BAB I PENDAHULUAN. Seorang wanita yang hamil dalam perkawinan yang sah, merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN WALI BAGI MEMPELAI PEREMPUAN YANG LAHIR KURANG DARI 6 BULAN DI KUA GAJAH MUNGKUR

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagaimana diketahui bahwa perkawinan adalah satu jalan yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAHAN AJAR PERADILAN AGAMA BAB I PENGANTAR

Perkawinan dengan Wali Muhakkam

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa

BAB I PENDAHULUAN. Sunnah Allah, berarti menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini,

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan cara yang paling tepat untuk menyalurkan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga yang islami, yakni rumah tangga yang berjalan di atas

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

PEMAHAMAN AKTIVIS PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK LUAR KAWIN (STUDY DI MALANG)

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB V PENUTUP. hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Hayyie Al-Kattani dkk, Jilid IX, Gema Insani, Jakarta, 2011, hlm.39

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Perkawinan Beda Agama Menurut Agama Islam. Berdasarkan ajaran Islam, deskripsi kehidupan suami-istri yang tentram

Ketentuan Tentang Keharusan Pencatatan Pernikahan dalam Hukum Posistif

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

BAB IV HUKUM HAKIM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM DISPENSASI NIKAH BAGI WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH. Dispensasi Nikah Bagi Wanita Hamil Diluar Nikah

BAB I PENDAHULUAN. Allah melalui Rasulullah Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB IV HASIL ANALISIS PERKAWINAN SESAMA JENIS BERDASARKAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM. A. Faktor Faktor Penyebab Perkawinan Sesama Jenis

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB II PEMBAHASAN TENTANG MASLAHAH

BAB I PENDAHULUAN. harta yang banyak dan sebagian lagi ada yang sebaliknya. Setelah tiba. peristiwa hukum yang lazim disebut dengan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB III ANALISIS. Pada dasarnya hukum islam tidak memberatkan umatnya. Akan tetapi

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang wanita yang hamil dalam perkawinan yang sah, merupakan fenomena yang wajar, baik secara hukum maupun dipandang secara sosialnya. Segala ketentuan hukumnya telah ada yang mendasarinya, baik dalam Al-Qur an maupun al-hadits, bahkan peraturan perundang undangan pun memandang wajar hal demikian. berbeda dengan seorang wanita yang hamil dari hasil hubungan di luar perkawinan yang sah, terdapat keragaman pendapat dikalangan para ulama fiqh, sebagian memperbolehkan untuk mengawini wanita hamil tersebut dan sebagian lagi melarang sampai wanita tersebut melahirkan. Sebagian Ulama berpendapat seorang wanita hamil di luar nikah boleh dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya, karena mengganggap benih (sperma) yang ada dalam kandungan seorang wanita tersebut tidak berharga, kehamilan tersebut dianggap bukan kehamilan. Bagi para ulama yang berpendapat boleh mengawini, wanita hamil di luar perkawinan ada dua macam; pertama, pria yang menghamili boleh menyetubuhi secara langsung setelah menikahinya. kedua, meskipun telah dinikahkan tidak boleh menyetubuhi sebelum si wanita melahirkan. Penyebab keragaman persepsi itu dikarenakan mereka berbeda pendapat dalam memahami firman Allah SWT; 1

2 Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu min 1. Jumhur ulama mengatagorikan ayat tersebut terhadap celaan bagi perbuatan mengawini wanita pezina, bukan haramnya perbuatan tersebut 2. Imam Syafi i, Hanafi, Maliki dan Hambali membolehkan kawin dengan perempuan yang sedang hamil karena zina, asalkan yang menikahinya itu adalah laki-laki yang menghamilinya, sebab hamil semacam ini tidak menyebabkan haramnya dikawini. 3 Kebolehan wanita yang sedang hamil dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya, oleh para ulama fiqh didasarkan kepada alasan bahwa keduanya adalah pezina. Al-Qur an Surat an-nur ayat 3 di atas menegaskan, bahwa pezina itu hanya pantas dinikahkan dengan pezina pula, atau dengan musyrik dan hal itu diharamkan bagi orang yang beriman. Adapun menikahi wanita yang sedang hamil, dan kehamilannya itu karena perbuatan orang lain, menurut pendapat Imam Abu Yusuf, hukum perkawinannya adalah fasid (batal). Hal ini didasarkan pula kepada ayat 3 Surat an-nur. 1 Soenarjo,dkk. 1994. Al-Qur an dan Terjemahnya. Departmen Agama. hlm: 351. 2 Ibnu Rusydi. 595. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Maktabah Dar Ihya al- Kutub al-arabiyyah..hlm: 30 3 M. Anshary MK, 2010. Hukum Perkawinan Di Indonesia Masalah-Masalah Krusial. Cet.I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm: 58-59.

