-saat refreshing yang menyenangkan bagi beberapa PNS, dimana mereka bisa terlepas sejenak dari kepenatan tugas keseharian yang monoton. Namun 8

demikian, ternyata program-program diklat yang dilakukan selama ini dinilai masih belum mampu mewujudkan tujuan yang diharapkan, yaitu peningkatan kompetensi aparatur. Ada berbagai faktor yang menyebabkan hal tersebut, salah satunya adalah bahwa pengembangan kompetensi PNS melalui program kediklatan tidak didasarkan pada kebutuhan baik kebutuhan individual maupun organisasional (Zulpikar, 2008). Sehingga menyebabkan munculnya beberapa fenomena menarik yang berkaitan dengan dengan jenis-jenis program yang ditawarkan, antara lain: - Pengembangan program diklat selama ini dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan baik yang dibutuhkan oleh pegawai maupun organisasi itu sendiri. Bahkan sebagian besar kegiatan diklat yang dilaksanakan tidak berdasarkan analisis. Sehingga wajar saja ketika aparatur seringkali dianggap tidak kompeten, karena mereka mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang tidak mereka butuhkan atau tidak sesuai dengan pekerjaan yang digelutinya. Misalnya pejabat struktural dilibatkan dalam ToT substatif dsb. Kurang berkembangnya inovasi jenis-jenis diklat teknis, karena lembaga/bagian diklat hanya fokus menyelenggarakan jenis-jenis diklat yang sama dari tahun ke tahun. Padahal, inovasi jenis diklat teknis sangat diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok aparatur pemerintah di lapangan. Dengan demikian maka diperlukan system pengaturan tentang jenis dan jenjang program diklat yang dapat diselenggarakan dan ditawarkan. Pengaturan ini dilakukan dengan tujuan agar diklat-diklat yang dilaksanakan benar-benar terkait dengan peningkatan kompetensi aparatur 9

pemerintah yang dibutuhkan di lapangan. Sistem pengaturan ini harus disusun secara bersama-sama antara instasi Pembina Diklat (Lembaga Administrasi Negara), instansi pengendali diklat (Badan Kepegawaian Negara) dengan berbagai lembaga diklat. Sistem pengaturan ini dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan akreditasi dan sertifikasi program diklat (accrediting & certifying training program) terhadap seluruh program diklat kepemimpinan, teknis dan fungsional. Menurut AQF (2005), akreditasi dan sertifikasi program adalah pengakuan tertulis dari instasi yang berwenang bahwa program tersebut layak diselengarakan dan terkait dengan syarat kompetensi jabatan tertentu. Dalam konteks PNS, program-program diklat yang diselenggarakan tentunya harus berkaitan dengan danberdampak pada syarat kompetensi jabatan sebagai PNS. Dengan kata lain, akreditasi dan sertifikasi program diklat ini bertujuan agar lembaga diklat menyelenggarakan jenis dan jenjang program diklat yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan baik dari kurikulum, materi, serta kompetensi yang ingin dicapai. Dalam rangka menertibkan dan mengelola jenis dan jenjang program diklat bagai aparatur, LAN sebagai instansi Pembina diklat perlu melaksanakan akreditasi dan sertifikasi program diklat. 3. Penataan Fasilitator Kapasitas yang harus dimiliki seorang fasititator atau yang lebih dikenal dengan nama widyaiswara menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor per/14/m.pan/2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, pasal 1 ayat 9, dikembangkan 10

menjadi 4 kemampuan dasar. Dimana dalam penjelasannya disebutkan bahwa Standar kompetensi adalah kemampuan minimal yang secara umum dimiliki oleh widyaiswara dalam menjalankan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih PNS, yang terdiri atas : Kompetensi pengelolaan pembelajaran, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi substantif. Berdasarkan masukan masukan dari penyelenggara diklat maupun para alumni diklat, kita masih mendengar keluhan tentang kurangnya widyaiswara baik dalam salah satu atau bahkan semua kemampuan dasar widyaiswara tersebut. Kapasitas dan kompetensi widyaiswara dinilai berdasarkan aspek-aspek pendidikan secara formal, aktivitasnya dalam kegiatan pengembangan dan pelaksanaan diklat, aktivitas dalam pengembangan profesi serta aktivitas penunjang lainnya. Dalam rangka meningkatkan kompetensi dan kapasitas widyaiswara, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh lembaga diklat daerah bekerjasama dengan Lembaga Administrasi Negara sebagai instansi Pembina, anatara lain : a. Kompetensi Widyaiswara Analisis kompetensi berguna untuk mengidentifikasi widyaiswara sehingga mendapatkan gambaran tentang : a). jumlah widyaiswara yang ada di lembaga diklat; b). jenis dan jenjang diklat yang telah diikuti oleh widyaiswara; c). kelompok mata diklat yang telah diampu oleh widyaiswara. Analisis terhadap peta kompetensi ini nantinya akan menggambarkan arah kebijakan yang harus diambil dalam rangka 11

