BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN

dokumen-dokumen yang mirip
C. MATRIKS RENCANA TINDAK XI 7 REPETA Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) No. Instansi Pelaksana Program RAPBN 2004

berkualitas agar siap untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya pokok dan personil, materiil terutama alutsista, dan fasilitas yang

BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN

BAB 4 PENINGKATAN KEAMANAN, KETERTIBAN,

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

MATRIKS TARGET KINERJA PEMBANGUNAN TAHUN 2012

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

MATRIKS TARGET KINERJA DAN ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

Peningkatan Keamanan dan Ketertiban serta Penanggulangan Kriminalitas

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2008 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH )

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

ANATOMI KEAMANAN NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 5 TAHUN 2014 TENTANG

MENEGAKKAN KEDAULATAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN MENUJU NEGARA MARITIM YANG BERMARTABAT (KOMISI KEAMANAN) (Forum Rektor Indonesia 2015)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Assalamu alaikum Warrahmatullah Wa Barakatuh

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

MI STRATEGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM

BAB I PENGANTAR. strategis guna menghadapi tantangan tugas ke depan. Sistem pertahanan negara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

1.1 Latar belakang masalah

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

CATATAN TANGGAPAN TERHADAP RUU KAMNAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.122, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. Penelitian. Pengembangan. Materiil. Pembinaan.

ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM TERKAIT DENGAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA PUSANEV_BPHN. ANANG PUJI UTAMA, S.H., M.Si

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI ---- RANCANGAN

Awal dibentuknya adalah untuk mengembalikan wibawa pemerintah daerah yang carut marut karena kondisi Pemerintahan Republik Indonesia yang masih belia.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kepolisian Nasional Philipina (PNP), selanjutnya disebut sebagal "Para Pihak";

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG LANGKAH-LANGKAH KOMPREHENSIF DALAM RANGKA PENYELESAIAN MASALAH ACEH

Inpres No. 1 Tahun 2002 Tentang Peningkatan Langkah Komprehensif Dalam Rangka Percepatan Penyelesaian Masalah Aceh

Bab II Perawatan Kendaraan Tempur di Lingkungan TNI AD

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAGIAN II AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA I N S T R U K S I JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : INS 002/A/JA/1/2005 TENTANG

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar belakang.

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Profesi sebagai polisi mempunyai nilai penting dalam menentukan tegaknya

Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN A. UMUM Sebagaimana diuraikan dalam Program Pembangunan Nasional, permasalahan utama yang dihadapi di bidang pertahanan dan keamanan adalah melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi TNI dan Polri akibat digunakan sebagai alat kekuasaan pada masa lalu, berkurangnya rasa aman dan ketentraman masyarakat, meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban, serta terjadinya kerusuhan massal dan berbagai pelanggaran hukum serta pelanggaran hak asasi manusia. Meskipun belum terselesaikan secara menyeluruh, namun secara signifikan telah tercapai kemajuan dalam penyelesaian permasalahan yang dihadapi. Terselesaikannya sejumlah perangkat lunak di bidang pertahanan dan keamanan, telah membantu TNI dan Polri dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Demikian juga dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas personil, material maupun fasilitas TNI dan Polri, semakin meningkatkan profesionalitasnya dalam menciptakan suasana kondusif, terutama dalam penanganan konflik sosial maupun dalam meredam gerakan separatisme. Meskipun demikian, pada saat ini masih tersisa permasalahan yang harus diselesaikan pada akhir pelaksanaan Propenas 2000 2004. Situasi politik yang terjadi pada saat ini dapat menimbulkan hambatan bagi tercapainya rasa aman dan tenteram bagi masyarakat, bahkan bila berkelanjutan dikhawatirkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berkembangnya konflik vertikal maupun horizontal sebagai dampak kondisi perekonomian yang belum pulih sangat menyulitkan kehidupan rakyat. Kondisi tersebut dapat mendorong timbulnya perilaku anarkhis, destruktif dan tindakan otorianisme di kalangan masyarakat yang pada akhirnya dapat mengganggu proses penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara. Berbagai langkah sistematis telah dilakukan bagi penyelesaian masalah separatis serta konflik sosial di berbagai daerah. Di Poso, kesepakatan damai dan rekonsiliasi antar berbagai kelompok masyarakat telah mampu mendukung pemulihan keamanan yang sangat penting bagi normalisasi kehidupan sosial. Upaya dialog dan pemulihan kepercayaan masyarakat Papua agar tetap berada di dalam wilayah NKRI terus dilakukan, namun demikian Organisasi Papua Merdeka (OPM) secara sporadis masih melakukan kegiatan-kegiatan perlawanan bersenjata di samping melakukan upaya-upaya diplomasi untuk mencari dukungan internasional seperti pembentukan kantor Kedutaan Rakyat Papua di Portvilla Vanuatu. Pada sisi lain, penyelesaian masalah separatis di provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) telah masuk pada tahap penghentian permusuhan dengan tercapainya kesepakatan antara pemerintah RI dengan GAM pada tanggal 10 Mei 2002 melalui mediator Henry Dunant Center for Humanitarian Dialogue di Jenewa. Upaya tersebut diharapkan dapat membuka jalan kearah penyelesaian masalah Aceh secara damai, namun dalam pelaksanaannya mengalami banyak kendala terutama ketidakpatuhan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam berbagai langkah penyelesaian konflik. Langkah yang lebih maju dalam penyelesaian masalah Aceh XI 1

