BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, JAMINAN, TENTANG JAMINAN FIDUSIA MENURUT UU NO.42 TAHUN 1999 DAN ASURANSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI. yuridis formal diakui sejak berlakunya Undang-undang No. 42 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang mengharuskan setiap negara melakukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM YANG MENYANGKUT JAMINAN FIDUSIA. artinya, apabila jaminan dengan hak tanggungan sebagaimana diterangkan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PENARIKAN OBJEK JAMINAN DEBITUR ATAS JASA PEMBIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

Pembebanan Jaminan Fidusia

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam

PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Deasy Soeikromo 1

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat secara sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku sebagai undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dalam hubungan antara kreditur (pemberi kredit) dengan debitur

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN TEORITIS UNDANG - UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan

BAB II JAMINAN PERSEORANGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT. Pengertian perjanjian diatur dalam Bab II Buku III KUHPerdata (Burgerlijk

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, JAMINAN, TENTANG JAMINAN FIDUSIA MENURUT UU NO.42 TAHUN 1999 DAN ASURANSI A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Dan Syarat Sah Perjanjian Pengertian perjanjian pada umumnya di atur dalam KUHPerdata nanum definisi perjanjian sebagaimana yang telah di rumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lenih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Di dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut rumusannya sangat luas. Oleh karena itu para pakar hukum belum sepakat karena terdapat perbedaan pandangan dari para pakar hukum, yaitu pihak yang satu melihat objeknya dari perbutan yang di lakukan subyek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain meninjau dari sudut hubungan hukum. Hal itu menyebabkan banyak para pakar hukum yang memberikan batasan sendiri mengenai istilah perjanjian tersebut. Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 24 R.Seyawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau 24 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT.Intermas, Jakarta,2001, hlm. 36. 20

21 saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 25 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum di mana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih. 26 Dari pendapat-pendapat di atas, maka pada dasarnya perjajian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dan dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak. 2. Syarat Sahnya Perjanjian Untuk sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengemukakan empat syarat,yaitu : 1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak 2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum 3. Adanya suatu yang hal tertentu 4. Adanya sebab yang halal. Kedua syarat yang pertama disebut syarat subjektif karena kedua syarat Tersebut mengenai subjek perjanjian sedangkan dua syarat terakhir merupakan Syarat objektif karena mengenai objek dari perjanjian. Keempat syarat tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak 25 R.Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya,Bina Cipta, Bandung, 1987, hlm. 49. 26 Sri Sofwan Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1982, hlm. 1.

22 Syarat pertama dari sahnya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan para pihak. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya,karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. 27 Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam. Pernyataan secara diam-diam sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari kita. Misalnya, seorang penumpang yang naik angkutan umum, dengan membayar ongkos angkutan kepada kondektur kemudian pihak kondektur menerima uang tersebut dan berkewajiban mengantar penumpang sampai ke tempat tujuannya dengan aman. Dalam hal ini, telah terjadi perjanjian walaupun tidak dinyatakan secara tegas. Persetujuan tersebut harus bebas, tidak ada paksaan. Kemauan yang bebas sebagai syarat pertama untuk terjadinya perjanjian yang sah. Dianggap perjanjian tersebut tidak sah apabila terjadi karena paksaan, kekhilafan atau penipuan. sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang menyatakan jika didalam perjanjian itu terjadi terdapat kekhilafan, paksaan atau penipuan, maka berarti didalam perjanjian itu terjadi cacat kehendak dan karena itu perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Cacat kehendak artinya bahwa salah satu pihak sebenarnya tidak menghendaki isi perjanjian yang demikian. Seseorang dikatakan telah membuat kontrak secara khilaf manakala dia ketika 27 Salim HS. OP.cit. hal. 33.