m engembangkan kemampuan para widyaiswara. Setidaknya, peta kompetensi ini akan meminimalisir hal-hal sebagai berikut: - Adanya fenomena jumlah widyaiswara yang banyak tetapi tetap saja tidak cukup (many but never enough). Hal ini diakibatkan oleh penumpukan jumlah widyaiswara dengan keahlian mengajar mata diklat yang sama, dan cenderung mengajar pada program diklat yang sama. Harus diakui bahwa sebagain besar widyaiswara sekarang ini cenderung mengajar pada diklat prajabatan dan Diklatpim saja, bukan mengembangkan diklat teknis yang sangat dibutuhkan oleh kebanyakan instansi pemerintah di daerah. - Kurangnya pemberdayaan terhadap widyaiswara terutama yang berada di lembaga diklat kabupaten dan kota karena keterbatasan anggaran untuk pendidikan dan latihan serta kurangnya peluang untuk mengembangkan diri sesuai dengan jabatannya. - Secara kelembagaan, fungsi konsultatif widyaiswara belum diberdayakan dengan optimal. Terutama keterlibatannya dalam proses menganalisis kebutuhan diklat, merancang program dan kurikulum diklat baik fungsional dan teknis samapi dengan monitoring dan evaluasi pelaksanaan diklat. Dimana widyaiswara akan bisa memberikan masukan bagi terciptanya keputusan terbaik pimpinan demi meningkatkan kualitas penyelenggaraan diklat dan prestasi kerja lembaga diklat secara keseluruhan. b. Akreditasi Sertifikasi Kompetensi Widyaiswara Akreditasi adalah pengakuan formal oleh instansi Pembina bahwa seorang widyaiswara itu telah memenuhi standar kompetensi sesuai 12

dengan jabatan dan pangkat yang didudukinya. Sedangkan sertifikasi adalah pemberian bukti berupa piagam atau sertifikat bahwa yang bersangkutan kompeten atau tidak. Kedua instrument ini umumnya dilakukan sebagai proses pengujian apakah seorang layak atau tidak mendapatkan suatu status tertentu yang dilaksanakan oleh lembaga yang berwenang dalam bidang itu. Dalam konteks widyaiswara, akreditasi dan sertifikasi akan dilakukan untuk menguji apakah seorang widyaiswara itu kompeten untuk mengajar suatu mata diklat tertentu dan dilakukan secara periodik. Proses akreditasi dan sertifikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa mereka yang telah diangkat sebagai widyaiswara akan terus menerus menjaga profesionalismenya sehingga kiprah dalam proses pembelajaran diklat tetap maksimal. c. Penyelenggaraaan Diklat Kewidyaiswaraan Secara umum, saat ini LAN telah mengembangkan tiga jenis ToT untuk para widyaiswara yaitu: - ToT berjenjang yang dilaksanakan agai para widyaiswara sesuai dengan jenjang yang saat ini didudukinya, misalnyawidyaiswara pertama wajib mengikuti ToT Berjenjang Tingkat Pertama, dan widyaiswara utama wajib mengikuti ToT berjenjang tingkat Utama. - ToT Substantif yang bertujuan untuk memberikan pemahaman materi yang lebih mendalam kepada para widyaiswara dalam suatu mata diklat atau topic tertentu, misalnya pendalaman untuk materi diklatpim 13