adalah ditandatanganinya Perjanjian Penghentian Permusuhan pada tanggal 9 Desember 2002 dengan dibentuknya Joint Security Committee (JSC) yang diharapkan akan mampu menjembatani penyelesaian berbagai bentuk pelanggaran kesepakatan pemerintah RI dengan GAM. Namun tampaknya upaya ini bertendensi menemui kegagalan mengingat GAM tidak bersedia menggudangkan senjatanya dan tetap bersikeras melepaskan diri dari NKRI. Implikasinya adalah dibatalkannya Perjanjian Penghentian Permusuhan dan dilakukannya kebijakan lain yang lebih tegas. Kondisi di atas diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam penentuan kebijakan bagi terciptanya suasana yang kondusif guna terlaksananya pembangunan pertahanan dan keamanan. TNI sebagai pelaksana inti fungsi pertahanan, dengan keterbatasan kuantitas dan kualitas baik personil maupun alat utama sistem senjata (alutsista) berupaya untuk mampu mempertahankan kedaulatan wilayah kepulauan Indonesia dalam kerangka NKRI. Adapun Polri sebagai pelaksana inti fungsi keamanan berupaya untuk mampu menegakkan supremasi hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dari berbagai tindakan berdimensi kekerasan serta mencegah eskalasi pertentangan atau permusuhan yang mengarah pada tindakan anarkhi, khususnya pada pelaksanaan pemilu 2004. Pengembangan pertahanan negara telah dilakukan melalui pembangunan sistem, pembangunan personil, pembangunan materiil dan pembangunan fasilitas. Pada Tahun Anggaran 2002 telah dilaksanakan pembangunan sistem, antara lain penyusunan petunjuk dasar, petunjuk induk (Intel, Ops, Pers, Log, Ter, Komlek, Jemen dan Wasrik), petunjuk pelaksanaan lapangan, petunjuk administrasi dan teknis untuk unit organisasi Mabes TNI dan ketiga angkatan. Di samping itu, dalam pembangunan sistem juga telah dilaksanakan validasi organisasi sesuai kebutuhan pelaksanaan tugas TNI dan dilaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk alutsista yang sesuai kebutuhan TNI jangka sedang dan perkembangan teknologi secara lintas matra. Pembangunan kekuatan personil TNI sampai dengan tahun 2002 telah mencapai 343.240 orang yang meliputi, 264.868 orang TNI AD, 53.425 orang TNI AL dan 24.947 orang TNI AU. Untuk mengoptimalkan kekuatan dan kemampuan TNI, telah dilakukan pembangunan materiil berupa pengadaan senjata dan munisi berbagai kaliber, pengadaan KRI, KAL, pesawat udara, helikopter dan perpanjangan usia kendaraan tempur (ranpur), KRI, KAL, pesawat udara. Dalam rangka meningkatkan kemampuan satuan anti teror, telah dilaksanakan pengadaan alkapsus/matsus untuk pasukan anti teror Satuan 81 Kopassus TNI AD, Den Jaka TNI AL, dan Den Bravo Paskhas TNI AU. Pembangunan fasilitas dilakukan melalui antara lain pembangunan dukungan operasi, pembangunan fasilitas pembekalan, pembangunan fasilitas senjata dan amunisi, pembangunan fasilitas pangkalan TNI AL, pembangunan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan pesawat udara dan kendaraan tempur, serta pembangunan fasilitas sistem pertahanan matra udara yang terdiri dari penyempurnaan Down Sizing, Drag Chute F-16 serta pembuatan tester rudal AIM-9. Peningkatan kesejahteraan prajurit telah diupayakan melalui renovasi/ rehabilitasi rumah tidak layak huni, perbaikan mess, rumah dinas dan pembangunan balai pengobatan serta pembangunan rumah sakit beserta peralatan kesehatannya. Di bidang keamanan, keberhasilan dalam mengungkap pelaku terorisme di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 dan kasus-kasus kriminalitas lainnya tidak terlepas dari keberhasilan pembangunan keamanan nasional. Tercapainya ratio jumlah anggota Polri dengan jumlah penduduk 1 : 848 di akhir tahun 2002 dari target akhir 1 : 750 pada akhir tahun 2004 merupakan keberhasilan yang cukup signifikan XI 2

