dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

II. TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

ALUR PERADILAN PIDANA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCABUTANKETERANGAN TERDAKWA DALAM BERITA ACARA PEMERIKSAAAN (BAP) DAN TERDAKWA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN DAN PENANGANAN DUGAAN PELANGGARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999

Transkripsi:

12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan kaidah, yaitu hukum pidana yang berupa materi dinamakan hukum pidana material. 2 Tindak pidana dapat dibedakan atas tindak pidana formil dan tindak pidana materiil : a. Tindak Pidana Formil adalah tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan pada perbuatan yang dilarang, dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa tindak pidana formil adalah tindak pidana yang telah dianggap terjadi atau selesai dengan telah dilakukannya perbuatan yang dilarang dalam undang-undang, tanpa mempersoalkan akibat. Tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil. b. Tindak Pidana Materil adalah tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan pada akibat yang dilarang, dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang baru dianggap telah terjadi atau dianggap telah selesai apabila akibat yang dilarang itu telah terjadi. Jenis pidana ini mempersyaratkan terjadinya akibat untuk selesainya, apabila belum terjadi akibat yang dilarang maka belum bisa dikatakan selesai tindak pidana ini, yang terjadi baru percobaan. Sebagai 1 Juni Andi Hamzah, 2008, Terminologi Hukum Pidana, Sinar Grafika Jakarta, hlm 18. 2 Teguh Prasetyo, 2002, Sari Hukum Acara Pidana cetakan 1, Mitra Prasaja offset Yogyakarta, hlm.1.

13 contoh misalnya tindak pidana pembunuhan pasal 338 KUHP dan tindak pidana penipuan pasal 378 KUHP dan sebagainya. Hukum dibuat mempunyai tujuan yaitu suatu keadaan hidup damai dan tentram, para pelaksana dan pembuatnya yakni pribadi-pribadi yang terlibat dalam mekanisme penyelenggaraan hukum disuatu wilayah hukum itu diberlakukan. Penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan hak melalui bekerjanya badan-badan hukum. Badan-badan yang terlibat dalam menyelenggarakan hukum yakni : 1. Advokat 2. Kejaksaan 3. Pengadilan 4. Lembaga Pemasyarakatan 5. Kepolisian Badan-badan tersebut merupakan suatu sub-sistem dari suatu sistem peradilan pidana yang saling berhubungan secara fungsional. Masing-masing sub-sistem mempunyai tujuan yang berkaitan dengan bidang tugas dan kewenangannya tetapi sekaligus mempunyai tujuan yang berkaitan dengan tujuan dari sistem peradilan pidana yang merupakan suatu keseluruhan, oleh karena luas lingkup sistem peradilan pidana, maka peneliti mempersempitnya dengan. penelitian khusus pada sub-sistem saja, kepolisian hanya meneliti tentang berita acara pemeriksaan oleh penyidik dan sub-sistem pengadilan tentang tahap pembuktian dalam proses pengadilan pidana serta sub-sistem kejaksaan tentang dakwaan yang dibuat. Berdasarkan hasil dari berkas acara

14 pemeriksaan oleh penyidik, dimana masing-masing sub-sistem saling berhubungan. Perkara pidana pada tahap penyidikan dan penyelidikan banyak mempergunakan tindakan kepolisian dan mempunyai ciri untuk kepentingan perkara itu sendiri apabila perlu tindakan kepolisian yang demikian itu sering kali berakibat terjadi pertentangan antara kepentingan bantuan hukum bagi tersangka 3, dimana pertentangan ini sering terjadi pada proses pembuatan berita acara pemeriksaan oleh penyidik yang jelas harus menjunjung tinggi nilai kemanusiaan atau Hak Asasi Manusia (HAM). Perkara pidana dapat diselesaikan melalui beberapa tahap yaitu : 4 1. Penyelidikan Penyelidikan dan penyidikan dahulu kedua-duanya dikenal dengan nama pengusutan (opsporing). Baru sesudah diundangkan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang ketentuan-ketentuan pokok kepolisian negara, istilah pengusutan diganti dengan penyidikan. Menurut KUHAP Pasal 1 butir 5 pengertian penyelidikan adalah Serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, sedangkan yang dimaksud dengan penyidikan menurut pasal 1 butir 2 KUHAP adalah : Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut 3 Bambang Poernomo, 1984, Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia, Amarta Buku, Yogyakarta, hlm.35. 4 Hari Sasangka, 2007, Penyidikan, Penahanan, Penuntutan, Dan Praperadilan Dalam Teori Dan Praktek, Penerbit Mandar Maju, Bandung, hlm 20.

