BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN WARALABA. dimana masing-masing pihak berjanji akan menaati apa yang tersebut dalam perjanjian

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom.

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BISNIS WARALABA. STMIK-STIE Mikroskil. Maggee Senata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi banyak variabel diantaranya jual beli, barter sampai kepada leasing,

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi,

PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. (Studi Pada Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo) S K R I P S I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. waralaba dapat diartikan sebagai usaha yang memberikan untung lebih atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

Lex et Societatis, Vol. III/No. 6/Juli/2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah waralaba atau dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal katanya

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE AGREEMENT) DI BIDANG PENDIDIKAN (STUDI DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah bagi pemerintah untuk menjalankan pembangunan di bidang lainnya

PERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 PERJANJIAN WARALABA DI TINJAU DARI HUKUM WARALABA (STUDI PERJANJIAN WARALABA DI PT. X)

BAB I PENDAHULUAN. itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif yang di ambil guna mencukupi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB 4 ANALISIS PERJANJIAN WARALABA. 4.1 Penerapan Syarat Sahnya Perjanjian dalam Perjanjian Waralaba

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

TINJAUAN HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY RAHASIA DAGANG DALAM PERJANJIAN WARALABA

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN WARALABA YANG DILAKUKAN SAAT PROSES PENDAFTARAN MEREK. Djarot Pribadi, SH., MH. 1

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya zaman, kehidupan manusia juga berkembang. memenuhi kebutuhannya. Produsen berusaha menjual produknya sebanyak

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

KATA PENGANTAR. Penulis. Irsyad Anshori

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II KARAKTERISTIK KLAUSULA BUYBACK DALAM PERJANJIAN WARALABA. Waralaba berasal dari kata Wara yang berarti lebih dan Laba yang berarti

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENERAPAN KLAUSULA BUYBACK DALAM PERJANJIAN WARALABA. 3.1 Alasan Penerapan Buyback dalam Perjanjian Waralaba

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

memberi kebebasan kepada para pihak. Hakikat dari pengertian franchise adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perlindungan Hukum terhadap Franchisee Sehubungan Dengan Tindakan Sepihak Franchisor

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009. Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba

KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 PENJELASAN ATAS TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 MEREK

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

BAB I PENDAHULUAN. memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam. berminat untuk melakukan usaha waralaba.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Waralaba

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG KONSINYASI DAN DISTRIBUTOR OUTLET / DISTRO

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN


HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Restoran

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. waralaba pada akhir-akhir ini semakin merebak. Minat masyarakat atau

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

BAB I PENDAHULUAN. bisnis internasional. Bentuk kerjasama bisnis ini ditandai dengan semakin

MEREK. Umum. 1. Apakah merek itu?

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. Konsep waralaba atau franchise muncul sejak 200 tahun sebelum masehi. Saat itu,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan tata Cara Penerbitan. Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN WARALABA 2.1. Pengertian Perjanjian Secara umum dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, dimana masing-masing pihak berjanji akan menaati apa yang tersebut dalam perjanjian yang telah disepakatinya. Subekti mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji untuk melakukan suatu hal. Dalam BW (KUHPerdata) terdapat rumusan mengenai perjanjian ini yang tercantum pada pasal 1313, yang menegaskan bahwa perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih. 1 Agar supaya perjanjian yang dibuat oleh para pihak menjadi sah harus dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 1320 BW (KUHPerdata) yaitu sebagai berikut: 1. adanya kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian. Artinya untuk membuat perjanjian tidak boleh ada paksaan, tidak boleh ada penipuan, dan tidak boleh ada kekhilafan. Kalau ada perjanjian dibuat dengan tidak sepakat maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya. 2. para pihak harus cakap (wenang) bertindak dalam hukum. Artinya pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut harus cakap (wenang) untuk membuat perjanjian. Maksudnya orang yang cakap (wenang) adalah orang 1 Juajir Sumardi, 1995, Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 37-38. 1

yang sudah dewasa, orang yang tidak berada dibawah pengampuan (curatele) seperti orang yang sakit otak, mata gelap, pemabok, penjudi, dan sebagainya. 3. sesuatu hal tertentu. Artinya yang menjadi objek perjanjian tersebut, misalnya perjanjian waralaba jenis apa, makanankah, restorankah, dan sebagainya, kalau hal ini tidak dapat ditentukan maka perjanjian tersebut batal demi hukum, artinya perjanjian itu tidak sah. 4. sebab yang halal. Artinya perjanjian itu dibuat tidak bertentangan dengan undang-undang, agama, ketertiban umum, dan kesusilaan. Kalau ini tidak halal, artinya bertentangan dengan undang-undang, agama, ketertiban umum, dan kesusilaan, maka perjanjian yang dibuat itu tidak sah. Keempat syarat inilah yang harus dipenuhi. Apabila sudah dipenuhi, barulah perjanjian itu disebut perjanjian yang sah. Apabila perjanjian dibuat secara sah maka berlakulah ia sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya (pasal 1338 BW (KUHPerdata)). Adapun asas-asas yang terdapat dalam hukum perjanjian adalah: 2 1. asas kebebasan berkontrak. Yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak adalah bahwa para pihak bebas mengadakan perjanjian menurut kehendaknya sendiri, baik terhadap perjanjian yang sudah diatur dalam undang-undang maupun yang belum ada pengaturannya. Dengan asas ini, sering disebut bahwa hukum perjanjian menganut sistem terbuka sebagaimana diatur dalam pasal 1338 BW (KUHPerdata). 2 Ibid, hal. 40-43. 2