dalam meningkatkan keamanan dalam negeri. Partisipasi masyarakat untuk secara khusus membantu tugas-tugas Polri mulai dari yang paling sederhana namun sangat strategis seperti kesediaan melaporkan terjadinya tindak pidana sampai dengan yang lebih kompleks seperti turut mengungkap jaringan terorisme atau penyalahgunaan narkoba, merupakan wujud partisipasi positif masyarakat dalam menciptakan rasa aman di masyarakat. Di samping itu, keberhasilan lain yang telah dicapai di bidang keamanan diantaranya meliputi terbentuknya personil Polri yang lebih mandiri dan profesional, tersusunnya beberapa peraturan perundang-undangan, terbentuknya satuan kewilayahan sesuai dengan perkembangan otonomi daerah, terungkapnya berbagai kasus dan pelaku kerusuhan, serta tertanggulanginya berbagai ancaman disintegrasi dan konflik horizontal. Berdasarkan hasil yang telah dicapai, beberapa permasalahan pokok dalam pembangunan pertahanan dan keamanan yang menjadi prioritas untuk ditangani pada tahun 2004 antara lain mencakup: (1) Masih perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengatasi gerakan separatis bersenjata di Aceh, Papua, Maluku dan Poso, (2) Masih tingginya kejahatan konvensional dan permasalahan pencurian kekayaan, perompakan, penyelundupan, pembajakan, dan pencemaran serta perlunya peraturan perundang-undangan yang jelas dalam penanganan keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional Indonesia, (3) Masih belum teratasinya pelanggaran batas wilayah darat di Kalimantan, NTT dan Papua serta penanganan tiga jalur ALKI dan pelanggaran wilayah udara nasional di wilayah timur Indonesia, (4) Perlu ditingkatkannya kemampuan untuk mencegah dan mengatasi ancaman transnational crime terutama terorisme yang dapat mengganggu kedaulatan dan keselamatan NKRI, (5) Masih tingginya potensi konflik sosial politik berdimensi kekerasan yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa terutama menghadapi Pemilu tahun 2004, (6) Belum terpenuhinya kebutuhan material dan fasilitas TNI dan Polri pada tingkat kebutuhan minimal, serta (7) Belum terpenuhinya kebutuhan dasar prajurit TNI maupun Polri dalam rangka pelaksanaan tugas. Memperhatikan beberapa permasalahan pokok tersebut diatas dan dengan mempertimbangkan amanat GBHN 1999-2004, maka kebijakan pembangunan pertahanan dan keamanan pada tahun 2004 diarahkan pada upaya membangun TNI yang profesional sebagai komponen utama fungsi pertahanan negara yang mampu melindungi, memelihara dan mempertahankan keutuhan NKRI dari berbagai gangguan dan ancaman subversi dan infiltrasi; Polri yang profesional sebagai komponen utama sistem keamanan yang mampu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakan hukum; kerjasama TNI dan Polri dalam mengatasi berbagai tindakan kriminalitas dan konflik yang berdimensi kekerasan, kejahatan internasional dan berbagai dimensi kejahatan terorisme internasional, mencegah eskalasi pertentangan maupun permusuhan yang mengarah pada tindakan kerusuhan sosial yang bersifat anarkhis, dengan melalui beberapa strategi pembangunan sebagai berikut : (1) Pemulihan keamanan dan rehabilitasi daerahdaerah konflik serta melanjutkan upaya-upaya dialogis dalam menghadapi gerakan separatis bersenjata seperti di Aceh, Papua, Maluku dan Poso dalam rangka menyelesaikan konflik secara damai dalam bingkai NKRI. Apabila hal tersebut tidak dapat dilaksanakan maka pemerintah pada saatnya harus mengambil langkahlangkah yang lebih tegas guna mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah nasional dan keselamatan rakyat, (2) Menegakkan kedaulatan dan meningkatkan pengawasan di pulau-pulau terluar dan daerah-daerah perbatasan, (3) Meningkatkan kekuatan dan kemampuan TNI maupun Polri pada kebutuhan minimal XI 3