3 Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi i berpendapat bahwa menikahi wanita hamil yang dihamili laki-laki lain adalah sah, karena tidak terikat dengan perkawinan orang lain, dan boleh mengumpulinya karena janin yang telah ada tidak akan ternoda oleh benih yang baru ditanam. 4 Sesdangkan menurut Abu Hanifah, Jika wanita yang berzina tersebut terbukti tidak hamil, maka akad pernikahannya sah. Dan jika wanita sudah hamil akad nikahnya sah juga, tapi suaminya tidak boleh menggaulinya hingga ia melahirkan bayi hasil zinanya, dan hal ini tidak sejalan dengan KHI pasal 53 ayat 2. Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merupakan hasil loka karya dari pendapat para ulama fiqh, dalam hukum Islam yang sudah disesuaikan dengan kondisi umat Islam di Indonesia, secara implisit menyatakan bahwa seorang wanita yang hamil di luar nikah boleh dikawinkan dengan pria yang menghamilinya, seperti tertera dalam pasal 53 ayat 1 Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. Ini berarti KHI berpendapat bahwa perzinaan tidak mengharamkan pernikahan. Secara sosiologis seorang wanita yang hamil di luar nikah akan menjadi hal yang tabu di masyarakat. Untuk menghindari hal itu maka wanita tersebut diupayakan melakukan perkawinan meskipun dalam keadaan hamil. Begitu banyak berbagai alasan kawin hamil segera dilakukan oleh keluarga yang anak perempuannya hamil sebelum melakukan akad pernikahan, antara lain; menutupi aib keluarga, memperoleh status anak, upaya melindungi ibu dan anak, menghindari kekhawatiran keluarga yang bersangkutan dan lain-lain. 4 Ibid.

4 Lingkungan masyarakat tertentu diyakini jika terdapat anak haram (akibat zina) tinggal di lingkungan mereka, maka akan timbul malapetaka bagi lingkungan di sekitarnya, sehingga si anak dan ibunya akan diusir dari tempat itu dengan alasan agar terhindar dari dampak kutukan bagi warga masyarakat yang lain. Jarang disadari oleh masyarakat bahwa lahirnya si anak ke dunia turut diakibatkan oleh perbuatan ayah biologisnya yang telah menanamkan benih keturunan di rahim si ibu, namun kenyataannya orang jarang mempersoalkan tentang peran ayah biologis tersebut, atau setidaknya pihak laki-laki pelaku perzinaan sering tidak terkena stigma dari masyarakat seperti halnya yang dialami oleh si ibu dan anaknya. Padahal dosa itu dilakukan oleh mereka berdua, disinilah barangkali letak ketidakadilan yang terjadi dimana pihak anak dan perempuan selalu mendapatkan posisi yang tidak menguntungkan di hadapan hukum dan masyarakat. 5 Berdasarkan fenomena di atas, perbedaan para ulama memahami nash, pendapat fuqaha dalam kitab kitabnya yang beragam tentang kawin hamil, serta persfektif KHI tentang kawin hamil, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut terkait dengan keragaman pendapat fuqaha tentang kawin hamil serta penetapan ketentuan kawin hamil dalam KHI. KHI ditentukan sebagai pedoman bagi instansi pemerintah termasuk para hakim pengadilan Agama dan masyarakat yang memerlukannya untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam ketiga bidang hukum tersebut, sejajar dengan wewenang utama Peradilan Agama, yang telah diterima baik oleh para 5 Witanto. 2012. Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin. Jakarta: Prestasi pustakakarya. hlm: 13.

