Sekilas Implementasi Basel II

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Singapore yang telah mengadopsi Kerangka Basel II tentang Risk Based Capital

Sekilas Implementasi Basel II

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SISTEM DAN KEBIJAKAN PERBANKAN DI INDONESIA

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH

BAB 1. dengan sifat bank sebagai lembaga yang highly geared. berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian.

POKOK POKOK PENGATURAN TENTANG PERHITUNGAN AKTIVA TERTIMBANG MENURUT RISIKO (ATMR) UNTUK KREDIT USAHA KECIL (KUK)

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan peran makhluk lain untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu dari

RISK BASED CAPITAL : Dari Basel I menuju Basel II. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menghimpun dana dari masyarakat luas (funding) dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk para nasabah dan investor global agar tetap survive di percaturan

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga intermediasi keuangan yang menjadi pilar

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisa pengaruh..., Wendy Endrianto, FE UI, 2010.

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

Konsep Dasar Kegiatan Bank

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998, bank didefinisikan. dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. atas dana yang diterima dari nasabah. Sesuai dengan Undang undang RI nomor

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kondisi industri bisnis di Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. dengan kesempatan (opportunity). Sedangkan ketidakpastian yang berdampak. merugikan dikenal dengan istilah resiko (risk).

Untuk mewujudkan perbankan Indonesia yang lebih

BAB 4 PEMBAHASAN PERSIAPAN IMPLEMENTASI BASEL II DI BANK MEGA

Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

Bank Danamon Laporan Tahunan Manajemen Risiko & Tata Kelola Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya tingkat likuiditas di pasar keuangaan, karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara umum, bank yang sehat adalah bank yang menjalankan fungsifungsinya

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Banking Weekly Hotlist (04 Januari 08 Januari 2016)

Bab 1 Pendahuluan. 1 Prinsip adoption at all costs approach harus dihindari, khususnya negara berkembang deng an sistem

Guna mewujudkan visi API dan sasaran yang ditetapkan,

BAB I PENDAHULUAN. (Darmawi, 2006). Menurut Bank Indonesia, manajemen risiko merupakan

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan

I. PENDAHULUAN. Manajemen resiko operasional masih relatif baru bagi bank-bank di

Ringkasan Kebijakan Manajemen Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. lapisan masyarakat. Secara umum, bank memiliki fungsi utama. lembaga intermediasi, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam kemajuan perekonomian suatu negara. Perbankan adalah lembaga

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

Program implementasi API dilaksanakan secara bertahap

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Kredit

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/11/PBI/2014 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MAKROPRUDENSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu untuk menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana (kreditur) dan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat yang hidup di negara negara maju, seperti negara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga akan mendorong kepercayaan nasabah (stakeholder) yang selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian, memfasilitasi pertumbuhan ekonomi suatu negara untuk memenuhi

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 8 /PBI/2012 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

No.6/ 23 /DPNP Jakarta, 31 Mei S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

BAB 2 LANDASAN TEORI

- 1 - TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Krisis pada tahun 1997 telah berlalu, kini perbankan Indonesia dihadapkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Sistem keuangan adalah sebuah set interaksi kompleks antara institusi keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan sebagai salah satu lembaga intermediasi memiliki peranan

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN BANK & LEMBAGA KEUANGAN 1

PERLUNYA PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO. Disusun Oleh : Eko Dedi Rukminto

I. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN PERBANKAN BERDASARKAN METODE CAMELS

Manajemen Resiko Dalam Dunia Perbankan

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial

BAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan.

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Operasional

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bersama, kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan di Indonesia memiliki peranan penting bagi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam berbagai alternatif investasi.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/10/PBI/2004 TENTANG SISTEM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

No.13/ 24 /DPNP Jakarta, 25 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum

2 mengelola risiko; dan (iv) mengurangi ketidakpastian pasar (market uncertainty) serta kesenjangan informasi (asymmetric information). Di sisi lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. berlandasan pada Al-Qur an dan Hadist Nabi SAW. Atau dapat disimpulkan

PROSPEK DUNIA USAHA DAN PEMBIAYAANNYA OLEH PERBANKAN SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA TGL. 7 J J U U N N II