2. asas kesepakatan (konsesual). Maksud dari asas ini adalah bahwa untuk lahirnya suatu perjanjian cukup dengan dicapainya kata sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut, maka pada saat itu pula perjanjian sudah sah atau lahir dan mempunyai kekuatan mengikat tanpa harus diikuti oleh perbuatan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formal. Asas konsensus ini merupakan asas yang universal yang terdapat dalam BW (KUHPerdata) khususnya dalam hukum perikatan. Konsensus merupakan syarat mutlak bagi lahirnya perjanjian dalam hukum perjanjian modern. 3. asas itikad baik. Asas itikad baik ini sangat penting dalam membuat suatu perjanjian. Yang dimaksud dengan itikad baik ini adalah bertindak sebagai pribadi yang baik. Asas ini berkaitan langsung dengan perlindungan hukum bagi para pihak bila suatu ketika terjadi sengketa di pengadilan. 4. asas kekuatan mengikat (Pacta Sunt Servanda). Asas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (1) BW (KUHPerdata) yang menegaskan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, Konsekuensi dari asas ini adalah bahwa sejak dipenuhinya syarat sahnya perjanjian, maka sejak saat itu pula perjanjian itu mengikat bagi para pihak. Mengikat sebagai undang-undang berarti pelanggaran terhadap perjanjian tersebut berakibat hukum sama dengan melanggar undang-undang. 3

5. asas berlakunya perjanjian. Pada dasarnya perjanjian itu hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya, oleh karena itu perjanjian yang di buat tidak boleh merugikan atau menguntungkan pihak ketiga kecuali perjanjian tersebut dibuat untuk kepentingan pihak ketiga. 6. asas kepatutan dan kebiasaan. Dalam pasal 1339 BW (KUH Perdata) menegaskan bahwa perjanjian tidak hanya mengikat terhadap hal-hal yang diatur secara tegas di dalamnya tetapi juga terhadap hal-hal yang menurut sifatnya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang. Tahapan penyusunan kontrak perjanjian adalah sebagai berikut: 3 1. pra kontraktual. Di dalam tahap ini para pihak sedang saling menjajaki, dalam tahapan ini terjadi negosiasi antara kedua belah pihak, tawar menawar, demand, dan supply, sampai terjadinya konsensus. Negosiasi adalah proses untuk mencapai kesepakatan mengenai satu kerjasama dimana para pihak saling memberikan konsensi satu sama lain, meliputi: 1) negosiasi 2) Memorandum Of Understanding (MOU) 3) studi kelayakan 4) negosiasi (lanjutan) 3 Tahapan Penyusunan Kontrak, www.wordpress.com, diakses 28 Desember 2015 4

2. tahap kontraktual. Tahap mulai terjadinya perjanjian sampai pelaksanaan perjanjian selsesai, dalam tahap ini dilaksanakan pemenuhan syarat sahnya kontrak, pelaksanaan prestasi sampai berakhirnya kontrak, meliputi: 1) penulisan naskah awal 2) perbaikan naskah 3) penulisan naskah akhir 4) penandatanganan 3. post Kontraktual. Tahap setelah perjanjian selesai, yaitu masa pemeliharaan, jaminan cacat tersembunyi, atau fase garansi, meliputi: 1) pelaksanaan 2) penafsiran 2.2. Pengertian Franchise/Waralaba Kosa kata Franchise berasal dari bahasa Perancis kuno yang artinya Hak Khusus atau Kebebasan. Saat itu Hak Khusus diberikan kepada seseorang oleh pemerintah atau pejabat tinggi untuk menyelenggarakan pasar atau pertunjukan keramaian atau melakukan operasi sebuah feri ataupun pemakaian jembatan. Konsep Franchise itu kemudian diperluas raja saat itu dalam segala bentuk kegiatan, antara lain diberikannnya hak khusus kepada seseorang untuk membangun jalan hingga mencampur bir. Lalu praktik dan kebiasaan ini menjadi bagian dari sumber hukum Common Law di Eropa. 4 4 P. Lindawaty S.Sewu, 2004, Franchise: Pola Bisnis Spektakuler Dalam Prespektif Hukum dan Ekonomi, Utomo, Bandung, hal. 15 5

