BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi oleh sebagian masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Tamiang adalah ketidaktersediaannya air bersih. Kendala itu terjadi karena distribusi air bersih yang diproduksi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Peusada Kabupaten Aceh Tamiang belum dapat menjangkau seluruh masyarakat, terutama yang bermukim di hulu dan hilir sungai Tamiang. Akibatnya, sebagian besar masyarakat masih menggunakan air sungai Tamiang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tanpa melalui proses pengolahan. Asmadi (2011), air sungai yang digunakan sebagai air minum hendaknya melewati pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi. Awaluddin (2007), air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari harus memenuhi standar kualitas air bersih. Kualitas air bersih dapat ditinjau dari segi fisik, kimia, mikrobiologi dan radioaktif. Namun kualitas air yang baik ini tidak selamanya tersedia di alam sehingga diperlukan upaya perbaikan, baik itu secara sederhana maupun modern. Sistem penjernihan air untuk skala rumahan yang sangat mudah dan sederhana adalah dengan menggunakan filter karbon aktif. Penelitian tentang pembuatan karbon aktif sebagai filter penjernihan air maupun pengolahan limbah sudah banyak dikembangkan. Bahan baku untuk membuat karbon aktif juga sudah banyak dikembangkan menjadi lebih beragam. Penelitian Wibowo, S (2009), karakteristik arang aktif tempurung biji nyamplung (Calophyllum inophyllum linn) menyimpulkan bahwa kualitas arang aktif tempurung biji nyamplung yang terbai
sebagai bahan adsorben diperoleh dari perlakuan perendaman asam fosfat 10 % dan diaktivasi pada suhu 700 o C selama 120 menit. Pada kondisi tersebut diperoleh rendemen sebesar 52 %, kadar air 8,25 %, kadar zat terbang 7,41 %, kadar abu 4,27 %, kadar karbon terikat 88,32 %, daya serap iod 839,1 mg/g dan daya serap benzena 13,65 %. Parameter tersebut memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995. Hartanto, S, dan Ratnawati (2010), pembuatan karbon aktif dari tempurung kelapa melalui proses karbonisasi dan aktivasi secara kimia. Hasil yang diperoleh melalui proses karbonisasi menunjukkan hasil terbaik pada suhu 500 o C dan waktu 3 jam dengan kadar air 18 %, rendemen 23 %, zat yang mudah menguap 3 % dan kadar karbon terikat 61 %. Aktivasi dengan NaOH selama 4 jam menunjukkan hasil terbaik dengan kadar air arang aktif sebesar 3,6 % dan daya serap I 2 sebesar 851,8797 mg/g. Purwanto (2011), pembuatan arang dari limbah tempurung kelapa sawit. Kadar karbon dan nilai kalor arang tempurung kelapa sawit terbesar diperoleh pada pengarangan suhu 600 o C selama 2-3 jam, sebaliknya arang tempurung kelapa sawit yang mempunyai kadar air rendah adalah pada pengarangan suhu 600 o C selama 4 jam. Penelitian Widodo (2012), pembuatan karbon aktif dari limbah serbuk gergaji kayu diaktivasi secara kimia dan digunakan di dalam penyerapan kadar polutan limbah cair dari industri batik di Tamansari Yogyakarta, dimana limbah cair batik setelah diadsorbsikan terhadap arang aktif kadar Pb kurang dari 0,0093 mg/l, kadar Cd kurang dari 0,0015 mg/l, kadar Cr 0,175-0,0617 mg/l dan kepekaan warna antara 369-14 TCU. Satriyani, dkk (2013), penentuan kondisi optimum suhu dan waktu karbonisasi pada pembuatan arang dari sekam padi. Variasi temperatur yang digunakan 400 o C, 500 o C, dan 600 o C dengan variasi waktu 30, 60, 90, 120 menit.