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.03/2017 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian adalah salah satu sektor yang menjadi fokus

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8/POJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Transkripsi:

Sekilas Implementasi Basel II Peningkatan Standardisasi Perhitungan Kecukupan Modal Bank merupakan suatu perusahaan yang menjalankan fungsi intermediasi atas dana yang diterima dari nasabah. Jika sebuah bank mengalami kegagalan, dampak yang ditimbulkan akan meluas mempengaruhi nasabah dan lembaga-lembaga yang menyimpan dananya atau menginvestasikan modalnya di bank, dan akan menciptakan dampak ikutan secara domestik maupun pasar internasional. Karena pentingnya peran bank dalam melaksanakan fungsinya maka perlu diatur secara baik dan benar. Hal ini bertujuan utnuk menjaga kepercayaan nasabah terhadap aktivitas perbankan. Salah satu peraturan yang perlu dibuat untuk mengatur perbankan adalah peraturan mengenai permodalan bank yang berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. Mengingat pentingnya modal pada bank, pada tahun 1988 BIS mengeluarkan suatu konsep kerangka permodalan yang lebih dikenal dengan the 1988 accord (Basel I). Sistem ini dibuat sebagai penerapan kerangka pengukuran bagi risiko kredit, dengan mensyaratkan standar modal minimum adalah 8%. Komite Basel merancang Basel I sebagai standar yang sederhana, mensyaratkan bank-bank untuk memisahkan eksposurnya kedalam kelas yang lebih luas, yang menggambarkan kesamaan tipe debitur. Eksposur kepada nasabah dengan tipe yang sama (seperti eksposur kepada semua nasabah korporasi) akan memiliki persyaratan modal yang sama, tanpa memperhatikan perbedaan yang potensial pada kemampuan pembayaran kredit dan risiko yang dimiliki oleh masing-masing individu nasabah. Sejalan dengan semakin berkembangnya produk-produk yang ada di dunia perbankan, BIS kembali menyempurnakan kerangka permodalan yang ada pada the 1988 accord dengan mengeluarkan konsep permodalan baru yang lebih di kenal dengan Basel II. Basel II dibuat berdasarkan struktur dasar the 1988 accord yang memberikan kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko di bank. Hal ini dicapai dengan cara penyesuaian persyaratan modal dengan risiko dari kerugian kredit dan juga dengan memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari eksposur yang disebabkan oleh risiko dari kerugian akibat kegagalan operasional Basel II 3 Pillar Minimum Capital Requirements Supervisory Review Process Market Discipline Providing a flexible, risk-sensitive capital management framework

Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan, dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory review process, dan market discipline. Framework Basel II disusun berdasarkan forward-looking approach yang memungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian dari waktu ke waktu. Hal ini untuk memastikan bahwa framework Basel II dapat mengikuti perubahan yang terjadi di pasar maupun perkembangan-perkembangan dalam manajemen risiko. Jika dilihat, Basel II memiliki berbagai kompleksitas dan prakondisi yang cukup berat bagi perbankan. Tetapi wajar jika melihat manfaat yang akan didapat perbankan nanti, berupa penghematan modal dalam menutup risiko yang diambilnya. Manfaat lain, karena Basel II merupakan standar yang diakui secara internasional, akan mudah bagi suatu bank yang akan beroperasi secara global untuk dapat diterima oleh pasar internasional, kalau mengikuti standar ini. Memaksimalkan manfaat implementasi Basel II Basel II menghitung kebutuhan modal yang sesuai dengan profil risiko bank, serta memberikan insentif bagi peningkatan kualitas dalam praktek manajemen risiko di perbankan. Menggunakan berbagai alternatif pendekatan (approaches) dalam mengukur risiko kredit (credit risk), risiko pasar (market risk) dan risiko operasional (operational risk), maka hasilnya adalah perhitungan modal bank yang lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive capital allocation). Dalam Basel II, perhitungan modal bank ini dimuat dalam Pilar-1 Minimum Capital Requirement. Dalam berbagai alternatif pendekatan di atas pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu pendekatan standar berlaku untuk seluruh bank (standardised model) dan model yang dikembangkan secara internal sesuai dengan karakteristik kegiatan usaha dan profil risiko individual bank (internal model) sehingga lebih sophisticated. Komparasi di antara 2 pendekatan di atas, maka internal model secara umum diharapkan dapat menghasilkan perhitungan kebutuhan modal yang lebih tepat sesuai dengan risiko yang dihadapi oleh bank. Ini akan menjadi insentif bagi bank tersebut. Kondisi ini diharapkan menjadi pemicu bagi upaya berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas manajemen risiko sehingga pada saatnya dapat mengoptimalkan insentif yang dapat diperoleh dalam menghitung kebutuhan modal.

