UU. No.31 tahun 1999 dan REALISASI PELAKSANAANNYA

dokumen-dokumen yang mirip
MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

Trio Hukum dan Lembaga Peradilan

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCURIAN DANA NASABAH BANK MELALUI MODUS PENGGANDAAN KARTU ATM (SKIMMER) DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 363 AYAT (5) KITAB UNDANG-

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

Nama : ALEXANDER MARWATA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KUMPULAN TULISAN & KLIPING

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan metode yang digunakan, dan dari uraian di atas bahwa

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. pakar hukum maupun pakar politik adalah permasalahan KPK melawan Polri.

I. PENDAHULUAN. kekuasaan manapun (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial

I. PENDAHULUAN. manapun (Pasal 3 Undang -Undang Nomor 30 Tahun 2002). Sebagai lembaga independen,

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sistem kontrol sosial yang belum memadai dan penegakan hukum yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

TINDAK PI PENCUCIA DANA

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Peran KPK dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Oleh : Harrys Pratama Teguh Jumat, 25 Juni :05. Latar Belakang

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

Sambutan Presiden RI - Pembukaan KNPK dan Peluncuran Program Jaga, Jakarta, 1 Desember 2016 Kamis, 01 Desember 2016

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

Mutual Legal Assistance. Trisno Raharjo

Korupsi dan Peran Serta Masyarakat dalam Upaya Penanggulangannya. Oleh : Dewi Asri Yustia. Abstrak

13. KESIMPULAN. Majelis Hakim Yang Terhormat

STRATEGI KHUSUS PEMULIHAN ASET DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tindak Pidana Korupsi

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istilah yang sering dipakai dalam bidang filsafat dan psikologi.(ensiklopedia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan institusi Kejaksaan Republik Indonesia saat ini adalah Undang-

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. 1. Penerapan konsep noodweer exces dalam kasus penganiayaan atas dasar

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

Transkripsi:

UU. No.31 tahun 1999 dan REALISASI PELAKSANAANNYA Undang-undang Korupsi mempunyai jiwa dan semangat yang luhur, agar dapat memberantas korupsi yang sudah mewabah di Indonesia Semangat para pembuat UU ini, tidak lebih agar Para Koruptor yang memang demikian canggih didalam melakukan aktivitas korupsi disegala bidang dapat dijerat dan dihukum, sehingga akan memberikan effek jera bagi Koruptor-2 supaya tidak berbuat lagi dan bagi yang akan berbuat akan berpikir 1.000 kali, dengan tegasnya penegakan hukum di Indonesia yang kita cintai ini. Kata-kata awal dalam UU ini didahului DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, adalah suatu semangat spiritual agar UU ini didalam pelaksanaanya dapat memberikan rasa keadilan bagi siapa saja yang terlibat dengan undang-2 ini, baik sebagai pembuat, pelaksana, masyarakat dan terpidana. Tuhan yang kita ketahui dan sadari adalah salah satunya mempunyai sifat Maha Adil, sehingga sebagai manusia yang beradab dan beragama, maka sifat KEADILAN adalah mutlak harus kita tegakkan, sehingga Pembuat, pelaksana, masyarakat maupun terpidana tidak dapat mengklaim satu-satunya yang paling adil dan paling benar, Nurani Keadilan, Ada unsur Nurani yang paling dalam disini, Yaitu unsur Nurani Keadilan yang Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa, selain pengalaman, keilmuan dan kekuasaan yang dipunyai oleh para aparat penegak hukum untuk menentukan nasib para terpidana tindak pidana korupsi, ada unsur yang lebih penting yaitu NURANI KEADILAN.Tanpa unsur Nurani ini, maka UU No.31 tahun 1999, yang sudah cukup baik ini, menjadi ajang transaksi bisnis para penegak hukum dengan para koruptor yang sebenar-benarnya koruptor, karena memang dengan diberlakukannya UU. No.31/1999 ini, banyak sekali para peghuni penjara yang koruptor tapi sebenar-benarnya bukan koruptor ( adalah bukan koruptor, tapi dia dijadikan koruptor oleh opini masyarakat yang diciptakan oleh Media dengan sumber informasi dari penegak hukum sendiri, dikarenakan koruptor ini adalah hanya kambing

