UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1990 T E N T A N G K E P A R I W I S A T A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1990 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1996 Tentang : Penyelenggaraan Kepariwisataan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang Undang No. 9 Tahun 1990 Tentang : Kepariwisataan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 5 TAHUN 2008

NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN

b. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan,

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I BALI NOMOR 3 TAHUN 1991 T E N T A N G PARIWISATA BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 20 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN DAN RETRIBUSI OBYEK WISATA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

Peraturan Daerah Provinsi Bali. Nomor 7 Tahun Tentang. Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 35 TAHUN 2006 SERI E.15 PERATURAN BUPATI CIREBON BUPATI CIREBON

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KEPARIWISATAAN

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 4 Tahun T e n t a n g PENYANDANG CACAT

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JAYAPURA NOMOR 11 TAHUN 1996 TENTANG USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG NOMOR 12 TAHUN 1999 SERI D NO. 9 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG

NOMOR 18 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM

BUPATI DEMAK PROVVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 40 TAHUN 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 18 Tahun 1994

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 6 TAHUN 2005 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA. NOMOR : 6 Tahun 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 01 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PENYEDIAAN SARANA WISATA TIRTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI IJIN USAHA PARIWISATA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DI KABUPATEN BANYUWANGI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 30 NOMOR 30 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2007 SERI E.7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 08 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 04

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA IMPRESARIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2008

BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA JALAN, SARANA UMUM DAN RUPABUMI

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 13 TAHUN : 2007

S A L I N A N NOMOR 06/C 2002.

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10.TAHUN TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK

TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG JALAN TOL. Pasal I...

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA KABUPATEN SIAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR : 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENAMAAN JALAN DAN GEDUNG PEMERINTAH DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

Undang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG TANDA DAFTAR USAHA PARIWISATA

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO S A L I N A N

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 11 TAHUN 2008 T E N T A N G

Transkripsi:

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1990 T E N T A N G K E P A R I W I S A T A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa keadaan alam, flora dan fauna, peninggalan purbakala, Peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan ; b. bahwa Kepariwisataan mempunyai peranan penting untuk memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperbesar pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta memupuk rasa cinta kasih tanah air, memperkaya kebudayaan nasional dan memantapkan pembinaannya dalam rangka memperkukuh jati diri bangsa dan mempererat persahabatan antar bangsa ; c. bahwa dalam rangka pengembangan dan peningkatan kepariwisataan, diperlukan langkah langkah pengaturan yang semakin mampu mewujudkan keterpaduan dalam kegiatan penyelenggaraan keparwisataan serta memeliharan kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta obyek dan daya tarik wisata ; d. bahwa untuk mewujudkan pengembangan dan peningkatan sebagaimana dimaksud di atas, dipandang perlu menetapkan ketentuan mengenai kepariwisataan dalam suatu Undang Undang. Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA M E M U T U S K A N : Menetapkan : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPARIWISATAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang Undang ini yang dimaksud dengan :

1. wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata ; 2. wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata ; 3. pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha usaha yang terkait dibidang tersebut ; 4. kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata ; 5. usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahaakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait dibidang tersebut ; 6. obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata ; 7. kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata ; 8. menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dibidang kepariwisataan. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri. Pasal 3 Penyelenggaraan kepariwisataan bertujuan : a. memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata ; b. memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa ; c. memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja ; d. meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat ; e. mendorong pendayagunaan produksi nasional. BAB III OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA Pasal 4 (1) Obyek dan daya tarik wisata terdiri dari atas : a. obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna ; b. obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan.