Kesimpulan yang diperoleh, suhu dan waktu karbonisasi optimum untuk sekam padi yaitu 400 o C selama 120 menit dengan kadar karbon terikat 41,3 %, kadar air 6,1 %, kadar abu 32,6 % dan kadar zat mudah menguap 20,5 %. Rosita, dkk (2013), pengaruh suhu aktivasi terhadap kualitas karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa. Variasi suhu yang digunakan 500 o C, 600 o C, 700 o C, 800 o C, 900 o C, 1000 o C. Dari uji kualitas, karbon aktif dengan hasil terbaik digunakan untuk penjernihan air dengan metode pengendapan. Karbon aktif tempurung kelapa terbaik diperoleh pada suhu aktivasi 1000 o C, dengan kadar air sebesar 7,7%, kadar abu 0,84% dan daya serap terhadap iod 568,318 mg/g. Dan Pengujian penjernihan air menunjukkan hasil yang maksimal dengan parameter fisik air yaitu warna air menjadi jernih, tidak berbau, ph (7,0-7,5) telah memenuhi ph standar air. Dari beberapa penelitian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari kayu bakau (Rizhopora Mucronata) dengan aktivasi fisika. Karbon aktif kayu bakau yang optimum selanjutnya digunakan sebagai media filter pada penjernihan air sungai Tamiang Kabupaten Aceh Tamiang Propinsi Aceh. Anton P. (2011), karbon aktif yang dibuat secara fisika biasanya digunakan untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang sehingga memperluas pemukaannya dan menghilangkan konstituen yang mudah menguap serta membuang produksi tar atau hidrokarbonhidrokarbon pengotor pada arang. Pemilihan kayu bakau (Rizhopora Mucronata) sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif karena masyarakat menggunakan kayu bakau sebagai kayu bakar. Sebagian masyarakat telah mengolah kayu bakau menjadi arang kayu secara tradisional. Dari arang kayu untuk dijadikan karbon aktif hanya memerlukan satu proses lagi, yaitu proses aktivasi. Kayu bakau termasuk jenis kayu keras yang cocok
untuk dijadikan bahan baku pembuatan karbon aktif. Sembiring (2003), karbon aktif bisa dibuat dari tongkol jagung, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, tempurung kelapa, sabut kelapa, sekam padi, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara. Proses penjernihan air dilakukan dengan filter karbon aktif kayu bakau melalui proses elektrokoagulasi. Metode elektrokoagulasi digunakan pada proses penjernihan air karena dapat mereduksi kadar logam yang terkandung di dalam air, (Susilawati, 2010). Karbon aktif kayu bakau akan menyerap kontaminan-kontaminan yang terkandung di dalam air. Diharapkan proses penjernihan air sederhana ini dapat menjadi alternatif untuk menghasilkan air bersih sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Air Bersih serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010 Tentang Air Minum. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah kayu bakau dapat diolah menjadi karbon aktif yang memenuhi syarat mutu arang aktif teknis (SNI) No. 06-3730-1995. 2. Pada suhu aktivasi berapakah diperoleh karbon aktif kayu bakau yang optimal. 3. Apakah air sungai Tamiang yang dijernihkan menggunakan filter karbon aktif kayu bakau melalui proses elektrokoagulasi dapat memenuhi standar air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Air Bersih dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010 Tentang Air Minum.
1.3 Batasan Masalah Pada penelitian ini masalah dibatasi pada : 1. Karbon aktif dibuat dari kayu bakau jenis Rizhopora Mucronata yang berasal dari Kampung Lubuk Damar Kecamatan Seruway Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh. 2. Suhu aktivasi karbon aktif 500 o C, 600 o C, 700 o C, 800 o C dan 900 o C. 3. Sampel air adalah air dari sungai Tamiang Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh. 4. Karakterisasi karbon aktif kayu bakau sebagai filter dengan parameter, kadar air, kadar zat mudah menguap (ZMM), kadar abu, kadar karbon dan daya serap air. 5. Pengujian hasil pengolahan air akan diuji berdasarkan parameter fisik yaitu suhu, TDS, kekeruhan, warna, bau, dan rasa, dan parameter kimia yaitu ph, kandungan Besi (Fe) dan Aluminium (Al). 6. Elektroda yang digunakan pada proses elektrokoagulasi adalah plat Aluminium. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Membuat dan mengkarakterisasi karbon aktif dari kayu bakau. 2. Mengetahui suhu aktivasi fisika terbaik yang memenuhi syarat mutu arang aktif teknis (SNI) Nomor 06-3730-1995. 3. Untuk mengetahui apakah air hasil proses penjernihan menggunakan filter karbon aktif kayu bakau melalui proses elektrokoagulasi dapat memenuhi standar kualitas Air Bersih dan Air Minum.
1.5 Manfaat Penelitian Penilitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Tersedianya karbon aktif dari bahan kayu bakau yang dapat digunakan sebagai filter pada proses penjernihan air. 2. Memberikan informasi bahwa air sungai Tamiang dapat diproses menjadi air bersih dengan menggunakan filter karbon aktif kayu bakau melalaui proses elektrokoagulasi. 3. Membantu masyarakat dalam mengolah air sungai Tamiang menjadi air bersih yang memenuhi persyaratan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Air Bersih dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010 Tentang Air Minum.