PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGANUKLIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGANUKLIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum 02 Tujuan Instruksional Khusus. 02

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

UPAYA/TINDAKAN HUKUM DALAM PENGAWASAN KEGIATAN PEMANFAATAN KETENAGANUKLIRAN : Preventif, Represif dan Edukatif

Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2000 Tentang : Perijinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peraturan Ketenaganukliran

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Ruang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi:

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DIREKTORAT PERIZINAN FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

OLEH : Dra. Suyati INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF ZAT RADIOAKTIF

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A. Latar Blakang 01 B. Dasar Hukum 03 C. Definisi. 04 Tujuan Instruksional Umum 06 Tujuan Instruksional Khusus..

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS IBN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

2 Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar N

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1975 TENTANG KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN ZAT RADIOAKTIF UNTUK WELL LOGGING

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1969 Tentang : Pemakaian Isotop Radioaktip Dan Radiasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEGIATAN IMPOR, EKSPOR, DAN PENGALIHAN BARANG KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1975 TENTANG IZIN PEMAKAIAN ZAT RADIOAKTIF DAN ATAU SUMBER RADIASI LAINNYA

Transkripsi:

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGANUKLIRAN BAB I PENDAHULUAN Undang Undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran adalah pengganti undang undang Pokok Tenaga Atom No. 31 tahun 1964 yang mengatur seluruh masalah pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. Adapun penggantian undang undang ini dilakukan mengingat perkembangan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia sudah semakin pesat dan meluas sehingga perlu dilakukan perubahan untuk mengakomodasi kepentingan pemanfaatan tersebut. Selain itu sesuai dengan rekomendasi IAEA melalui Nuclear Safety Convention tahun 1994 dan Basic Safety Standard No. 115 tahun 1996 perlu dilakukan pemisahan antara badan pengatur dan badan pelaksana. Dasar perubahan ini perlu diketahui paling tidak bahwa pemain dan wasit tidak boleh berada dalam satu atap sehingga benturan kepentingan (conflict interest) dapat dihindari. Dengan demikian para pelaku pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir atau inspektur dapat melaksanakan tugasnya dengan baik tanpa ada prasangka bahwa tugasnya akan dapat dipengaruhi oleh pihak lain. Inspektur sebagai pengawas tidak boleh hanya mengandalkan pengetahuan tehnis di lapangan akan tetapi juga harus mengetahui secara umum aturan main atau dasar hukum dan peraturan sehingga tidak ragu-ragu dalam mengambil tindakan di lapangan. Undang-undang sebagai induk dari peraturan harus diketahui dan dipahami oleh semua inspektur. Sedangkan secara khusus para inspektur yang telah dibagi ke dalam bidang-bidangnya harus mengetahui secara detail hal-hal yang berhubungan dengan bidang yang dimilikinya. Para inspektur yang tergabung ke dalam Safeguards harus mengetahui seluruh peraturan yang berhubungan dengan safeguards bahan nuklir. Demikian juga halnya dengan para inspektur Instalasi dan Bahan nuklir serta Inspektur Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif harus paham secara teknis dan peraturan perundangan yang berlaku pada bidang itu. Dari Peraturan Pemerintah sebagai 1

peraturan pelaksanaan undang-undang hingga Peraturan Kepala Bapeten yang secara spesifik telah mengatur hal yang lebih khusus harus benar-benar dipahami oleh para inspektur sehingga mereka akan professional di bidangnya. Makalah ini berisi Undang-undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 tentang Kesehatan dan Keselamatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion, Peraturan Pemerintah No. 64 tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir, Peraturan Pemerintah No. 134 tahun 2000 tentang Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Bapeten, Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2002 tentang Pengangkutan Zat Radioaktif, Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radiaoktif, dan sedikit pembahasan tentang Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pembangunan dan Pengoperasian Reaktor Nuklir serta Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pembangunan dan Pengoperasian Instalasi Nuklir Non Reaktor. Sedangkan Peraturan Kepala Bapeten tidak terlalu disajikan di dalam makalah ini sebab masing-masing Peraturan Kepala Bapeten akan dibahas pada pelatihan jenjang yang lebih tinggi agar secara teknis dan hukum dapat memahami serta melaksanakannya di lapangan. 2

BAB II UNDANG UNDANG KETENAGANUKLIRAN Istilah ketenaganukliran diartikan sebagai hal yang berkaitan dengan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir serta pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir. Sedangkan tenaga nuklir sendiri diartikan sebagai tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi pengion. Pemanfaatan adalah kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir yang meliputi penelitian, pengembangan, penambangan, pembuatan, produksi, pengangkutan, penyimpanan, pengalihan, eksport, import, penggunaan, dekomisioning, dan pengelolaan limbah radioaktif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemanfaatan tenaga nuklir yang telah digunakan dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu untuk energi dan non energi. Pemanfaatan tenaga nuklir untuk energi adalah dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), dimana di dalam reaktor nuklir terjadi reaksi nuklir yang mengakibatkan timbulnya panas dan panas ini diubah menjadi uap yang selanjutnya uap akan dipergunakan memutar turbin yang pada akhirnya terjadi listrik. Menurut Undang-Undang ini, reaktor nuklir adalah salah satu dari Instalasi nuklir disamping fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi, pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan/ atau olah ulang bahan bakar bekas. Demikian juga halnya fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan bakar bekas disebut sebagai Instalasi nuklir. Sedangkan pemanfaatan tenaga nuklir dalam bentuk non energi sangat banyak didapati dan digunakan di Indonesia seperti penggunaan zat radioaktif dan sinar-x untuk radiografi, Logging, Gauging, Analisa bahan, Kaos lampu, Perunut/tracer, dan lain-lain. 3

Dalam bidang penelitian terutama banyak digunakan di pusat penelitian seperti yang dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), mulai dari skala kecil sampai dengan skala besar. Pemanfaatan tenaga nuklir dalam bidang kesehatan antara lain untuk mendiagnosa penyakit dengan metode kedokteran nuklir atau penggunaan sinar-x lainnya. Penggunaan dalam bidang terapi dimana radiasi digunakan untuk membunuh sel-sel kanker. Untuk semua pemanfaatan tenaga nuklir ini, hal yang harus diutamakan adalah keselamatan, sesuai dengan prinsip keselamatan radiasi dimana dalam pemanfaatan tenaga nuklir harus didasarkan azas manfaat. Dengan kata lain bahwa penggunaan tenaga nuklir di berbagai bidang, keuntungan yang didapat harus jauh lebih besar daripada resiko yang ditimbulkannya. Demikian juga penggunaan bahan nuklir tidak boleh disalahgunakan untuk tujuan lain yang dapat membahayakan manusia. Di dalam undang undang disebutkan bahwa bahan nuklir, yang terdiri atas bahan galian nuklir, bahan bakar nuklir, dan bahan bakar bekas dapat digunakan siapa saja namun harus tunduk pada peraturan yang ada serta diawasi oleh pemerintah. Dalam bab kelembagaan telah dipisahkan antara Badan Pelaksana dengan Badan Pengawas sehingga kebebasan pengawasan dapat lebih terjamin dan tidak terjadi benturan kepentingan seperti dahulu dimana pelaksanaan dan pengaturan serta pengawasan tenaga atom berada di bawah satu atap. Pemisahan kedua fungsi pelaksanaan dan pengawasan ini adalah salah satu ketentuan yang dipersyaratkan oleh Konvensi Keselamatan Nuklir. Disamping kedua badan ini juga dapat dibentuk Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir yang berfungsi memberikan masukan kepada pemerintah tentang pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia dan unsur yang ada di dalam Majelis ini dapat yang berasal dari perguruan tinggi, para pakar, tokoh masyarakat, dan lain lain. Demikian juga halnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat dibentuk untuk melakukan usaha di bidang ketenaganukliran jika diperlukan. 4