Minimum Capital Ratio = 8% = Modal Aktiva Tertimbang Menurut Risiko Market Risk Risiko kerugian dari posisi dalam on dan off balance sheet yang timbul karena perubahan faktor psar (suku bunga dan nilai tukar) Credit Risk Risiko kerugian karena debitur/counterparty gagal memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian yang disepakati Operational Risk Risiko kerugian langsung maupun tidak langsung yang disebabkan faktor kelemahan atau kegagalan proses internal, SDM, sistem, dan kejadian eksternal Penyesuaian Specific Risk Perubahan Signifikan Tambahan Risiko Dalam menilai kelayakan modal bank, maka selain alokasi modal berdasarkan Pilar 1 harus turut pula dihitung alokasi modal untuk antisipasi kerugian karena risiko-risiko lain seperti risiko likuiditas (liquidity risk), risiko strategik (strategic risk), risiko suku bunga di banking book (interest rate risk in the banking book) dan risiko-risiko lainnya. Pendekatan di atas dirangkum dalam Pillar 2 Supervisory Review Process dan disebut sebagai Individual Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP) yang akan menjadi tantangan bagi bank dan pengawas. Diperlukan peningkatan kompetensi dan kapasitas pengawas yang didukung oleh perangkat ketentuan pengawasan sehingga pada waktunya dapat melakukan penilaian secara efektif atas risiko lain selain di Pilar 1 bahkan dapat meminta kesediaan bank untuk menambah modal apabila perhitungan modal bank tersebut dipandang belum memadai. Selanjutnya, peran aktif masyarakat dalam mengawasi bank dipandang menentukan juga sehingga dari awal masyarakat diharapkan mampu pula menilai risiko yang dihadapi serta mengetahui tingkat kecukupan modal yang dimiliki oleh bank seperti terangkum dalam Pillar 3 - Market Discipline. Sinergi penerapan dari ketiga Pilar yang terdapat dalam Basel II di atas tidak dapat dipisahkan dalam mencapai industri perbankan dan sistem keuangan yang sehat dan stabil. Dampak implementasi Basel II terhadap ketahanan sistem perbankan 1. Apakah bank mengalami penurunan CAR sampai dibawah minimum 8%? Bank Indonesia bersama sejumlah bank terus melakukan secara periodik studi dampak kuantitatif untuk melihat konsekuensi penerapan Basel II terhadap modal bank. Oleh karena itu, dampak Basel II terhadap modal bank semestinya dilihat secara individual dan menjadi kewajiban untuk sejak dini melakukan penilaian serta meningkatkan efektifitas penerapan manajemen risiko agar dapat secara optimal memanfaatkan insentif yang ada. Penurunan CAR bisa sampai terjadi bagi bank yang risikonya memang lebih besar, namun bagi bank yang kreditnya didominasi oleh retail dan KPR akan menyebabkan perhitungan kebutuhan modal yang lebih rendah, karena ATMR retail dan KPR lebih rendah dari yang sekarang diterapkan.