Usaha waralaba sebenarnya telah lama ada di Eropa dengan nama Franchise. Pengertian waralaba dapat diambilkan dari pengertian Franchising. Franchising (kadangkala disebut orang perjanjian Franchisee) untuk menggunakan kekhasan usaha atau ciri pengenal bisnis dibidang perdagangan/jasa berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan termasuk identitas perusahaan (logo, merek dan desain perusahaan, penggunaan rencana pemasaran serta pemberian bantuan yang luas, waktu/ saaat/ jam operasional, pakaian usaha atau ciri pengenal bisnis dagang/ jasa milik Franchisor). Rumusan yang mengatakan perjanjian Franchising adalah suatu perjanjian dimana Franchisee menjual produk atau jasa sesuai dengan cara dan prosedur yang telah ditetapkan oleh Franchisor yang membantu melalui iklan, promosi, dan jasa-jasa nasihat lainnya. Waralaba adalah terjemahan bebas dari kata Franchise, kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) sebagai padanan kata Franchise. Waralaba berasal dari kata wara yang berarti lebih atau istimewa dan laba yang berarti untung. Jadi waralaba berarti usaha yang memberikan keuntungan yang lebih atau istimewa, berbeda dengan sistem bisnis konvensional yang sudah ada. Amir Karamoy menyatakan bahwa waralaba bukan terjemahan langsung konsep Franchise. Dalam konteks bisnis, Franchise berarti kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu. Secara harfiah, waralaba berarti hak untuk menjalankan usaha atau bisnis di daerah yang telah ditentukan. Secara historis, waralaba didefinisikan sebagai penjualan khusus suatu produk di suatu daerah tertentu dimana produsen memberikan latihan kepada perwakilan penjualan dan menyediakan produk informasi dan iklan, sementara ia mengontrol perwakilan yang menjual produk di daerah yang telah ditentukan. Macam 6

waralaba yang umum saat ini adalah bisnis format waralaba. Dalam transaksi semacam ini, pemberi lisensi waralaba telah mengembangkan produk atau jasa dan keseluruhan sistem distribusi atau pengaturan serta pemasaran produk atau jasa tersebut. 5 Amir Karamoy menyatakan bahwa secara hukum waralaba berarti persetujuan legal atas pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk atau jasa dari pemilik (pewaralaba) kepada pihak lain (terwaralaba) yang diatur dalam suatu aturan permainan tertentu. 6 Di Indonesia, kerjasama waralaba dipelopori oleh perusahaan-perusahaan multinasional, sitem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950- an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu Franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya. Pada tahun 1991 berdiri Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) sebagai wadah yang menaungi pewaralaba dan terwaralaba. 7 Waralaba adalah suatu pengaturan bisnis dimana sebuah perusahaan (Franchisor) memberi hak pada pihak independen (Franchisee) untuk menjual produk atau jasa perusahaan tersebut dengan peraturan yang ditetapkan oleh Franchisor, Franchisee menggunakan nama, Goodwill, produk dan jasa, prosedur pemasaran, keahlian, sistem prosedur operasional, dan fasilitas penunjang dari perusahaan Franchisor. Sebagai imbalannya Franchisee membayar Initial Fee dan Royalti (biaya pelayanan manajemen) pada perusahaan Franchisor sperti yang diatur dalam perjanjian waralaba. Penjelasan Pasal 27 ayat (4) UU No. 9 tahun 1995 memberi definisi bahwa: 3 5 Lindsey et. al., 2006, Hak Kekayaan Intelektual, Alumni, Jakarta, hal. 339 6 Amir Karamoy, 2006, Sukses Usaha Lewat Waralaba,Jurnalindo Aksara Grafika, Jakarta, hal. 7 www.afi.com diakses tanggal 28 Desember 2015 7

Pola Waralaba adalah hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. 2.3. Perjanjian Waralaba Unsur-unsur waralaba (Franchise) tersebut, ialah: 1. merupakan suatu perjanjian 2. penjualan produk/jasa dengan merek dagang pemilik waralaba (Franchisor) 3. pemilik waralaba membantu pemakai waralaba (Franchisee) dibidang pemasaran, manajemen, dan bantuan tehnik lainnya. 4. pemakai waralaba membayar Fee atau Royalti atas penggunaan merek pemilik waralaba. Karakter dasar Franchise adalah sebagai berikut: 1) harus ada suatu perjanjian tertulis yang mewakili kepentingan yang seimbang antara Franchisor dengan Franchisee. Isi kontrak pada dasarnya dapat dinegosiasi. Isi kontrak hendaknya didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak 2) franchisor harus memberikan pelatihan dalam segala aspek bisnis yang akan dimasukinya. Juga memelihara kelangsungan usaha Franchise dengan memberikan dukungan dalam berbagai aspek bisnis 3) franchisee diperbolehkan (dalam kendali Franchisor) beroperasi dengan menggunakan nama/ merek dagang format dan atau prosedur serta segala nama (reputasi) baik yang dimiliki Franchisor 8

