PERILAKU BERKESENIAN : KAJIAN DALAM ANALISIS GENDER

dokumen-dokumen yang mirip
BIAS GENDER KOREOGRAFER WANITA DALAM KARYA TARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

1Konsep dan Teori Gender

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

BAB 6 PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin banyak, hal ini disebabkan karena faktor urbanisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. 2000, p.11

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

2. TUJUAN DAN SASARAN

ABSTRAK. Kata kunci : bargaining position, vasektomi.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gender dengan kata seks atau jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Misalnya

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

FENOMENA TAMAN PENITIPAN ANAK BAGI PEREMPUAN YANG BEKERJA. Nur Ita Kusumastuti K Pendidikan Sosiologi Antropologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya.

BAHAN USBN AKORD. = 2 1 ½ m = 1 ½ 2 dim = 1 ½ - 1 ½ M 7 = 2 1 ½ - 2 m 7 = 1 ½ 2-1 ½ 7 = 2 1 ½ - 1 ½ Sus 4 = = 2 ½ - 1 Sus 2 = = 1 2 ½

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian di lapangan, masih memiliki keinginan untuk membina rumah-tangga dan

ALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012)

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender

PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEMBAGIAN PERAN GENDER DALAM KELUARGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. istri, dengan atau tanpa anak. Sedangkan menurut Sumner dan Keller

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB I PENDAHULUAN. Saat menciptakan manusia awalnya Tuhan menciptakan laki-laki, kemudian

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi dari pekerja perempuan di Indonesia untuk setiap tahun semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

I. PENDAHULUAN. dalam keluarga dibanding pria. Wanita di mana-mana mencurahkan tenaganya

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya jaman dan arus globalisasi membuat tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. pekerja atau buruh. Oleh karena itu seorang tenaga kerja sebagai subyek

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan informasi pada era globalisasi pada zaman ini sangat begitu

Oleh: M. Hamid Anwar, M. Phil

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

Wujud Garapan Anda Bhuwana Kiriman I Kadek Alit Suparta, Mahasiswa PS Seni Karawitan, ISI Denpasar. Instrumentasi dan Fungsi Instrumen

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Kegiatan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemimpin merupakan suatu hal yang penting dalam suatu kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Seni Musik Sumber: KTSP 2006

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik. Berbagai jenis pekerjaan dijalani untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

PEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL S K R I P S I

Transkripsi:

PERILAKU BERKESENIAN : KAJIAN DALAM ANALISIS GENDER Udi Utomo Abstrak Pendahuluan Peran laki-laki dan perempuan dapat dibedakan dengan menggunakan dua pendekatan, yakni pendekatan nature (alami) dan pendekatan nurture (budaya). Dalam berbagai konteks budaya perbedaan secara alami (biologis) seringkali mendasari diferensiasi peran (division of labor) yang ada, akibatnya sering terjadi ketidakseimbangan peran antara laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa kasus, ketidakseimbangan tersebut memunculkan adanya dominasi laki-laki atas perempuan. Sedangkan secara nurture (gender) perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam suatu masyarakat terkait dengan berbagai pandangan serta nilai-nilai budaya masyarakat yang ada. Fakta tersebut dalam konteks kesenian tercermin melalui berbagai wujud karya seni, penokohan, proses pengajaran, proses pertunjukan, karir, dan pelabelan instrumen musik dan lain-lain. Kata kunci : Perilaku, kesenian, gender. Perbedaan antara laki-laki dengan perempuan dapat dipahami melalui dua pendekatan, yakni pendekatan nature (alami) dan pendekatan nurture (budaya). Dalam teori nature perbedaan antara keduanya didasarkan atas perbedaan jenis kelamin (sex) yang dalam hal ini mengandung pengertian sebagai penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin berdasarkan aspek biologis yang secara permanen tidak mengalami perubahan atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan (kodrat). Sedangkan dalam teori nurture perbedaan lebih dikaitkan dengan diferensiasi peran (division of labor) antara laki-laki dan perempuan berdasarkan faktor budaya, yang dalam hal ini dikenal dengan istilah gender. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara alami (biologis) dalam berbagai konteks budaya seringkali mendasari diferensiasi peran (division of labor) yang ada. Akibatnya terjadilah ketidakseimbangan peran antara laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa kasus, ketidakseimbangan tersebut memunculkan adanya dominasi laki-laki atas perempuan. Penulis adalah dosen dan Magister Ilmu-Ilmu Sosial pada Jurusan Pendidikan Sendratasik FBS Universitas Negeri Semarang