2. Apakah Basel II akan diterapkan untuk seluruh bank umum? Fokus implementasi Basel II di Indonesia adalah pengembangan dan peningkatan kualitas manajemen risiko oleh perbankan nasional sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Upaya ini tentu tidak memilah antara bank besar dan bank kecil karena budaya manajemen risiko tentu berlaku sebagai patron yang umum. Sementara itu, berdasarkan hasil survei perbankan juga menghendaki agar Basel II dapat diterapkan kepada seluruh bank untuk mengurangi dampak negatif terhadap tingkat persaingan antar bank akibat perbedaan kemampuan dan kesiapan bank menerapkan dan mengembangkan manajemen risiko beserta infrastrukturnya. Pendekatan yang standar pada Basel II akan dapat diterapkan bagi seluruh bank di Indonesia. 3. Mungkinkah implementasi Basel II menghambat proses intermediasi Penerapan Basel II tidak dimaksudkan untuk menghambat proses intermediasi yang telah dilakukan perbankan selama ini. Ataupun, dalam lingkup makro, mengurangi dominasi perbankan dalam pembiayaan roda perekonomian. Pendekatan-pendekatan yang ditawarkan dalam Basel II secara keseluruhan lebih dimaksudkan sebagai upaya untuk mereposisi dan meredefinisi apa yang telah dilakukan perbankan dengan fokus pada pengelolaan risiko. Dalam kaitannya dengan fungsi intermediasi, Basel II bukanlah suatu framework yang mekanistis dimana tidak terdapat ruang untuk toleransi. Beberapa klausul diskresi nasional (national discretion) memberikan keleluasaan untuk itu. Jika implementasi Basel II diperkirakan akan menyebabkan penurunan eksposur untuk sektor tertentu (misalnya disebabkan penggunaan peringkat dalam pemberian kredit kepada korporasi dalam pendekatan standar untuk risiko kredit), maka pada bagian lain, implementasi Basel II juga mendorong peningkatan eksposur untuk sektor lainnya seperti kredit untuk sektor retail (misalnya kredit usaha kecil, perorangan, dan lain-lain) dan perumahan melalui penurunan bobot risiko kredit untuk masing-masing sektor tersebut. Proses perpindahan tersebut disadari akan menimbulkan efek kejutan bagi bank, debitur dan perekonomian pada umumnya. Namun demikian, efek tersebut diharapkan tidak berlangsung lama dan hanya bersifat fine tuning yang lazim dalam suatu perekonomian. 4. Apakah dampak bagi bank yang saat ini sedang berupaya meningkatkan permodalan dalam kerangka implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia Peningkatan permodalan bank dalam kerangka implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia secara tidak langsung merupakan sarana bagi bank untuk mengimplementasikan Basel II dengan baik. Dukungan permodalan yang memadai akan memungkinkan bank untuk mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi informasi yang diperlukan dalam mengimplementasikan Basel II. Dengan demikian, kewajiban pemenuhan modal inti minimum bank umum sebesar Rp80 miliar pada

akhir tahun 2007 dan Rp100 miliar pada akhir tahun 2010 selain dapat meningkatkan skala ekonomis dalam pelaksanaan kegiatan operasional juga memberikan kesempatan bagi bank untuk meningkatkan kemampuan manajemen risiko dalam kerangka implementasi Basel II. 5. Apakah prasyarat agar Basel II dapat diterapkan dengan baik Prasyarat utama agar Basel II dapat diterapkan dengan baik meliputi: o Penerapan manajemen risiko di bank sebagaimana telah diatur dalam PBI No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum o Penyesuaian standar akuntansi yang mengacu kepada standar akuntansi internasional (IAS) antara lain IAS 32 dan IAS 39. o Penerapan perhitungan permodalan secara konsolidasi dengan perusahaan tertentu dalam sektor keuangan kecuali asuransi o Pengakuan perusahaan pemeringkat oleh Bank Indonesia untuk dapat melakukan rating terhadap debitur bank Rencana Implementasi Basel II di perbankan Indonesia : Tuntutan Kesiapan Bank Indonesia dan Perbankan Dalam Basel II dinyatakan bahwa setiap otoritas pengawas perlu mempertimbangkan aspek prioritas sebelum mengadopsi Basel II. Melalui implementasi Basel II, Bank Indonesia pada dasarnya ingin meningkatkan aspek manajemen risiko agar bank semakin resisten terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik di dalam negeri, regional maupun internasional. Dengan mempertimbangkan kondisi perbankan dewasa ini maka Bank Indonesia secara realistis menetapkan format yang diambil dalam langkah implementasi Basel II. Untuk itu pendekatan yang akan dilakukan sebagai default adalah pendekatan yang paling sederhana, yaitu standardized approach. Artinya seluruh bank akan melakukan penyesuaian perhitungan kecukupan permodalan berdasarkan pedoman yang diatur dalam Basel II. Basel II juga memungkinkan adanya pengaturan yang disebut national descretion, suatu pertimbangan yang diputuskan oleh otoritas pengawas setempat yang mempertimbangkan kondisi dan kompleksitas dari produk perbankan Indonesia. Untuk mendapatkan rekomendasi pengaturan yang tepat dalam pembahasan substansi Basel II termasuk national descretion, Bank Indonesia membentuk kelompok kerja (working group) bersama perbankan. Rekomendasi pengaturan akan diformulasikan dalam bentuk Consultative Paper (CP) yang akan didistribusikan kepada stakeholders khususnya perbankan untuk dimintakan masukan/pendapat dan saran Selama ini banyak salah paham khususnya di kalangan perbankan bahwa nantinya bank akan diwajibkan untuk menerapkan pendekatan yang lebih advanced, sehingga mewajibkan bank harus menginvestasikan lebih untuk IT/Database yang dinilai sangat