15 cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. (penyelidikan, penahanan, penuntutan dan praperadilan dalam teori dan praktek). Penyelidik adalah setiap pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Menurut Pasal 5 penyelidik memiliki wewenang yang relatif luas dalam menerima laporan dan menyelidiki tindak pidana. Pengertian Penyelidikan menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Dari pengertian penyelidikan menurut undang-undang di atas kita dapat dengan jelas mengerti bahwa sebenarnya penyelidikan itu adalah penentuan suatu perbuatan dapat dikatakan suatu tindak pidana atau tidak. 2. Penuntutan (Vervolging) Pengertian penuntutan menurut Pasal 1 butir 7 KUHAP adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menuntut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

16 Pelimpahan perkara ke pengadilan tersebut dengan sendirinya bila telah terdapat alasan yang cukup kuat bukti-buktinya, sehingga seseorang yang dianggap bersalah tersebut akan dapat dijatuhi pidana atas perbuatan yang ia lakukan sebagai tindak pidana. Penuntutan dikenal 2 asas (beginsel) yaitu : a. Asas legalitas (legaliteitsbeginsel) Asas yang mewajibkan kepada penuntut umum melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan hukum pidana. Asas ini merupakan penjelmaan dari asas equality before the law. b. Asas oportunitas (opportuniteitsbeginsel) Asas oportunitas ialah asas yang memberikan wewenang pada penuntut umum untuk tidak melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan hukum pidana dengan jalan mengesampingkan perkara yang sudah terang pembuktiannya untuk kepentingan umum. Pada pokoknya sebelum melimpahkan berkas perkara ke sidang pengadilan, secara garis besar penuntut umum dalam penuntutan haruslah : a. Mempelajari dan meneliti berkas perkara yang diajukan oleh penyidik, apakah telah cukup kuat dan terdapat cukup bukti bahwa tersangka telah melakukan tindak pidana.

17 b. Setelah diperoleh gambaran yang jelas dan pasti tentang adanya tindak pidana dari tersangka, maka berdasarkan hal tersebut penuntut umum membuat surat dakwaan (Pasal 140 ayat (1) KUHAP). Dalam membuat surat dakwaan penuntut umum haruslah memperhatikan prasyaratan yang ditentukan oleh Pasal 143 ayat (2) dan (3) KUHAP yang berbunyi : a. Pasal 143 ayat (2) : Penuntut umum membut surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi : Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. b. Pasal 143 ayat (3) : Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum. 3. Pemeriksaan di Pengadilan Kekuasaan mengadili perkara pidana biasa terbagi dalam wewenag berdasarkan peraturan hukum mengenai pemberian kekuasaan mengadili (Attributie Van Rechtsmacht) kepada Pengadilan Negeri bukan kepada badan peradilan lain (Absolute Kompetentie), dan wewenang berdasarkan

18 peraturan hukum mengenai pembagian kekuasaan pengadilan (Distributie Van Rechtsmacht) di antara pengadilan negeri (Relatieve Kompetentie). Menurut ketentuan dalam KUHAP selama sidang pengadilan tidak dimungkinkan perubahan surat dakwaan, karena akan bertentangan dengan Pasal 144. Padahal apabila terjadi kekeliruan misalnya tidak mencantumkan rumusan dakwaan mengenai tempat dan waktu perbuatan pidana akan menjadi batal demi hukum menurut Pasal 143 KUHAP. Acara pemeriksaan sidang perkara biasa dimulai dengan pembukaan sidang oleh hakim ketua sidang dan jalannya pemeriksaan dinyatakan terbuka untuk umum, kecuali bagi perkara kesusilaan atau anak-anak atau perkara lain yang ditentukan undang-undang perlu disidangkan secara tertutup. Pemeriksaan dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh tersangka ataupun saksi. Pemeriksaan di pengadilan ada 3 cara pemeriksaan : a. Pemeriksaan Singkat (Perkara Sumir) Acara pemeriksaan singkat perkara pidana yang termasuk mudah pembuktian serta penerapan hukumnya dan sifat perkaranya sederhana, disidangkan menurut ketentuan sebagai berikut : 1. Penuntut umum segera mengajukan berkas perkara ke pengadilan tanpa membuat surat dakwaan, melainkan pada saat di persidangan memberitahukan secara lisan tentang catatan yang menerangkan waktu, tempat, dan keadaan pada saat perubahan pidana dilakukan

