BAB III ANALISIS. hukum positif dan hukum Islam, dalam bab ini akan dianalisis pandangan dari kedua

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB III ANALISIS KETENTUAN PEMIDANAAN TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PENGGELAPAN PAJAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan

PEMIDANAAN SERTA POLITIK HUKUM PIDANA DALAM KUHP/RKUHP DAN PERBANDINGAN DENGAN ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI MEDAN NOMOR : 67/PID.SUS/2015/PT.MDN DALAM PERKARA

BAB III PENCURIAN DALAM HUKUM PIDANA. A. Pengertian Pidana, Hukum Pidana, dan Bentuk-bentuk Pidana

Dalam memeriksa putusan pengadilan paling tidak harus berisikan. tentang isi dan sistematika putusan yang meliputi 4 (empat) hal, yaitu:

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PROBOLINGGO NO. 179/PID.B/PN.PBL TENTANG TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penambahan 1/3 Hukuman dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

BAB IV ANALISIS JARI<MAH TA ZI<R TERHADAP SANKSI HUKUM MERUSAK ATAU MENGHILANGKAN TANDA TANDA BATAS NEGARA DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengganggu ketenangan pemilik barang. Perbuatan merusak barang milik. sebagai orang yang dirugikan dalam tindak pidana tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MEMBUKA RAHASIA NEGARA SOAL UJIAN NASIONAL

BAB III PEMAAFAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEADAAN MABUK. A. Alasan Obyektif Pemaafan bagi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB 1V ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI MEULABOH DALAM PUTUSAN NO.

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG

BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF FIQH JINAYAH DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai adanya suatu samenloop van strafbare feiten, apabila di dalam. salah satu dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan.

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB II TINJAUAN TERORITIS PIDANA DAN QISASH

A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

Assalamu alaikum wr. wb.

BAB IV. Perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dipandang. sebagai tindak kejahatan yang melanggar norma hukum.

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Penipuan yang. Berkedok Lowongan Pekerjaan (Studi Direktori Putusan Pengadilan Negeri

BAB IV ANALISIS FIKIH MURAFA AT TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TENTANG PENCURIAN HELM TOD YANG DIKENAKAN PASAL 362

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Jombang No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang Penggelapan dalam Jabatan

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BANYUWANGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM CIANIDA

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI BATAS MENURUT PASAL 49 KUHP

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikerjakan, karena dominasi syahwat membuat orang lupa akan ancamanancaman

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME

Tindak pidana perampasan kemerdekaan orang lain atas dasar. keduanya, diantaranya persamaan-persamaan itu adalah sebagai berikut:

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HUKUM HAKIM DAN FIQIH JINAYAH DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LAMONGAN NO:164/PID.B/ 2013/PN

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB I PENDAHULUAN. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan

PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA DAN PASAL 340 KUHP

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612]

BAB IV. A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukuman Kumulatif. Dari Seluruh Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, menunjukkan bahwa

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PAMEKASAN TENTANG HUKUMAN AKIBAT CAROK MASAL (CONCURSUS) MENURUT HUKUM ISLAM

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR

BAB V. A. Sistem Hukuman dan Penerapannya ANALISIS PERBAI\DINGAN. Adapun perbedaannya terletak pada sistem sistem penerapan dan

HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN PERBANDINGANNYA DENGAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

BAB IV ANALISIS SANKSI PIDANA TERHADAPPUTUSAN PENGADILAN. NEGERI SEMARANG NO.162/Pid.B/2011/PN. Smg TENTANG SEDIAAN FARMASI YANG TIDAK BERIZIN

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAKAN MENGEMIS DI MUKA UMUM. A. Analisis terhadap Sanksi Hukum Bagi Pengemis Menurut Pasal 504

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NOMOR : 61 / PID. B / 2005 / PN. SMG TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN

Pengertian Hukum Pidana Sumber Hukum Pidana Asas-asas berlakunya hukum pidana Hukum Pidana dan Kriminologi Peritiwa Pidana Jenis-Jenis Hukuman

ANALISIS TENTANG PENYATUAN PENAHANAN ANAK DENGAN DEWASA MENURUT FIKIH JINAYAH DAN UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

BAB IV ANALISIS ASPEK PIDANA DALAM PASAL 2 UU NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

BAB IV ANALISIS PERCOBAAN MELAKUKAN PELANGGARAN DAN KEJAHATAN YANG TIDAK DIKENAI SANKSI

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB IV STUDI KOMPARASI ANTARA HUKUM PIDANA DAN FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAK KEJAHATAN PERDAGANGAN ORGAN TUBUH

BAB III TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAPPERCOBAAN KEJAHATAN

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF TENTANG KETENTUAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERANTAI MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSIIF

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. mengalami suatu kegagalan dalam memperjuangkan kepentingannya sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB III ANALISIS Setelah uraian bab sebelumnya dijelaskan bagaimana gabungan melakukan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh satu orang terhadap beberapa korbannya dengan berbeda masa dan tempat dalam tindak pidana pembunuhan menurut hukum positif dan hukum Islam, dalam bab ini akan dianalisis pandangan dari kedua sistem hukum tersebut sebagai berikut: A. Pandangan Hukum Positif tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dalam penerapan dan pemberlakuan hukum ini kepada setiap warga negara Indonesia ada batasan-batasan dalam pelaksanaan hukuman. Dapat dilihat dari asas legalitas hukum pada pasal 1 KUHP yang dirumuskan demmikian: (1) tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilaukan. (2) jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa. Berdasarkan rumusan Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut secara tegas ditunjuk perbuatan mana yang dapat berakibat pidana; tentu saja bukan perbuatannya yang dipidana, tetapi orang yang melakukan perbuatan itu, yaitu: 1. Perbuatan itu harus ditentukan oleh perundang-undangan pidana sebagai perbuatan yang pelakunya dapat dijatuhi pidana. 2. Perundang-undangan pidana itu harus sudah ada sebelum perbuatan itu dilakukan.

Dengan perkataan lain tidak boleh terjadi suatu perbuatan yang semula belum diterapkan bahwa pelakunya dapat dipidana, karena dirasakan oleh penguasa sangat merugikan, lalu dibuatkan peraturan dan pelakunya dapat dijerat dengan peraturan tersebut, walaupun perbuatannya telah lewat, atau boleh dikatakan bahwa perundangundangan pidana tidak boleh berlaku surut. 1 Terkait dengan kasus pembunuhan berantai atau gabungan tindak pidana menurut hukum positif pelaku terbukti melakukan pembunuhan karena adanya bukti yang terkait atas tindakannya terhadap korban yang satu dengan korban yang lainnya meski berbeda waktu dan tempat, maka dengan perundang-undangan yang ada pelaku divonis hukuman mati menurut pasal 340 (pembunuhan berencana) seperti kasus Very Idham Henyaksyah atau dipanggil (Ryan) 30th dengan cara memutilasi korbankorbannya. B. Pandangan Hukum Islam tentang Tindak Pidana Pembunuhan Hukum Islam tidak terlepas dari pedoman yang disampaikan oleh wahyu yaitu al-qur an dan Sunnah sebagai penjelas dari pada kejadian-kejadian yang terjadi pada masanya. Dalam ketentuan syara adanya jarimah apabila nash yang melarang perbuatan tersebut dan mengancamnya dengan hukuman. Meskipun seseorang itu dikatakan mukallaf, apabila nash yang melarang perbuatan tersebut dan mengancamnya dengan hukuman belum disampaikan oleh wahyu, maka perbuatan tersebut belum dikatakan jarimah. Seperti kaidah dibawah ini yang berbunyi: 1 Prof. Dr. Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, op. cit, h. 37-38.