Khusus untuk penelitian dan pengembangan tenaga nuklir adalah menjadi tugas utama Badan Pelaksana. Dalam penyelenggaraan penelitian di pengembangan itu Badan Pelaksana dapat bekerja sama dengan Instansi dan badan lain yang dapat berupa swasta nasional maupun asing. Salah satu hal yang penting yang diatur didalam undang undang ini adalah bahwa pengusahaan tenaga nuklir dalam bentuk komersial, dapat dilakukan oleh badan swasta, koperasi maupun BUMN. Sedangkan pengusahaan tenaga nuklir yang non komersial dapat dilakukan oleh Badan Pelaksana dan tentunya bila ada pihak swasta, koperasi maupun BUMN ingin melakukan pengusahaan yang non komersial tersebut dapat bekerja sama dengan Badan Pelaksana. Khusus dalam pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir yang berskala besar dan komersial seperti PLTN hanya dapat dilakukan oleh swasta, koperasi maupun BUMN, sedangkan badan pelaksana tidak boleh melakukannya. Pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir ini harus terlebih dahulu dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Pelaksanaan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas (dalam hal ini adalah BAPETEN) melalui pengaturan, perizinan, dan pemeriksaan (inspeksi). Peraturan menentukan bahwa semua pemanfaatan tenaga nuklir termasuk sumber radiasi pengion harus memiliki izin. Setiap petugas yang mengoperasikan reaktor nuklir dan petugas tertentu di dalam instalasi nuklir/radiasi tersebut harus diuji untuk menentukan kualifikasinya. Petugas tersebut adalah supervisor reaktor, operator reaktor, ahli radiografi, operator radiografi, petugas proteksi radiasi, petugas dosimetri, petugas maintenance sebelum mendapatkan surat izin bekerja. Dengan kata lain bahwa untuk pengoperasian reaktor nuklir dibutuhkan operator dan supervisor reaktor yang mampu untuk mengoperasikan reaktor dengan selamat. Disamping itu masih ada tenaga yang dibutuhkan sebagai petugas proteksi radiasi yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan proteksi radiasi. Sedangkan untuk instalasi lain di luar reaktor nuklir dibutuhkan orang tertentu yang telah diuji kemampuannya dan mendapatkan izin dari yang berwenang. 5

Untuk melakukan pemeriksaan keselamatan nuklir yang meliputi seluruh wilayah Indonesia tentunya harus ada petugas pengawas, yang disebut sebagai inspektur, yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BAPETEN. Dengan demikian tidak ada inspektur yang melakukan tugas inspeksi di luar inspektur yang diangkat oleh Kepala Bapeten. Namun suatu hal yang ditekankan adalah agar BAPETEN melakukan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut keselamatan dan kesehatan pekerja, dan masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. Dalam pemanfaatan tenaga nuklir hal yang perlu diperhatikan adalah limbah radioaktif yang dihasilkan oleh instalasi tersebut akan dikelola oleh badan pelaksana. Oleh karena itu penghasil limbah radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang harus mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan sementara limbah tersebut sebelum diserahkan ke badan pelaksana. Sedangkan limbah radioaktif aktivitas tingkat tinggi, penghasil limbah harus menyediakan tempat sementara yang dapat menyimpan limbah tersebut selama operasi reaktor nuklir dan kemudian akan disimpan kelak ke tempat penyimpanan lestari. Penentuan tempat penyimpanan lestari limbah radioaktif tingkat tinggi perlu dibicarakan dengan DPR untuk mendapat persetujuan karena menyangkut perubahan suatu daerah yang semula dapat dimanfaatkan menjadi suatu daerah yang sama sekali tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Bila terjadi kerugian yang mengakibatkan kematian, cacat, atau hal lain yang merugikan yang disebabkan oleh kekritisan nuklir maka akibat tersebut harus dibayar oleh pengusaha melalui asuransi. Dengan kata lain bahwa setiap dibangunnya instalasi nuklir maka pengusaha instalasi harus mengasuransikan instalasi tersebut yang dapat membayar kerugian paling banyak 900 milliar rupiah. Untuk setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja ataupun pengusaha instalasi nuklir dipidana dengan denda serta kurungan yang diatur sebagai berikut : 6

1. Bila reaktor nuklir dioperasikan tanpa memiliki izin dari BAPETEN maka akan dikenakan denda paling banyak Rp 1 milliar dan pidana penjara paling lama 15 tahun. Dan apabila pada saat operasi reaktor nuklir yang tidak memiliki izin tersebut menimbulkan kerugian nuklir, maka akan dikenakan pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan didenda paling banyak Rp. 1 milliar, dan dalam hal terpidana tidak mampu bayar denda maka diganti dengan kurungan paling lama 1 tahun (pasal 41). 2. Bila orang tertentu (seperti Petugas Proteksi Radiasi, Ahli Radiografi, Operator Radiografi, Petugas Maintenance, Petugas Dosimetri, Operator Reaktor, Supervisor Reaktor) seperti disebutkan dalam undang undang ini bekerja tanpa memiliki izin dari BAPETEN akan dikenakan pidana penjara paling lama 2 tahun dan atau didenda paling banyak Rp. 50 juta, dan apabila terpidana tidak mampu bayar denda maka dipidana dengan kurungan paling lama 6 bulan (pasal 42). 3. Bila pemanfaatan tenaga nuklir non reaktor (seperti penggunaan Zat Radioaktif dan ataupun Sumber Radiasi lainnya untuk Radiografi, Logging, Gauging, Analisa, Perunut, Penelitian, Kedokteran yang meliputi Diagnosa pesawat sinar-x, terapi, kedokteran nuklir, dll) dioperasikan tanpa izin dari BAPETEN akan dikenakan denda paling banyak sebesar Rp. 100 juta dan bila terpidana tidak mampu membayar denda tersebut maka dikenakan pidana penjara paling lama 1 tahun (pasal 43) 4. Bila penghasil limbah radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang tidak mengikuti cara pengelolaan seperti yang disebut dalam undang undang ini akan didenda paling banyak Rp. 100 juta. Sedangkan bagi penghasil limbah radioaktif tingkat tinggi, pengelolaannya tidak mengikuti peraturan perundangan yang berlaku akan didenda paling banyak sebesar Rp. 300 juta dan pidana penjara paling lama 5 tahun. Dan bila terpidana tidak mampu membayar denda akan dipidana penjara paling lama 1 tahun penjara (pasal 44). 7