4) franchisee harus mengadakan investasi yang berasal dari sumber dananya sendiri atau dengan dukungan sumber dana lain. Pada Outlet (tempat penjualan) yang di kelola Franchisee, tidak ada investasi langsung dari Franchisor 5) franchisee berhak secara penuh mengelola bisninsnya sendiri 6) franchisee membayar Fee dan atau Royalty kepada Franchisor atas hak yang didapatnya dan atas bantuan yang terus-menerus diberikan oleh Franchisor 7) franchisee berhak memperoleh daerah pemasaran tertentu dimana ia adalah satusatunya pihak yang berhak memasarkan barang atau jasa yang dihasilkannya 8) transaksi yang terjadi antara Franchisor dengan Franchisee bukan merupakan transaksi yang terjadi antara cabang dari perusahaan induk yang sama atau antara individu dengan perusahaan yang dikontrolnya. Franchise pada dasarnya mengandung elemen-elemen pokok yaitu: 1) franchisor yaitu pihak pemilik/ produsen dari barang atau jasa yang telah memiliki merek tertentu serta memberikan atau melisensikan hak eksklusif tertentu untuk pemasaran dari barang atau jasa itu 2) franchisee yaitu pihak yang menerima hak eksklusif itu dari Franchisor 3) adanya penyerahan hak-hak secara eksklusif dari Franchisor kepada Franchisee 4) adanya penetapan wilayah tertentu, Franchise area dimana Franchise diberikan hak untuk beroperasi di wilayah tertentu 5) adanya imbal-prestasi dari Franchisee kepada Franchisor yang berupa Initial Fee dan Royalty serta biaya-biaya lain yang disepakati oleh kedua belah pihak 6) adanya standar mutu yang ditetapkan oleh Franchisor bagi Franchisee, serta supervise secara berkala dalam rangka mempertahankan mutu. 9

Asas-asas perjanjian Franchise didasarkan pada: 8 1. asas kebebasan berkontrak. Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya 2. asas konsensualitas. Perjanjian ini sudah dianggap ada saat tercapainya kesepakatan tentang hal-hal yang diperjanjikan 3. asas itikad baik. Franchisor dengan itikad baik harus menjamin hak-hak yang akan diberikan kepada Franchisee itu benar-benar miliknya bukan sebagai hasil kejahatan, dan pihak Franchisee harus mewujudkan kewajiban yang harus diberikan kepada Franchisor dengan baik serta itikad baik 4. asas kerahasiaan. Pada dasarnya bisnis dengan pola Franchise sangat mengandalkan ciri khas dari suatu produk barang/jasa. Sehingga apabila unsure kerahasiaan dari Trade Secret Know How tidak dijaga dengan baik hal ini akan merugikan Franchisor karena mengakibatkan ciri khas dari Franchise yang ada diketahui oleh pihak ketiga 5. asas persamaan hukum. Perjanjian bisnis waralaba hendaknya dibuat atas dasar kesamaan hak di depan hukum, baik bagi pemberi hak waralaba maupun penerima hak waralaba 8 P. Lindawaty S. Sewu, 2004, Franchise: Pola Bisnis Spektakuler Dalam Prespektif Hukum dan Ekonomi, Utomo, Bandung, hal. 31-35 10

6. asas keseimbangan. Franchisor dinilai mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi namun Franchisor memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Asas keseimbangan menekankan pada keseimbangan antara hak dan kewajiban dari para pihak secara wajar dengan tidak membebani salah satu pihak saja. Waralaba merupakan salah satu bentuk format bisnis dimana pihak pertama yang disebut Franchisor memberikan hak kepada pihak kedua yang disebut Franchisee untuk mendistribusikan barang/ jasa dalam lingkup area geografis dan periode waktu tertentu mempergunakan merek, logo, dan sistem operasi yang dimiliki dan dikembangkan oleh Franchisor. Pemberi hak ini dituangkan dalam bentuk perjanjian waralaba (Franchise Agreement). 9 Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007 tentang waralaba dalam pasal 1 angka (1) dan Permendagri No. 31 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba pasal 1 ayat (1) menyebutkan definisi waralaba sebagai berikut: Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Peraturan Menteri No. 12/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba Pasal 1 angka (1) mendefinisikan waralaba ialah: Perikatan antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dimana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan 9 www.smfranchise.com diakses 28 Desember 2015 11

atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba. Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba dan Pasal 2 Permendagri No. 31 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba menyebutkan bahwa waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a) memiliki ciri khas usaha. Yang dimaksud dengan ciri khas usaha adalah suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan usaha lain sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemberi waralaba b) terbukti sudah memberikan keuntungan. Yang dimaksud dengan terbukti sudah memberikan keuntungan adalah menunjuk pada pengalaman pemberi waralaba yang telah dimiliki yang kurang lebih 5 tahun dan telah memiliki kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalahmasalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan c) memiliki standar atas pelayanan dan barang atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis. Yang dimaksud adalah bahwa usaha tersebut sangat membutuhkan standar secara tertulis supaya penerima waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama (Standart Operasional Prosedur) 12