III maka seorang widyaiswara harus mengikuti ToT substantif Diklatpim Tingkat III. - ToT metode pembelajaran yang bertujuan untuk memperdalam bagaimana menyampaikan materi materi pelajaran kepada para peserta diklat secara efektif, misalnya ToT Metode pembelajaran efektif, ToT metode studi kasus dan lain-lain. 4. Monitoring Dan Evaluasi Monitoring adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik oleh pihak luar maupun dalam untuk menjamin bahwa pelaksanaan suatu kegiatan itu sesui dengan apa yang telah ditetapkan, sesuai prosedur, aturan hukum, serta peran dan fungsi masing-masing. Dan fokus monitoring lebih ditekankan pada proses pelaksanaan tugas. Sedangkan evaluasi berasal dari kata dasar value (nilai) adalah suatu pemeriksaan (penyelidikan yang sistemis tentang manfaat atau kegunanaan sesuatu berdasarkan standar tertentu (A joint Commintee on Standard for Evaluation). Sehingga evaluasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pihak luar maupun dalam untuk mengetahui apakah tujuan dari suatu kegiatan atau program telah tercapai atau tidak. Fokus evaluasi adalah untuk menentukan apakah program itu harus dilanjutkan atau dihentikan, atau harus dilakukan perbaikan-perbaikan dimasa yang akan datang. Dengan diperkuat lagi oleh pendapat Chelimsy (199 7) berdasarkan hasil International Evaluation Conference di Vancouver Canada menyimpulkan ada tiga perspektif dalam evaluasi, yaitu: 1). Evaluation for accountability; 2). Evaluation for Development, dan 3). Evaluation for knowledge. 14

Unsur-unsur yang akan dimonitor dan evaluasi mencakup seluruh aspek-aspek pengeloaan kediklatan, yaitu: a. Analisis Kebutuhan Diklat b. Tujuan Diklat dan pencapaian standar kompetensi c. Materi diklat d. Metode dan teknik penyampaian e. Peserta Diklat f. Widyaiswara g. Proses pembelajaran h. Sarana dan prasarana Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi diklat, pimpinan lembaga diklat harus memiliki komitmen yang kuat untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat. Komitmen ini dapat ditunjukkan dengan melakukan dua proses monitoring dan evaluasi yaitu internal dan eksternal pengawasan dan evaluasi diklat. Pengawasan dan evaluasi internal dapat dilakukan dengan menunjuk pengawas (assessor) yang diberi tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan diklat. Pengawasan secara eksternal dilakukan dengan mengijinkan pengawas dari instansi Pembina (LAN) untuk melakukan kunjungan pengawasan (monitoring visit) terhadap proses pembelajaran diklat. Kedua proses ini mengarah pada encapaian kualitas pembelajaran diklat yang tinggi. Dengan melakukan pengawasan dan evaluasi yang tepat, kita berharap bahwa kualitas penyelenggaraan diklat menuju peningkatan kompetensi aparatur akan terus meningkat. Yang terpenting adalah harus ada komitmen antara pengawas, evaluator, dan pejabat structural baik dari penyelenggara maupun instansi Pembina. 15

E. Koordinasi Pemerintah Daerah Koordinasi merupakan usaha penyatuan kegiatan satuan kerja atau unit-unit yang ada dalam organisasi, agar organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi untuk mencapai tujuannya (Handayaningrat, 2004). Koordinasi merupakan salah satu prinsip organisasi yang harus dilaksanakan, karena semua kegiatan organisasi perlu dikoordinasikan terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya kesimpangsiuran tugas dan tanggung jawab. Koordinasi merupakan syarat mutlak untuk menjamin agar semua kegiatan dalam organisasi dapat berjalan dengan harmonis dan efisien. Sehingga di dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk provinsi dipimpin oleh Gubernur dan kabupaten/kota dipimpin oleh Bupati/Walikota untuk melaksanakan koordinasi dan pembinaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tugas dan wewenang Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi sebagaimana dilansir pada Undang- Undang nomor 12 tahun 2008 adalah: 1. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 2. Koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintahan di Daerah provinsi dan Kabupaten/Kota; 3. Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelegaraan tugas pembantuan di Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Disamping itu apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar Kab/Kota dalam satu provinsi, Gubernur berkewajiban untuk menyelesaikan perselisihan dimaksud sebagaimana yang di amanatkan dalam 16

Undang-Undang nomor 12 tahun 2008. Koordinasi pemerintahan dilaksanakan pada tingkat nasional, regional, provinsi, kabupaten/kota dan desa secara berkala dan dilaksanakan antar susunan pemerintahan yang terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan. Koordinasi tingkat nasional dan regional dilaksanakan oleh kementerian sesuai dengan fungsi dan kewenangannya dan dikoordinasikan dengan menteri ( UU nomor 12 tahun 2008). Sedangkan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dengan PP 45 tahun 2008 antara lain : 1. Pembinaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan pemerintahan daerah. 2. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah 3. Pembinaan yang dilaksanakan Pemerintah meliputi : a. Koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan; b. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan; c. Pemberian bimbingan, supervisi,dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan d. Pendidikan dan Pelatihan; dan e. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan. F. Pembinaan Kediklatan Dengan adanya Peraturan Pemerintah 101/2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil, telah menempatkan diklat dalam posisi yang strategis. 17