(2) Pemerintah menetapkan obyek dan daya tarik wisata selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b. Pasal 5 Pembangunan obyek dan daya tarik wisata dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola dan membuat obyek obyek baru sebagai obyek dan daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Pasal 6 Pembangunan obyek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan : a. kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan social budaya ; b. nilai nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai nilai yang hidup dalam masyarakat ; c. kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup ; d. kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri. BAB IV USAHA PARIWISATA Bagian Pertama Penggolongan Usaha Pasal 7 Usaha pariwisata digolongkan kedalam : a. usaha jasa pariwisata ; b. pengusahaan obyek dan daya tarik wisata ; c. usaha sarana pariwisata. Bagian Kedua Usaha Jasa Pariwisata Pasal 8 Usaha jasa pariwisata meliputi penyediaan jasa perencanaan, jasa pelayanan, dan jasa penyelenggaraan pariwisata. Pasal 9 (1) Usaha jasa pariwisata dapat berupa jenis jenis usaha : a. jasa biro perjalanan wisata ; b. jasa agen perjalanan wisata ; c. jasa pramuwisata ; d. jasa konvensi, perjalanan insentif dan pameran ; e. jasa impresariat ; f. jasa konsultan pariwisata ; g. jasa informasi pariwisata. (2) Pemerintah dapat menetapkan jenis usaha jasa pariwisata selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 10 (1) Usaha jasa pariwisata dilaksanakan oleh bagian usaha yang berbentuk badan hokum Indonesia ; (2) Badan usaha sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam melakukan kegiatan usahanya harus mendapatkan ijin ; (3) Syarat syarat usaha jasa pariwisata dan ketentuan lain mengenai pelaksanaan kegiatan usaha jasa pariwisata diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 11 Usaha jasa biro perjalanan wisata merupakan usaha penyediaan jasa perencanaan dan / atau jasa pelayanan dan penyelenggaraan wisata. Pasal 12 (1) Usaha jasa impresariat merupakan kegiatan pengurusan penyelenggaraan hiburan, baik yang berupa mendatangkan, mengirim maupun mengembalikannya, serta menentukan tempat, waktu dan jenis hiburan ; (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bidang seni dan olah raga ; (3) Penyelenggaraan usaha jasa impresariat dilakukan dengan memperhatikan nilai nilai agama, budaya bangsa, kesusilaan dan ketertiban umum. Pasal 13 (1) Usaha jasa informasi pariwisata merupakan usaha penyediaan informasi, penyebaran dan pemanfaatan informasi kepariwisataan ; (2) Penyediaan, penyebaran dan pemanfaatan informasi kepariwisataan dapat juga dilakukan oleh masyarakat. Pasal 14 Usaha jasa konvensi, perjalanan insntif dan pameran meliputi jasa perencanaan, penyediaan fasilitas, jasa pelayanan, jasa penyelenggaraan konvensi, perjalanan insentif dan pameran. Bagian Ketiga Pengusahaan Obyek dan Daya Tarik Wisata Pasal 15 Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata meliputi kegiatan membangun dan mengelola obyek dan daya tarik wisata beserta prasarana dan sarana yang diperlukan atau kegiatan mengelola obyek dan daya tarik wisata yang telah ada. Pasal 16 (1) Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata dikelompokan kedalam : a. pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam ; b. pengusahaan obyek dan daya tarik wisata budaya ;

c. pengusahaan obyek dan daya tarik wisata minat khusus. (2) Pemerintah dapat menetapkan jenis pengusahaan obyek dan daya tarik wisata yang termasuk didalam tiap tiap kelompok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 17 (1) Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh badan usaha atau perorangan.; (2) Badan Usaha atau perorangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam melakukan kegiatan usahanya harus berdasarkan ijin ; (3) Syarat syarat pengusahaan obyek dan daya tarik wisata dan ketentuan lain mengenai pelaksanaan kegiatan pengusahaan obyek dan daya tarik wisata diatur lebih lanjut oleh pemerintah. Pasal 18 Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan tata lingkungannya untuk dijadikan sasaran wisata. Pasal 19 Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata budaya merupakan usaha pemanfaatan seni budaya bangsa untuk dijadikan sasaran wisata. Pasal 20 Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata minat khusus merupakan usaha pemanfaatan sumber daya alam dan potensi seni budaya bangsa untuk menimbulkan daya tarik dan minat khusus sebagai sasaran wisata. Pasal 21 Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata yang berintikan kegiatan yang memerlukan pengamanan terhadap keselamatan wisatawan, kelestarian lingkungan atau ketertiban dan ketentraman masyarakat diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Usaha Sarana Pariwisata Pasal 22 Usaha sarana pariwisata meliputi kegiatan pembangunan, pengelolaan dan penyediaan fasilitas, serta pelayanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pariwisata. Pasal 23 (1) Usaha sarana pariwisata dapat berupa jenis jenis usaha : a. penyediaan akomodasi ; b. penyediaan makan dan minum ;