d) mudah diajarkan dan diaplikasikan. Yang dimaksud disini adalah mudah dilaksanakan sehingga penerima waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan menejemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh pemberi waralaba e) adanya dukungan yang berkesinambungan. Yang dimaksud adalah dukungan dari pemberi waralaba kepada penerima waralaba secara terus menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan dan promosi f) hak kekayaan intelektual yang telah terdaftarkan. Yang dimaksud adalah hak kekayaan intelektual yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta, paten, lisensi, dan/atau rahasia dagang sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang. Pasal 5 ayat 2 (lampiran II) Peraturan Menteri No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba menyebutkan bahwa: Perjanjian waralaba memuat paling sedikit: 1. nama dan alamat para pihak, yaitu nama dan alamat jelas perusahaan dan nama dan alamat jelas pemilik/ penanggungjawab perusahaan yang mengadakan perjanjian yaitu pemberi waralaba dan penerima waralaba 2. jenis hak kekayaan intelektual, yaitu jenis hak kekayaan intelektual pemberi waralaba, seperti merek dan logo perusahaan, desain outlet/gerai, sistem manajemen/pemasaran atau racikan bumbu masakan yang diwaralabakan 3. kegiatan usaha, yaitu kegiatan usaha yang diperjanjikan seperti perdagangan eceran/retail, pendidikan, restoran, apotik atau bengkel 4. hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba, yaitu hak yang dimiliki baik oleh pemberi waralaba maupun penerima waralaba seperti: a. pemberi waralaba berhak menerima fee atau royalty dari penerima waralaba, dan selanjutnya pemberi waralaba berkewajiban memberikan pembinaan secara berkesinambungan kepada penerima waralaba b. penerima waralaba berhak menggunakan hak kekayaan intelektual atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba, dan selanjutnya 13

penerima waralaba berkewajiban menjaga kode etik/ kerahasiaan hak kekayaan intelektual atau ciri khas usaha yang diberikan pemberi waralaba 5. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba, seperti bantuan fasilitas berupa penyediaan dan pemeliharaan computer dan program IT pengelolaan kegiatan usaha 6. wilayah usaha, yaitu batasan wilayah yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba untuk mengembangkan bisnis waralaba seperti: wilayah Sumatra, Jawa dan Bali atau di seluruh Indonesia 7. jangka waktu perjanjian, yaitu batasan waktu mulai dari berakhir perjanjian seperti perjanjian kerjasama di tetapkan berlaku selama sepuluh tahun terhitung sejak surat perjanjian ditandatangani oleh kedua belah pihak 8. tata cara pembayaran imbalan yaitu tata cara/ ketentuan termasuk waktu dan cara perhitungan besarnya imbalan seperti fee atau royalty apabila disepakati dalam perjanjian yang menjadi tanggung jawab penerima waralaba 9. kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris, yaitu nama dan alamat jelas pemilik usaha apabila perseorangan, serta nama, dan alamat pemegang saham, komisaris dan direksi apabila berupa badan usaha 10. penyelesaian sengketa, yaitu penetapan tempat/ lokasi penyelesaian sengketa seperti melalui pengadilan negeri, tempat/ domisili perusahaan atau melalui pengaduan, arbitrase, dengan memperhatikan hukum Indonesia 11. tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian seperti pemutusan perjanjian tidak dapat dilakukan secara sepihak, perjanjian berakhir dengan sendirinya apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian telah berakhir. Perjanjian dapat diperpanjang kembali apabila dikehendaki oleh kedua belah pihak dengan ketentuan yang ditetapkan bersama 12. jaminan dari pihak pemberi waralaba untuk tetap menjalankan kewajibankewajibannya kepada penerima waralaba sesuai dengan isi perjanjian hingga jangka waktu perjanjian berakhir. 2.4. Jenis dan Pola Waralaba Menurut Fuady, bahwa dalam perjanjian Franchise terdapat berbagai macam bentuk Franchise yang dapat digolongkan menurut kriterianya masing-masing, diantaranya adalah sebagai berikut: 10 1. kriteria negara asal Franchise. Franchise dibedakan menjadi dua yakni, Franchise Domestic dan Franchise International. Franchise Domestic merupakan jaringan bisnis Franchise dimana 10 Munir Fuady, 1997, Pembiayaan Perusahaan Masa Kini (Tinjauan Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 158 14

