KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

dokumen-dokumen yang mirip
VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

PENDAHULUAN Latar Belakang

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

III KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

I. PENDAHULUAN. secara lestari sumber daya alam hayati dari ekosistemnya.

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

MUSEUM ZOOLOGI DI BOGOR PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR MORPHOSIS

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO 2002

ABSTRAKSI Pariwisata adalah serangkaian kegiatan melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha untuk mencari keseimbangan, keserasian, dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, untuk ememnuhi kebutuhan segala aktivitas tersebut. Pembangunan kepariwisataan alam sebagai sumber daya pariwisata adalah yang paling besar dalam memberikan peluang, hal tersebut bisa dilihat dari klasifikasi jenis obyek dan daya tarik dimana wisata alam menempati prosentase yang paling tinggi. Kabupaten Jepara mempunyai kawasan andalan dalam sektor pariwisata berupa wisata alam yaitu Taman Nasional yang biasa disebut sebagai Kepulauan Karimunjawa. Kepulauan Karimunjawa merupakan gugusan kepulauan berjumlah 27 pulau yang terletak di Laut Jawa, secara administratif Kepulauan Karimunjawa termasuk wilayah Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah yang secara keseluruhan mencakup dataran seluas 7.033 Ha, kawasan tersebut mempunyai daya tarik tersendiri dan tergolong masih alami. Namun selama ini dalam pembangunan Kepulauan Karimunjawa mengalami benturan terhadap kepentingan konservasi yang menyebabkan penurunan kualitas maupun kondisi potensi sumberdaya alam dan lingkungan sehingga mengancam kelestarian lingkungan sebagai kawasan konservasi. Oleh karena itu, studi ini merupakan salah satu upaya untuk menemukenali kondisi dan prospek perkembangan pariwisata yang sudah ada untuk merencanakan pengembangan atraksi wisata yang dapat dilakukan pada kawasan konservasi di Kepulauan Karimunjawa. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut : Kualitatif Deskriptif, SWOT Analysis Method, Metode Penilaian dan Metode Checklist sederhana. Ditinjau dari cara dan taraf pembahasan masalahnya akan dungkapkan dalam bentuk deskriptif yang didukung dengan bentuk normative, kajian pustaka dan dalam bentuk spasial dengan menggunakan peta. Dari hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan dari studi ini. Pertama, temuan tersebut pada awalnya Kepulauan Karimunjawa mempunyai potensi wisata bahari yang dapat diandalkan memberikan kontribusi pendapatan daerah Kabupaten Jepara. Temuan tersebut selaras dengan hasil analisis SWOT yang diperoleh suatu kesimpulan bahwa masa depan pengembangan pariwisata Kepulauan Karimunjawa tergolong Usaha Matang Prospektif, sehingga layak untuk tetap diusahakan pengembangannya. Kedua, berdasarkan temuan studi dalam pengembangan pariwisata juga kurang memperhatikan kelestarian lingkungan sehingga sehingga terbenturnya kegiatan pariwisata terhadap kepentingan konservasi, dimana dari ketiga faktor pengembangan pariwisata pada setiap elemennya yang berpengaruh antara lain atraksi diving, perilaku wisatawan dan pembangunan fasilitas dermaga mendapatkan tingkat pengaruh utama pada kepentingan konservasi. Setelah diketahui dampak dari pengembangan pariwisata di Kepulauan Karimunjawa maka dapat direncanakan pengembangan pariwisata dalam perspektif konservasi seperti pengembangan sumberdaya atraksi wisata diving, snorkling, berperahu, memancing, hiking, wisata gua dan bird watching yang dapat dilakukan pada pulau-pulau kecil di Kepulauan Karimunjawa dan setiap pelaksanaannya untuk menekan dampak terhadap lingkungan konservasi maka perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi secara kontinyu pada setiap pengembangan pariwisata oleh pihak-pihak yang terkait dan diikutsertakannya masyarakat setempat Kepulauan Karimunjawa.

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kepariwisataan alam sebagai sumber daya pariwisata adalah yang paling besar dalam memberikan peluang, hal tersebut bisa dilihat dari klasifikasi jenis obyek dan daya tarik dimana wisata alam menempati prosentase yang paling tinggi. Di Indonesia motivasi kunjungan wisatawan baik asing maupun domestik sebagian adalah karena sumber daya alam, sedangkan jumlah obyek dan daya tarik wisata untuk ini perlu ditingkatkan. Di Indonesia 52,24% nya adalah termasuk Sumber daya alam sebagai asetnya. Sumber daya wisata alam di Indonesia sudah seharusnya tidak dilihat dari sekedar pantai, gunung dan sungai beserta cara penggunaan seperti rekreasi dan olah raga melainkan perlu dikaitkan dengan citra (image) sebagai kepulauan yang beriklim tropis : exotic, jungle, dan magic. Indonesia menyimpan sangat banyak potensi dan daya tarik yang bisa dikembangkan sebagai suatu kombinasi jenis sumber daya alam dengan citra tersebut diatas; kehidupan pedalaman, kehidupan bawah laut, taman tanaman langka dengan berbagai partisipasi aktif dari pengunjung. Dalam pengembangan pariwisata alam di Indonesia saat ini cenderung berupa kegiatan pariwisata yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Adanya kegiatan eksploitasi termasuk kegiatan wisata alam yang kurang memperhatikan terhadap lingkungan atau ekosistem yang ada pada akhirnya akan menyebabkan suatu kerusakan alam atau degradasi lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan konservasi yang bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga lebih dapat mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Undang-undang no 5 Tahun 1990). Kegiatan konservasi merupakan suatu kegiatan yang antara lain dilakukan melalui kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Undang-undang no 5 Tahun 1990). Berhasilnya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi, yaitu menjamin

