STRUKTUR ORGANISASI BNNK SLEMAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BULUNGAN PROPINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Loka Rehabilitasi. Organisasi. Tata Kerja.

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BERITA NEGARA. No.679, 2012 BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Balai Rehabilitasi. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2016, No Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

2016, No Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional;

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

17. Keputusan Menteri...

SOSIALISASI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) OLEH : AKBP AGUS MULYANA

KEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

BNN. Orta. Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 8, 2014 BNN. Penghargaan. Pencegahan. Pemberantasan. Narkotika. Prekursor. Tata Cara.

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LABORATORIUM NARKOBA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No (Lembaran Negara Republik Indoinesia Tahun 2010 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5120); 5. Peraturan Pemeri

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

BADAN NARKOTIKA NASIONAL

Transkripsi:

STRUKTUR ORGANISASI BNNK SLEMAN KEPALA Drs. Kuntadi, M.Si KEPALA SUBBAGIAN UMUM Dra Giyarni Perencana, Program, dan Anggaran Wasisno, S. Kom Pengadministrasi Umum Andree Kusuma Bendahara Pengeluaran Kabul Budi Dwicahyo, A. Md Penata Laporan Keuangan Intan Pratiwi, A. Md. Akt KEPALA SEKSI PENCEGAHAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Laminem, SH Penyuluh Narkoba Ahli Pertama Sugani Jiyantoro, S.I.Kom Penyuluh Narkoba Ahli Pertama Irindra Septy W, S.I.Kom KEPALA SEKSI REHABILITASI Arif Wibowo, SKM.MM Dokter Pertama dr. Sekar Larasati Asisten Konselor Komang Aryawati W, SKM KEPALA SEKSI PEMBERANTASAN Hariyadini Wulandari Analis Intelijen Taktis Pratama Ahmad Yusro Arifin, S.H Analis Intelijen Taktis Pratama Musfiah Tika Arfiana, S.H Pengolah Data Asisten Konselor Analis Intelijen Produk Pratama Rio Bratu Pamungkas, A. Md Sumasdita, S.Psi Hendro Mulyo Nugroho, S.H Pengolah Data Ari Setyaningrum, A. Md Pengadministrasi Umum Dani Ari Wisnu Nugroho, A. Md Pengolah Data Risna Oktaviana, A. Md Petugas Pemetaan Jaringan Pratama Amalia Intanniza Sari, S. Kom

Lampiran 2 PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota sebagaimana telah diubah, dengan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2013 perlu disesuaikan dengan beban kerja tugas dan fungsi organisasi; b. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 2.Undang...

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 246); 5. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 16 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2085); Memperhatikan : Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor : B / 732 / M.PANRB / 02 /2015 tanggal 26 Pebruari 2015. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI DAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA. BAB I.

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA DAN/ATAU TERDAKWA PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 54 Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang ditetapkan sebagai Tersangka atau Terdakwa dalam perkara Tindak Pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika perlu penanganan secara khusus dengan menempatkan dalam lembaga Rehabilitasi guna memperoleh pengobatan dan perawatan dalam rangka pemulihan; b. bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, Pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan...

peradilan dapat ditempatkan dalam Lembaga Rehabilitasi; c. bahwa dalam rangka menentukan peran tersangka sebagai Pecandu Narkotika dan/atau Korban Penyalahgunaan Narkotika yang dapat diberikan rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial berdasarkan rekomendasi hasil dari Tim Asesmen Terpadu; d. bahwa Pecandu Narkotika dan/atau Korban Penyalahgunaan Narkotika yang ditetapkan sebagai Tersangka atau Terdakwa dalam perkara Tindak Pidana Narkotika selama proses peradilan perlu penanganan secara khusus melalui penempatannya ke dalam lembaga Rehabilitasi guna memperoleh pengobatan dan perawatan dalam rangka pemulihan; dan e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu ditetapkan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional tentang Tata Cara Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran 2. Negara Republik Indonesia Nomor 5062); Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5216); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Bagi Pecandu Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun...