Outlet nya hanya berada di dalam negeri saja, tanpa ada pihak Franchisor maupun pihak Franchisee yang berasal dari luar negeri. Sedangkan yang dimaksud dengan Franchise International adalah suatu bentuk Franchise dimana salah satu pihak (biasanya Franchisor) berada/ berasal dari luar negeri. 2. kriteria jenis produk Franchise. Pembagian Franchise dilakukan dalam dua bentuk yaitu, Franchise perdagangan barang dan Franchise perdagangan jasa. Franchise perdagangan barang berobyekan bisnis yang berhubungan dengan barang-barang komoditi. Jadi obyeknya adalah barang yang berwujud (riil). Franchise perdagangan jasa adalah Franchise yang bergerak dalam bidang-bidang yang tergolong kedalam jasa/ servis. Jadi termasuk dalam jenis barang-barang yang tidak berwujud, misalnya Franchise dalam bidang transportasi, pariwisata, pendidika, dll. 3. kriteria berupa peranan yang dipercayakan kepada Franchisee. Franchise digolongkan menjadi dua yaitu Franchise format bisnis dan Franchise distribusi produk dan merek dagang. a. Franchise format bisnis dalam bentuk Franchise format bisnis, seorang Franchisee memperoleh hak untuk memasarkan dan menjual produk atau pelayanan dalam suatu wilayah atau lokasi yang spesifik dengan menggunakan standar operasional dan pemasaran. 11 Franchise format bisnis adalah suatu sistem Franchise dimana pihak Franchisee diberi hak oleh pihak Franchisor untuk memasarkan dan menjual produk/ servis dan dengan menggunakan operasional dan pemasaran yang standar seperti yang 11 Juajir Sumardi, 1995, Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 22 15

ditetapkan oleh pihak Franchisor. Franchise format bisnis digolongkan menjadi tiga bagian: 1) Franchise pekerjaan. Dalam bentuk ini Franchisee yang menjalankan usaha Franchise, pekerjaan sebenarnya memberi dukungan untuk usahanya sendiri. Bentuk Franchise ini cenderung paling murah, umumnya membutuhkan modal yang kecil karena tidak menggunakan tempat dan perlengkapan yang berlebihan 2) Franchise usaha. Pada saat ini Franchise usaha adalah bidang Franchise yang berkembang pesat. Bentuknya berupa toko eceran yang menyediakan barang atau jasa. Biaya yang dibutuhkan lebih besar dari Franchise pekerjaan karena dibutuhkan tempat usaha dan peralatan khusus 3) Franchise investasi. Ciri utama yang membedakan jenis Franchise ini dari Franchise pekerjaan dan Franchise usaha adalah besarnya usaha, khususnya besarnya investasi yang dibutuhkan. Franchise investasi adalah perusahaan yang sudah mapan, dan investasi awal yang dibutuhkan mencapai milyaran. Perusahaan yang mengambil Franchise investasi biasanya ingin melakukan diversifikasi, tetapi karena manajemen yang tidak berpengalaman dalam pengelolaan usaha baru tersebut maka dipilih cara Franchising yang 16

memungkinkan mereka memperoleh bimbingan dan dukungan. Adapun ciri dari Franchise format bisnis adalah: 1. pemberian lisensi dalam jangka waktu tertentu untuk berusaha di suatu wilayah tertentu dengan menggunakan nama, merek dagang, dan logo dari Franchisor 2. Franchisor mengajarkan kepada Franchisee bagaimana menjalankan bisnis 3. Franchisor menyediakan keseluruhan formula bisnis 4. untuk menjamin suksesnya pelaksanaan bisnis, pihak Franchisor juga menyediakan backup service, seperti iklan promosi, dll 5. Franchisor akan mendapatkan royalty dari Franchisee 6. merupakan suatu aktifitas, biasanya juga dalam bentuk jasa pelayanan yang formulanya telah berhasil di praktekkan di tempat lain 7. adanya campur tangan dari pihak Franchisor dalam hal pendirian bisnis pihak Franchisee, akan tetapi bisnis tersebut tetap menjadi milik pihak Franchisee. b. Franchise distribusi produk dan merek dagang Dalam sistem Franchise distribusi produk, yang dilakukan oleh pihak Franchisee pada prinsipnya hanyalah memasarkan suatu produk di lokasi tertentu dengan ijin menggunakan nama dagang pihak Franchisor. Dalam hal ini kedudukan pihak Franchisee mirip dengan kedudukan pihak agen atau distributor. Dalam bentuk ini, Franchisor memperoleh 17

lisensi eksklusif untuk memasarkan produk dari suatu perusahaan tunggal dalam lokasi yang spesifik. Dalam Franchise bentuk ini, Franchisor dapat juga memberikan Franchise wilayah, dimana Franchisee wilayah atau sub-pemilik Franchise membeli hak untuk mengoperasikan atau menjual Franchise di wilayah tertentu. Subpemilik Franchise bertanggungjawab atas beberapa atau seluruh pemasaran Franchise melatih dan membantu Franchisee yang baru dan melakukan pengendalian, dukungan operasi, serta program penagihan royalty, Franchise wilayah memberi kesempatan kepada pemegang Franchise induk untuk mengembangkan rantai usaha lebih cepat daripada biasa. Keahlian manajemen dan resiko finansialnya dibagi bersama oleh Franchisee induk dan sub-pemegangnya. 2.5. Pengertian Prospektus Penawaran Waralaba PP No. 42 tahun 2007 ditetapkan guna mengadakan keseimbangan diantara para pihak dalam kontrak waralaba melalui berbagai prosedur yang wajib dipenuhi oleh pemberi waralaba dan penerima waralaba dalam suatu bisnis waralaba. Prosedur yang wajib dipenuhi oleh para pihak dalam kontrak waralaba dalam ketentuan PP No.42 tahun 2007 dan Permendag No. 31 Tahun 2008 terwaralaba wajib mendaftarkan perjanjian waralaba dan perwaralaba, Prospektus Penawaran Waralaba ini bukan sekedar persyaratatan legal untuk memperoleh STPW (Surat Tanda Pendaftaran Waralaba), dokumen ini harus mampu pula berperan sebagai sarana pendukung upaya pemasaran waralaba, karena harus diserahkan pula kepada calon investor sebelum penandatanganan perjanjian waralaba. 18