19 oleh tersangka. Pemberitahuan itu dicatat dalam berita acara sidang yang merupakan pengganti surat dakwaan. 2. Dalam hal dianggap perlu diadakan pemeriksaan tambahan sebelum sidang berjalan, hakim dapat meminta kepada penuntut umum mengusahakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama empat belas hari. Apabila pemeriksaan tambahan belum juga berhasil, maka hakim dapat memerintahkan perkara itu diajukan secara pemeriksaan acara biasa. 3. Guna kepentingan pembelaan oleh tersangka atau penasehat hukum dapat meminta penundaan pemeriksaan paling lama tujuh hari. 4. Putusan tidak dibuat secara khusus tetapi dicatat dalam berita acara sidang dan amar putusan yang dibuat oleh hakim mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa. b. Pemeriksaan Cepat (Perkara Ringan) Perkara pidana yang diajukan ke pengadilan dengan acara pemeriksaan cepat dibagi menjadi perkara ringan dan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Acara pemeriksaan cepat terdapat peraturan beracara yang menyimpang sebagai berikut : 1. Perkara ringan oleh penyidik langsung menghadapkan tersangka beserta barang bukti, saksi, ahli atau juru bahasa ke pengadilan atas kuasa penuntut umum demi hukum.

20 2. Perkara ringan diadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan dapat dimintakan banding. 3. Perkara ringan dapat diajukan saksi tanpa mengucapkan sumpah atau janji apabila hakim tidak menanggap perlu. 4. Berita acara pemeriksaan siding tidak dibuat secara khusus kecuali apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan hasil penyidikan. 5. Perkara ringan dihapus oleh hakim dengan membuat catatan dalam daftar catatan perkara yang kemudian dicatat juga dalam buku register yang ditanda-tangani oleh panitera dan hakim yang bersangkutan. 6. Perkara ringan disidangkan pada hari-hari tertentu yang telah ditetapkan dan perkara segera disidangkan pada hari itu. 5 c. Pemeriksaan Biasa (Vordering) Perkara-perkara yang sulit dan besar yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan surat tolakan. Berita Acara Pemeriksaan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi pembuatan surat dakwaan dan juga memegang peranan yang strategis di dalam kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik, oleh karena itu semua hal yang terdiri di dalam Berita Acara Pemerikasaan (BAP) tersebut 5 Bambang Poernomo, 1986, Pokok-pokok tata acara peradilan pidana Indonesia dalam Undang- Undang R.I no 8 Tahun 1981, Penerbit Liberti, Yogyakarta, hlm 29.

21 sangat menarik untuk dibahas dan dikaji secara lebih mendalam. Berdasarkan pembahasan latar belakang masalah diatas mengenai berita acara pemeriksaan tersebut, maka dengan ini penulis membuat skripsi yang berjudul : Penyanggahan Berita Acara Pemeriksaan Oleh Tersangka Dalam Persidangan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang tersebut, beberapa permasalahan yang dirumuskan adalah : 1. Apakah Fungsi Berita Acara Pemeriksaan Tersangka Dalam Perkara Pidana? 2. Mengapa tersangka dapat menyanggah Berita Acara Pemeriksaan di Sidang? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana fungsi berita Acara pemeriksaan tersangka dan penyanggahan berita acara pemeriksaan tersangka dalam perkara pidana : 1. Untuk mengetahui Fungsi BAP Tersangka Dalam Perkara Pidana. 2. Untuk mengetahui hal-hal yang dapat disanggah tersangka dalam BAP Dalam Persidangan.

22 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Menambah dan memperluas pengetahuan penulis mengenai fungsi dan hal-hal apa saja yang dapat disanggah tersangka dalam berita acara pemeriksaan dalam perkara pidana dan hendak mencapai persyaratan formal dalam memperoleh gelar kesarjanaan dibidang ilmu hukum pada fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 2. Bagi Pengetahuan Penulisan hukum atau skripsi ini diharapkan dapat menjadi suatu referensi tentang fungsi dan hal-hal apa saja yang dapat disanggah tersangka dalam berita acara pemeriksaan dalam perkara pidana. 3. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat atau mampu memberikan suatu pengertian yang lebih mendalam lagi bagi masyarakat mengenai fungsi dan hal-hal apa saja yang dapat disanggah tersangka dalam berita acara pemeriksaan dalam perkara pidana. E. Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul Penyanggahan Berita Acara Pemeriksaan oleh Tersangka dalam Persidangan adalah asli dan dilakukan oleh peneliti sendiri. Berdasarkan penelusuran melalui media internet maupun pada perpustakaan