Tahun 2011 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5211); 4. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional; 5. Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor 01/PB/MA/III/2014, Nomor 03 TAHUN 2014, Nomor 11 Tahun 2014, Nomor 03 TAHUN 2014, Nomor PER-005/A/JA/03/2014, Nomor 1 TAHUN 2014, PERBER/01/III/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 465); 6. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional; 7. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1161); dan 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 232). MEMUTUSKAN...

MEMUTUSKAN: Menetapkan : TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA DAN/ATAU TERDAKWA PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala ini, yang dimaksud dengan: 1. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. 2. 3. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa dan/atau diancam untuk menggunakan Narkotika. 4. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. 5. Narkotika Pemakaian Satu Hari adalah Narkotika jumlah tertentu yang dibawa, dimiliki, disimpan dan/atau dikuasai untuk digunakan oleh penyalah guna Narkotika. 6. Tim Asesmen Terpadu adalah tim yang terdiri dari Tim Dokter dan Tim Hukum yang ditetapkan oleh Pimpinan satuan kerja setempat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. 7. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. 8. Rehabilitasi...

8. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas Pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. 9. Lembaga Rehabilitasi Medis adalah Fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan rehabilitasi medis bagi Pecandu, Korban Penyalahgunaan Narkotika dan Penyalah Guna Narkotika yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. 10. Lembaga Rehabilitasi Sosial adalah Tempat atau panti yang melaksanakan rehabilitasi sosial bagi Pecandu, Korban Penyalahgunaan dan Penyalah Guna Narkotika yang ditetapkan oleh Menteri Sosial. 11. Klinik Pratama adalah Klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar baik umum maupun khusus. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud dan Tujuan Peraturan ini adalah: a. menjadi pedoman teknis penanganan terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum yang telah ditetapkan sebagai Tersangka untuk dapat menjalani rehabilitasi; dan b. mengatur pelaksanaan penempatan Tersangka ke dalam lembaga rehabilitasi sehingga dapat dilakukan secara tepat, transparan, dan akuntabel, berdasarkan rekomendasi dari Tim Asesmen Terpadu. BAB III PELAKSANAAN Pasal 3 (1) Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum sebagai Tersangka dan/atau Terdakwa dalam penyalahgunaan...

penyalahgunaan Narkotika yang sedang menjalani proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan di pengadilan diberikan pengobatan, perawatan dan pemulihan dalam lembaga rehabilitasi. (2) Penentuan rekomendasi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan hasil rekomendasi Tim Asesmen Terpadu. (3) Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menderita komplikasi medis dan/atau komplikasi psikiatris, ditempatkan di rumah sakit pemerintah yang biayanya ditanggung sendiri atau keluarga serta bagi yang tidak mampu ditanggung oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam hal Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memilih ditempatkan di rumah sakit swasta tertentu yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan rehabilitasi, biaya menjadi tanggungan sendiri atau keluarga. (5) Keamanan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum yang ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi atau rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), dilaksanakan oleh rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi yang memenuhi standar keamanan tertentu serta dalam pelaksanaannya dapat berkoordinasi dengan Pihak Polri. Pasal 4 (1) Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum sebagai Tersangka penyalahgunaan Narkotika yang ditangkap atau tertangkap tangan tanpa barang bukti Narkotika dan terbukti positif menggunakan Narkotika sesuai dengan hasil tes urine, darah, dan/atau rambut, ditempatkan di lembaga rehabilitasi yang dikelola oleh pemerintah setelah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan Hasil Laboratorium dan Berita Acara Pemeriksaan oleh Penyidik...