Sebelum ada nash (ketentuan), tidak ada hukum bagi perbuatan orang-orang yang berakal sehat. 2 Adapun kaidah yang lain diantaranya, sebagai berikut: Pada dasarnya semua perkara dibolehkan, sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya. 3 Atas kaidah-kaidah tersebut tentang kasus pembunuhan berencan yang terjadi diawali oleh pertengkaran antara Qabil dan Habil dengan berakhir kematian. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Islam hampir disyariatkan, pada jaman Jahiliyah ada dua suku bangsa Arab berperang satu sama lainnya. Di antara mereka ada yang terbunuh dan yang luka-luka, bahkan mereka membunuh hamba sahaya dan wanita. Mereka belum sempat membalas dendam karena mereka masuk Islam. Masingmasing menyombongkan dirinya dengan jumlah pasukan dan kekayaannya dan bersumpah tidak ridlo apabila hamba-hamba sahaya yagn terbunuh itu tidak diganti dengan orang merdeka, wanita diganti dengan pria. Maka turunlah Q.S. al-baqarah ayat 178 yang menegaskan hukum qishash. Menurut peneliti, dengan kejadian-kejadian pada masanya, Allah swt. sebagai Maha Pencipta memberikan keadilan bagi makhluk ciptaan-nya yang melakukan tindakan baik dan buruk akan mendapatkan balasan baik di dunia maupun di akhirat. 2 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, op. cit, h. 29. 3 Ibid, h. 30.

C. Persamaan dan Perbedaan Hukum Positif dan Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pembunuhan a. Persamaan Kedua hukum melarang adanya pembunuhan Dalam pembahasan bab 2 dijelaskan bahwa hukum positif (KUHP) dalam buku II bab XIX pasal 338-350 tentang kejahatan terhadap nyawa dan pembahasan khusus tentang gabungan melakukan tindak pidana pembunuhan dalam buku I bab VI pasal 63-71, adapun dalam hukum Islam yang bersumber dari al-qur an sebagai bukti larangan atas terjadinya pembunuhan terdapat pada surah al-maidah ayat 32 yang artiya : Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya[412]. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itusungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. [411] Yakni: membunuh orang bukan karena qishaash. [412] Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah

sebagai membunuh manusia seluruhnya, karena orang seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya. [413] Ialah: sesudah kedatangan Rasul membawa keterangan yang nyata. Kedua hukum melindungi pembunuhan Baik Hukum Positif maupun Hukum Islam sama-sama memberikan perlindungan terhadap tindak pidana pembunuhan yang termaktub dalam KUHP bagi Hukum Positif sedangkan Hukum Islam diharuskan memelihara jiwa yang bersumber dari al-qur an dan Sunnah. Kedua hukum memberi sanksi bagi pelaku pembunuhan Sanksi bagi pelaku pembunuhan baik Hukum Positif maupun Hukum Islam memberikan hukum yang sama bagi pelaku pembunuhan yaitu hukuman mati dalam Hukum Positif sedangkan dalam Hukum Islam dikenal dengan qishash yaitu hukuman mati. Tujuan hukum Tujuan pemidanaan dalam Hukum Positif maupun Hukum Islam pada dasarnya sama untuk memberi balasan kepada orang melakukan tindak pidana, mencegah orang untuk tidak melakukan perbuatan tersebut dan mendidik agar orang yang pernah melakukan perbuatan tersebut menjadi lebih baik dan bisa di terima di lingkungannya lagi.