BAB III KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION Salah satu peraturan pelaksanaan dari undang undang ketenaganukliran tersebut adalah Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion dan secara operasional diatur lagi dengan Keputusan Kepala BAPETEN No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 yaitu tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi (SK ini segera akan direvisi agar sesuai dengan Basic Safety Standard (BSS) No. 115 tahun 1996). Peraturan Pemerintah ini adalah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan kerja terhadap Radiasi yang mulai diberlakukan sejak diundangkan pada tanggal 21 Agustus 2000 yang baru lalu. Adapun isi dari Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 antara lain adalah : Penjelasan beberapa istilah yang digunakan dalam peraturan pemerintah ini Ruang lingkup dan tujuan; Sistim Pembatasan Dosis; Sistim Manajemen Keselamatan Radiasi; Kalibrasi; Penanggulangan Kecelakaan Radiasi; dan Sanksi Administratif. Penjelasan yang diberikan terhadap beberapa istilah yang sering digunakan dalam hal keselamatan radiasi antara lain : 1. Tenaga nuklir adalah tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi pengion. 2. Instalasi adalah instalasi zat radioaktif dan instalasi sumber radiasi pengion 3. Nilai Batas Dosis adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh BAPETEN yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir. 8

4. Petugas Proteksi Radiasi adalah petugas yang ditunjuk oleh Pengusaha Instalasi dan oleh BAPETEN dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan-pekerjaaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi. 5. Pekerja Radiasi adalah setiap orang yang bekerja di instalasi nuklir atau instalasi radiasi pengion yang diperkirakan menerima dosis radiasi tahunan melebihi dosis untuk masyarakat umum. 6. Pengusaha Instalasi adalah Pimpinan Instalasi atau orang lain yang ditunjuk untuk mewakilinya dan bertanggung-jawab pada instalasinya. 7. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan termasuk kesalahan operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yang menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi dan atau kontaminasi yang melampaui batas keselamatan. Peraturan ini bertujuan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan ketenteraman, kesehatan para pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. Sedangkan lingkup peraturan ini adalah mengatur tentang persayaratan sistim pembatasan dosis, sistim manajemen keselamatan radiasi, kalibrasi, kesiapsiagaan dan penanggulangan kecelakaan radiasi. Khusus sistim manajemen keselamatan radiasi yang diatur adalah Organisasi Proteksi Radiasi, Pemantauan Dosis Radiasi dan Radioaktivitas, Peralatan Proteksi Radiasi, Pemeriksaan Kesehatan, Penyimpanan Dokumentasi, Jaminan Kualitas, Pendidikan dan Pelatihan, dan Kalibrasi. Sistim pembatasan dosis ini harus memenuhi prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan yaitu Justifikasi, Limitasi dan Optimasi. Justifikasi adalah setiap pemanfaatan tenaga nuklir harus berlandaskan azas manfaat dimana resiko yang ditimbulkan oleh pemanfaatan tenaga nuklir harus jauh lebih kecil dibandingkan dengan manfaat yang diterima. Limitasi adalah nilai batas dosis yang ditetapkan oleh peraturan tidak boleh dilampaui. Optimasi adalah bahwa dalam pemanfaatan tenaga nuklir penyinaran harus diupayakan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. 9

Dengan berlandaskan prisip yang telah disebutkan maka setiap pengusaha instalasi yang merancang, membuat, mengoperasikan dan atau merawat sistem dan komponen sumber radiasi harus mencegah terjadinya penerimaan dosis radiasi berlebih. Oleh karena itu setiap membuat rancangan sumber harus memenuhi standar yang telah ditentukan. Nilai batas dosis adalah suatu acuan bagi setiap pekerja untuk mengontrol dirinya atau orang lain dalam mencapai keselamatan radiasi sehingga apabila para pekerja mendapatkan dosis radiasi di bawah nilai yang telah ditetapkan hal ini menunjukkan kondisi yang aman. Namun dalam satu lokasi yang terdapat beberapa instalasi radiasi pengion harus ditentukan nilai batas dosis dan pelepasan radioaktivitas yang paling rendah sehingga tingkat kumulasi tidak melampaui nilai batas yang telah ditentukan. Nilai Batas Dosis yang dimaksudkan di dalam peraturan ini adalah berlaku untuk pekerja radiasi maupun untuk masyarakat umum yang masing-masing besarnya ditentukan di dalam Keputusan Kepala BAPETEN No. 01/Ka- BAPETEN/V-99. Nilai Batas Dosis ini adalah suatu nilai apabila diterima tidak mempunyai efek baik somatik maupun genetik. Tentang penerimaan dosis ini sebaiknya berprinsip pada ALARA (as low as reasonably achievable). Nilai Batas Dosis ini tidak termasuk radiasi yang didapatkan dari alam dan dari pemeriksaan kesehatan. Dosis radiasi yang didapat oleh masyarakat umum juga dapat diakibatkan pelepasan zat radioaktif dari suatu instalasi atom ke lingkungan. Oleh karena itu telah dikeluarkan Keputusan Kepala BAPETEN No. 02/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Baku Tingkat Radioaktivitas Di Lingkungan, dimana setiap pelepasan zat radioaktif ke lingkungan baik gas, cair, maupun padat telah ditentukan batas aktivitasnya. Apabila suatu instalasi melepaskan zat radioaktif dengan aktivitasnya melebihi nilai yang telah ditentukan dalam ketentuan tersebut maka instalasi tersebut harus melakukan tindakan sampai nilai yang telah ditetapkan tidak dilampaui. Agar dalam pemanfaatan tenaga nuklir semua pekerjaan terorganisir dengan baik dibutuhkan organisasi proteksi radiasi dengan unsur-unsur yang terlibat di 10