c. penyediaan angkutan wisata ; d. penyediaan sarana wisata tirta ; e. kawasan pariwisata. (2) Pemerintah dapat menetapkan jenis usaha sarana pariwisata selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal 24 (1) Usaha sarana pariwisata dapat dilakukan oleh badan usaha atau perorangan ; (2) Badan usaha atau perorangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam melakukan kegiatan usahanya harus berdasarkan ijin, kecuali beberapa jenis usaha yang berupa usaha rumah tangga ; (3) Syarat syarat bagi usaha sarana pariwisata dan ketentuan lain mengenai pelaksanaan kegiatan usaha sarana pariwisata diatur lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 25 (1) Usaha penyediaan akomodasi merupakan usaha penyediaan kamar dan fasilitas yang lain serta pelayanan yang diperlukan ; (2) Usaha penyediaan setiap jenis akomodasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibedakan atas criteria yang disusun menurut jenis dan tingkat fasilitas yang disediakan. Pasal 26 (1) Usaha penyediaan makan dan minum merupakan usaha pengelolaan, penyediaan dan pelayanan makanan dan minuman ; (2) Usaha penyediaan makan dan minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan sebagai bagian dari penyediaan akomodasi ataupun sebagai usaha yang berdiri sendiri ; (3) Dalam kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat pulu diselenggarakan pertunjukan dan hiburan. Pasal 27 (1) Usaha penyediaan angkutan wisata merupakan usaha khusus atau sebagian dari usaha dalam rangka penyediaan angkutan pada umumnya ; (2) Usaha penyediaan angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh usaha angkutan khusus wisata, atau usaha angkutan umum yang menyediakan juga angkutan khusus wisata atau usaha angkutan umum yang dapat dipergunakan sebagai angkutan wisata. Pasal 28 (1) Usaha penyediaan sarana wisata tirta merupakan usaha yang kegiatannya menyediakan dan mengelola prasarana dan sarana serta jasa jasa lainnya yang berkaitan dengan kegiatan wisata tirta ; (2) Usaha penyediaan sarana wisata tirta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan di laut, sungai, danau, rawa dan waduk.

Pasal 29 (1) Usaha kawasan pariwisata merupakan usaha yang kegiatannya membangun atau mengelola kawasan dengan lua tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata ; (2) Penetapan suatu kawasan sebagai kawasan pariwisata dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan tata ruang kawasan dan berdasarkan rencana pengembangan kepariwisataan. BAB V PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 30 (1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan ; (2) Dalam rangka proses pengambilan keputusan, pemerintah dapat mengikut sertakan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melalui penyampaian saran, pendapat dan perimbangan ; (3) Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB VI P E M B I N A A N Pasal 31 (1) Pemerintah melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam pengaturan, pemberian bimbingan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan (2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 32 (1) Pembinaan kepariwisataan diarahkan untuk mewujudkan dan memelihara kelestarian serta keutuhan obyek dan daya tarik wisata ; (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga termasuk penyediaan kawasan pariwisata dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat untuk ikut serta dalam pembangunan, pengembangan, pengelolaan dan pemilikan kawasan pariwisata. Pasal 33 (1) Dalam pembinaan kepariwisataan, temasuk pembinaan terhadap pendidikan tenaga kepariwisataan yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga ahli dan tenaga terampil dibidang kepariwisataan ; (2) Pendidikan tenaga kepariwisataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian dari system Pendidikan Nasional. BAB VII PENYERAHAN URUSAN

Pasal 34 (1) Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan dibidang penyelenggaraan kepariwisataan kepada Pemerintah Daerah ; (2) Ketentuan mengenai penyerahan sebagian urusan dibidang penyelenggaraan kepariwisataan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 35 (1) Barang siapa melakukan perbuatan melawan hal, dengan sengaja merusak, mengurangi nilai, memisahkan, atau membuat tidak dapat berfungsi atau tidak dapat berfungsi secara sempurna suatu obyek dan daya tarik wisata atau bangunan obyek dan daya tarik wisata, atau bagian dari bangunan obyek dan daya tarik wisata, dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda setinggi tingginya Rp. 50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah ) (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurang ancaman pidana yang ditetapkan dalam ketentuan perundang undangan mengenai lingkungan hidup, benda cagar budaya, knservasi umber daya lam hayati dan ekosistemnya, perikanan dan Undang undang yang lainnya. Pasal 36 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketantuan Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau dengan setinggi tingginya Rp. 50.000.000,- ( lima puluh juta rupai ). Pasal 37 Barang siapa karena kelalaianya merusak atau mengakibatkan terganggunya keseimbangan atau mengakibatkan gangguan terhadap kelancaran kegiatan yang menjadi obyek dan daya tarik wisata dalam wisata budaya dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda setinggi tingginya Rp. 10.000.000,- ( sepuluh juta rupiah ). Pasal 38 Barang siapa karena kelalaianya melanggar ketentuan Pasal 12 dan Pasal 35 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda setinggi tingginya Rp. 10.000.000,- ( sepuluh juta rupiah ). Pasal 39 (1) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36 adalah kejahatan ; (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 adalah pelanggaran.

BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 40 Undang undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal 18 Oktober 1990 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA t.t.d. S O E H A R T O Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 18 Oktober 1990 MENTERI / SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA t.t.d. M O E R D I O N O LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1990 NOMOR 78 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Hukum Dan Perundang undangan t.t.d. BAMBANG KESOWO, SH, LL.M.