Penyidik dan telah dilengkapi dengan rekomendasi hasil asesmen Tim Asesmen Terpadu. (2) Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum sebagai Tersangka yang ditangkap atau tertangkap tangan dan terdapat barang bukti dengan jumlah tertentu serta terbukti positif memakai Narkotika sesuai hasil tes urine, darah, rambut dan/atau DNA, selama proses peradilannya berlangsung dalam jangka waktu tertentu dapat ditempatkan di lembaga rehabilitasi yang dikelola oleh pemerintah, setelah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan Hasil Laboratorium dan Berita Acara Pemeriksaan oleh Penyidik Polri dan/atau Penyidik BNN dan telah dilengkapi dengan rekomendasi hasil asesmen Tim Asesmen Terpadu. (3) Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum yang ditangkap atau tertangkap tangan dengan barang bukti melebihi dari jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan positif memakai Narkotika berdasarkan hasil tes urine, darah, rambut dan/atau DNA, setelah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan Hasil Laboratorium dan Berita Acara Pemeriksaan oleh Penyidik dan telah dinyatakan dengan rekomendasi hasil asesmen dari Tim Asesmen Terpadu, tetap ditahan. (4) Barang bukti dengan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (5) Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditahan di Lapas, Rutan, atau cabang Rutan di bawah naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, diberikan pengobatan dan perawatan dalam rangka rehabilitasi. (6) Hasil Asesmen dari Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) wajib disimpulkan paling lama 6 (enam) hari sejak ditangkap atau tertangkap tangan oleh Penyidik. Pasal 5...

Pasal 5 (1) Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang berstatus Warga Negara Asing diberlakukan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. (2) Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan oleh Penyidik kepada Kementerian yang membidangi urusan Keimigrasian untuk dikenakan tindakan deportasi dengan menyertakan rekomendasi hasil asesmen Tim Asesmen Terpadu dan dilaporkan secara tertulis kepada Pengadilan Negeri setempat. (3) Pelaksanaan deportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan kepada Penyidik yang mengajukan deportasi. (4) Dalam hal Warga Negara Asing sebagai Pecandu Narkotika yang merangkap sebagai pengedar ditahan di Lapas, Rutan atau Cabang Rutan dapat memperoleh rehabilitasi. (5) Terhadap Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap diproses hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 6 (1) Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum sebagai Tersangka yang merangkap Pengedar Narkotika, ditahan di Lapas, Rutan atau Cabang Rutan dan bagi yang bersangkutan memperoleh rehabilitasi yang dilaksanakan di dalam Lapas, Rutan dan Cabang Rutan. (2) Selama proses penyidikan dan/atau penuntutan perkara berjalan, Penyidik dan/atau Jaksa Penuntut Umum melakukan koordinasi dengan pihak lembaga rehabilitasi dalam hal proses pengiriman dan penjemputan Tersangka atau Terdakwa Perkara Tindak Pidana Narkotika. (3) Dalam hal Tersangka atau Terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditempatkan di lembaga rehabilitasi di dalam Lapas, Rutan atau Cabang Rutan, Penyidik dan/atau Jaksa Penuntut Umum berkoordinasi dengan pihak Lapas, Rutan atau Cabang Rutan setempat. Pasal 7...

Pasal 7 Penyidik dalam menempatkan Pecandu Narkotika atau Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum ke dalam lembaga rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, 5 dan 6, melaporkan kepada pengadilan negeri setempat untuk mendapatkan penetapan dengan melampirkan rekomendasi hasil asesmen Tim Asesmen Terpadu. BAB IV TATA CARA ASESMEN Bagian Kesatu Pengajuan Asesmen Pasal 8 (1) Penyidik menempatkan Tersangka Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang sedang dalam proses peradilan ke dalam lembaga rehabilitasi. (2) Penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah Tersangka mendapatkan rekomendasi berdasarkan asesmen dari Tim Asesmen Terpadu. (3) Asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan permohonan Penyidik kepada Tim Asesmen Terpadu. (4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan secara tertulis dengan tembusan kepada Kepala BNN setempat sesuai dengan tempat kejadian perkara. (5) Penyidik mendapatkan nomor register asesmen berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Bagian Kedua...