Laki-laki dengan cirri-ciri biologisnya serta sifat-sifatnya senantiasa diidentikkan dengan orientasi instrumental, yakni aktif, penonjolan diri, pelindung, dan pemimpin. Sedangkan wanita dengan ciri-ciri biologisnya diidentikkan dengan sifat feminine yang berkaitan dengan orientasi emosional seperti pasif, berkorban untuk keperluan orang lain, tergantung, pemberi cinta, dan pengasuh. Dari perbedaan pandangan itu pula akhirnya tercipta celah penyekat yang memisahkan antara peran perempuan yang mendominasi wilayah domestik, dengan peran laki-laki yang mendominasi wilayah publik. Sebagai bukti di kalangan masyarakat Barat saja sejak awal abad ke-20, perbedaan tersebut telah mempengaruhi berbagai kebijakan sosial dan politik. Antara lain seperti perbedaan kesempatan untuk mendapatkan kesempatan pendidikan serta perbedaan dalam memberikan suara pada pemilihan umum. Kuatnya pengaruh budaya patriarki yang membedakan antara kekuasaan lakilaki dengan perempuan yang didasarkan pada peran gender tradisional dalam berbagi konteks budaya masih tetap melingkupi berbagai aspek kehidupan yang ada. Sebagai contoh dalam masyarakat kita meskipun gerakan emansipasi telah mampu menjadi lokomotif penggerak masuknya peran perempuan ke berbagai sektor publik (pendidikan, ekonomi, industri dan lain-lain) namun, kenyataan yang ada masih memperlihatkan bahwa di antara mereka banyak yang hanya terlibat pada bidang-bidang yang merupakan kepanjangan dari peran gender tradisional. Kekuatan pengaruh budaya patriarki dan berbagai perilaku stereotype gender juga terjadi pada bidang kesenian. Berkaitan dengan hal tersebut tulisan ini akan memaparkan berbagai contoh temuan yang menjelaskan adanya barbagi fakta sosial yang berkaitan dengan permasalahan gender dan perilaku berkesenian dalam berbagai konteks budaya. Laki-laki dan Perempuan dalam Teori Natrure dan Nurture Dalam teori nature perbedaan antara laki-laki dan perempuan didasarkan atas perbedaan jenis kelamin (sex) yang dalam hal ini mengandung pengertian sebagai penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin berdasarkan aspek biologis (nature) yang secara permanen tidak mengalami perubahan atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan (kodrat) (Fakih 1997:9). Perbedaan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan sudah mulai diungkap secara ilmiah oleh Charles Darwin dalam bukunya The Descent of Man. Menurut