untuk menghadapi eskalasi keamanan di dalam negeri khususnya dalam rangka terjaminnya pelaksanaan Pemilu tahun 2004, (4) Meningkatkan keamanan dan penegakan hukum baik di darat, laut maupun udara, (5) Meningkatkan kerjasama dan koordinasi bidang pertahanan dengan negara-negara sahabat dalam kerangka Confidence Building Measure (CBM), (6) Meningkatkan kemampuan untuk mengatasi terorisme antara lain dengan melengkapi alat peralatan satuan-satuan anti teror, meningkatkan kerja sama intelijen, memanfaatkan bantuan teknologi serta mengadakan pelatihan bersama, dan (7) Membangun pemolisian masyarakat. B. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN Sesuai dengan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004, program-program pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan adalah : (1) Program Pengembangan Pertahanan Negara, (2) Program Pengembangan Dukungan Pertahanan, (3) Program Pengembangan Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, dan (4) Program Pengembangan Keamanan Dalam Negeri. 1. Pertahanan 1.1 Program Pengembangan Pertahanan Negara Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Menyusun dan menyempurnakan piranti lunak sebagai dasar hukum pelaksanaan tugas-tugas TNI, (2) Melanjutkan validasi organisasi TNI untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja TNI, (3) Melaksanakan penelitian dan pengembangan industri dan teknologi alutsista dan alpal pertahanan, (4) Membangun personil untuk mempertahankan kekuatan TNI, (5) Memelihara kekuatan alutsista yang sudah ada dan melengkapai alat peralatan satuan mendekati Tabel Organisasi dan Peralatan (TOP) dan Daftar Susunan Personil dan Peralatan (DSPP), (6) Mengadakan alutsista baru untuk mengganti yang sudah mencapai batas usia pakai dan tidak ekonomis untuk dioperasionalkan, (7) Membangun/memelihara kekuatan dan kemampuan TNI melalui peningkatan kelayakan fasilitas pangkalan/perkantoran, fasilitas peralatan dan fasilitas pendukung lainnya, (8) Melaksanakan pembangunan pos-pos pertahanan dan keamanan beserta penempatan aparatnya. 1.2 Program Pengembangan Dukungan Pertahanan Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Melanjutkan penyusunan piranti lunak sebagai penjabaran Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dalam rangka pembinaan dan pengelolaan potensi pertahanan negara, (2) Merevisi piranti lunak tentang potensi pendukung strategi pertahanan, RUU tentang Peradilan Militer, dan RUU tentang Rahasia Negara, (3) Melakukan pengkajian dalam rangka penyusunan naskah akademik RUU tentang Komponen Cadangan, RUU tentang Komponen Pendukung dan RUU tentang Hukum Pidana Militer, (4) Melaksanakan pembuatan peta batas wilayah untuk kepentingan pertahanan negara, (5) Melaksanakan pemasyarakatan kesadaran bela negara, (6) Mewujudkan potensi cadangan materiil strategis dan logistik wilayah melalui pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Buatan (SDB) dalam rangka sistem pertahanan negara, serta meningkatkan kemampuan pertahanan nasional melalui pembinaan sarana dan prasarana pertahanan serta sarana dan XI 4