dalamnya minimum terdiri dari Pengusaha Instalasi, Petugas Proteksi Radiasi (PPR) Pekerja Radiasi. Pengusaha instalasi adalah pimpinan instalasi atau orang lain yang ditunjuk untuk mewakilinya. Dengan demikian segala tanggung-jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan pemanfaatan tenaga nuklir tersebut adalah berada ditangannya. Untuk menangani hal-hal yang berhubungan dengan proteksi radisi maka pada satu instalasi paling tidak harus memiliki satu orang Petugas Proteksi Radiasi (PPR). Pengusaha Instalasi dapat menunjuk dirinya sendiri atau orang lain sebagai PPR setelah mendapat persetujuan dari Instansi Yang Berwenang. Persetujuan dimaksud dapat berupa pengesahan setelah menempuh suatu ujian yang dilaksanakan oleh Instansi Yang Berwenang dan selanjutnya dikeluarkan Surat Izin Bekerja (SIB), atau dengan kebijakan lain yang diberikan oleh Instansi Yang Berwenang. Khusus untuk persyaratan menjadi Petugas Proteksi Radiasi telah ditetapkan dengan Keputusan Kepala BAPETEN No. 17/Ka- BAPETEN/IX-99. Di dalam Keputusan ini disebutkan bahwa untuk menjadi PPR harus memiliki pendidikan minimum Sarjana Muda atau D-3 teknik. Selain itu semua calon PPR harus mengikuti dan lulus kursus yang diadakan oleh lembaga kursus yang telah diakreditasi oleh BAPETEN setelah itu baru dapat mengikuti ujian PPR. Jika yang bersangkutan lulus maka akan diberikan Surat Izin Bekerja (SIB) PPR yang berlaku selama 5 (lima) tahun. Setelah lima tahun dapat diperpanjang lagi secara otomatis asalkan telah mengikuti kursus penyegaran yang dilakukan oleh BAPETEN minimum 2 (dua) kali selama SIB berlaku. Didalam Keputusan Kepala BAPETEN No. 17/Ka-BAPETEN/IX-99 tersebut selain mengatur Pedoman Pengujian PPR, juga mengatur mengenai Pedomana Pengujian Untuk Operator Reaktor dan Supervisor Reaktor. Persyaratan untuk menjadi operator adalah berijazah serendah-rendahnya SMU dan Sekolah Menengah Kejuruan eksakta atau teknik, sedangkan untuk supervisor 11

serendah-rendahnya D-III ekstakta atau teknik dengan masing-masing pengalaman minimal 2 tahun di bidang nuklir. PPR ini bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan keselamatan setiap orang dalam lingkungan kekuasaannya serta diwajibkan menyusun Pedoman Kerja, Instruksi, dan lain-lain yang berhubungan dengan keselamatan radiasi. Para pekerja radiasi yang dipekerjakan dalam suatu instalasi di samping harus dibekali dengan pendidikan dan pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan kerja terhadap radiasi, juga harus sehat jasmani dan rohani. Hal ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kesehatan oleh dokter yang ditunjuk oleh Instalasi bersangkutan. Para pekerja diwajibkan memanfaat- kan segala sesuatu yang dapat mengurangi penerimaan dosis radiasi seperti penggunaan peralatan proteksi, memahami juklaknya, dan lain-lain. Setiap pekerja radiasi dalam melaksanakan pekerjaan di medan radiasi diharuskan memakai peralatan monitor perorangan seperti film badge, TLD, ataupun dosimeter saku. Pemakaian film badge disarankan dilakukan maksimum selama 3 bulan setelah itu harus dikirim kepada instansi pengolah film badge untuk mengetahui berapa besar dosis radiasi yang diterima selama bekerja. Instansi pengolah film badge ini harus segera mengirim hasil bacaannya kepada pengguna dan memberikan tembusan kepada BAPETEN. Dalam hal terjadi penerimaan dosis besar yang melampaui nilai batas dosis yang ditentukan maka instansi pengolah harus sesegera mungkin memberitahukan kepada pengguna untuk mendapat tindak lanjut. Suatu hal yang penting juga adalah bahwa hasil bacaan yang dilakukan oleh instansi pengolah harus dicatat secara teratur oleh instansi pengguna yang disebut sebagai kartu dosis radiasi. Disamping peralatan monitor perorangan ini, maka pengusaha instalasi harus menyediakan peralatan proteksi radiasi lainnya seperti surveymeter untuk 12

dipakai para pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Alat ini harus dikalibrasi sebelum dipakai untuk menjamin keakurasian pengukurannya. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa setiap pekerja harus sehat jasmani dan rohani sehingga sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini diwajibkan dilakukan pada calon pekerja radiasi sebelum bekerja dengan radiasi. Selama bekerja dengan radiasi para pekerja juga mendapat kewajiban diperiksakan kesehatannya secara periodik minimum sekali setahun dan bila diperlukan dapat memeriksakan kesehatannya lebih teliti lagi terutama bila terjadi kecelakaan radiasi dan penerimaan dosis tinggi. Apabila seorang pekerja radiasi memutuskan hubungan kerja dengan instalasi dimana ia bekerja maka dia mendapat kesempatan memeriksakan kesehatannya terakhir dengan biaya ditanggung oleh instalasi tersebut. Hasil pemeriksaan kesehatan dan kartu dosis harus disimpan secara baik selama 30 tahun setelah pekerja tersebut berhenti bekerja. Dokumen ini adalah salah satu dokumen proteksi radiasi. Khusus untuk pemanfaatan tenaga nuklir yang memiliki potensi radiologi tinggi diharuskan untuk membuat program jaminan kualitas mulai dari kegiatan perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan perawatan instalasi, serta pengelolaan limbah radioaktif. Progran jaminan kualitas ini harus dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari BAPETEN. Pengusaha instalasi diwajibkan melakukan pencegahan terjadinya kecelakaan radiasi yaitu dengan menerapkan dan melaksanakan seluruh peraturan dan juklak yang ada. Khusus untuk pemanfaatan tenaga nuklir yang memiliki dampak radiologi tinggi, pengusaha instalasi diwajibkan untuk membuat Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat yang sekurang-kurangnya memuat : jenis/klasifikasi kecelakaan yang mungkin terjadi, organisasi penanggulangan keadaan darurat, prosedur penanggulangan keadaan darurat, peralat penagggulangan yang dibutuhkan, personil, latihan, dan sistim komunikasi. 13

Pelanggaran atas peraturan ini dikenakan sanksi administratif yang kalau tidak diindahkan akan dapat dikenakan sanksi pidana seperti yang tertera di dalam UU No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. 14

BAB IV PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR Peraturan pelaksanaan lain dari Undang-undang Ketenaganukliran adalah Peraturan Pemerintah No. 64 tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir tanggal 21 Agustus 2000 yang lalu, bersamaan dengan PP 63 tahun 2000. Istilah pemanfaatan di dalam peraturan ini diartikan secara luas, tidak hanya berarti penggunaan tetapi meliputi perbuatan lain yang berhubungan dengan tenaga nuklir, misalnya : penguasaan, pengedaran, penjualan, penyimpanan, penyerahan, pengangkutan, eksport, import dan lain-lain. Jadi setiap perbuatan itu memerlukan izin dari Instansi Yang Berwenang yaitu Bapeten. Namun dalam hal perizinan ini pengecualian, yang telah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Bapeten No. 19/Ka-BAPETEN/X-99, bahwa pemanfaatan tenaga nuklir aktivitas yang tidak melebihi batas yang tertera dalam Keputusan tidak memerlukan izin pemanfaatan. Tujuan sistem perizinan adalah agar pengguna memenuhi segala persyaratan keselamatan yang ditentukan oleh Badan Pengawas antara lain peralatan yang dipakai, tenaga kerja, peralatan keselamatan dan lain-lain serta agar Pemerintah mengetahui dimana saja zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya digunakan di Indonesia, sebab radiasi itu berbahaya. Secara umum sistem ini memang dilakukan dimana-mana di banyak negara di dunia. Perbedaannya adalah pada instansi yang diberi wewenang yang menangani. Misalnya di Belgia, Denmark, Perancis, Swiss izin pemakaian di bidang kesehatan tidak dimintakan ke Badan Pengawas Tenaga Nuklir melainkan kepada Menteri Kesehatan. Sedangkan di Belanda dimintakan ke Menteri Urusan Sosial dan Kesehatan Masyarakat. Di Amerika Serikat, Nuclear Regulatory Commission melakukan pengawasan terhadap PLTN dan bahan nuklir. Di Indonesia pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir dilakukan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) yang meliputi tenaga yang dihasilkan oleh transformasi inti dan sumber radiasi pengion. 15