pendapatnya pria berbeda dengan wanita dalam hal ukuran fisik, kekuatan tubuh, pemikiran dan lain-lain. Pendapat tersebut selanjutnya diikuti pula oleh beberapa ilmuwan berikutnya antara lain seperti Hardaker (1882) yang dalam salah satu tulisannya mengungkapkan bahwa wanita mempunyai kemampuan berpikir dan kreativitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan laki-laki, namun demikian dalam hal intuisi dan dan persepsi sebaliknya. Selaras dengan perbedaan antara laki-laki dan perempuan tersebut selanjutnya Edward Torndike (1914) berpendapat bahwa walaupun anak laki-laki dan perempuan diberikan lingkungan yang sama, pada akhirnya tetap akan menghasilkan perbedaan kemampuan mental dan aktivitas di antara keduanya. Dari beberapa pendapat tersebut akhirnya dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara biologis seperti misalnya fisik dan otot pria yang rata-rata lebih besar dari pada wanita serta adanya perbedaan hormon pada laki-laki dan perempuan diyakini mempengaruhi perbedaan tingkah laku atau peran di antara keduanya (Megawangi 1999:95-97). Berlainan dengan teori nature, sebaliknya dalam pandangan teori nurture diferensiasi peran (division of labor) antara laki-laki dan perempuan lebih dipengaruhi oleh budaya. Dalam kaitan ini dikenal dengan adanya konsep gender, yakni sebuah konsep yang menjelaskan mengenai perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial. Perbedaan yang ada bukan merupakan ketentuan Tuhan, melainkan diciptakan dan di konstruksi oleh manusia melalui proses sosial dan kultur yang panjang (Fakih 1997: 9-10). Berkaitan dengan teori nurture, misalnya sebelum adanya teknologi alat-alat kontrasepsi, perempuan mempunyai tugas utama melahirkan, menyusui, dan segala aktivitas yang berkaitan dengan pengasuhan anak serta pekerjaan-pekerjaan yang dapat dilakukan di sekitar rumah. Keadaan tersebut telah menjadi institusi di mana division of labor menjadi suatu norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Dalam hal ini wanita berperan sebagai figure ekspresif (peran domestik), sedangkan laki-laki sebagai figure instrumental yang bertugas melindungi keluarga, serta mencari nafkah keluar rumah (peran publik). Pada saat mulai ditemukannya teknologi modern, seperti alat-alat kontrasepsi dan susu botol pengganti ASI, pembagian kerja tersebut akhirnya berubah. Kaum

perempuan mulai dapat mengatur jumlah anak yang dilahirkan serta tidak perlu menyusui lagi sehingga waktunya tidak habis untuk urusan pengasuhan anak. Kendala biologis yang semula menghambat mereka untuk berkiprah di sektor-sektor yang semula di dominasi oleh kaum pria akhirnya menjadi hilang (Megawangi 1999:95-100). Berdasar uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa peran gender tradisional perempuan seperti harus tinggal di rumah, memasak, merawat anak, mengatur rumah tangga, dan lain-lain merupakan sebuah budaya atau tradisi yang dapat berubah karena perkembangan teknologi. Gender dalam Perilaku Berkesenian Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan secara nurture (gender) dalam konteks perilaku berkesenian dalam sebuah masyarakat tentu saja terkait dengan berbagai pandangan serta nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Dari beberapa temuan diperoleh informasi bahwa perbedaan peran gender yang ada tercermin melalui berbagai wujud karya seni, penokohan, proses pengajaran, proses pertunjukan, karir, pelabelan instrumentasi dan lain-lain. Dalam bidang seni rupa dapat diambil contoh misalnya, pada jaman Renaissance para pelukis biasanya lebih suka menggambar tubuh pria telanjang, karena ada anggapan yang kuat bahwa tubuh perempuan pada jaman itu dianggap inferior. Sedangkan sebaliknya mulai abad ke-17 lukisan tubuh perempuan mulai digemari. Tubuh perempuan di kalangan pelukis digambarkan sebagai dewi Venus yang melambangkan kecantikan, serta merupakan obyek cinta yang ideal, meskipun hal ini dari sudut pandang laki-laki. Dalam Venus Coelestis, perempuan digambarkan dalam romantisme, sedangkan dalam Venus Naturalis perempuan digambarkan sebagai obyek seksual laki-laki (Hidajadi 2000 : 9-10). Dalam bidang seni tari, masalah stereotype gender sebagai contoh antara lain dapat dilihat pada penokohan tari gaya Surakarta. Meskipun Arjuna adalah tokoh laki-laki, namun pada praktiknya diperankan oleh perempuan dengan tujuan untuk menampilkan karakter halus yang dimiliki oleh Arjuna (Nakagawa 2000:85-86). Sedangkan dalam bidang seni musik, masalah perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan secara nurture (gender ) antara lain diungkapkan oleh Alevardo Valdes dan Jeffrey A. Halley (1993:148-167).. Melalui penelitiannya mengenai masalah gender dalam budaya musik Conjunto Meksiko Amerika ditemukan bahwa, perilaku berkesenian