23 membuat kontrak terebut dipengaruhi oleh pandangan atau kesan yang ternyata tidak benar. 2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum Menurut Pasal 1329 KUH Perdatakedua belah pihak harus cakap menurut hukum. Kecakapan bertindak adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Dimana perbuatan hukum ialah perbuatan yang menimbulkan akibat hukum. Keempat syarat tersebut haruslah dipenuhi oleh para pihak dan apabila syarat syarat perjanjian tersebut telah terpenuhi, maka menurut Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian terebut mempunyai kekuatan hukum sama dengan kekuatan suatu Undang-undang. 3. Pengertian Jaminan Istilah jaminan berasal dari istilah zekerheid atau cautie merupakan terjemahan bahasa belanda, yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi piutangnya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur menjamin kalau tagihan itu dapat terpenuhi, disamping itu juga memuat pertanggung jawaban debitur. Pada dasarnya harta kekayaan seseorang merupakan jaminan dari hutang-hutangnya. Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mendefenisikan : Segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun tidak bergerak baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada dikemudian hari, menjadi tangungan untuk segala perikatan perseorangannya.

24 Dengan kata lain, penegertian jaminan menurut Pasai 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini bersifat umum, karena semua harta milik debitur menjadi jaminna bersama-sama bagi semua krediturnya. Jadi jaminan adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta kekayaan debitur. 4. Fungsi Jaminan Kewajiban untuk menyerahkan jaminan hutang oleh pihak peminjam dalam rangka peminjam uang sangat terkait dengan kesepakatan di antara pihak-pihak yang melakukan pinjam-meminjam uang. Pada umumnya pihak pemberi pinjaman mensyaratkan adanya jaminan hutang sebelum memberikan pinjaman uang kepada pihak peminjam. Sementara itu, keharusan penyerahan jaminan hutang tersebut sering pula diatur dan disyaratkan oleh peraturan intern pihak pemberi pinjaman dan atau oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku Fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian hutang-piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian dengan mengadakan perjanjian penjaminan melalui lembaga-lembga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia. 28 Fungsi jaminan yang ideal menurut Soebekti adalah jaminan yang antara lain : 29 28 Djuhaendah Hasan, Seri Dasar Hukum Ekonomi4: Hukum Jaminan Indonesia-Lembaga Jaminan, ELIPS, 1998, hlm. 68 29 Soebekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Alumni, Jakarta, 1986, hlm. 29.

25 a. Dapat secara mudah membatu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukannya. b. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) penerima kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya. c. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya debitur. Dari pendapat ahli di atas,dapat simpulkan dari fungsi jaminan adalah sebagai berikut : 1. Memberikan kepastian Hukum bagi kreditur dan debitur.bagi kreditur yaitu kepastian hukum untuk memperileh pengembalian pokok kredit dan bunganya, dan bagi debitur kepastian hukum untuk membayar kembali pokok kredit dan bunga yang telah ditentukan 2. Untuk memberi kemudahan dalam memperoleh kredit bagi debitur dan debitur tidak khawatir dalam mengembangkan usahanya. 3. Memberikan keamanan terhadap suatu perjanjian hutang-piutang yang disepakati bersama. B. Pengertian Dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui sejak berlakunya Undang-Undang No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Sebelum undang-undang ini dibentuk, lembaga ini disebut dengan bermacam-macam nama.zaman Romawi menyebutnya Fiducia

26 cum creditore Asser Van Oven menyebutnya zekerheid=eigendom (hak milik sebagai jaminan), Blom menyebutnya bezitloos zekerheidrecht (hak jaminan tanpa penguasaan),kahrel member nama Verruind Pandbegrip (pengertian gadai yang diperluas). A. veenhooven dalam menyebutnya eigendoms overdracht tot zekergeid (penyerahan hak milik sebagai jaminan ) sebagai singkatan dapat dipergunakan istilah fidusia saja. 30 Fidusia dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah penyerahan hak milik secara kepercayaan. Dalam terminology Belandanya sering disebut dengan istilah lengkapnya berupa Fiduciare Eigendoms Overdracht (FEO), sedangkan dalam bahasa inggrisnya secara lengkap sering disebut istilah Fiduciary Transfer Of Ownership. 31 Dalam pengertian fidusia berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia No. 42 tahun 1999 adalah : pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Berdasarkan pasal tersebut dirumuskan secara umum. Yang belum dihubungkan dan dikaitkan dengan suatu perjanjian pokok jadi belum dikaitkan dengan hutang. Adapun unsure-unsur perumusan fidusia sebagai berikut : 32 a. Unsur secara kepercayaan dari sudut pemberi fidusia : Unsure kepercayaan memang memegang peran yang sangat penting dalam fidusia dalam hal ini juga tampak dari penyebutan unsure 30 Mariam Darus Badrulzaman, Bab Tentang Kredit Verband, Gdai & Fidusia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 90. 31 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 3. 32 J.satrio,Hkum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 160-175.