Untuk mendapat izin pemanfaatan tenaga nuklir maka pemohon harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Memiliki izin usaha atau izin lain dari instansi yang bersangkutan. 2. Memiliki fasilitas instalasi untuk melaksanakan pemakaian tenaga nuklir 3. Memiliki tenaga yang cakap dan terlatih baik untuk bekerja dengan tenaga nuklir; 4. Memiliki peralatan tehnis yang diperlukan untuk menjamin perlindungan terhadap radiasi. 5. Memiliki prosedur kerja. Sebagai dasar untuk melakukan pemanfaatan maka dipersyaratkan bagi pengguna telah memiliki izin usaha sehingga dalam pemanfaatan ini tidak ada yang berusaha dalam bidang ketenaganukliran tanpa izin usaha. Tentunya persyaratan ini tidak berlaku untuk lembaga pemerintah. Fasilitas instalasi pengertiannya adalah tempat, bangunan atau kompleks dengan kegiatan dalam bidang tenaga nuklir. Persyaratan kedua di atas adalah fasilitas atau bangunan atau ruangan yang tersedia atau peralatan dan pendukungnya (untuk instalasi terbuka) harus sedemikian rupa sehingga tidak ada radiasi yang membahayakan pekerja maupun anggota masyarakat lain. Dengan demikian persyaratan ini bergantung pada jenis pemakaian radiasi. Persyaratan untuk permohonan izin penggunaan irradiator, radiografi industri, pemasangan pesawat sinar-x untuk kesehatan tidak sama. Adanya tenaga yang cakap dan terlatih baik harus dibuktikan dengan ujian yang dilakukan oleh Bapeten dan telah mendapatkan SIB. Persyaratan untuk mendapatkan SIB ini telah dijelaskan sebelumnya yaitu berdasarkan SK Kepala Bapeten No. 17/Ka-BAPETEN/IX-99. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa radiasi tidak dapat dilihat dengan panca indera dan hanya dapat diketahui dengan peralatan. Peralatan minimum untuk 16

para pekerja dalam persyaratan ini adalah monitor perorangan dan surveymeter. Monitor perorangan adalah digunakan untuk mengetahui besarnya dosis radiasi yang diterima pada saat bekerja sedangkan surveymeter digunakan untuk mengetahui laju paparan radiasi pada daerah kerja sehingga penerimaan dosis dapat direncanakan. Surveymeter harus dikalibrasi minimum sekali setahun agar keakurasiannya dapat dipercaya. Sesuai dengan peraturan bahwa izin dapat diberikan kepada perseorangan atau Badan asalkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Di dalam Peraturan Pemerintah ini tegas disebutkan bahwa apabila pemohon telah memenuhi semua persyaratan maka dalam 14 (empat belas hari) izin sudah harus terbit. Apabila suatu ketika persyaratan tidak dipenuhi lagi seperti tenaga kerja yang cakap dan terlatih pindah kerja maka dia harus diganti dengan orang mempunyai kualifikasi yang sama dengan orang terdahulu dan harus diberitahukan ke Bapeten. Kalau hal tersebut tidak dapat dipenuhi maka Orang atau Badan yang diberi izin tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk bekerja dengan tenaga nuklir. Di dalam Peraturan Pemerintah ini tegas disebutkan bahwa apabila terjadi perubahan data perizinan sebelum izin berakhir, pemegang izin harus segera mengajukan permohonan perubahan terhadap izin yang sudah diterbitkan. Masa berlaku setiap izin tentu ada namun untuk masing-masing tujuan pemanfaatan adalah berbeda. Namun dalam hal pemanfaatan irradiator izin yang diberikan adalah bertahap yaitu izin konstruksi dan izin operasi yang berlaku selama 5 (lima) tahun. Bila masa berlakunya izin sudah atau akan berakhir maka permohonan perpanjangan dapat diajukan kembali, tentunya izin perpanjangan ini akan diberikan jika syarat izin terpenuhi. Namun harus diingat bahwa dalam keadaan tertentu izin dapat dicabut atau dibekukan untuk sementara. Sebagai contoh dapat disebut tidak adanya lagi personil yang cakap dan terlatih untuk bekerja dengan radiasi, tidak menyelenggarakan dokumentasi yang berkaitan dengan pekerjaan dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, melakukan tindakan yang justru memperbesar bahaya yang timbul akibat zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, dan lain-lain. Untuk pelanggaran ini sudah barang tentu diberikan peringatan kepada 17

Badan/Instansi/Perorangan tersebut. Namun kalau peringatan ini tidak diindahkan maka selanjutnya dapat dilakukan pembekuan izin untuk sementara hingga tegoran atau peringatan tersebut dilaksanakan. Jika hal ini juga tidak diindahkan maka akan dilakukan pencabutan izin, artinya tidak memenuhi syarat lagi untuk menggunakan tenaga nuklir. Apabila hal ini terjadi dan pengguna tetap bekerja maka dapat dikenakan sanksi pidana seperti tertera di dalam UU No. 10 tahun 1997 Yang paling sering dilupakan oleh Pengusaha Instalasi Nuklir atau Pemegang izin adalah kewajiban mereka sebagai pemegang izin. Di dalam Peraturan Pemerintah ini ada beberapa kewajiban Pemegang izin yaitu : 1. Memberikan kesempatan untuk pemeriksaan yang akan diadakan oleh Instansi Yang Berwenang terhadap Instalasi pemanfaatan tenaga nuklir 2. Memberikan kesempatan untuk pemeriksaan kesehatan tenaga kerja oleh ahli-ahli dari Instansi Yang Berwenang atau dengan kerja sama dengan instansi-instansi Pemerintah yang lain untuk menilai efek radiasi terhadap kesehatan. 3. Menyelenggarakan dokumentasi mengenai segala sesuatu yang bersangkutan dengan tenaga nuklir. 4. Melakukan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah atau memperkecil bahaya yang timbul akibat pemanfaatan tenaga nuklir terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja radiasi, masyarakat dan lingkungan hidup. 5. Mentaati peraturan, pedoman kerja, dan lain-lain ketentuan yang dikeluarkan oleh BAPETEN dan instansi lain terkait. 6. Memanfaatkan tenaga nuklir sesuai dengan tujuan dalam izin 7. Melaporkan kepada BAPETEN dan atau instansi lain yang terkait apabila terjadi kecelakaan radiasi. 8. Memberikan laporan mengenai pemantauan dosis radiasi pekerja radiasi 9. Melaporkan pemantauan daerah kerja dan lingkungan hidup untuk instalasi yang mempunyai potensi dampak radiologi tinggi kepada BAPETEN 10. Melaksanakan rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan untuk instalasi yang mempunyai dampak radiologi tinggi. 18

