KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

dokumen-dokumen yang mirip
KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

Presiden, DPR, dan BPK.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

I. PENDAHULUAN. kekuasaan manapun (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Korupsi Pengadaan alat Simulasi Mengemudi Pasca Intervensi Presiden Oleh : Kombes Iktut Sudiharsa.S.H.,mSi.

I. PENDAHULUAN. manapun (Pasal 3 Undang -Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga independen,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Hukum acara pidana di Belanda dikenal dengan istilah strafvordering,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI KOMISI NEGARA DALAM PENYIDIKAN ANAK AGUNG PUTU WIWIK SUGIANTARI

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

KAJIAN NORMATIF TERHADAP DUALISME KEWENANGAN PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI ANTARA KEPOLISIAN, KEJAKSAAN DAN KPK

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan mekanisme pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila

(Pemohon II) kepada Mahkamah Konstitusi. Para pemohon menginginkan

Transkripsi:

RESUME KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I. Latar Belakang Tindak pidana korupsi maksudnya adalah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negri atau pejabat Negara dengan maksud supaya pegawai negri atau pejabat negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya atau memberi sesuatu kepada pegawai negri atau pejabat negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya Tindakan korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku korupsi yang disebut koruptor, tetapi bisa juga berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi.tentang penyebab seseorang melakukan korupsi ada dua hal yang jelas, yaitu dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak) dan rangsangan dari luar yaitu dorongan dari teman-teman, adanya kesempatan, kurangnya kontrol dan lain sebagainya. Pada umumnya penyebab terjadi korupsi di Indonesia yang salah satunya adalah latar belakang kebudayaan dan kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi. Dan penulisan skripsi ini adalah mengenai institusi penegak hukum yaitu KPK, POLRI dan Kejaksaan apakah masih bisa dipertahankan, karena dalam kenyatannya justru ketiga institusi ini selalu melakukan konflik dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi yang masih jauh dari harapan.

Rumusan Masalah: 1. Apa penyebab terjadinya konflik kewenangan antara KPK, Kepolisian dan Kejaksaan dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi? 2. Apa kewenanngan penyidik Komisi Pemberantas Korupsi? Alasan pemilihan judul : 1. Penegak hukum yaitu KPK, POLRI dan Kejaksaan apakah masih bisa dipertahankan, karena dalam kenyatannya justru ketiga institusi ini selalu melakukan adu kekuatan,adu power dari institusi masing masing dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. 2. Penyidik sebagai mana diatur dalam pasal 6ayat (1) huruf (b) mempunyai wewenang sesuai undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawas penyidik tersebutdalam pasal 6 ayat (1) huruf (a) KUHAP. Penjelasan judul 1. Penegak hukum yaitu KPK, POLRI dan Kejaksaan apakah masih bisa dipertahankan, karena dalam kenyatannya justru ketiga institusi ini selalu melakukan konflik dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. 2. Penyidik sebagai mana diatur dalam pasal 6ayat (1) huruf (b) mempunyai wewenang sesuai undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawas penyidik tersebutdalam pasal 6 ayat (1) huruf (a) KUHAP.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian skripsi ini yaitu sebagai berikut : 1. Menemukan dan mengetahui penyebab terjadinya konflik kewenangan antara KPK, Kepolisian, Kejaksaan dalm proses penyidikan perkara tindak pidana korupsi. 2. Menganalisa dan menemukan kewenangan penyidik KPK. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis 2. Manfaat praktis Pendekatan Masalah 1. Pendekatan masalah : Yuridis Normatif. 2. Bahan Hukum : Sekunder : Primer Teknik Pengumpulan bahan hukum 1. peraturan perundang-undangan 2. bahan pustaka 3. literature 4. jurnal 5. website dan media masa / social Teknik analisa bahan hukum Yuridis normative, sistematis, klarifikasi dengan tujuan yang sama dengan pembahasan.

Pertanggung jawaban sistematis 1. Bab I : pendahuluan, latar belakang. 2. Bab II : pembahasan rumusan masalah I 3. Bab III : pembahasan rumusan masalah II 4. Bab Iv : penutup,saran dan kesimpulan.