5 ulama dan para sarjana hukum Islam seluruh Indonesia dalam loka karya yang diselenggarakan pada tanggal 2 sampai dengan 5 februari 1988, melalui instruksi presiden nomor 1 tahun 1991 tanggal 10 juni 1991. Kawin hamil dalam pasal 53 dalam KHI ini tentunya merupakan hasil ijtihad mereka yang dipandang sesuai baik secara yuridis maupun sosiologis dalam konteks Indonesia. Konotasinya bukan berarti perkawinan di Indonesia menghendaki hamil terlebih dahulu, melainkan upaya penyelamatan status social bagi pasangan/pelaku kawin hamil, disamping memberikan peluang bagi umat untuk bertaubat atas perbuatannya yang tidak sesuai dengan Syari at. Ketentuan kawin hamil dalam KHI itu tentunya dilatarbelakangi oleh sumber rujukannya, Komplasi Hukum Islam telah dikaji dan ditelaah sebanyak 38 buah/ macam kitab fiqih yang dibagi pada tujuh IAIN yang telah ditunjuk. 6 Semua kitab fiqih tersebut tentu akan beragam pendapat tentang konsep kawin hamil, setelah dilakukan penelitian maka diharapkan akan menemukan sesuatu yang belum terungkap dibalik penetapan KHI tentang kawin hamil tersebut. Penelitian ini pun tidak hanya meneliti masalah kawin hamil secara normatif, namun dikembangkan pula pada penelitian implikasinya terhadap masyarakat saat ini. Kawasan yang dijadikan sorotan dalam penelitian ini adalah di wilayah kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, sedangkan batasan waktunya adalah tahun 2014. Pihak KUA Cileunyi mengakui memang selalu ada setiap tahunnya 6 Abdurrahman. 2007. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Cetakan kelima. Jakarta. Akademika Pressindo.: 39

6 warga yang melakukan kawin hamil, diperkirakan kurang dari 5% dari akumulasi perkawinan di KUA Cileunyi pada tahun terakhir 2013. Proses kawin hamil sendiri di wilayah ini berlangsung sebagaimana tercantum dalam KHI pasal 53, namun ada pula praktik warga yang tidak sama dengan ketentuan KHI tersebut. Sebagai salah satu contohnya, masih ada juga diantara mereka yang melakukaan kembali akad pernikahan setelah bayi tersebut lahir, dan ini membuktikan adanya implikasi dari ketentuan kawin hamil terhadap masyarakat, yang masih belum dapat menerima secara utuh atas hasil ijtihad yang dirumuskan dalam KHI. Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis berminat untuk meneliti lebih lanjut implikasi dari paradigma hukum Islam tentang kawin hamil secara normatif kemudian implikasinya terhadap masyarakat di Kecamatan Cileunyi. Penelitian ini sama sekali tidak dimaksudkan muncul atas dasar anggapan bahwa di daerah ini rawan kawin hamil, karena dari jumlah akhir tahun 2013, perkawinan mancapai lebih dari 1300 pasangan, dan sebagian kecil dari jumlah itu ada pasangan yang melakukan kawin hamil. Angka persentase menurut para P3N se-kecamatan Cileunyi kurang dari 5% dari akumulasi perkawinan di kecamatan Cileunyi. B. Perumusan Masalah Berkenaan dengan masalah diatas, diajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana ketentuan kawin hamil dalam kitab-kitab Fiqh menjadi rumusan kawin hamil dalam KHI?

7 2. Apa yang melatarbelakangi terjadinya kawin hamil di Kecamatan Cileunyi? 3. Bagaimana Implikasi legalitas Kawin Hamil dalam KHI terhadap masyarakat di Kecamatan Cileunyi? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Untuk menjelaskan dan mendeskripsikan paradigma dalam hukum Islam tentang kawin hamil. 2. Untuk mengetahui apa saja yang melatarbelakangi terjadinya kawin hamil di kecamatan cileunyi. 3. Untuk mengetahui Implikasi legislasi Kawin Hamil dalam KHI terhadap masyarakat di Kecamatan Cileunyi. Penelitian ini diharapkan berguna untuk memperdalam pengetahuan ilmiah dibidang hukum Islam dan pranata sosial, dan untuk menyingkap sesuatu di balik pengetahuan yang telah dirumuskan dan disosialisasikan tentang ketentuan kawin hamil dari mulai pemikiran dan pendapat fuqaha hingga menjadi suatu rumusan ketentuan Kompilasi Hukum Islam. Kemudian penelitian ini pun diharapkan menghasilkan sebuah penjelasan atas refleksi sosial berenaan dengan kawin hamil khususnya di wilayah kecamatan Cileunyi. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan menarik minat peneliti lain khususnya dikalangan mahasiswa untuk mengembangkan penelitian lanjutan