prasarana nasional untuk kepentingan pertahanan nasional, (7) Memperkuat sarana dan prasarana intelijen yang andal, efektif, efisien dan tanggap terhadap aspirasi dan dinamika lingkungan strategis secara nasional, regional, dan internasional, (8) Membina, mengembangkan dan menyelenggarakan kajian-kajian strategik, pendidikan strategik, evaluasi dan pengembangan serta pemasyarakatan konsepsi nasional, beserta sarana dan prasarana pendukungnya; dan (9) Melaksanakan telaahan, perkiraan dan apresiasi strategis pengelolaan pertahanan negara, pengerahan komponen pertahanan dan resiko, serta persoalan krusial mendesak. 2. Keamanan 2.1 Program Pengembangan Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Meningkatkan penyelenggaraan fungsi-fungsi operasional dan fungsi pembinaan dalam pelaksanaan tugas, terdiri dari : (a) Menyelenggarakan identifikasi dan penilaian terhadap setiap perkembangan keadaan yang dapat menimbulkan gangguan kamtibmas/pelanggaran hukum sebagai peringatan dini bagi penyelenggaraan kegiatan kepolisian, (b) Menyelenggarakan upaya pemeliharaan dan peningkatan ketaatan, kepatuhan dan kesadaran masyarakat terhadap hukum, dan norma sosial dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam siskamtibmas swakarsa dan meningkatkan pembinaan kemampuan pengemban fungsi kepolisian lainnya, (c) Meningkatkan kapasitas aparat daerah yang menangani keamanan dan ketertiban umum, (d) Menyelenggarakan upaya pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli untuk mencegah dan/atau meminimumkan kesempatan terjadinya gangguan kamtibmas/pelanggaran hukum, (e) Menyelenggarakan upaya penyelidikan dan penyidikan terhadap setiap tindak pidana sesuai ketentuan dan prosedur hukum yang berlaku dengan memperhatikan norma sosial dan keagamaan serta menjunjung tinggi HAM, dan (f) Menyelenggarakan upaya pemeliharaan dan peningkatan kemampuan profesionalitas kepolisian melalui pendidikan dan latihan, pembinaan mental dan disiplin personil Polri, didukung dengan kesejahteraan personil yang memadai, menata manajemen organisasi dan prosedur serta meningkatkan pemeliharaan sarana dan prasarana yang mendukung keberhasilan tugas kepolisian; (2) Menata kembali sikap mental dan perilaku Polri sesuai peran, tugas dan fungsi sebagai komponen utama sistem keamanan negara melalui: (a) Menyempurnakan sisdik Polri (b) Menata komponen pendidikan secara sinergis, (c) Merumuskan nilai-nilai dan budaya organisasi, (d) Melakukan pendekatan psikologis, sosial budaya kepada masyarakat dan tindakan nyata secara transparan kepada rakyat untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Polri; (3) Melanjutkan penjabaran UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ke dalam bentuk Peraturan Pemerintah dalam upaya memandirikan Polri sebagai lembaga independen; (4) Menata dan membangun organisasi Polri sejalan dengan kemandirian otonomi daerah dengan terbentuknya satuan wilayah; (5) Melanjutkan pengembangan kekuatan Polri secara bertahap dalam rangka memenuhi kebutuhan personil, materiil, dan fasilitas yang memadai; (6) Melakukan pengembangan tingkat kemampuan profesionalitas dan kesiapan yang andal dengan: (a) Melaksanakan kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas pokok, dan (b) Melaksanakan kegiatan latihan untuk mendukung pelaksanaan tugas operasional; (7) Menindaklanjuti validasi organisasi tingkat kewilayahan melalui pengembangan struktur organisasi tingkat Polda sampai ke Polsek; (8) Menyusun dan menyempurnakan piranti lunak XI 5

petunjuk pelaksanaan di lapangan yang disesuaikan dengan reformasi Polri, dan (9) Mencegah dan menanggulangi masalah narkotika, psikotropika dan bahan aditif lainnya (narkoba). 2.2 Program Pengembangan Keamanan Dalam Negeri Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Menyusun peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan lain yang mengatur hubungan kerjasama TNI dan Polri dalam menghadapi gangguan keamanan dalam negeri; (2) Melakukan penyelesaian berbagai ancaman disintegrasi bangsa dan konflik horizontal secara tegas dan tuntas sesuai ketentuan hukum yang berlaku, serta pemulihan dan rehabilitasi daerah-daerah konflik; (3) Meningkatkan upaya penegakan hukum dan menindak tegas setiap pelaku tindak pidana; (4) Persiapan dan penyelenggaraan pengamanan pemilu pada tahun 2004 melalui: penyediaan perlengkapan pasukan dalam rangka pengamanan pemilu, penyediaan personil/ pasukan pengamanan pemilu, dan mengamankan jalannya Pemilu 2004; (5) Menyelesaikan, mencegah, dan menindak penanganan kasus-kasus kejahatan transnasional, kejahatan konvensional, kejahatan terhadap kekayaan negara dan kejahatan kontinjensi lainnya. XI 6