BAB II. PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK KEWENANGAN ANTARA KPK, KEPOLISIAN DAN KEJAKSAAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi yang didalamnya terkandung hak dan kewajiban. Kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu yaitu tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum yang mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum tertentu, hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menurut pihak lainuntuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu. maka pengertian kewenangan adalah suatu tindakan atau hak untuk berbuat atau tidak berbuat yang dilakukan pejabat administrasi negaradalam hal ini adalah tindakan penegak hukum yaitu penyidik untuk mengambil tindakan hukum yang mempunyai akibat hukum dan memaksa pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu yang mengacu pada ketentuan-ketentuan yang sudah ditentukan. Dalam ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 2 KUHAP diatas, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah setiap tindakan penyidik untuk mencari bukti-bukti yang dapat menyakinkan atau mendukung keyakinan bahwa perbuatan pidana atau perbuatan yang dilarang oleh ketentuan pidana itu benar-benar telah terjadi. Selanjutnya ukuran normatifnya adalah sebagaimana yang diatur atau ditentukan dalam ketentuan perundang-undangan pidana. Yang lebih penting lagi adalah perbuatan itu bertentangan dengan nilai-nilai

moral apa tidak. Yang dimaksud nilai moral itu adalah sebuah pernyataan kejujuran terhadap tindak pidana itu, nilai kejujuran yang terkait dengan keadaan-keadaan lainnya yang mendukung, misalnya dalam hal peruntukan atau kepemilikannya, apakah yang terkait dengan peruntukan itu benar-benar memberikan data dan keterangan yang benar dan sebagaimana mestinya dan hal ini penyidik harus benarbenar mengerti dan memahami hukum dan peraturan hukum lainnya. Informasi yang dibutuhkan untuk mengungkap adanya pelanggaran hukum itu antara lain dapat diukur dengan : adanya korban dan cara pelaku yang belum diketahui identitasnya itu melakukan dugaan tindak pidana. Dalam kasus korupsi dilingkungan pemerintahan karena adanya birokrasi dana jabatan struktural, sangant sulit korupsi dilakukan hanya oleh staf, terlebih lagi kasus korupsi yang sudah menahun, sangat sulit untuk menentukan seorang bawahan menjadi tersangka atau pelaku tunggal kasus korupsi itu. Dalam perkara seperti ini peraturan perundangundangan hanya mampu menjangkau tersangka yang kebanyakan bukan tersangka yang sesungguhnya, tetapi seharusnya atasan bertanggung jawab. Dalam perkara korupsi ini dilakukan penelitian yang mendalam tentang peran masing-masing, perlu menjadi catatan bahwa bawahan tidak bisa bertindak sendiri atau tanpa adanya perintah atasan, bawahan tidak berani mengambil keputusan sendiri. #. kewenangan penyidik sebelum reformasi. Kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi sebelum reformasi pada tahun 1998 merupakan kewenangan intitusi Kepolisian, dan institusi Kejaksaanyang diatur oleh undang-undang dan diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan perkara tindak pidana korupsi. Keberadaan Kejaksaan RI mempunyai fungsi strategis dalam penegakan hukum di Indonesia, tidak lepas dari keberadaannya sebagai salah satu sub

sistem dari sitem hukum dan Pada saat berlakunya Undang Undang No.15 tahun 1951 Tentang Kejaksaan, Kedudukan Kejaksaan dinyatakan sebagai alat negara penegak hukum yang terutama bertugas sebagai penuntut umum. Penegasan ini mengandung makna bahwa bila dilihat dari penamaannya sekalipun kejaksaan dikaitkan dengan ketentuan pasal 5 ayat 1 huruf a dan b Undang-Undang ini bahwa penyelenggaraan tugas departemen Kejaksaan diatur dengan keputusan Presiden. #. Kewenangan penyidik setelah Reformasi. Gelombang reformasi menunjukkan bahwa sudah timbul kesadaran penyebab krisis ekonomi, kesenjangan kesejahteraan adalah akibat dari korupsi, kolusi, nepotisme atau yang disebut KKN. Masyarakat menuntut untuk dilakukannya penyelidikan dan penyidikan terhadap para pejabat hitam, dan didirikanlah beberapa badan atau komisi untuk mencegah dan mengusut tindak pidana korupsi diantaranya adalah komisi pengawasan kekayaan pejabat negara (KPKN) dan tim gabungan pemberantasaan tindak pidana korupsi (TGPTPK). Segala yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang diatur dalam Undang-Undang No.8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga pada penyidik, penyelidik, dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasaan Korupsi ( pasal 38 ayat 1, dan pasal 7 ayat 2). Penyelidik, penyidik dan penuntut umum tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana (KUHAP) dan berdasarkan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.21 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak Pidana Korupsi. Dalam kaitannya dengan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dalam hal mana terdapat aparat penegak hukum baru (KPK) maka ketentuan tentang