8 tentang masalah yang sama atau yang serupa. D. Kerangka Pemikiran Dari uraian diatas, maka dapat disusun kerangka berfikir yang dijadikan kerangka analisis terhadap data yang telah diperoleh. Secara garis besar kerangka berfikir dalam penelitian ini terdiri atas lima komponen, yaitu: (a) konstitusi dalam sistem hukum Nasional yang dijadikan rujukan; (b) politik hukum Nasional (c) bahan baku dalam proses penyusunan qanun (Taqnin) yakni substansi fiqih dan bahan baku dari tatanan hukum yang lain (d) program legislasi nasional (e) qanun sebagai hasil produk legislasi. Berkenaan dengan komponen diatas, dapat dirumuskan beberapa pernyataan sebagaimana berikut ini. Pertama, konstitusi merupakan hukum dasar Negara yang menjadi sumber dan landasan yuridis dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Ia berisi pengaturan berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk melaksanakan berbagai ketentuan dalam konstitusi itu, antara lain ditetapkan politik hukum nasional yakni kehendak kekuasaan Negara tentang arah pengembangan hukum nasional. Politik hukum itu mengalami perubahan, sejalan dengan dinamika masyarakat secara nasional dan internasional. Perwujudan politik hukum itu diimplementasikan dalam suatu program legislasi nasional, yakni pembentukan hukum tertulis melalui peraturan perundang-undangan. Berkenaan dengan hal itu, materi hukum dalam tatanan hukum islam memiliki peluang sebagai bahan baku dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, disamping dari tatanan hukum lainnya.

9 Perubahan masyarakat merupakan landasan sosiologis dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Perubahan masyarakat itu mencakup perubahan strukutur masyarakat dan pola kebudayaan yang dianut. Hal itu tampak dalam bentuk reformasi dan transformasi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, diantaranya tuntutan demokratisasi dibidang hukum, politik, dan ekonomi. Produk legalisasi itu berupa pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai muara yang mempertemukan hukum dasar dengan tuntutan perubahan serta dinamika dalam kehidupan masyarakat, yang selanjutnya dilaksanakan oleh peraturan yang lebih rendah jenjangnya. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 1 mengenai tujuan perkawinan ditegaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Selanjutnya pasal 2 Kompilasi Hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau Mitsaqan Ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan wanita hamil merupakan fenomena yang dewasa ini sering ditemui di tengah-tengah masyarakat. Hal ini diakibatkan karena adanya perbuatan hubungan kelamin sebelum dilangsungkannya perkawinan secara sah, jalan yang diambil untuk menutupi aib keluarga adalah dengan jalan menikahkan pasangan tersebut.

10 Menurut M. Anshary MK, dalam bukunya dituliskan bahwa kehamilan dapat terjadi melalui perkawinan yang legal, atau melalui hubungan akibat perkosaan, melalui hubungan suka sama suka di luar nikah yang disebut perzinaan/prostitusi. 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 Ayat (1) menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam menetapkan kawin hamil yang dimaksud adalah wanita yang hamil di luar nikah maka boleh dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya. Dalam al-qur an maupun hadits Nabi SAW, demikian juga dalam kitab-kitab fiqh klasik masalah perkawin-an wanita hamil pada dasarnya wanita hamil tersebut boleh kawin dengan siapa saja, karena apa yang diatur dalam pasal 53 KHI ini penuh dengan muatan kemaslahatan sebagai upaya penekanan sekecil mungkin terjadinya kehamilan di luar nikah. Juga untuk kemaslahatan anak yang akan dilahirkan dalam memperoleh perlindungan hukum maupun perlindungan sosial. 8 Dikemukakan oleh Yahya Harahap mengenai aturan kawin hamil tetap diletakkan pada kategori boleh. Tidak mesti, seperti yang dianut oleh kehidupan berdasar Hukum Adat. Pada dasarnya pendefinitifan kebolehan kawin hamil yang diatur dalam KHI sedikit banyak beranjak dari pendekatan kompromistis dengan hukum Adat. Kompromi itu, ditinjau dari kenyataan terjadinya ikhtilaf dalam 7 M. Anshary MK, 2010. Hukum Perkawinan Di Indonesia Masalah-Masalah Krusial. Cet.I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm: 58. 8 Siah Khosyi ah, 2009. Metode Istishlah Dalam Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia. Cet. I. Bandung: Sahifa. hlm: 118.