23 Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, belum ada karya ilmiah dengan judul dan permasalahan seperti yang diteliti sehingga penelitian ini adalah karya asli penulis dan bukan hasil duplikasi atau plagiasi dari karya atau penelitian lain. Apabila ternyata ada penelitian yang sama, maka penelitian ini dapat digunakan sebagai pelengkap dan pembanding dari penelitian lain. Letak kekhususan penelitian ini terletak pada peran penyidik dalam proses penyelidikan tersangka diwilayah Polisian Resot Slemen. Dengan ini penulis menyatakan bahwa Penulisan Hukum atau Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagasi dari hasil karya penulis lain. Jika Penulisan Hukum atau Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagasi dari hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima saksi akademik dan atau saksi hukum yang berlaku. F. Batasan Konsep Beberapa istilah yang dipakai dalam penulisan hukum ini mempunyai pengertian sebagai berikut : 1. Berita Acara Pemeriksaan Berita Acara Pemeriksaan adalah berkas yang diperoleh dari pengakuan tersangka dalam proses introgasi yang dilakukan polisi dan digunakan sebagai dasar untuk membuat surat dakwaan oleh jaksa atau catatan atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu oleh penyidik atau penyidik pembantu atas kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan

24 ditanda tangani oleh penyidik atau penyidik pembantu dan tersangka serta saksi atau saksi ahli, memuat uraian tindak pidana yang mencakup atau memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang dipersangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan, identitas pemeriksa dan yang diperiksa, keterangan yang diperiksa, catatan mengenai akta dan atau benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara. 2. Tersangka Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (Pasal 1 angka 14 KUHAP). 3. Penyanggahan Penyanggahan adalah bantahan pendapat lain atas pendapat. 4. Persidangan Persidangan adalah suatu formal dimana berjumpanya beberapa orang atau yang lebih yang membicarakan suatu masalah. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum yang digunakan pada penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Penulisan hukum normatif merupakan penelitian yang berfokus pada norma yaitu Undang-Undang Republik Indonesia atau penelitian yang berfokus pada norma hukum positif dengan

25 menggunakan data sekunder sebagai data utama seperti peraturan perundang-undangan, literatur, dan juga berbagai pendapat hukum beserta berbagai artikel dan jurnal yang diperoleh dari media cetak maupun elektronik yang dapat mendukung penelitian hukum yang sedang dilakukan, didalam prakteknya, penelitian hukum normatif ini mengkaji serta menganalisis suatu peraturan perundang-undangan yang telah berlaku di dalam masyarakat dengan disertai isu hukum atau problematika hukum sebagai salah satu komponen yang penting di dalam penelitian. 2. Sumber Data Dalam penelitian hukum normatif, data sekunder atau bahan hukum dipakai sebagai data utama. Adapun bahan hukum yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang memberikan maupun penjelasan tentang bahan hukum primer seperti buku-buku, koran, internet, pendapat hukum yang berkaitan dengan materi penelitian. 3. Metode Pengumpulan Data Di dalam penelitian ini, data dikumpulkan dengan cara : a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan adalah mengkaji suatu informaasi-informasi yang berisi tentang hukum, yang berasal dari berbagai macam sumber, dan sumber-sumber tersebut mempublikasikannya secara luas kepada

26 masyarakat, yaitu dengan dilakukannya suatu kajian tentang literatur, dan juga karangan-karangan ilmiah. b. Wawancara Dengan Narasumber Wawancara dengan narasumber adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis atau pun peneliti kepada narasumber yang berfungsi untuk mendapatkan informasi-informasi berupa pendapat hukum untuk permasalahan hukum yang diteliti. 4. Metode Analisis Data Pada penelitian hukum normatif ini digunakan analisis kualitatif yaitu data-data mengenai permasalahan hukum yang diteliti yang sudah didapat kemudian dikumpulkan, dikelompokkan secara sistematis sehingga memperoleh suatu gambaran yang jelas mengenai permasalahan hukum yang diteliti. Pada penelitian hukum normatif ini, pada proses penalaran dalam menarik kesimpulan digunakan metode berfikir deduktif. H. Sistematika Penulisan Hukum Dalam penulisan ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini memuat: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, keaslian Penelitian, Tinjauan Pustaka, Batasan Konsep, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan Hukum. BAB II : Pemeriksaan Tersangka Dalam Perkara Pidana

27 Bab ini memuat : Tinjauan Berita Acara Tersangka Dalam Perkara Pidana, Proses Pemeriksaan Tersangka Dalam Berita Acara Pemeriksaan, dan Pentingnya Berita Acara Pemeriksaan Dalam Pembuktian Di Pengadilan. BAB III PENUTUP Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran berdasarkan permasalahan dalam penelitian hukum.