khususnya dalam proses pengajaran musik (proses magang), pergelaran musik, dan karir sangatlah dipengaruhi oleh identitas etnis dan kelas. Dalam konteks kesenian ini, patriarki sebagai sebuah sistem mendudukkan wanita lebih rendah di bawah pria pada basis jenis kelamin. Hubungan antar gender yang terjadi sebagaimana yang berlaku dalam budaya etnis masyarakat Meksiko Amerika, sesuai dengan kondisi identitas etnis dan kelasnya. Berkaitan dengan temuan tersebut, Kenneth M.George (dalam Nakagawa, 2000: 84-85) juga mencoba menjelaskan hubungan antara musik dengan jenis kelamin dalam konteks upacara di dalam masyarakat Mappurondo, Bukit Tinggi Sulawesi selatan. Dinyatakan, bahwa meskipun perbedaan jenis kelamin dalam pembagian peran gender tidak begitu jelas jika dilihat dalam kehidupan sehari-hari, namun pada saat upacara justru sebaliknya. Perbedaan itu terlihat dengan adanya nyanyian-nyanyian tertentu yang ternyata hanya boleh dimainkan oleh sekelompok laki-laki atau perempuannya saja. Perbedaan peran gender antara laki-laki dan perempuan juga terlihat dalam perilaku berkesenian di kalangan masyarakat Jawa dan Bali, antara lain terlihat dalam hal permainan instrumen gamelan. Instrumen gamelan hingga saat ini dapat dikatakan lebih dekat dengan dunia laki-laki, meskipun kenyataannya terdapat juga kelompok-kelompok kesenian gamelan ibu-ibu (dalam tanda petik). Perempuan dan laki-laki sulit berkumpul bersama untuk membentuk kelompok gamelan dengan jumlah anggota yang seimbang. Istilah laki-laki dan perempuan dalam konteks kesenian gamelan ternyata juga muncul dalam pelabelan instrumen. Dalam gamelan Bali dikenal adanya kendang wadon (perempuan) dan kendang lanang (laki-laki), selain itu gangsa Bali juga terdiri atas satu pasang lanang dan satu pasang wadon. Berkaitan dengan hal tersebut di dalam perangkat gamelan Jawa khususnya pada instrumen bonang juga terdapat perbedaan istilah yang terkait dengan jenis kelamin. Instrumen bonang Jawa bagiannya terdiri atas dua baris, barisan atas yang bernada tinggi disebut dengan bonang lanang (laki-laki), sedang pada baris bawah yang bernada rendah disebut bonang wadon (perempuan). Selain uraian di atas melalui penelitian Musik Klasik dan Penggemarnya (2000) penulis mendapatkan data yang menarik bahwa di kalangan peserta kursus musik pada salah satu tempat kursus di Kota Semarang ternyata ada kecenderungan pemilihan jenis kursus yang mencerminkan adanya pengaruh stereotype gender. Jenis-jenis kursus musik seperti gitar dan drum 90 % pesertanya adalah laki-laki. Sedangkan keyboard, vokal, dan