Diklat bukan semata-mata sebagai bagian dari manajemen kepegawaian, diklat juga merupakan bagian integral dari sistem pembinaan penyelenggaraan pemerintah daerah. Pembinaan kediklatan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan atau Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan diklat, sejalan itu, maka terdapat 3 (tiga) aspek pembinaan diklat : 1. Substansi diklat; 2. Prosedur dan mekanisme diklat; 3. Tenaga kediklatan Koordinasi kediklatan merupakan pengaturan yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang bertujuan untu menjamin keselarasan, keserasian dan keseimbangan hubungan dalam satu tingkat pemerintahan dan antar tingkat pemerintahan dalam penyelenggaraan diklat di daerah. Kediklatan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi dikoordinasikan oleh provinsi. Kediklatan antar provinsi dengan kab/kota lebih dari satu provinsi dan antar provinsi dikoordinasikan oleh Kementerian Dalam Negeri. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2008, pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi : 1. Koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan 2. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan 3. Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan; 4. Pendidikan dan pelatihan; 18

5. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan. Bentuk-Bentuk Koordinasi : 1. Asistensi yaitu koordinasi dalam bentuk bantuan kediklatan, seperti: penyelenggaraan, program, tenaga pengajar, modul dsb. 2. Supervisi, yaitu koordinasi dalam bentuk bantuan kajian, monitoring dan evaluasi. 3. Konsultasi, yaitu koordinasi dalam bentuk bantuan ide, gagasan dan konsep guna menyelesaikan suatu masalah. Koordinasi dilakukan sesuai dengan jenjang dan susunan antar pemerintahan, oleh karena itu terdapat 2 (dua) mekanisme koordinasi yaitu : 1. Koordinasi berjenjang (vertikal) yang dilakukan secara terstruktur dari kabupaten/kota ke Provisi dan kemudian diteruskan ke Pemerintah Pusat secara timbal balik. 2. Koordinasi fungsional (horisontal) merupakan koordinasi yang dilaksanakan dalam satu tingkatan pemerintahan sebagai berikut : a. Pada tingkatan pemerintahan kabupaten/kota (antar unit/lembaga dalam satu kabupaten/kota); b. Pada tingkatan pemerintahan provinsi (antar unit/lembaga provinsi); c. Pada tingkatan Pemerintah pusat (antar kementerian) G. Implementasi Kerjasama Kediklatan Implementasi pelaksanaan kediklatan memerlukan kualitas PNS yang memiliki kompetensi dan keprofesioanalan dalam bidangnya masing-masing. Melihat kenyataan ini PNS sebagai abdi negara sekaligus aparatur pemerintah dituntut 19

meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik secara terus menerus. Salah satu upaya peningkatan tersebut dilakukan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi PNS. Dalam pelaksanaan tugas-tugasnya Gubernur dibantu oleh Lembaga Teknis Daerah dan Dinas Daerah yang merupakan lembaga teknis daerah sebagai unsur pendukung tugas Kepala Daerah. 1. Kondisi Saat Ini Kondisi saat ini belum terlaksananya koordinasi dan kerjasama kediklatan yang optimal, baik dalam internal provinsi maupun antara provinsi dengan kab/kota. Berbicara masalah koordinasi tidak semudah membalik telapak tangan karena mudah di ucapkan namun dalam pelaksanaan sering tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terjadi apabila melaksanakan diklat prajabatan baik golongan I, II dan III maupun diklat pim IV dan III harus dikerjasamakan dengan badan diklat yang terakreditasi dalam bentuk pola kemitraan namun didalam pelaksanaannya sering terjadi setelah ada pola kemitraan tidak ada tindak lanjutnya. Hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama baik antara Diklat Provinsi, kabupaten dan kota. Hal koordinasi dan kerjasama perangkat daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat sangat penting dan perlu kita perhatikan bersama mengantisipasi perubahan struktur organisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 84 tahun 2000 menjadi struktur yang berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2007 yang tentunya banyak terjadi perampingan misalnya saja jumlah jabatan struktural berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 84/2000 berjumlah ±1209 jabatan struktural akan menjadi 965 berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 41/2007 jadi akan dikurangi 244 jabatan struktural dan akan terjadi biro yang dulunya 20