penyelidikan, penyidikan dan penuntutan harus diperbaruhi, begitu juga persoalan putusan pemidanaan pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa yang tidak ditahan yang tidak memuat secara terperinci mengenai ketentuan penahanan, sehingga akan menimbulkan masalah dalam pelaksanaan putusan pemidanaan pengadilan baik berupa pidana penjara, pidana denda, atau pidana tambahan membayar uang pengganti kerugian negara yang telah dikorupsi oleh terdakwa. #.Konflik Kewenangan antara ketiga Institusi Penegak Hukum. Kewenangan pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang ada dalam kaidah yang mantap dan sikap tindakan sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan dan memelihara serta mempertahankan kedamaian pergaulan hidup dan KPK, Kepolisian dan Kejaksaan adalah institusi yang mempunyai kewenangan yang sama dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Kewenangan tersebut memberikan ruang yang sama kepada tiga instistusi untuk mengungkap perkara tindak pidana korupsi, yang membedakan adalah Kepolisian dan Kejaksaan dalam penyedikannya berdasarkan pada KUHAP sedangkan KPK dalam penyidikannya berdasarkan pada KUHAP dan Undang- Undang KPK dan UUTPK. Pengertian kewenangan adalah proses untuk mewujudkan keinginan hukum menjadi kenyataan. Melihat sifat demikian maka hukum acara tindak pidana korupsi bersifat ganda, karena disamping mengacu pada ketentuan acara pada UUPTKP sebagai lex specialis, juga berorientasi pada KUHAP sebagai lex general. Kelemahan yang lainnya disebabkan adalah mekanisme kontrol yang belum efektif, lemahnya mekanisme kontrol pada tiap-tiap lembaga tidak dapat dilepaskan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendasarinya. Padahal mekanisme kontrol dimaksudkan untuk memastikan kinerja setiap lembaganya.

Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulakn bahwa institusi yang berwenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi adalah KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan dalam menjalankan kewenangan yang sama yaitu melakukan penyidikan tindak pidana korupsi tetapi ketiga institusi ini secara structural tidak mempunyai hubungan langsung dengan kata lain yang bertanggung jawab terhadap kinerja masing-masing, Kepolisian adalah Kapolri, Kejaksaan adalah Jaksa Agung dan KPK adalah pimpinan KPK. Serta berdasarkan kewenangan adanya pertentangan peraturan perundang-undangan serta ketidak jelasan kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing institusi penyidik sebagaimana yang sudah diuraikan di atas seperti pengambil alihan perkara yang sudah di tangani oleh Kepolisian dan Kejaksaan maka dalam melaksanakan penyidik ketiga institusi penyidik terjadi perbedaan pada pelaksanaan hukumnya sehingga timbul tumpang tindih dalam penyidikan, rebutan perkara, berkompetisi, saling tangkap, saling sadap diantara ketiga institusi penyidik, dengan demikian timbulnya konflik antara institusi penyidik maka tidak terjalin harmonisasi sessama institusi penyidik dan sinergritas padahal secara fungsional yaitu walaupun fungsi dan ketentuan perundangan yang mengatur ketiga institusi berbeda tetapi mempunyai tujuan yang sama yaitu penegakan hukum dalam memberantas tindak pidana korupsi.