11 ajaran fiqh dihubungkan pula dengan faktor sosiologis dan psikologis. Dari berbagai faktor yang dikemukakan ditarik suatu kesimpulan berdasar asas istishlah, sehingga dari penggabungan faktor ikhtilaf dan urf perumus KHI berpendapat: lebih besar mashlahat membolehkan kawin hamil daripada melarangnya. 9 Kemudian pembahasan implikasi ketentuan kawin hamil dalam KHI, dalam penelitian ini digunakan pula teori Maqashid al Syari ah untuk menemukan tujuan syara dari ketentuan tersebut. Secara bahasa maqasid al-syariah terdiri dari dua kata yakni maqasid dan al-syar iyah. Maqasid adalah bentuk jamak dari maqshad yang berarti kesengajaan atau tujuan. 10 Syar iyah secara bahasa berarti jalan menuju sumber air, dalam pengertian ini dapat pula dikatakan sebagai jalan menuju sumber pokok kehidupan. 11 Untuk mengetahui maqasid al-syari ah al-syatibi menawarkan metode istiqra al-ma nawi yaitu metode dengan model pengambilan kesimpulan premis umum dari sekumpulan dalil-dalil yang berserakan. Metode ini pada dasarnya memberi kebebasan pada akal untuk memahami sebuah nas. Akan tetapi akal di sini tentu saja dibatasi oleh konsep maqasid atau maslahah yang secara berurutan disebutkan oleh al-syatibi yakni maslahah daruriyah (primer), maslahah hajiyah (skunder) dan tahsiniyah. 9 M. Yahya Harahap. 1999. Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam: Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam, dalam Cik Hasan Bisri (Penyunting), Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum Nasional, Cet. II, hlm. 21-80. Ciputat: Logos Wacana Ilmu. hlm: 57-58 10 Asafri J. Bakri, 1996, konsep maqashid Syari ah menurut Al-Syatibi. Jakarta: Raja Grafindo. Hlm: 61 11 Fazlurrahman. Islam. Terj. Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1984), hlm: 140

12 Dari pandangan Al-Syatibi dapat ditarik kesimpulan bahwa maqashid Syari ah merupakan tujuan hukum yakni kemaslahatan manusia. Titik tolak pandangan Al Syatibi bahwa semua kewajiban (taklif) diciptakan dalam rangka meralisasi kemaslahatan hamba. 12 Maqasid al-syariah menurut al-fasi yakni tujuan syariah dan rahasiarahasia dibalik penetapan hukum oleh Allah. Maksudnya disini adalah tujuantujuan umum (maqasid al-ammah). Sedangkan rahasia hukum adalah maqasid al-khassah atau al-juz iyah (tujuan khusus dari penetapan suatu hukum). Tujuan umum syariah menurut al-fasi yakni membangun dunia, menjaga sistem kehidupan dan keutuhannya sesuai dengan kebutuhan manusia serta melaksanakan apa yang ditugaskan kepada mereka seperti berbuat adil, kemaslahatan Keturunan, pendidikan, dan lainnya. 13 12 Asafri J. Bakri, konsep maqashid loc.cit. hlm: 64. 13 Asmuni. 2008. Aktualisasi Teori Maqasid as-syatibi (Upaya Menemukan Landasan Nilai- Nilai Etis Religius dalam Mengembangkan Produk Perbankan Syariah) dalam buku Amir Mu allim. Menjawab Keraguan Berekonomi Syariah. Yogyakarta: MSI & Safiria Insania Press. hlm: 141