Salah satu yang perlu diingat bahwa dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan bahwa Pemegang izin bertanggung-jawab atas kerugian yang timbul akibat pemanfaatan tenaga nuklir. Sedangkan sanksi dapat diberikan secara administratif mulai peringatan, pembekuan izin sampai dengan pencabutan izin. Bila telah dinyatakan izin dicabut dan kegiatan pemanfaatan tenaga terus dilakukan maka akan dikenakan sanksi pidana seperti diatur di dalam Undang-undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. 19

BAB V PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 No. 51 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4201) mencabut Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1975 tentang Pengangkutan Zat Radioaktif adalah peraturan yang mengatur khusus pengangkutan zat radioaktif di seluruh Indonesia. Di dalam peraturan ini yang dimaksud dengan Pengangkutan zat radioaktif adalah pemindahan dari suatu tempat ke tempat lain melalui jaringan lalu-lintas umum, dengan menggunakan sarana angkutan darat, air atau udara. Pengertian pengangkutan disini adalah termasuk juga hal-hal mengenai disain, pembuatan, penyiapan, pengiriman, pemeliharaan dan perbaikan pembungkus, pemuatan, serta penyimpanan selama transit, penyimpanan sebelum dan sesudah pengangkutan, pembongkaran, dan penerimaan bungkusan. Peraturan pengangkutan ini berlaku juga untuk pengangkutan bahan nuklir. Namun ketentuan pengangkutan zat radioaktif ini tidak berlaku untuk : 1. pemindahan zat radioaktif di dalam instalasi; 2. zat radioaktif diproduksi yang dipasang atau dimasukkan ke dalam tubuh manusia atau binatang hidup untuk diagnosa atau terapi; 3. zat radioaktif yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sarana angkutan; 4. zat radioaktif dalam bentuk barang atau produk konsumen 5. zat radioaktif yang berasal dari alam dalam ukuran tertentu. Pengaturan lebih detail masalah pengangkutan ini telah diatur dengan Keputusan Kepala BAPETEN No. 04/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan untuk Pengangkutan Zat Radioaktif, dan telah diterbitkan pula Keputusan Kepala BAPETEN No. 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 tentang Pedoman Persyaratan Untuk Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif. Perlu diingat bahwa selain ketentuan yang disebut pada peraturan pengangkutan zat 20

radioaktif ini berlaku juga ketentuan lain yang berlaku umum untuk pengangkutan barang melalui udara, laut maupun darat. Karena dalam peraturan pengangkutan ini juga dibicarakan mengenai Pengangkut, Pembungkus, Bungkusan, Pengirim, dan Penerima maka sebaiknya harus dimengerti benar apa istilah-istilah tersebut. Pengangkut adalah orang atau badan yang melakukan pengangkutan zat radioaktif. Pembungkus adalah perangkat komponen yang diperlukan untuk mengungkung zat radioaktif sepenuhnya, dapat terdiri dari satu wadah atau lebih, bahan penyerap, kerangka, penahan radiasi, peralatan untuk mengisi dan mengosongkan, pengatur ventilasi dan tekanan, dan peralatan untuk pendinginan, peredam goncangan, untuk pengangkutan dan pengokohan, untuk penahan panas, dan peralatan. Bungkusan adalah pembungkus dengan isi zat radioaktif di dalamnya, yang disiapkan untuk diangkut. Pengirim adalah orang atau badan yang menyiapkan pengiriman untuk pengangkutan zat radioaktif dan dinyatakan dalam dokumen pengangkutan. Penerima adalah orang atau badan yang menerima zat radioaktif dari Pengirim dan dinyatakan dalam dokumen pengangkutan. Dalam pelaksanaan pengangkutan zat radioaktif maka Pengirim, dan Penerima harus memiliki izin terlebih dahulu dari BAPETEN sebelum melakukan pengiriman, pengangkutan ataupun penerimaan. Masing-masing pengirim, pengangkut, dan penerima mempunyai tanggung-jawab. Namun perlu disebutkan disini bahwa apabila dalam pengangkutan zat radioaktif tidak ada persetujuan dari BAPETEN maka pengangkutan tidak boleh dilakukan dan sebaliknya apabila dalam pelaksanaan pengangkutan tersebut telah ada persetujuan dari BAPETEN maka pengangkutan dapat dilakukan sebab BAPETEN telah menjamin keselamatan radiasi selama pengangkutan tersebut. 21

Pengirim bertanggung-jawab atas kelayakan bungkusan yang akan dikirim, artinya pengirim harus menjamin bahwa bungkusan yang dikirim layak untuk diangkut baik terhadap keutuhan bungkusan selama pengangkutan ataupun tingkat radiasi pada permukaan atau jarak tertentu dari permukaan bungkusan. Jaminan ini dapat dibuktikan dengan sertifikat bungkusan zat radioaktif tersebut. Di dalam bungkusan harus disertakan dokumen zat radioaktif secara lengkap baik yang menyangkut aktivitas zat radioaktif, bentuk fisik dan lain-lain. Demikian juga tanda radiasi di luar bungkusan harus jelas dengan keterangan kategori bungkusan, aktivitas serta indeks angkutan. Untuk keperluan keselamatan maka pengirim juga mempunyai kewajiban memberitahukan segala sesuatu mengenai bungkusan yang dikirimnya termasuk petunjuk teknis serta bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh zat radioaktif tersebut. Dengan demikian apabila terjadi suatu kerugian terhadap pihak lain akibat kekeliruan pemberitahuan, keterangan yang kurang teliti, salah atau tidak lengkap dari pengirim maka yang bertanggung-jawab atas kerugian tersebut adalah pengirim. Sebelum pengangkutan dilaksanakan maka semua informasi tentang zat radioaktif tersebut harus dievaluasi mulai dokumen yang diajukan hingga konstruksi dan bahan pembungkus zat radioaktif tersebut. Dalam hal ini bila BAPETEN membutuhkan keterangan tambahan ataupun yang menyangkut semua informasi barang yang dikirim maka pengirim berkewajiban memberikannya. Pengangkut dalam melaksanakan pengangkutan zat radioaktif harus tunduk pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh BAPETEN. Bungkusan zat radioaktif tidak boleh diangkut dalam satu ruangan dengan barang-barang berbahaya lainnya demikian juga halnya dengan film yang belum diproses tidak boleh diletakkan dekat dengan bungkusan. 22