Bagian Kedua Tim Asesmen Terpadu Pasal 9 (1) Asesmen terhadap Pecandu Narkotika atau Korban Penyalahgunaan Narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum sebagai Tersangka maka dibentuk dan ditunjuk Tim Asesmen Terpadu. (2) Tim Asesmen terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. Tim Dokter yang meliputi Dokter dan Psikolog yang telah memiliki sertifikasi asesor dari Kementerian Kesehatan; b. Tim Hukum yang terdiri dari unsur Polri, BNN, Kejaksaan dan Kementerian Hukum dan HAM. (3) Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Badan Narkotika Nasional setempat. (4) Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b khusus untuk penanganan tersangka anak dan melibatkan Balai Pemasyarakatan. Pasal 10 (1) Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 melaksanakan asesmen di Klinik Pratama yang ada di BNN Provinsi dan BNN Kabupaten/Kota. (2) Klinik Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 (1) Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), secara berjenjang dibawah koordinasi: a. Badan Narkotika Nasional; b. Badan Narkotika Nasional Propinsi; dan c. Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. (2) Tim...

(2) Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, untuk Tingkat Pusat berkedudukan di ibukota dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala BNN. (3) Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, untuk Tingkat Provinsi berkedudukan di ibukota Provinsi dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala BNN Provinsi. (4) Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, untuk Tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota. (5) Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk Tingkat Kabupaten/Kota diusulkan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota dan ditetapkan dengan keputusan Kepala BNN Provinsi. Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang Tim Asesmen Terpadu Pasal 12 (1) Tim Asesmen Terpadu mempunyai tugas untuk melakukan: a. asesmen dan analisis medis, psikososial, serta merekomendasi rencana terapi dan rehabilitasi seseorang yang ditangkap dan/atau tertangkap tangan. b. analisis terhadap seseorang yang ditangkap dan/atau tertangkap tangan dalam kaitan peredaran gelap Narkotika dan penyalahgunaan Narkotika. (2) Tim Asesmen Terpadu mempunyai kewenangan untuk melakukan: a. atas permintaan Penyidik untuk melakukan analisis peran seseorang yang ditangkap atau tertangkap tangan sebagai Korban Penyalahgunaan Narkotika, Pecandu Narkotika atau pengedar Narkotika; b. menentukan...

b. menentukan kriteria tingkat keparahan penggunaan Narkotika sesuai dengan jenis kandungan yang dikonsumsi, situasi dan kondisi ketika ditangkap pada tempat kejadian perkara; dan c. merekomendasi rencana terapi dan rehabilitasi terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada huruf b. (3) Pelaksanaan asesmen dan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh: a. Tim Dokter bertugas melakukan asesmen dan analisis medis, psikososial serta merekomendasi rencana terapi dan rehabilitasi Penyalah Guna Narkotika. b. Tim Hukum bertugas melakukan analisis dalam kaitan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan penyalahgunaan Narkotika berkoordinasi dengan Penyidik yang menangani perkara; Pasal 13 Hasil asesmen dari Tim Asesmen Terpadu bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Prosedur Kerja Tim Asesmen Terpadu Pasal 14 (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) diajukan oleh Penyidik paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah penangkapan. (2) Tim Asesmen Terpadu melakukan asesmen setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tim...

(3) Tim Asesmen Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melaksanakan tugasnya dan memberikan rekomendasi hasil asesmen dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) hari kepada Penyidik untuk dilaporkan secara tertulis kepada Pengadilan Negeri setempat. Pasal 15 (1) Asesmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a, meliputi: a. Wawancara, tentang riwayat kesehatan, riwayat penggunaan Narkotika, riwayat pengobatan dan perawatan, riwayat psikiatris, serta riwayat keluarga dan sosial Tersangka dan/atau Terdakwa; b. c. Observasi atas perilaku Tersangka; dan Pemeriksaan fisik dan psikis. (2) (3) Asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan ditandatangani minimal oleh 2 (dua) orang anggota Tim Medis. Format asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Pasal 16 (1) Asesmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, meliputi: a. pencocokan identitas Tersangka, antara lain : photo, sidik jari, ciriciri fisik, dan nama/alias, dengan data jaringan Narkotika yang ada di database BNN dan Polri; b. c. d. analisis data intelijen terkait, jika ada; riwayat keterlibatan pada tindak kriminalitas; telaahan Berita Acara Pemeriksaan Tersangka yang terkait dengan perkara lainnya; dan e. telaahan penerapan pasal-pasal Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalah Guna Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial dan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE- 002/A/JA/02/2013 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial. (2) Asesmen...