Berkenaan dengan prospektus penawaran waralaba ini, pewaralaba (dalam bahasa Hukum disebut pemberi waralaba) juga wajib memberi waktu yang cukup (masih dalam tahap pembahasan juklak atau petunjuk pelaksanaan, diperkirakan minimal sekitar 7 atau 10 hari) bagi calon investor untuk mempelajari prospektus tersebut. 12 PP No. 42 tahun 2007 tentang waralaba, Pasal 7 menyebutkan tentang kewajiban pemberi waralaba yaitu: 1. pemberi waralaba harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada calon penerima waralaba pada saat melakukan penawaran. 2. prospektus penawaran waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit mengenai: a. data identitas pemberi waralaba, yaitu: - foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau - paspor para pemegang saham, komisaris, dan direksi apabila berupa badan usaha. b. legalitas usaha waralaba, yaitu: - izin usaha teknis, seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) - izin tetap usaha pariwisata - surat izin pendirian satuan pendidikan, atau - izin usaha yang berlaku di negara pemberi waralaba c. sejarah kegiatan usahanya, yaitu: - uraian yang mencakup antara lain mengenai pendirian usaha, kegiatan usaha, dan pengembangan usaha 12 www.consultft.com, diakses 29 Desember 2015 19

d. struktur organisasi pemberi waralaba, yaitu: - struktur organisasi usaha pemberi waralaba mulai dari komisaris, pemegang saham, dan direksi sampai ke tingkat operasional termasuk dengan pewaralaba/ Franchisee nya e. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir, yaitu: - laporan keungan atau neraca keuangan perusahaan pemberi waralaba 2 (dua) tahun berturut-turut dihitung mundur dari waktu permohonan prospektus penawaran waralaba f. jumlah tempat usaha, yaitu: - outlet/ gerai usaha waralaba sesuai dengan kabupaten/ kota domisili untuk pemberi waralaba dalam negeri dan sesuai dengan negara domisili outlet/ gerai untuk pemberi waralaba luar negeri g. daftar penerima waralaba, yaitu: - daftar nama dan alamat perusahaan dan/atau perseorangan sebagai penerima waralaba dan perusahaan yang membuat prospektus penawaran waralaba baik yang berdomisili di indonesia maupun di luar negeri h. hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba, yaitu hak yang dimiliki baik oleh pemberi waralaba maupun penerima waralaba, seperti: 1) pemberi waralaba berhak menerima fee atau royaty dari penerima waralaba, dan selanjutnya pemberi waralaba berkewajiban memberikan pembinaan secara berkesinambungan kepada penerima waralaba 20

2) penerima waralaba berhak menggunakan hak kekayaan intelektual atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba, dan selanjutnya penerima waralaba berkewajiban menjaga kode etik/ kerahasiaan HKI atau ciri khas usaha yang diberikan pemberi warlaba Apabila prospektus waralaba yang akan didaftarkan menggunakan bahasa asing, maka wajib untuk diterjemahkan terlebih dahulu kedalam Bahasa Indonesia. Pemberi Waralaba yang berasal dari luar negeri wajib melegalisir prospektus penawaran waralaba oleh Notaris Publik dengan melampirkan surat keterangan dari Atase Perdagangan Republik Indonesia atau Pejabat Perwakilan Republik Indonesia di negara asal Pemberi Waralaba. Prospektus Waralaba tersebut wajb untuk disampaikan oleh Pemberi Waralaba kepada calon Penerima Waralaba pada saat penawaran atau paling lambat 2 (dua) minggu sebelum penandatangan Perjanjian Waralaba (Pasal 7 ayat (1) PP 42 Tahun 2007 jo Pasal 4 ayat (1) Permendag 31 Tahun 2008). 2.6. Pengertian Franchise Disclosure Document Disclosure merupakan suatu kewajiban untuk menyajikan fakta berupa kondisi penjualan, penyajian fakta berupa kondisi penjualan, personalia, maupun keungan dari Franchisor kepada calon Franchisee. Fakta-fakta yang disajikan ini merupakan dokumen yang sifatnya rahasia dan tidak boleh digunakan oleh calon Franchisee untuk kepentingan pribadi, selain untuk mengetahui kondisi usaha dari Franchisor sebelum memutuskan pembelian hak waralaba. Disclosure pada awal pembelian hak waralaba dikenal juga dengan sebutan FOC (Franchise Offering Circular). Dalam praktik 21