biola 75 % pesertanya adalah perempuan. Untuk instrumen piano, jumlah peserta perempuannya bahkan mencapai 90 %. Fenomena ketidakseimbangan perbandingan jenis kelamin tersebut ternyata juga terlihat di Jurusan Pendidikan Sendratasik FBS UNNES tempat penulis mengajar. Dari data mahasiswa yang ada menunjukkan bahwa pada Program Studi Pendidikan Seni Tari lebih didominasi oleh mahasiswa perempuan, sedangkan sebaliknya pada Program Studi Pendidikan Seni Musik lebih didominasi oleh mahasiswa laki-laki. Pada setiap angkatan jumlah mahasiswa Pendidikan Seni Tari rata-rata mencapai 90 % dari jumlah mahasiswa, sedangkan pada Program Studi Seni Musik mahasiswa laki-lakinya mencapai 80 %. Dari data-data di atas tampaknya perlu dikaji lebih mendalam lagi adanya berbagai fakta sosial di balik perilaku berkesenian. Baik menyangkut masalah keterkaitan antara permasalahan gender dengan proses pemilihan minat studi seni di kalangan masyarakat kita, atau perilaku-perilaku berkesenian lainnya. Untuk mengkaji permasalahan tersebut, antara lain dapat dilakukan dengan menempatkan fakta sosial (fait social) sebagai pokok kajiannya. Sebagaimana diungkapkan oleh Emile Durkheim bahwa fakta sosial tersebut menyangkut tentang berbagai cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di luar individu namun mempunyai kekuatan memaksa dan mengendalikan individu. Cara pandang tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk memahami keterkaitan antara aspek-aspek sosial dan budaya dengan diferensiasi peran laki-laki dan perempuan yang terjadi dalam perilaku berkesenian. Dalam usaha memahami proses konstruksi peran laki-laki dan perempuan (gender) dalam berbagai perilaku tersebut dapat digunakan teori konstruksi sosial (pembentukan realitas secara sosial), yakni sebuah teori yang berpandangan bahwa realitas sosial itu pada dasarnya bermaknan ganda. Dalam teori tersebut, Peter Berger mengakui adanya realitas obyektif sebagai bagian penting dalam proses pembentukan realitas sosial, akan tetapi makna terhadap realitas yang ada tetap berasal dari dan oleh hubungan subyektif individu dengan dunia obyektif itu sendiri (Poloma 1984:305). Apabila digambarkan dalam suatu model, proses konstruksi peran gender dalam perilaku berkesenian tersebut adalah sebagai berikut :

REALITAS OBYEKTIF Berbagai perilaku, sikap, pandangan, dan pemberian makna terhadap diferensiasi peran laki-laki dan perempuan berdasarkan nurture (gender) INDIVIDU INDIVIDU INDIVIDU Realitas Realitas Realitas Subyektif Subyektif Subyektif REALITAS BARU REALITAS OBYEKTIF Penutup Pengaruh budaya patriarki yang membedakan antara peran laki-laki dengan perempuan yang didasarkan pada peran gender tradisional dalam berbagi konteks budaya masih tetap melingkupi berbagai aspek kehidupan termasuk di dalamnya bidang kesenian. Perbedaan tersebut terkait dengan berbagai pandangan serta nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Dari beberapa temuan diperoleh informasi bahwa perbedaan peran gender terjadi dalam berbagai perilaku berkesenian baik seni rupa, seni tari, maupun seni musik. Perbedaan peran dan status tersebut tercermin melalui berbagai wujud karya seni, penokohan, proses pengajaran, proses pertunjukan, karir, pelabelan instrumentasi dan lain-lain. Untuk mengkaji lebih dalam lagi berbagai perilaku berkesenian tersebut antara lain dapat dilakukan dengan menempatkan fakta sosial (fait social) sebagai pokok

kajiannya. Sedangkan untuk memahami proses konstruksi peran laki-laki dan perempuan (gender) yang ada dapat digunakan teori konstruksi sosial (pembentukan realitas secara sosial). DaftarPustaka Fakih, M. 1997. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hidajadi, M. 2000. Tubuh: Sejarah Perkembangan dan Berbagai Masalahnya. Jurnal Perempuan Edisi 15. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan. Megawangi, R. 1999. Membiarkan Berbeda. Bandung : Mizan Pustaka. Nakagawa, Shin, 2000. Musik dan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Utomo, U. 2000. Musik Klasik dan Penggemarnya. Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Valdez, A, dan Halley, J.A. 1996. Gender in the Cultural of Mexican American Conjunto Music. Dalam Gender & Society, Vol. 10, No. 2/ April 1996, hal. 148 167.