Pengirim sebelum melaksanakan pengangkutan wajib : 1. memberikan informasi yang lengkap dan benar secara tertulis kepada Pengangkut tentang bungkusan, bahaya radiasi dan sifat bahaya lain yang mungkin terjadi, dan cara penanggulangannya; 2. memberikan tanda, label, dan atau plakat pada kendaraan angkutan jalan dan jalan rel; 3. memberikan petunjuk secara tertulis kepada Pengangkut apabila tidak mungkin menyerahkan bungkusan kepada Penerima, yang sekurangkurangnya berisi : a. pemberitahuan kepada Pengirim dan BAPETEN; b. penyimpanan bungkusan di tempat yang aman; dan c. pengembalian bungkusan kepada Pengirim; d. menyiapkan proteksi fisik selama pengangkutan bahan nuklir. Apabila informasi yang diberikan oleh Pengirim tidak benar, dan timbul kerugian oleh Pengangkut atau pihak lain, maka Pengirim tersebut bertanggung jawab atas semua kerugian yang ditimbulkan. Pengirim berkewajiban juga memberikan kesempatan kepada BAPETEN untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan bungkusan. Disamping itu wajib segera memberitahukan kepada Penerima saat datangnya bungkusan di tempat tujuan. Selama dalam pengangkutan maka pengangkut harus menjaga sedemikian rupa sehingga bungkusan tidak mengalami kerusakan yang diakibatkan penanganan yang tidak benar. Dengan kata lain bahwa pengangkut bertanggung-jawab atas bungkusan yang diangkut sejak saat menerima dari pengirim sampai saat penyerahan kepada penerima, kecuali ditentukan lain dalam surat perjanjian pengangkutan. Apabila terjadi kerusakan selama pengangkutan maka Pengangkut harus memberitahukan kepada BAPETEN dan Pengirim, dan mengawasi akses ke bungkusan. Dalam hal terjadi penyitaan oleh yang 23

berwajib atau bungkusan hilang, Pengangkut harus melaporkan kepada BAPETEN dan Pengirim. Penerima pada saat menerima bungkusan dari Pengangkut wajib memeriksa bungkusan dari kemungkinan terjadinya kerusakan atau kebocoran. Dan dalam hal terjadi kerusakan atau kebocoran harus segera melakukan pengukuran tingkat radiasi dan atau kontaminasi. Selanjutnya melaporkan hasil pengukuran ke BAPETEN paling lambat 5 hari sesudah pengukuran. Apabila kerusakan dan atau kebocoran dapat menyebabkan bahaya radiasi dan atau kontaminasi maka Penerima melakukan tindakan pengamanan sesuai dengan cara penanggulangan yang tercantum dalam dokumen pengangkutan. Tindakan pengamanan ini dilaporkan kepada BAPETEN paling lama 5 hari setelah tindakan pengamanan. BAPETEN setelah menerima laporan wajib menindak lanjuti dengan cara memberi petunjuk yang perlu dilakukan oleh Penerima dan atau pengarahan langsung di lapangan. Dalam melaksanakan tindakan ini, BAPETEN dapat meminta bantuan BATAN atau instansi terkait lainnya. Pengirim harus melakukan pembungkusan sesuai dengan tipe dan dan kategori bungkusan. Tipe bungkusan ini harus memenuhi persyaratan pengujian bungkusan yang dilakukan oleh laboratorium yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh BAPETEN. Bungkusan yang telah lolos uji diberikan sertifikat lolos uji. Pengujian ini tidak dilakukan terhadap bungkusan yang dikecualikan. Bungkusan yang dikirim ke Indonesia harus disertai dengan sertifikat bungkusan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang di negara asal bungkusan, selanjutnya BAPETEN dapat melakukan validasi atas sertifikat tersebut. Bungkusan tersebut tidak boleh berisi barang-barang lain kecuali dokumen yang diperlukan dalam pengangkutan dan peralatan untuk penanganan zat radioaktif. Untuk pembungkusan zat radioaktif yang mempunyai sifat bahaya lain harus memperhatikan semua sifat bahan tersebut. 24

Setiap bungkusan yang akan diangkut harus disertai dokumen penangkutan dan diberi tanda, label, dan atau plakat yang jelas. Dokumen tersebut harus diletakkan di bagian luar dan menjadi satu kesatuan dengan bungkusan. Bungkusan yang diangkut ini tidak boleh terkontaminasi melebihi batas yang ditetapkan oleh BAPETEN. Setiap pengangkutan zat radioaktif harus memenuhi Asas Proteksi Radiasi. Dalam melakukan pengangkutan bahan nuklir Pengirim harus memenuhi persyaratan proteksi fisik. Pemeriksaan atas bungkusan bisa saja dilakukan oleh Instansi Yang Berwenang (misalnya Kepolisian, Bea Cukai) hanya boleh dilakukan dengan peralatan tertentu dan dihadiri oleh atau atas petunjuk Petugas Proteksi Radiasi. Kalau bungkusan dibuka maka harus dikembalikan ke dalam kondisi semula sebelum diserahkan kepada Penerima. Di dalam pelaksanaan pengangkutan maka Pengangkut harus menempatkan bungkusan secara terpisah pada jarak aman dari petugas yang melaksanakan, tempat para pekerja dan anggota masyarakat, film fotografi yang belum diproses, dan atau bahan berbahaya dan beracun lainnya, selama pengangkutan, penyimpanan selama transit, dan penyimpanan sementara sebelum dan sesudah pengangkutan. Hal ini penting karena dari zat radioaktif secara terus menerus dipancarkan radiasi sehingga dapat membahayakan baik petugas maupun penumpang lainnya. Pemantauan dosis radiasi terhadap petugas pengangkut harus dilakukan sesuai dengan kondisi pengangkutan. Dalam hal ini petugas hanya diperbolehkan menerima dosis radiasi sebesar 5 msv/tahun sedangkan masyarakat atau penumpang lain hanya diperbolehkan menerima dosis radiasi sebesar 1 msv/tahun. Tangki yang telah digunakan untuk mengangkut zat radioaktif tidak boleh digunakan untuk menyimpan atau mengangkut barang lainnya, sebelum dinyatakan aman atau bebas kontaminasi. Kendaraan pengangkut dan peralatan yang digunakan secara terus menerus untuk mengangkut zat 25