hitam, yang tidak dapat melakukan transaksi bisnis dengan para aparat penegak hukum, karena tidak mempunyai uang atau uang hasil pekerjaan halalnya telah habis di ATM kan oleh penegak hukum yang menanganinya ) Fakta hasil dari survey MTI ( Masyarakat Tranparency Indonesia ), bahwa lembaga yang paling korup yaitu lembaga Penegak hukum itu sendiri ( Polisi, kejaksaaan & kehakiman ), tetapi disatu sisi Penegakan Hukum di Indonesia nampak adanya Grafik yang meningkat didalam pelaksanaannya, tetapi ini tak lebih adalah suatu EFORIA para penegak hukum saja secara politis, sehingga secara institusi baik polisi, jaksa dan hakim nampak cukup baik kinerjanya. Target Pembasmian Korupsi, TARGET PEMBASMIAN KORUPSI, yang dicanangkan oleh KPK dan Kejaksaan, menyebabkan para penegak hukum berlomba-lomba tanpa melibatkan nurani keadilan lagi, menangkap orang seenaknya sendiri, tanpa perlu adanya PEMBUKTIAN KERUGIAN NEGARA terlebih dahulu, maka yang penting tangkap dulu, lempar ke pengadilan, biarkan pengadilan yang membuktikan, dimana hakim-hakim saat ini lebih pandai menghukum daripada mencari keadilan, walaupun fakta-2 persidangan telah menyatakan terpidana tidak bersalah, tetap divonnis bersalah, karena kuatir menyakiti rasa keadilan masyarakat ( padahal masyarakat yang disakiti ini, adalah telah terperdaya oleh suatu informasi yang menyesatkan dan kemudian dijadikan suatu opini public yang diciptakan oleh para penegak hukum dengan melalui Media ). Pemerasan kepada terdakwa bukanlah suatu hal yang memalukan lagi, pemerasan sudah terjadi sejak dari proses penyidikan oleh kepolisian, dakwaan oleh kejaksaan dan putusan oleh Hakim, mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan hasil transaksi yang terbesar, sehingga apabila seseorang yang belum terbukti melakukan korupsi sudah harus mengeluarkan uang terlebih dahulu, dan apabila si terdakwa sampai di pengadilan sudah tidak punya uang, maka hakim akan memutus dengan berat vonnisnya, ( bahkan penulis pernah melihat seorang jaksa penuntut umum, yang menangis disidang, setelah terpidana divonnis berat oleh hakim, karena Jaksa tersebut sebenarnya tahu, bahwa terpidana bukan pelaku Korupsi, tetapi karena birokrasi RENTUT, maka dituntut berat yang akhirnya hakim juga menuntut lebih berat, karena harus bersaing demi prestise institusi ).

Sehingga TB. R. Nitibaskara secara ekstrem menyebut HUKUM MENJADI ALAT KEJAHATAN ( as a tool of crime ), ini fakta yang kasat mata, dimana para penegak hukum telah benar-benar menjadikan hukum sebagai alat berbuat kejahatan, yaitu sejak 2003 s/d 2006 beberapa polisi, jaksa & hakim yang telah menjadi terpidana, bagi mereka yang telah diindikasikan pada pemberitaan di media massa tetapi belum menjadi tersangka segera membungkam media dengan memberikan imbalan, menakut-nakuti terpidana atau tanpa rasa malu memohon kepada si terpidana agar jangan membuka aib ini, karena si terpidana nanti juga akan dikenakan kasus lainnya lagi, sehingga terpidana menjadi takut melaporkan dan penegak hukum inipun berani menjanjikan akan membantu terpidana bila melakukan upaya hukum lanjutan. Penegakkan Hukum, Prestise Intitusi PENEGAKKAN HUKUM hanyalah menjadi simbol PRESTISE/PRESTASI KINERJA para aparat penegak hukum yang makin kaya saja, dengan meminta bagian dari hasil kerja halal para Koruptor yang sebenarnya bukan Koruptor, sedangkan para Koruptor yang sebenarnya Koruptor, dibiarkan lari keluar negeri dengan alasan saling lempar kesalahan pada institusi yang ada, padahal semuanya adalah hasil pengaturan para penegak hukum itu sendiri dengan para koruptor kakap yang telah juga dijarah sebagian dananya. Kapolri, pernah mengatakan pada media massa, bahwa dia keberatan dengan penilaian MTI, bahwa institusi yang dipimpinnya adalah termasuk salah satu yang terkorup dan responden yang ikut survey telah dibentuk dulu opininya lewat media, sehingga kemudian dikatakan menjadi opini masyarakat, penulis dalam hal ini hanya ingin menyampaikan, bahwasanya inilah juga cara-cara para aparat polisi membentuk opini public/masyarakat lewat mis information yang diberikan kepada media, sehingga koruptor yang sebenarnya bukan koruptor tidak sempat membela dirinya sendiri, karena sudah dijadikan terpidana sebelum persidangan dimulai. Bukanlah kesalahan pada UU anti Korupsi ini, tetapi para aparat hukum ini sendirilah yang memanfaatkan celah-celah hukum dengan mengatasnamakan Pembasmian korupsi, yang sebenarnya adalah bahwa para penegak hukum inilah yang ikut andil bagi-bagi hasil korupsi dengan para Koruptor yang sebenarnya Koruptor, celah-celah hukum sangat