BAB III Kewenangan penyidik Komisi Pemberantas Korupsi Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sindang pengadilan terhadap Tindak Pidana Korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, Salah satu pengecualian ketentuan dalam KUHAP terdapat dalam pasal 30 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Pasal 30 Penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat dan kiriman melalui pos, telekomunikasi atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara Tindak Pidana Korupsi yang sedang diperiksa. Dengan diundangkannya UU No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sejak itu korupsi ditetapkan sebagai tindak pidana. Sesuai namanya dan berpedoman pada UU No 31 Tahun 1999 juncto UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang menindak siapa pun yang dipersangkakan melakukan tipikor. Secara tegas UU No 30 Tahun 2002 menyatakan, KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tunduk kepada hukum acara yang berlaku. Jadi, inti UU No 30 Tahun 2002 adalah membentuk lembaga negara baru yang dinamai KPK guna menjalankan ketentuan UU yang telah ada, baik UU materiil maupun formilnya. Dengan demikian, menindak pelaku-pelaku tipikor yang dilakukan sebelum KPK dibentuk tidak boleh diartikan bahwa UU itu berlaku surut. Dalam praktik kepolisian telah menjalankan wewenang dan atas hal itu tidak dianggap pelanggaran asas retroaktif. UU itu merujuk hukum acara pidana sebagai

rambu untuk menindak pelaku-pelaku tindak pidana korupsi (tipikor) dan memberi wewenang kejaksaan menyelidiki, menyidik, dan menuntut pelaku. Meski sudah ada perangkat hukum (UU Pemberantasan Tipikor dan Hukum Acara Pidana) dan perangkat penegak hukum (jaksa/hakim) dengan segala wewenangnya, sejak 1971 tipikor bukannya menyusut justru kian meluas. Dengan ada bukti yang tidak bisa dibantah, dengan kecerdasan dan kekuatan yang dimiliki, koruptor mampu memposisikan dirinya sebagai pribadi yang tidak bisa disentuh oleh hukum. Meluasnya tipikor nyata-nyata mengakibatkan negara terpuruk. Menghadapi persoalan ini, negara memandang perlu membentuk lembaga khusus yang independen untuk menjalankan tugas dan wewenang yang serupa dengan tugas dan wewenang kejaksaan. Untuk itu dibentuk dan diundangkan UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, agar selaras dan sejalan dengan undang-undang nomor 46 tahun 2009 tentang pengadilan tindak pidana korupsi yang sudah ada di 33 provinsi.

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan a. Penyebab terjadinya konflik kewenangan yang terjadi antara institusi penyidik dalam tindak pidana korupsi yaitu KPK, Kepolisian dan Kejaksaan karena disebabkan tidak ada pembagian secara jelas dan kongkrit serta ketidak jelasan kedudukan masing-masing institusi sehingga menyebabkan ketiga intitusi penyidik tersebut berjalan sendiri-sendiri yang akibatnya menimbulkan saling tumpang tindih, saling lempar tanggung jawab, rebutan perkara yang akhirnya menimbulkan rivalitas sampai dengan adanya adu fisik, adu power atau kekuatan dari masing-masing institusi ketiga penyidik tindak pidana korupsi. b. Kewenangan penyidikan KPK dalam penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu kewenangan penyidik diserahkan kepada satu institusi penyidik saja adalah KPK, karena sifatnya sebagai Lex Specialis, independen, bebas dari intervensi dan juga korupsi ini sudah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa.

4.2 Saran-saran a. Perlu merekonstruksi atau merevisi peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penyidikan tindak pidana korupsi sehingga dapat menentukan kedudukan yang jelas serta pembagian yang kongkrit sehingga bisa meminimalisir terjadinya konflik kewenangan penyidik antar penegak hukum, dan adanya pembagian kewenangan yang jelas, konkrit, serta fungsi dan kedudukannya masing-masingpenyidik tindak pidana korupsi hal ini untuk menghindari penafsiran peraturan perundang-undangan menurut selera masing-masing institusi penyidik. b. Perlu adanya penyederhanaan undang-undang yang berhubungan dengan kewenangan penyidik KPK dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi sehingga terjadi keterpaduan dalam penegakan hukum, dan segera dibentuk KPK perwakilan daerah dikarnakan mengingat luasnya wilayah Indonesia, maka sangat diperlukan adanya KPK perwakilan daerah dan hal ini sejalan dengan Undang-undang No.46 Tahun 2009 tentang pengadilan tipikor yang sudah di 33 provinsi.