27 tersebut di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia arti kepercayaan selama ini diberikahan oleh praktek,yaitu : Debitur pemberi jaminan percaya, fbenda fidusia yang diserahkan olehnya tidak akan benarbenar dimiliki oleh kreditur penerima jaminan tetapi hanya sebagai jaminan saja. Debitur pemberi jaminan percaya bahwa kreditur terhadap benda jaminan hanya akan menggunanakan kewenangan yang diperolehnya sekedar untuk melindungi kepentingan sebagai kreditur saja. Debitur pemberi jaminan percaya bahwa hak milik atas benda jaminan akan kembali kepada debitur pemberi jaminan kalau hutan debitur untuk mana diberikan jaminan fidusia dilunasi. b. Unsur kepercayaan dari sudut penerima fidusia c. Unsur tetap dalam penguasaan pemilik benda d. Kesan ke luar tetap beradanya benda jaminan di tangan pemberi fidusia e. Hak mendahului (preferen) f. Sifat accesoir 2. Dasar Hukum Pemberi Fidusia Adapun yang menjadi dasar hukum fidusia sebelum Undang-Undang Jaminan Fidusia dibentuk adalah yurisprudensi arrest HGH tanggal 18 Agustus 1932 tentang perkara B.P.M melawan Clygent. 33 Pengertian jaminan fidusia ini sendiri adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususunya bangunan yang tidak dibebani hak tanggunganb 33 Ibid, hlm. 111.

28 sebagaimana yang dimakasud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak Tanggungan yang tetepa berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan yang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima jaminan fidusia kreditur lainnya. 34 Sebagai suatu perjanjian accesoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki cicri-ciri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 42 tahun 1999 sebagai berikut : 35 a. Memberikan kedudukan yang mendahului kepada kreditur penerima fidusia terhadap kreditur lainnya (Pasal 27 UUJF). Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya. Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada kantor Pendaftaran Fidusia. Hak yang didahulukan yang dimaksud adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atau hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. b. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan ditangan siapapun obyek itu berada droit de suite (Pasal 20 UUF). Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang mengikuti benda yangmenjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada,kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia. 34 Gunawan Widhaya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Bandung, hlm. 168 35 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Refisi dengan UUHT, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, 2001, hlm, 36-37.

29 c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga mengikat pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihakpihak yang berkepentingan ( Pasal 6 dan Pasal 11 UUF). Untuk memenuhi asas spesialitas dalam ketentuan pasal 6 UUF, maka akta jaminan fidusia sekurang-kurangnya memuat : a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia b. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia c. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia d. Nilai penjaminan dan e. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia Asas Publisitas dimaksudkan dalam UUF untuk memberikan kepastian hukum, seperti termuat dalam Pasal 11 UUF yang mewajibkan benda yang dibebani dengan jaminan fidusia didaftarkan pasa Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia, kewajiban ini bahkan tetap berlaku meskipun kebendaan yang dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah Republik Indonesia. 36 Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia dilaksanakan ditempat kedudukan pemberi fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun diluar wilayah Negara Republik Indonesia untuk memenuhui asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia. 37 d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya (Pasal 39 UUF). 36 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Op.Cit, hlm. 139. 37 Ibid

30 Eksekusi jaminan fidusia didasarkan pada sertifikat jaminan fidusia, sertifikat jaminan fidusia ditertibkan dan diserahkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia kepada Penerima jamina fidusia memuat tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran jaminan fidusia, sertifikat jaminan fidusia merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia, memuat catatan tentang hal-hal yang dinyatakanb dalam pendaftaran jaminan fidusia. 38 Dalam hal debitur atau pemberi fidusia cidera janji, pemberi fidusia wajib menyerahkan objek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi. Eksekusi dpat dilaksanakan dengan cara pelaksanaan title eksekutorial oleh penerima fidusia, artinya langsung melaksanakan eksekusi, atai melalui lembaga parate eksekusi penjualan benda objek jaminan fidusia dan kekuasaanya sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan dari hasil penjualan. Dalam hal akan dilakukan penjualan dibawah tangan, harus dilaksanakan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 UUF menyatakan, bahwa : Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas bendsa bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai aguan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Sebagai suatu perjanjian accesoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat-sifat berikut : 39 38 Ibid

31 1. Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok : Jaminan fidusia terikat dengan perjanjian pokok, sehingga jaminan fidusia bersifat accesoir dan mengikuti perjanjian dasar, sehingga batalnya perjanjian dasar secara hukum akan membatalkan perjanjian accesoir yang mengikuti perjanjian dasar tersebut. 2. Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok. 3. Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak terpenuhi. Adapun sifat mendahului ( droit de preference ) dalam jaminan fidusia sama halnya seperti hak agunan kebendaan lainnya seperti gadai yang diatur dalam Pasal 1150 KUH Perdata. Hak tanggungan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.4 TAHUN 1996 tentang Hak Tanggungan, maka jaminan fidusia menganut prinsip droit de preference. Sesuai ketentuan Pasal 28 UUF, prinsip ini berlaku sejak tanggal pendaftaran pada Kantor Pendaftaran Fidusia,. Jadi di sini berlaku adagium first registered first secured 40 Droit de suite jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atasa benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia. Ketentuan ini merupakan pengakuan atas prinsip droit de suite yang telah 40 Ibid, hlm. 124.

32 merupakan bagian peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan (in rem ). 41 Fidusia sebagai jaminan diberikan dalam bentuk perjanjian memberikan pinjaman uang, kreditur mencantumkan dalam perjanjian itu bahwa debitur harus menyerahkan barang-barang tertentu sebagai jaminan pelunasan hutangnya. Sehingga dalam perjanjian fidusia kreditur memperjanjikan kuasa/kewenagan mutlak dalam arti bias ditarik kembali dan tidak akan berakhir atas dasar sebab-sebab sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1813 KUH Perdata untuk dalam hal ini debitur wanprestasi : 42 1. Mengambil sendiri benda fidusia ditangan debitur/pemberi fidusia kalau debitur/pemberi jaminan atas tuntutan dari kreditur tidak secara sukarela menyerahkan benda fidusia kepada kreditur; 2. Menjual benda tersebut sebagai haknay sendiri, baik secara dibawah tangan maupun didepan umum, dengan harga dan syarat-syarat yang dianggap baik oleh lembaga pembiayaan: 3. Dalam hal ada penjualan, menandatangani akta perjanjiannya menerima hasil penjualan tersebut, menyerahkan benda fidusia kepada pembeli dan memberikan tanda penerimanya. Sehingga perikatan yang menimbulkan perjanjian jaminan fidusia mempun yai sifat/kreteria sebgai berikut : 43 41 Ibid, hlm. 125 42 J.Satrio,Op.Cit, hlm. 132 43 Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, hlm. 32-33

33 a. Hubungan perikatan berdasarkan nama kreditur berhak untuk menuntut penyerahan barang jaminan secara constitutum posseorium dari debitur, yang berkewajiban memenuhinya ; b. Isi perikatan itu adalahuntuk memberi sesuatu, karena debitur menyerahkan suatu barang secara constitutum posseorium kepada kreditur; c. Perikatan itu mengikuti suatu perikatan lain yang telah ada, yaitu perikatan pinjam-meminjam antara kreditur dan debitur. Perikatan antara pemberi dan penerima fidusia dengan demikian merupakan perikatan yang sifatnya accesoir, yakni merupakan perikatan yang membuntuti perikatan lainnya sedangkan pokoknya ialah hutang piutang. d. Perikatan fidusia dengan demikian merupakan perikatan dengan syarat batal, karena kalau utangnya dilunasi maka hak jaminannya hapus e. Perikatan fidusia itu gterjadi karena perjanjian pemberian fidusia sebagai jaminan sehingga dapat dikatakan bahwa sumber perikatannya adalah perjanjian, yakni perjanjian fidusia f. Perjanjian itu merupakan perjanjian yang tidak dikenal oleh KUH Perdata, oleh Karena itu ia disebut juga perjanjian tidak bernama innominat atau onbenoemde overeenkomst

34 g. Perjanjian tersebut tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan umum tentan perikatan yang terdapat dalam KUH Perdata. 3. Objek Jaminan Fidusia Berbicara mengenai objek fidusia tidak bias lepas dari pasal 504 KUHPerdata yang mengadakan pembagian benda menjadi 2 (dua) kelompok besar yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Pembagian tersebut didalam hukum jaminan dijabarkan kedalam beberapa lembaga jaminan yaitu : a. Lembaga Jaminan gadai ( pasal 1150-1161 BW ) lembaga Hipotik (Pasal 314 ayat (3), pasal 315, pasal 315 a, pasal 315 b, pasal 315 c, pasal 315 d, pasal 315 e, dan pasal 316 KUHD ) b. Lembaga hak Tanggungan ( UU No.4 tahun 1960) c. Lembaga Jaminan Fidusia ( UU No.42 tahun 1999) Pada mulanya objek jaminan fidusia hanyalah benda bergerak. Hal ini dapat dipahami, karena jaminan fidusia merupakan penerobosan terhadap jaminan gadai, khususnya tentang adanya keharusan benda objek gadai berada ditangan penerima gadai. Dalam perkembangannya da juga untuk memnuhi kebutuhan lalu lintas ekonomi maka lembaga ini diperluas, yakni meliputi benda tetap yang tidak dibebani dengan Hak Tanggungan. Berikutnya Undangundang Nomor 4 tahun 1999 tentang fidusia, khususnya pasal 1 ayat 4 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan benda adalah : segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat di bebani hak tanggungan atau hipotik

35 Jadi benda yang dapat menjadi objek fidusia terdapat didalam ketentuan pasal 1 ayat (4),pasal 9, pasal 10, dan pasal 20 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999. Benda-benda yang menjadi objek fidusia tersebut adalah sebagai berikut : a. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum b. Dapat atas benda berwujud c. Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang d. Benda bergerak e. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan Hak Tanggungan f. Benda tidak bergerak tang tidak dapat diikat dengan hipotik g. Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri h. Dapat atau satu satuan atau jenis benda i. Dapat juga atas lebih satu jenis atau satuan benda j. Termasuk juga hasik klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia k. Benda persediaan (inventory, stock perdagangan ) dapat juga menjadi objek jaminan fidusia. Sebelum berlakunya UU No. 42 Tahun 1999 tersebut benda yang menjadi objek fidusia umumnya merupakan benda-benda bergerak yang terdiri dari benda inventory. Benda dagangan,piutang,peralatan mesin dan kendaraan

36 bermotor. Namun sejak berlakunya UU No 42 Tahun 1999, pengertia jaminan fidusia diperluas sehingga yang menjadi objek jaminan fidusia mencakup benda-benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud serta benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan menurut UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Benda yang menjadi obyek jaminan fidusia adalah benda yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya, baik benda itu berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan atau hipotik. 4. Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia menganut prinsip pendaftaran jaminan fidusia, sekalipun dalam Pasal 11 Undang-Undang Jaminan fidusia disebutkan bahwa yang didaftar tersebut adalah: Benda yang dibebani jaminan fidusia akan tetapi harus diartikan jaminan tersebut yang didaftarkan Tujuan pendaftran dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas dengan maksud masyarakat dapat mengakses informasi dan mengetahui adanya dan keadaan benda yang merupakan objek fidusia juga untuk memberikan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani dengan jaminan fidusia, hal ini mencegah terjadinya fidusia ulang sebagaimana

37 yang dilarang oleh Pasal 17 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. 44 Adapun pendaftaran benda yang dibebani dengan Jaminan fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan Pemberi Fidusia dan pendafarannya mencakup benda, baik yang berada didalam maupun diluar wilayah Negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus menjamin kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia. Pendafaran Jaminan Fidusia dilakukan pada kantor Pendaftaran Fidusia. Berkaitan dengan pernyataan mengenai objek jaminan fidusia yang didaftarkan khusus mengenai hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, undang-undang mengaturnya dalam Pasal 10 Undang-Undang Fidusia disebutkan, bahwa : jaminan fidusia meliputi semua hasil dari benda jaminan fidusia tersebut dan juga klaim asuransi kecuali diperjanjikan lain Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia harus disebut dengan jelas dalam akta jaminan fidusia, baik identifikasi benda tersebut maupun penjelasan surat bukti kepemilikannya dan bagi benda inventory yang selalu berubah-ubah dan atau tetap harus dijelaskn]an jenis benda dan kualitasnya. Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Pembebanan jaminan atas 44 Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm. 5.

38 benda atau piutang yang diperoleh kemudian tidak perlu dilakukan dengan perjanjian tersendiri. C. Asuransi Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian 1. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi Istilah asuransi atau pertangungan merupakan terjemahan dari bahasa belanda, yaitu dari kata verzekering. Asuransi adalah jaminan atau perdagangan yang diberikan oleh penanggung ( misalnya kantor asuransi) kepada yang tertanggung untuk resiko kerugian sebagaimana yang ditetapkan dalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran,kecurian,kerusakan dan sebagainya ataupun mengenai kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap-tiap bulan. 45 Usaha yang berkenaan dengan asuransi ada 2(dua) jenis, yaitu : a. Usaha dibidang kegiatan asuransi disebut usaha asuransi (insurance business). Perusahaan yang menjalankan usaha asuransi disebut perusahaan asuransi (insurance company). b. Usaha dibidang kegiatan penunjang usaha perasuransian disebut usaha penunjang usaha asuransi (complementary insurance business). 45 Muhammad Abdulkadir, Hukum Asuransi Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 8

39 Definisi asuransi menurut Pasal 246 Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Republik Indonesia : Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkinakan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. yaitu : Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung 4 unsur, a. Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penaggung, sekaligus atau secara berangsurangsur. b. Pihak penanggung (insure) yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan) kerpada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsure tak tertentu. c. Suatu peristiwa (accident) yang tak tertentu (tidak diketahui sebelumnya) d. Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tak tertentu Rumusan yang diberikan oleh Pasal 246 KUHD di atas adalah pengertian asuransi secara umum. Pasal 246 KUHD ini belum memberikan pengertian yang lengkap, karena lebih menekankan pada asuransi kerugian saja.

40 Dalam Undang-Undang No.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian diberikan suatu definisi yang lebih lengkap, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 yaitu: Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada penanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung, karena kerugian,kerusakan atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atau meninggalkan atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Pada hakikatnya, semua asuransi bertujuan untuk menciptakan suatu kesaiapansiagaan dalam menghadapi berbagai resiko yang mengancam kehidupan manusia, terutama resiko terhadap kehilangan atau kerugian yan membuat orang secara sungguh-sungguh memikirkan cara-cara yang paling aman untuk mengatasinya. 46 Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Polis asuransi adalah surat yang mengatur segala hak dan kewajiban masing-masing pihak (tertanggung dan penanggung). 47 Fungsi polis adalah sebagai alat bukti bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung. Sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandun kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi, sehingga mempersulit 46 Mehr & Cammack-A, Hasyimi, Dasar-Dasar Asuransi, Balai Aksara, Jakarta, 1981, hlm. 13. 47 Sri Rejeki Hartono, Asuransi dan Hukum Asuransi di Indonesia, IKIP Semarang Press, Semarang, 1985, hlm. 20.