dikuasainya, hasil pemerasan dari terpidana tidak mungkin menggunakan kwintansi, semua hasil jarahannya tidak disimpan atas namanya sendiri, tetapi atas nama pembantunya, atas nama saudara dan orang-orang lain yang dia percaya, bagi penegak hukum yang pandai, dia tidak akan membawa mobil mewah kekantornya, tapi apabila dilihat dari kehidupan pribadinya, 3 mobil mewah dirumahnya & 1 mobil butut untuk kekantor, yang mana apabila dilihat dari standar gajinya, dia hanya golongan IV.A, dengan gaji +/- Rp. 4,5 juta, dan juga mempunyai bisnis di Luar negeri, tapi karena kepandaiannya memanfaatkan celah hukum yang ada, nampaklah dia adalah PENDEKAR PEMBASMI KORUPSI dimata masyarakat Eforia dan Pertumbuhan Ekonomi Stagnan Karena masyarakat sudah antipati pada semua hal yang berbau korupsi, maka masyarakat menjadi senang apabila koruptor ditangkap & dihukum berat, sehingga apabila ada Koruptor yang sebenarnya bukan Koruptor ditangkap dan ditahan, masyarakat akan memuji hasil kerja para aparat penegak hukum dan apabila ada Koruptor yang memang tidak terbukti bersalah dan di vonnis bebas oleh pengadilan, maka masyarakat akan mengumpat, bahwa tidak profesional, menyakitkan rasa keadilan masyarakat, goblok dllsbgnya, sehingga hakim menjadi ketakutan, dan hakim yang masih punya nurani seperti ini, kemudian dipindah tugaskan kedaerah kering, demi menjaga prestise lembaga peradilan. Dan bagaikan gayung bersambut, maka polisi dan kejaksaanpun akan melemparkan kesalahan pada pihak pengadilan, supaya prestise institusi mereka tetap terjaga, semua ini dikarenakan kewenangan penegakkan hukum yang diberikan, tidak digunakan secara profesional, cenderung sewenang-wenang dan koruptif. Kecenderungan penyalahgunaan kewenangan ini, sangat mencemaskan, dimana yang menjadi korban adalah masyarakat lainnya juga, sehingga dampak kesewenang-wenangan ini sangat fatal bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, pimpro didaerah yang dahulu adalah jabatan basah, menjadi jabatan yang mengerikan, sehingga proyek-proyek didaerah yang sebenarnya menyerap tenaga kerja cukup banyak menjadi terhenti, para pengusaha melakukan PHK karena dunia usaha terhenti, kredit dari bank sulit didapat, pihak Bank juga sangat-sangat berhati-hati untuk menyalurkan kredit, para Kepala Daerah juga lebih senang menaruh dana APBD dalam

bentuk SBI, sehingga tidak ada resiko tuduhan korupsi. Semuanya ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi jalan ditempat. Ketakutan yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini menjadi terhenti, bukanlah tidak beralasan, semuanya dikarenakan UU Anti Korupsi yang merupakan komitmen pemerintah secara serius didalam Pembasmian Korupsi, tidak didukung oleh sistim dan aparatur penegak hukum, masih banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik & ekonomi sesaat dan juga integritas serta kwalitas aparat penegak hukum yang buruk, belum bersih, sewenang-wenang dan tebang pilih. Kalaupun ada suara kebenaran yang disampaikan oleh Koruptor yang sebenarnya bukan Koruptor, dianggap oleh aparat penegak hukum, sebagai suara perlawanan dari para koruptor, sehingga suara kebenaran itupun hanya terdengar lirih dan sayup-sayup bagi anggota masyarakat yang masih mempunyai hati nurani. Propanganda Pembasmian Korupsi dibesarbesarkan, hanyalah alat politis sebagian para aparat penegak hukum agar masyarakat menilai bahwa aparat tersebut adalah SAPU YANG BERSIH. Benarlah peribahasa yang mengatakan Gajah dipelupuk mata tidak tampak, kuman diseberang lautan tampak KAMIS, January 18, Coretan-2 tangan lemah didalam penjara http://www-errol273ganteng.blogspot.com/