selanjutnya, disclosure agreement kadang dilakukan jika Franchisor memberikan suatu informasi baru berkaitan dengan usaha waralaba tersebut kepada para Franchisee nya. 13 Disclosure agreement adalah kesempatan untuk membuka data dan fakta mengenai perusahaan Franchisor yang berkaitan dengan pengambilan keputusan calon Franchisee untuk membeli hak waralaba. Disclosure Document yang juga dikenal dengan sebutan FOC (Franchise Offering Circular), dimana di dalam FOC harus tercantum neraca, dan P&L (Profit&Loss) Statement dalam kurun waktu tiga tahun terakhir yang sudah diaudit oleh kantor akuntan publik. Pemberian FOC oleh Franchisor kepada calon Franchisee bersifat wajib. FOC harus diberikan paling tidak sepuluh hari sebelum calon Franchisee memutuskan untuk membeli atau tidak membeli hak waralaba yang ditawarkan oleh Franchisor. Ketelitian dan disiplin calon Franchisee untuk meminta FOC kepada Franchisor merupakan salah satu faktor yang dapat melindungi calon Franchisee atas resiko investasi yang akan ditanamnya. 14 FOC merupakan Disclosure Document yang diberikan oleh Franchisor kepada kandidat Franchisee yang telah terkualifikasi, sebelum ia memutuskan penandatanganan perjanjian waralaba. FOC berisi fakta-fakta finansial maupun non finansial berkaitan dengan Franchisor dan para Franchisee yang ada saat ini dan yang telah berhenti. Di Amerika Serikat, untuk melindungi investor (calon Franchisee), FOC harus dipelajari oleh calon Franchisee paling tidak selama 10 hari, dalam waktu ini Franchisor tidak diijinkan untuk mempengaruhi dan calon Franchisee belum diijinkan untuk menandatangani perjanjian waralabanya. 15 13 Lukman Hakim, 2008, Info Lengkap WARALABA, Media Pressindo, Yogyakarta, hal. 208 14 Ibid 15 www.smfranchise.com diakses 29 Desember 2015 22

2.7. Pengertian Uniform Franchise Offering Circular (UFOC) Pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1979 mengeluarkan Franchise Disclosure Act yang mewajibkan pihak Franchisor menerbitkan buku prospektus atas jasa dan produk yang di Franchise kan, tujuannya agar pihak Franchisee dapat membaca semua dokumen sebelum mengadakan kontrak dengan Franchisor. 16 Substansi dari Franchise Disclosure Act adalah perlunya transparansi atau keterbukaan dari pihak Franchisor agar tidak ada salah satu pihak yang dirugikan dalam perjanjian waralaba. Sebelum mengikat diri dalam suatu kontrak kerjasama dengan Franchisor, seorang Franchisee harus tahu segala informasi mengenai perusahaan Franchisor, mencakup segala aspek yang dapat mempengaruhi kerjasama tersebut di masa depan. 17 Ketentuan ini kemudian di tuangkan dalam Uniform Franchise Offering Circular (UFOC) yang disahkan oleh International Franchising Association. Ketentuan UFOC ini mensyaratkan suatu derajat keseragaman atas kondisi-kondisi yang harus dipenuhi mengenai kewajiban pemberian penjelasan kegiatan usaha waralaba. Beberapa hal pokok yang disyaratkan dalam format UFOC tersebut adalah: 1. informasi tentang pemberi waralaba dan pendahulunya 2. informasi tentang identitas dan pengalaman bisnis orang-orang yang berafiliasi dengan pemberi waralaba 3. proses pengadilan 4. sejarah kepailitan 5. biaya waralaba awal atau pembayaran awal lainnya 6. biaya lain 7. investasi awal 16 Imam Sjahputra, 2005, Franchising: Konsep dan Kasus, Harvarindo, Jakarta, hal. 5-8 17 Lukman Hakim, 2008, Info Lengkap WARALABA, Media Pressindo, Yogyakarta, hal. 48-49 23

8. kewajiban penerima waralaba untuk membeli atau mengontrak dari sumber yang ditunjukkan 9. kewajiban dari penerima waralaba untuk membeli atau mengontrak 10. pengaturan pendanaan 11. kewajiban pemberi waralaba 12. wilayah atau teritori eksklusif 13. merek dagang, merek jasa, nama dagang, logo tipe, dan simbol komersial 14. paten dan hak cipta 15. kewajiban penerima waralaba untuk ikut serta dalam operasi aktual dan bisnis 16. pembatasan atas barang dan jasa 17. pembaharuan, pembatalan, membeli kembali, modifikasi, serta pengalihan perjanjian dan informasi yang terkait 18. pengaturan dengan tokoh-tokoh terkenal 19. penjualan, laba atau penghasilan aktual, rata-rata atau yang diperkirakan 20. informasi tentang waralaba dan pemberi waralaba 21. laporan keungan 22. kontrak 23. tanda terima dari calon penerima waralaba. 24