10 akan menjadi 9 biro dan dinas dulunya 17 akan menjadi 15 dinas dan seterusnya. Hal ini tentu personil yang kena perampingan tersebut diarahkan kejabatan fungsional. Berkaitan dengan jabatan fungsional tersebut yang dibutuhkan 3510 jabatan fungsional yang sudah ada 1237 jabatan fungsional, masih terjadi kekurangan 2273. untuk mengisi kekurangan ini terdapat kendala-kendala antara lain persyaratan jabatan fungsional terlalu ketat dan faktor usia disamping tidak mempunyai kompetensi. Hal ini apabila tidak sedini mungkin diantisipasi dengan melakukan koordinasi dan kerjasama yang baik khususnya dalam bidang kediklatan dengan instansi-instansi terkait akan menimbulkan masalah baru lagi. 2. Kondisi Yang Diharapkan Kondisi Kediklatan yang diharapkan adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama yang baik dengan instansi terkait baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota, maka perlu adanya komitmen bersama dengan pelaksanaan tugas secara profesional dan bisa dilaksanakan melalui rapat-rapat koordinasi atau kerjasama baik ditingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota b. Meningkatkan koordinasi badan diklat provinsi dengan daerah pihak lain melalui pembinaan jejaring kerja dalam pengelolaan program kediklatan c. Meningkatkan sarana dan prasarana untuk mendukung diklat sebagai investasi dalam pembangunan sumber daya aparatur dengan dana yang memadai d. Meningkatkan kepercayaan lembaga diklat provinsi terhadap lembaga diklat kabupaten/kota melalui penyelenggaraan diklat mengikuti 21

prosedur, mekanisme penyelenggaraan diklat dengan meningkatkan koordinasi dan kerjasama. e. Melalui kewenangannya lembaga diklat hendaknya melakukan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah akan dapat mendukung kegiatan kediklatan f. Diklat diharapkan kedepannya dapat menghasilkan lulusan out put yang mampu bekerja secara profesional dibidang tugasnya masing-masing. H. Kesimpulan 1. Kualitas diklat akan sangat menentukan kompetensi aparatur yang ada yang pada gilirannya akan meningkatkan kinerja aparatur. 2. Koordinasi mutlak harus dilaksanakan, karena semua kegiatan organisasi harus dikoordinasikan untuk mencegah terjadinya kesimpangsiuran tugas dan tanggung jawab 3. Koordinasi kediklatan merupakan pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang bertujuan untuk menjamin keselarasan, keserasian dan keseimbangan hubungan dalam satu tingkat pemerintahan dan antar tingkat pemerintahan dalam penyelenggaraan diklat di daerah. Daftar Pustaka Buku : AQF, 2005, Handbook of Qualification Framework. Chelimsky, E and Shadish, W.R., 1997, Evaluation for 21th Century: A handbook, Thousand Oaks Sage. Handayaningrat, Soewarno, Drs., 2004, Administrasi Pemerintahan dalam Pembangunan, Gunung Agung, Jakarta LAN RI, 2009, Bahan Diklat bagi Pengelola Diklat: Evaluasi Diklat, LAN, Jakarta Purwanto dan Atwi Suparman, 1999, Evaluasi Program Diklat, STIA LAN Press, Jakarta 22

Simpson John & Edmund Weiner, 1989, Oxford English Dictionary. United Kingdom: Oxford University Press. Sri Wahyuni, M.Pd, 2013, Website bkddiklat.ntbprov.go.id Suparman, R., 2010, Model Program Pengembangan Karir Pegawai Berbasis Diklat Pada Pusat Kajian dan pendidikan dan Pelatihan Aparatur I Lembaga Administrasi Negara. Jurnal Diklat Aparatur. Volume 6: Nomor 2 : 2010, PKP2A I LAN, Bandung. Syahroni, HR, Drs, 2002, Koordinasi Kepemerintahan, Pustaka Pelajar, Jakarta UNDP, 1997, Governance for Sustainable Development- A Policy Document, UNDP, New York. Zulfikar, 2008, Optimalisasi Penyelenggaraan Diklat Prajabatan dalam Upaya Membentuk Kompetensi Kerja Pegawai Negeri Sipil, dalam Jurnal Diklat Aparatur, Volume 4, Nomor 1, PKP2A I LAN, Bandung Dokumen : Undang Undang 43/1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Badan Kepegawaian Republik Indonesia Undang Undang 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Undang-Undang 12/2008 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah 101/2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah 45/2008 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Peraturan M enpan 14/2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Akses Internet : Website BKD dan Diklat Provinsi NTB : http:///bkddiklat.ntbprov.go.id ( diserahkan ke Tim Editor Website BKD dan Diklat Provinsi NTB tanggal 26 Maret 2014). 23