b. Perbedaan Perbedaan pengertian istilah Dalam Hukum Positif istilah pembunuhan berantai adalah gabungan melakukan tindak pidana, concursus atau samenloop yang berarti perbarengan melakukan tindak pidana terhadap orang lain untuk pertama, kedua atau ketiga kalinya, namun dalam tindak pidana sebelumnya (yang pertama) ia belum mendapatkan putusan akhir yang dilakukan oleh satu orang. Sedangakan dalam hukum Islam pembunuhan berantai diistilahkan yang terdapat dalam kitab fiqih klasik pembunuhan tersebut diqiaskan dengan al-ijtima al-uqubah adalah berkumpulnya beberapa hukuman atau adanya gabungan hukuman sedangkan ta adudu al-qatla adalah berbilangnya pembunuhan atau pembunuhan yang berulangkali dilakukan oleh satu orang. Dasar hukum Hukum Positif (hukum KUHP yang berlaku di Indonesia) adalah produk manusia, dengan ketentuan-ketentuan sebagai larangan agar berupaya mencapai ketertiban umum. Hukum Positif bersifat memaksa dalam menjatuhkan hukuman terhadap yang melanggar aturan yang termaktub dalam KUHP tindak pidana sepenuhnya kuasa hakim untuk memutuskan suatu perkara, sedangkan Hukum Islam bersumber dari Allah (wahyu). Dengan demikian, dalam hukum pidana ditetapkan dalam al-qur an dan Sunnah, yaitu jarimah hudud dan qishash. Di samping itu, ada pula tindak pidana yang hukumannya diserahkan kepada penguasa (uli amri), yaitu jarimah

ta zir. Meskipun demikian tidak berarti penguasa bertindak sewenang-wenang, karena dalam pelaksanaannya ia tetap harus berpedoman kepada ketentuanketentuan umum yang ada dalam al-qur an dan Sunnah. 4 Teori Gabungan Melakukan Tindak Pidana Dalam gabungan melakukan tindak pidana pembunuhan menurut Hukum Positif diberlakukan tiga teori dari empat teori yang termaktub yaitu teori penyerapan biasa, teori penyerapan keras, teori berganda yang dikurangi dan teori berganda biasa yang tidak pernah dipergunakan dalam praktek. Adapun teori yang diberlakukan dalam Hukum Islam adalah teori at-tadakhul dan teori al-jabb. Pelaksanaan hukuman Pada Hukum Pidana Positif pelaksanaan hukuman diatur dalam pasal 10 KUHP yang diatur dua pidana yaitu pidana pokok terdiri atas empat jenis pidana diantaranya: pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tambahan meliputi pencabutan beberapa hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim. Sedangkan di dalam Hukum Islam pelaksanaan hukuman diperinci dengan mengacu kepada pembagian jarimah menurut berat ringannya hukuman, yaitu jarimah hudud, jarimah qishas dan diat, dan jarimah ta zir. Relevansi hukum terhadap pembunuhan berantai 4 ibid, h. 16

Melihat dari tindak pidana pembunuhan secara berantai bahwa pelaku melakukan pembunuhan secara berantai dengan merencanakan terlebih dahulu terhadap korban yaang akan dibunuh. Sebab pelaku pembunuhan berantai melakukan perbuatan pidana karena adanya faktor seperti cemburu terhadap pasangannya, harta dari korban dan penyakit yang diderita pelaku yaitu psikopat. Pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban yang satu dengan korban yang lain berbeda antara waktu dan tempat pelaksanaannya maka disebut sebagai pembunuhan secara berantai. Perbarengan pembunuhan ini disebut juga concursus atau samenloop. Pembunuhan berantai ini dikategorikan sebagai concursus realis adalah jika ada gabungan beberapa perbuatan, yang masing-masingnya harus dipandang sebagai satu perbuatan bulat dan yang masing-masingnya merupakan kejahatan yang terancam dengan pidana pokoknya yang sama, maka satu pidana saja yang dijatuhkan. Dengan adanya kasus pembunuhan secara berantai yang dilakukan oleh Ryan terhadap korban-korbannya, setelah penyelidikan selesai dilaksanakan sehingga berlanjut ke hukum acara peradilan dalam persidangan Hakim memvonis pelaku dengan hukuman mati yang termaktub dalam pasal 340 pembunuhan berencana.