radioaktif harus dipantau secara berkala untuk menentukan tingkat kontaminasi. Pekerja yang secara rutin terlibat langsung dalam pengangkutan zat radioaktif harus mendapatkan pelatihan mengenai pengangkutan zat radioaktif, dan pelatihan ini menjadi tanggung jawab Pengangkut. Pengirim dalam pangangkutan zat radioaktif dan bahan nuklir harus menyusun Program Jaminan Kualitas, dan disampaikan kepada BAPETEN untuk disetujui. Program Jaminan Kualitas yang telah disetujui tersebut dilaksanakan oleh Pengirim selama tahap persiapan pengiriman sebelum diserahkan kepada Pengangkut dan dilaksanakan oleh Pengangkut selama pengangkutan, penyimpanan selama transit, dan penyimpanan sebelum dan sesudah pengangkutan, sebelum diserahkan kepada Penerima. Jenis dan aktivitas zat radioaktif dalam suatu bungkusan tidak boleh melebihi batas yang ditentukan untuk tipe bungkusan. Sedangkan untuk pengangkutan zat radioaktif yang mempunyai sifat bahaya lain harus juga memenuhi ketentuan pengangkutan bahan berbahaya dan beracun. Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, Pengangkut wajib melaporkan kepada BAPETEN, Pengirim, pejabat yang berkepentingan misalnya polisi, pejabat pamong praja (seperti Camat, Bupati), pejabat perhubungan pada daerah atau tempat terjadinya kecelakaan, dan Penerima. Pada saat terjadi kecelakaan mengakibtkan bungkusan pecah, bocor atau rusak, petugas pengangkut harus mengisolasi tempat kejadian dengan pemagaran dan memberi tanda yang jelas. Selanjutnya Pengangkut melaporkan kepada BAPETEN, Pengirim, dan Penerima. Petugas Proteksi Radiasi dari Pengirim atau Penerima, mana yang terdekat dengan tempat kecelakaan, harus secepatnya dikirim untuk memeriksa dan memimpin tindakan penanggulangan serta menyatakan bahwa daerah tersebut telah bebas dari bahaya radiasi. Tingkat kebocoran akibat kecelakaan yang melebihi nilai batas yang ditetapkan oleh BAPETEN tidak boleh diteruskan pengirimannya sebelum diperbaiki dan didekontaminasi. Dengan 26

adanya laporan tersebut, BAPETEN dapat mengkoordinasikan atau memimpin tindakan penanggulangan. Terhadap pelanggaran dalam kegiatan pengangkutan zat radioaktif atau bahan nuklir, maka BAPETEN dapat memberikan sanksi administratif baik dari peringatan tertulis sampai dengan pencabutan izin. Sedangkan bagi Pengirim atau Penerima yang tidak mempunyai izin maka dapat dikenakan sanksi pidana. 27

BAB VI PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, maka akan dapat membahayakan keselamatan pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup termasuk juga generasi yang akan datang. Saat ini telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 No. 52 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4202), dan telah ada peraturan pelaksanaannya yaitu Keputusan Kepala BAPETEN No. 03/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Pengelolaan Limbah Radioaktif, dan telah pula dipersiapkan juga Keputusan Kepala BAPETEN tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Limbah Radioaktif oleh Pemakai. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2002 tersebut digunakan istilahistilah antara lain limbah radioaktif, limbah radioaktif tingkat rendah, limbah radioaktif tingkat sedang, limbah radioaktif tingkat tinggi, tingkat aman, penghasil limbah radioaktif, pengelola limbah radioaktif, pengelolaan limbah radioaktif, pengolahan limbah radioaktif, pengelolaan lingkungan hidup, penyimpanan sementara, penyimpanan, penyimpanan lestari, dan dekomisioning instalasi. Yang disebut dengan limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan atau bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat digunakan lagi. Limbah radioaktif tingkat rendah adalah limbah radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat aman (clearance level) tetapi di bawah tingkat sedang, yang tidak memerlukan penahan radiasi selama penanganan dalam keadaan normal dan pengangkutan. 28

Limbah radioaktif tingkat sedang adalah limbah radioaktif dengan aktivitas di atas tingkat rendah tetapi di bawah tingkat tinggi yang tidak memerlukan pendingin, dan memerlukan penahan radiasi selama penanganan dalam keadaan normal dan pengangkutan. Limbah radioaktif tingkat tinggi adalah limbah radioaktif dengan tingkat aktivitas di atas tingkat sedang, yang memerlukan pendingin dan penahan radiasi dalam penanganan pada keadaan normal dan pengangkutan, termasuk bahan bakar nuklir bekas. Tingkat aman adalah nilai yang ditetapkan oleh BAPETEN dan dinyatakan dalam konsentrasi aktivitas atau tingkat kontaminasi, dan atau aktivitas total pada atau di bawah nilai tersebut, sumber radiasi dibebaskan dari pengawasan. Penghasil limbah radioaktif adalah Pemegang Izin yang karena kegiatannya menghasilkan limbah radioaktif. Pengelola limbah radioaktif adalah Badan Pelaksana atau Badan Usaha Milik Negara, koperasi, dan atau badan swasta yang bekerja sama dengan atau ditunjuk oleh Badan Pelaksana, yang melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif. Pengelolaan limbah radioaktif adalah pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan atau pembuangan limbah radioaktif. Pengolah limbah radioaktif adalah Penghasil limbah radioaktif atau Badan Pelaksana atau Badan Usaha Milik Negara, koperasi, dan atau badan swasta yang bekerjasama dengan atau ditunjuk oleh Badan Pelaksana yang mengolah limbah radioaktif. Pengolahan limbah radioaktif adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah radioaktif sehingga apabila disimpan dan atau dibuang tidak membahayakan masyarakat dan lingkungan hidup. 29

Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Penyimpanan sementara adalah penempatan limbah radioaktif sebelum penempatan tahap akhir. Penyimpanan adalah penempatan tahap akhir limbah radioaktif tingkat rendah dan sedang. Penyimpanan lestari adalah penempatan tahap akhir limbah radioaktif tingkat tinggi. Dekomisioning instalasi adalah suatu kegiatan untuk menghentikan secara tetap beroperasinya instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan zat radioaktif antara lain dilakukan dengan pemindahan zat radioaktif, pembongkaran komponen instalasi, dekontaminasi, dan pengamanan akhir. Dalam pengelolaan limbah ini harus menerapkan Asas Proteksi Radiasi yang meliputi asas justifikasi, limitasi, dan optimasi. Tujuan pengelolaan limbah radioaktif yaitu untuk melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi dan atau kontaminasi. Limbah radioaktif diklasifikasikan dalam jenis limbah radioaktif tingkat rendah, tingkat sedang, dan tingkat tinggi. Limbah yang telah diklasifikasikan ini dikelompokkan berdasarkan kuantitas dan karakteristik limbah radioaktif yang meliputi aktivitas, waktu paro, jenis radiasi, bentuk fisik dan kimia, sifat racun, dan asal limbah radioaktif. Agar penimbunan atau penyimpanan limbah yang tidak semestinya di wilayah Republik Indonesia dapat dicegah, maka setiap orang atau badan yang akan melakukan pemanfaatan tenaga nuklir wajib menyatakan kepada BAPETEN 30