mahal dan ini jelas memperberat bank. Pada prinsipnya bank diberikan keleluasaan untuk dapat menerapkan pendekatan yang lebih advanced seperti IRB apabila dari kesiapan IT, SDM dan System serta Bank Risk Profile yang mendukung diyakini dengan menerapkan pendekatan yang lebih advanced bank dapat memperoleh benefit, maka bank dimaksud dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia. Pengawas BI akan melakukan validasi terhadap kesiapan bank dimaksud sebelum mengijinkan bank menghitung kecukupan modal dengan perhitungan yang dilakukan sendiri. Bank Indonesia sedang mendidik khusus pengawas bank yang nanti akan bertindak sebagai validator market risk dan validator credit risk. P I L L A R 1 P I L L A R 2 PILLAR 3 Penerapan Pendekatan Perhitungan Risiko Penerbitan PBI Parallel Run (Standardized) 1) atau Efektif Proses Validasi Perhit. CAR (Internal Model) Risiko Lainnya 4) Penerbitan PBI Efektif Perhit. CAR Transparansi Penerbitan PBI Market Risk Standardized 2) Q3 2007 Q1 2008 - Q4 2008 Q1 2009 Q1 2009 Internal Model 3) Q3 2007 dimulai Q3 2007 Q2 2008 Q1 2009 Credit Risk Standardized Q3 2007 Q1 2008 - Q1 2009 Q1 2009 Q1 2009 IRBA 3) Q4 2009 dimulai Q1 2010 Q4 2010 Q2 2011 Operational Risk Basic Indicator Q3 2007 Q1 2008 - Q1 2009 Q1 2009 Q1 2009 Standardized 3) Q4 2009 dimulai Q1 2010 Q4 2010 Q2 2011 AMA 3) Q4 2009 dimulai Q2 2010 Q2 2011 Q2 2011 Q 3 2 0 0 7 Q 1 2 0 0 9 Implementasi Basel II di Negara Lain Berbeda dengan negara-negara G-10, tenggat waktu implementasi Basel II bagi negaranegara di luar anggota G-10 tidak ditetapkan. Ini sejalan dengan keberadaan Basel II yang pada dasarnya bukan suatu undang-undang yang legally binding dan mengenakan sanksi bagi negara yang tidak menerapkan. Lebih lanjut, dinyatakan bahwa penilaian terhadap stabilitas sektor finansial suatu negara tidak akan didasarkan pada pelaksanaan Basel II tapi lebih didasarkan pada pemenuhan negara tersebut terhadap 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision (BCP). Untuk hal ini, pemenuhan Indonesia terhadap BCP selalu menunjukkan arah yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Memang ragam kesiapan dan kebijakan masing-masing negara dalam mengimplementasikan Basel II akan sangat unik. Kondisi, struktur dan kompleksitas kegiatan usaha perbankan serta kualitas pengawasan bank menjadi faktor-faktor yang turut berperan dalam penetapan kebijakan tersebut. Di Amerika Serikat, misalnya, advanced IRB (A-IRB) hanya akan diadopsi oleh 10 grup bank terbesar yang memang telah dikenal sebagai internationally active banks, sementara bank-bank lainnya akan menerapkan format Basel II yang disebut Basel IA.