(2) (3) Asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan ditandatangani minimal oleh 2 (dua) orang anggota Tim Hukum. Format asesmen, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Pasal 17 (1) Dalam melakukan asesmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16, Tim Asesmen Terpadu dapat meminta keterangan kepada Tersangka dan pihak lain yang terkait. (2) Setiap pelaksanaan asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani oleh anggota Tim Asesmen Terpadu. (3) Format Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Pasal 18 (1) Tim Asesmen Terpadu memberikan rekomendasi pelaksanaan rehabilitasi. (2) Dalam hal kepentingan pemulihan Tersangka, rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah Tim Asesmen Terpadu melakukan asesmen. (3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam bentuk Surat Keterangan yang ditandatangani oleh Ketua Tim Asesmen Terpadu. (4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Penyidik yang meliputi: 1. peran tersangka sebagai: a) Pecandu dengan tingkat ketergantungannya terhadap Narkotika; b) Pecandu merangkap sebagai pengedar atau terlibat dalam jaringan peredaran gelap Narkotika; dan c) Korban Penyalahgunaan Narkotika. 2. rencana rehabilitasi sesuai dengan tingkat ketergantungan Narkotika; (5) Contoh...

(5) Contoh Format rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. BAB V PENEMPATAN Pasal 19 (1) Penempatan dalam lembaga rehabilitasi merupakan kewenangan penyidik setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Asesmen Terpadu. (2) Penempatan ke dalam lembaga rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik ke dalam lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh pemerintah, dengan dilengkapi Berita Acara Penempatan di lembaga rehabilitasi. Pasal 20 Keamanan Tersangka yang ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi dilaksanakan oleh rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi yang memenuhi standar keamanan tertentu serta dalam pelaksanaannya dapat berkoordinasi dengan pihak Polri. BAB VI PEMBIAYAAN Pasal 21 Biaya pelaksanaan asesmen dalam proses peradilan yang dilakukan oleh Tim Asesmen Terpadu dibebankan pada anggaran Badan Narkotika Nasional. BAB VII...

BAB VII KETENTUAN LAIN Pasal 22 (1) Jaksa Penuntut Umum untuk kepentingan penuntutan dan Hakim untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, dapat meminta bantuan kepada Tim Asesmen Tepadu setempat untuk melakukan asesmen terhadap Terdakwa. (2) Bantuan asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Peraturan ini dan hasilnya diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum atau Hakim dengan Berita Acara penyerahan rekomendasi hasil asesmen. Pasal 23 (1) Tersangka yang diduga sebagai pengedar Narkotika ditahan di dalam Lapas, Rutan, atau Cabang Rutan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula terhadap Tersangka yang terbukti memiliki Narkotika melebihi jumlah tertentu dan terbukti positif memakai Narkotika. (3) Tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tetap mendapatkan pengobatan dan perawatan dalam rangka pemulihan baik secara medis maupun sosial. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 (1) Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak peraturan ini diundangkan, setiap BNN Provinsi dan BNN Kabupaten/Kota telah memiliki Tim Dokter yang sudah bersertifikat asesor dari Kementerian Kesehatan dan Klinik Pratama yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan setempat. (2) Dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak peraturan ini diundangkan, database jaringan peredaran gelap Narkotika sudah dapat diakses oleh Penyidik yang ditetapkan sebagai Tim Hukum dalam Tim Asesmen Terpadu. BAB IX...

BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Dengan berlakunya Peraturan Kepala ini maka Peraturan Kepala Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka atau Terdakwa Penyalah Guna, Korban Penyalahgunaan Narkotika, dan Pecandu Narkotika dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 26 Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 17 Juni 2014 KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL ttd ANANG ISKANDAR Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 19 Juni 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA ttd AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 844

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA DAN/ATAU TERDAKWA PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI