JAKARTA, 03 JUNI

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh: Basrief Arief JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KESIAPAN KEJAKSAAN DALAM PENANGANAN PELANGGARAN PIDANA PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN OLEH : BASRIEF ARIEF 2

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 9 April 2009, bangsa Indonesia telah. menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih Anggota

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pengawasan Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembar

BAWASLU (TUGAS, WEWENANG DAN KEWAJIBAN) Institusi Penyelenggaraan Pemilu KPU DKPP KESIAPAN BAWASLU DALAM PENGAWASAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Institusi Penyelenggaraan Pemilu

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

2 Mengingat : Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambaha

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEI{GADILAI{ TIIYGGI MEDAN JL. PENGADILANNO. l0 TELP: F-AX. :

POLA PENEGAKAN HUKUM PEMILU Oleh: Arief Budiman Ketua KPU RI Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, 12 Desember 2017

BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

SOP Sentra Gakkumdu dan Tantangannya. Purnomo S. Pringgodigdo

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA

NOTA KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh : Dr. Muhammad, S.IP., M.Si. (Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum)

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. jadwal yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELESAIAN PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kata Pengantar. Surabaya, 09 Mei Purnomo S. Pringgodigdo, SH., MH.

BAB III BAWASLU DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILU. A. Kewenangan Bawaslu dalam Menyelesaikan Sengketa Pemilu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAL JAKSA PENGACARA NEGARA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 124, Pasal 128, dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Ba

Transkripsi:

KESIAPAN KEJAKSAAN DALAM PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA PILPRES TAHUN 2014 Oleh: Basrief Arief JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Disampaikan Pada Acara Rapat Koordinasi Nasional Dalam Rangka Pemantapan Pelaksanaan Pemilu Presiden Tahun 2014 Yang Diselenggarakan Oleh Kementrian Dalam Negeri JAKARTA, 03 JUNI 2014 1

PENDAHULUAN Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan secara demokratis dan beradab melalui partisipasi rakyat seluas-luasnya berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Kejaksaan dalam posisi membantu pemerintah untuk mensukseskan Pemilu Presiden tahun 2014 bersama komponen bangsa lain untuk mengatasi setiap permasalahan yang terjadi pada pemilu 2014. Hal tersebut telah dilakukan pada saat pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD yang sudah diselenggarakan dimana Kejaksaan menangani 137 perkara tindak pidana pemilu. Begitupun dengan PILPRES tahun 2014, Kejaksaan telah siap untuk bersanding bersama komponen bangsa lain guna mengawal dan mensukseskan Pilpres 2014 Peran Kejaksaan sebenarnya tidak hanya terbatas pada penanganan perkara tindak pidana pemilu semata melainkan juga dalam perkara perselisihan hasil pemilu yang ditangani oleh bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, juga tidak kalah penting adalah peran intelijen Kejaksaan untuk melakukan deteksi dini terhadap setiap ancaman, gangguan dan hambatan yang terjadi selama proses pemilu berlangsung. 2

HUKUM ACARA DAN TINDAK PIDANA PEMILU PILPRES Persoalan gugatan di Mahkamah Konstitusi terhadap Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tidak ada yang mempersoalkan baik hukum acara pelanggaran pidana Pilpres maupun jenis pelanggaran pidana pemilunya. Pasal 195 Undang-undang nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden berbunyi Pelanggaran pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam Undang-Undang ini yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Ada 58 pasal yang mengatur pelanggaran pidana pilpres yang diatur mulai dari pasal 202 sampai dengan pasal 259 Undang-undang nomor 42 tahun 2008 tentang pemilihan Presiden dan wakil presiden. 3

Beberapa Bentuk Pelanggaran Tindak Pidana Pilpres Pasal 202 : Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Pasal 203 : Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Pasal 204 : Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran Pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden menurut Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Pasal 205: Setiap anggota KPU yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu dalam melaksanakan verifikasi kebenaran dan kelengkapan administrasi Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). 4

SUBJEK HUKUM TINDAK PIDANA PEMILU Berdasarkan delik pelanggaran tindak pidana pemilu diatas maka yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana pemilu terbagi dalam beberapa kategori yaitu : Kategori pertama adalah penyelenggara Pemilu yang terdiri dari anggota KPU, anggota KPU provinsi, anggota KPU Kabupaten/kota, anggota Bawaslu, anggota panwaslu provinsi, anggota panwaslu kabupaten/kota, anggota panwas Kecamatan dan petugas pelaksana lapangan lainnya. Kategori kedua adalah peserta pemilu yang terdiri dari calon Presiden dan Wakil Presiden Kategori ketiga adalah pejabat tertentu yang dalam hal ini dapat berarti Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pengurus BUMN/BUMD, Gubernur/Pimpinan Bank Indonesia, Perangkat Desa dan Badan lainnya yang anggarannya bersumber dari keuangan negara. Kategori keempat adalah masyarakat pemilih yang terdiri dari pelaksana survei/hitungan cepat, umum/setiap orang. Kategori kelima adalah profesi yang terdiri dari media cetak/elektronik, pelaksana pengadaan barang dan distributor 5

BEBERAPA KARAKTERISTISK TINDAK PIDANA PILPRES Bersifat kumulatif yaitu pidana penjara/kurungan dan denda Mengenal hukuman minimal baik pidana penjara/kurungan maupun denda, ini berbeda dengan undang-undang Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Mengenal daluarsa perkara terhadap pelanggaran yang berakibat pada perolehan hasil suara. 6

Penyelesaian pelanggaran pemilu presiden dan wakil presiden Penyelesaian pelanggaran pemilu presiden dan wakil presiden Menurut UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam pasal 190 yang intinya adalah : Pelanggaran diselesaikan melalui Bawaslu/Panwaslu sebagai lembaga yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap setiap tahapan pelaksanaan pemilu. Dalam proses pengawasan tersebut, Bawaslu dapat menerima laporan, melakukan kajian atas laporan dan temuan adanya dugaan pelanggaran, dan meneruskan temuan dan laporan dimaksud kepada institusi yang berwenang. Selain berdasarkan temuan Bawaslu, pelanggaran dapat dilaporkan oleh anggota masyarakat yang mempunyai hak pilih, pemantau pemilu dan peserta pemilu kepada Bawaslu, Panwaslu Propinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota paling lambat 3 hari sejak terjadinya pelanggaran pemilu. Bawaslu memiliki waktu selama 3 hari untuk melakukan kajian atas laporan atau temuan terjadinya pelanggaran dan dapat diperpanjang selama 5 hari apabila dianggap perlu. Berdasarkan kajian tersebut, Bawaslu dapat mengambil kesimpulan apakah temuan dan laporan merupakan tindak pelanggaran pemilu atau bukan. Dalam hal laporan atau temuan tersebut dianggap sebagai pelanggaran, maka Bawaslu membedakannya menjadi: Pelanggaran pemilu yang bersifat administratif diteruskan kepada KPU, KPU propinsi dan KPU kabupaten/kota Pelanggaran yang mengandung unsur pidana kemudian meneruskannya kepada instansi penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia 7

SENTRA GAKUMDU UU nomor 42 tahun 2008 tidak mengatur mengenai Sentra Penegakan Hukum Terpadu (GAKUMDU) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dimana Sentra Penegakan Hukum Terpadu (GAKUMDU) merupakan forum bersama antara Pengawas Pemilu, Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia, dimana mempunyai fungsi dan tanggung jawab yaitu; Sebagai forum koordinasi antar pihak dalam proses tindak pidana Pemilu; Pelaksanaan pola pelanggaran pidana Pemilu; Sebagai pusat data dan informasi tentang pelanggaran pidana Pemilu; Pertukaran data dan/atau informasi; Peningkatan kompetensi dalam penanganan dugaan pelanggaran pidana Pemilu; Pelaksanaan monitoring dan evaluasi tindak lanjut penanganan pelanggaran pidana Pemilu. 8

HUKUM ACARA TINDAK PIDANA PEMILU SYARAT FORMIL Walaupun tidak di dalam UU Pilpres, tidak diatur mengenai Sentra Gakumdu namun dalam Nota Kesepakatan Bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum RI, Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI Nomor Kep- 005/A/JA/01/2013 juga diatur Sentra Penegakan Hukum Terpadu tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dalam prakteknya Gakumdu akan menyelesaikan persoalan-persoalan yang bersifat mendesak terkait indikasi pelanggaran pidana pemilu dengan pemahaman yang sama terhadap peristiwa atau laporan indikasi terjadinya tindak pidana pemilu mengingat limitasi waktu yang sempit. Di dalam pengalaman pemilu legislatif sebelumnya koordinasi ini sangat penting dan menyelesaikan berbagai permasalahan dan kebuntuan dalam menangani setiap laporan dugaan terjadinya pelanggaran pidana pemilu. Yang perlu diperhatikan dan dicermati adalah hukum acara tindak pidana pemilu harus dipatuhi oleh semua pihak karena merupakan syarat formil yang harus dipenuhi dalam suatu pemeriksaan atau pemberkasan. Sehingga apabila syarat formil mengenai batas waktu penanganan terlewati maka dapat dianggap daluwarsa dan cacat formil yang akan rentan digugat keabsahannya. 9

HUKUM ACARA TINDAK PIDANA PEMILU Penanganan Pelanggaran pidana pemilu presiden dan wakil presiden adalah sebagai berikut : diproses melalui pengadilan dalam yuridiksi peradilan umum yang ditangani oleh hakim khusus. Pengaturan lebih jauh mengenai hakim khusus tersebut akan diatur melalui Peraturan MA. Kecuali yang diatur secara berbeda dalam UU Pemilu, maka hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana pemilu menggunakan KUHAP sebagai pedoman beracara. Dalam jangka waktu 14 hari setelah laporan dari Bawaslu, penyidik harus menyampaikan hasil penyidikan beserta berkas perkara kepada penuntut umum (PU). Jika hasil penyidikan dianggap belum lengkap, maka dalam waktu paling lama 3 hari Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik Kepolisian disertai dengan petunjuk untuk melengkapi berkas bersangkutan. Perbaikan berkas oleh penyidik maksimal 3 hari untuk kemudian dikembalikan kepada PU. Maksimal 5 hari sejak berkas diterima, Penuntut Umum melimpahkan berkas perkara kepada pengadilan. Tujuh hari sejak berkas perkara diterima Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana pemilu. Kepada pihak yang tidak menerima putusan PN tersebut memiliki kesempatan banding ke Pengadilan Tinggi. 10

HUKUM ACARA TINDAK PIDANA PEMILU Permohonan banding terhadap putusan tersebut diajukan paling lama 3 hari setelah putusan dibacakan. PN melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada PT paling lama 3 hari sejak permohonan banding diterima. PT memiliki kesempatan untuk memeriksa dan memutus permohonan banding sebagaimana dimaksud paling lama 7 hari setelah permohonan banding diterima. Putusan banding tersebut merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat sehingga tidak dapat diajukan upaya hukum lain. Tiga hari setelah putusan pengadilan dibacakan, PN/PT harus telah menyampaikan putusan tersebut kepada PU. Putusan sebagaimana dimaksud harus dilaksanakan paling lambat 3 hari setelah putusan diterima jaksa. Jika perkara pelanggaran pidana pemilu menurut UU Pemilu dipandang dapat mempengaruhi perolehan suara peserta pemilu maka putusan pengadilan atas perkara tersebut harus sudah selesai paling lama 5 hari sebelum KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional. Khusus terhadap putusan yang berpengaruh terhadap perolehan suara ini, KPU, KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan peserta harus sudah menerima salinan putusan pengadilan pada hari putusan dibacakan. 11

Peran Kejaksaan Dalam Pemilu 2014 Kerjasama dengan Instansi lain Nota kesepakatan bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum RI, Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI nomor Kep-005/A/JA/01/2013 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Nota Kesepahaman bersama Nomor Kep- 107/A/JA/07/2013 tanggal 22 Juli 2013 dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk pemanfaatan sarana Video Conference di 31 Kantor Kejaksaan Tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia guna penyelesaian dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu 12

Peran Kejaksaan Dalam Pemilu 2014 UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN Telah diterbitkan buku Pedoman Penanganan Tindak Pidana Pemilu berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor :SE-012/A/JA/04/2013 tanggal 26 April 2013 Pengarahan Jaksa Agung Republik Indonesia melalui media Teleconference tanggal 27 Juni 2013 terkait Pemilu 2014 Instruksi Jaksa Agung nomor 11/Insja/JA/11/2013 tentang Hasil Pelaksanaan Rapat Kerja Kejaksaan RI tahun 2013 yang mengamanatkan kenetralan pegawai Kejaksaan dalam pemilu 2014 dan ikut berperan aktif dalam mensukseskan pemilu 2014 Peran Intelijen diarahkan untuk melaksanakan dan berperan aktif mensukseskan Instruksi Presiden (Inpres) no.2 tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri, hal ini telah ditekankan dalam surat nomor :B-85/E/EJP/03/2013 tanggal 21 Maret 2013 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2013 yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia 13

Sistem Penanganan Pemilu 2014 Untuk Jaksa Pemilu tidak ada Jaksa khusus yang menangani berdasarkan penunjukan dari Jaksa Agung RI, penunjukannya diserahkan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi, hal ini telah kami tegaskan dalam Surat Edaran JAMPIDUM nomor :B-1086/E/Ejp/04/2013 tanggal 12 April 2013 Batas waktu yang singkat dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan tindak pidana pemilu maka dilakukan koordinasi yang efektif dengan penyidik, pengadilan maupun Panwaslu/Bawaslu setempat. Putusan banding adalah putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum kasasi maupun peninjauan kembali SOP penanganan pemilu berpedoman pada prosedur Gakumdu sesuai surat nomor :B-1086/ E/EJP/04/2013 tanggal 12 April 2013. Penuntutan tetap berpedoman pada Surat Edaran Jaksa Agung nomor SE-013/A/JA/12/2011 tentang pedoman Tuntutan Pidana perkara tindak Pidana umum dan terhadap perkara yang menarik perhatian masyarakat tetap berlaku PK Ting sesuai dengan surat JAMPIDUM nomor B-16/ E/Ejp/03/2002 tanggal 11 Maret 2002. Pengalaman dalam menangani perkara tindak pidana pemilu legislatif pada penyelenggaraan pemilu sebelumnya, permasalahan yang timbul ada yang dikoordinasikan secara nasional, yaitu penegak hukum ditingkat pusat dan Bawaslu namun ada permasalahan ditingkat daerah baik propinsi maupun kabupaten melalui panwaslu/penegak hukum setempat dengan koordinasi yang efektif. 14

Kesiapan Jaksa/Penuntut Umum Perkara Pemilu Diklat tindak pidana pemilu yang melibatkan para Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) dan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) seluruh Indonesia. Telah ditunjuk Jaksa Pemilu oleh Kepala Kejaksaan Tinggi untuk Jaksa yang menangani perkara tindak pidana pemilu di tingkat Kejati maupun Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia. 15

Peran bidang Datun dan Intelijen Untuk bidang datun, Kejaksaan menangani perkara mewakili pemerintah/kpu untuk perselisihan hasil pemilu yang biasanya terjadi antara KPU versus Peserta Pemilu. Kemudian peran intelijen Kejaksaan dalam mensukseskan pemilu 2014 melalui upaya : Pertama, pembentukan posko pemantau Pemilu tahun 2014 sesuai surat JAM Intelijen Nomor : B-019/D/Dsp.1/01/2014 Tanggal 10 Januari 2014. Pembentukan ini tidak hanya di tingkat pusat Kejaksaan Agung RI, tetapi juga sampai ke Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri. Kedua, Intelijen Kejaksaan diminta untuk memberikan informasi dan data yang akurat kepada pimpinan. Informasi dan data akurat ini dibutuhkan untuk menentukan langkah-langkah kebijakan penegakan hukum di bidang Pemilu. Ketiga, Intelijen kejaksaan diwajibkan untuk dapat mendeteksi dan mengidentifikasikan kerawanan dan potensi-potensi gangguan keamanan dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu. Keempat, intelijen Kejaksaan memberikan dukungan terhadap bidang PIDUM dalam penyelesaian pelanggaran tindak pidana Pemilu dan bidang DATUN dalam penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara dan perselisihan hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi. 16

PENUTUP Hukum acara dalam penanganan pelanggaran pidana pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 memiliki keterbatasan waktu. Untuk itu dibutuhkan ketaatan terutama dari Bawaslu/Panwaslu maupun Penyidik dan Penuntut Umum serta Hakim untuk memperhatikan syarat formil tersebut karena menyangkut keabsahan dari proses pemeriksaan yang dapat mengakibatkan cacat formil dan daluarsa. Sedangkan untuk kategori tindak pidana pemilu hanya terkategori menjadi pelanggaran pemilu, berbeda dengan pemilu legislatif yang mengkategorisasikan menjadi pelanggaran dan kejahatan. Tidak bisa dipungkiri bahwa pemilu yang merupakan hajatan politik dalam pelaksanaan penegakan hukum dimungkinkan akan terjadi intervensi politik dalam menegakan hukum tindak pidana pemilu. Untuk itu Kejaksaan dalam posisi netral dan kepada Jaksa diperintahkan untuk bertindak profesional serta menjaga integritas dalam menangani perkara pelanggaran pidana pemilu. Harapan terbesar dari penegakan hukum pelanggaran pidana pemilu yang adil, transparan dan menjamin kepastian hukum adalah terciptanya iklim kondusif yang akan membawa bangsa dan negara memiliki pemimpin yang amanah dan sanggup membuat masyarakat makmur dan sejahtera. Kejaksaan ingin menjadi salah satu kontributor untuk mewujudkan cita mulia tersebut. Amin.. 17

SEKIAN DAN TERIMAKASIH 18