41 tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi. 2. Premi Asuransi dalam suatu asuransi premi merupakan salah satu syarat utama dalam pelaksanaan kegiatan asuransi dan juga merupakan kewajiban tertanggung yang harus dibayarkan kepada pihak asuransi. Dengan membayar premi asuransi maka terciptalah hubungan antara tertanggung dan penanggung (pihak asuransi). Premi adalah salah satu unsure penting dalam asuransi karena merupakan kewajiban utama yang wajib dipenuhi oleh tertanggung kepada penanggung, karena asuransi dapat berjanlan atau resiko dapat dialihkan oleh tertanggung kepada penanggung apabila tertanggung telah membayar premi kepada penanggung/ perusahaan asuransi tersebut. Menurut Djojosoedarso (2003), permi adalah pembayaran dari tertanggung kepada penanggung, sebagi jasa atau pengalihan resiko kepada penanggung. Dengan demikian premi asuransi merupakan : 48 a. Imbalan jasa atau jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung untuk mengganti kerugian yang mungkin diderita oleh tertanggung. b. Imbalan jasa atas jaminan perlindungan yang diberikan oleh penanggungkepada tertanggung dengan menyediakan sejumlah uang (benefit) terhadap resiko hari tua atau kematian. 48 Wirjono Projodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, PT Intermasa, Jakarta, Lentera, 1986, hlm. 67.

42 kriteria premi asuransi sebagai berikut : a. Dalam bentuk sejumlah uang b. Dibayar lebih dahulu oleh tertanggung c. Sebagai imblan pengalihan resiko d. Dihitung berdasarkan presentase terhadap nilai resiko yang dialihkan 3. Manfaat Asuransi Beberapa manfaat asuransi bagi pemegang polis antara lain (djojosoedarso, 2003) : a. Memberi rasa aman b. Melindungi keluarga dari perpecahan c. Menghilangkan ketergantungan d. Menjamin kehidupan wanita karier e. Kontribusi terhadap pendidikan f. Kontribusi terhadap lembaga-lembaga social g. Memberikan manfaat untuk pemupukan kekayaan h. Simulasi menabung i. Menyediakan dana yang dibutuhkan untuk investasi Sebagai suatu perjanjian, asuransi mempunyai beberapa sifat, yaitu : 1. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian timbal balik (Wederkerige overeenkomst). Hal itu disebabkan, dalam perjanjian asuransi masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang saling berhadapan.

43 2. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian bersyarat. (Voorwaardelike overeenkomst), karena kewajiban penanggung untuk memberikan penggantian kepada tertanggung digantungkan kepada terjadinya peristiwa yang diperjanjikan. Apabila peristiwa dimaksud tidak terjadi, kewajiban penanggung pun tidak timbul. Sebaliknya, jika peristiwa terjadi tetapi tidak sesuai dengan yang disebut dalam perjanjian, penanggung juga tidak diwajibkan untuk memberikan penggantian. 3. Asuransi merupakan perjanjianm untuk mengalihkan dan membagi resiko. 4. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian konsensual (Pasal 257 KUHD).Yang dimaksud dengan perjanjian konsensual adalah suatu perjanjian yang telah terbentuk dengan adanya kata sepakat di antara pihak. 5. Asuransin pada dasarnya hanya merupakan suatu perjanjian penggantian kerugian. Berarti bahwa penanggung mengikatkan diri untuk memberikan ganti kerugian kepada tertanggung yang seimbang dengan kerugian yang diderita tertanggung bersangkutan (prinsip indemnitas). 6. Asuransi mempunyai sifat kepercayaan yang khusus. Saling percaya mempercayai di antara pihak pemegang peranan yang besar untuk diadakannya perjanjian tersebut. 7. Dalam asuransi terdapat unsur peristiwa yang belum pasti terjadi (onzeker voorval), oleh pasal 1774 KUHPerdata, asuransi dikelompokan sebagai perjanjian untung-untungan (kancovereenkomst). Sebagaimana yang telah dirumuskan, yaitu :

44 Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Dalam perjanjian untung-untungan, perikatan yang terjadi adalah murni dan tidak bersyarat (menangguhkan), hanya kewajiban untuk melakukan prestasi bergantung pada kejadian yang belum tentu. 49 49 Herlien Budiono II, Ajaran Umum Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2009, hlm.