2 terpeliharanya proses ekologis, terpeliharanya proses ekologis, terpeliharanya keanekaragaman genetic dan cara-cara pemanfaatan sumberdaya alam hayati. Aktivitas kegiatan pariwisata pada suatu ruang dikawasan konservasi harus memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan (demand) dengan kemampuan lingkungan menyediakan sumberdaya (supply). Selanjutnya ketersediaan sumberdaya merupakan daya dukung kawasan untuk menopang seluruh aktivitas yang dialokasikan. Dengan mengacu kepada keseimbangan antara demand dan supply, maka akan dicapai suatu optimasi pemanfaatan pemanfaatan ruang antara kepentingan masa kini, masa datang serta menghindari terjadinya konflik pemanfaatan ruang. Keseuaian lahan tidak saja mengacu kepada kriteria biofisik semata, tetapi juga meliputi kesesuaiaan secara sosial ekonomi. Secara ekonomi aktivitas yang akan dibangun seyogyanya mampu mencapai keuntungan seefisien dan secara sosial mampu memberdayakan masyarakat setempat dalam memanfaatkan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam taman nasional Zonasi di dalam kawasan konservasi sebenarnya mengimplementasikan konsep adanya daerah pemanfaatan, penyanga dan tabungan. Penerapan zonasi terlengkap ada pada kawasan konservasi yang berbentuk taman nasional, yaitu mencakup Zona Inti, Zona Perlindungan, Zona Pemanfaatan Intensif, Zona Pemanfaatan Tradisional dan Zona Penyangga. Kegiatan yang boleh dilakukan di dalam Zona Inti hanyalah kegiatan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Kegiatan pariwisata terbatas boleh dilakukan di Zona Perlindungan, selain tiga kegiatan yang tadi. Kedua zona inilah yang bentuk-bentuk pengelolaan lahan tangkap tradisional berfungsi sebagai zona atau daerah perlindungan, di mana kegiatan ekstraksi sumberdaya alam ditabukan, selain itu pada taman nasional ada Zona Pemanfaatan Intensif dan Zona Pemanfaatan Tradisional. Perbedaan hanya pada pelaku penggunanya: orang luar atau masyarakat setempat. Selain itu taman nasional mengenal pula Daerah Penyangga, yaitu daerah di luar kawasan taman nasional yang berfungsi menyangga kehidupan biota beserta ekosistem di dalam kawasan. Pembangunan pariwisata yang lebih berorientasi sektoral yang dilaksanakan selama enam repelita yang lalu, merupakan salah satu ciri bentuk pengelolaan sumberdaya alam yang menimbulkan pengrusakan sumberdaya alam dan menurunkan kualitas lingkungan. Selain penyebab

3 di atas, kenyataan ini juga disebabkan oleh pelaku aktivitas (stekholder) yang kurang memperhatikan segi spatial, sehingga tidak jarang terjadi konflik spatial dalam pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam antar sektor. Selain itu pembangunan yang berorientasi sektoral juga berkonstribusi pada ketimpangan pembangunan antar kawasan, baik antar daerah maupun antar kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan secara fungsional. Ketidak serasian pembangunan antar sektor dan ketimpangan pembangunan antar kawasan menyebabkan pembangunan kawasan taman nasional akan menjadi kurang berdaya dan berhasil guna. Kabupaten Jepara mempunyai kawasan andalan dalam sektor pariwisata berbasis pariwisata alam yaitu Taman Nasional Karimunjawa, karena kawasan tersebut mempunyai daya tarik tersendiri dan tergolong masih alami. Kepulauan Karimunjawa merupakan taman laut terindah di Indonesia, masih perawan dan belum banyak dijamah tangan-tangan jahil. Banyak wisatawan asing yang berkunjung ke Kepulauan Karimunjawa untuk mendapatkan suasana alami yang berbeda dengan tempat wisata mana pun di Indonesia. Kepulauan Karimunjawa merupakan kawasan konservasi laut yang memiliki kandungan potensi keanekaragaman flora dan fauna dan ekosistem laut yang khas. Karena kandungan potensi tersebut serta letaknya yang berada pada lintasan wisata bahari antara Indonesia Bagian Barat dan Timur menjadikan wilayah ini sebagai obyek wisata bahari yang strategis. Kepulauan Karimunjawa dibagi ke dalam beberapa zonasi, agar berbagai kepentingan pemanfaatannya dapat berjalan selaras dan serasi. Pembagian zonasi di Kepulauan Karimunjawa berdasarkan pada keputusan Menteri Kehutanan No. 161/Menhut/II/1986 dan sesuai dengan UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem. Sistem zonasi Taman Nasinal Karimunjawa mencakup wilayah darat dan laut. Suatu sistem zonasi tunggal telah dirancang untuk seluruh Taman Nasional dengan total 7 tipe zona. Zona-zona yang meliputi kawasan darat dan laut memiliki peraturan khusus untuk kedua tipe lingkungan tersebut. Zona-zona tersebut meliputi zona inti (Core Zone), zona rimba dengan wisata terbatas (Wilderness Zone With Limited Tourism), zona pemanfaatan wisata (Tourism Use Zone), zona pemanfaatan tradisional (Tradisional Use Zone), zona pemanfaatan pelagis (Pelagic Use Zone), zona khusus penelitian dan pelatihan